Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVIKAL

DI IGD RSD dr.SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh :

FATIMAH
NIM. 22101016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr.SOEBANDI
JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Tulang belakang leher adalah struktur tulang belakang yang melindungi persarafan dan
mempertahankan rentang gerak untuk kepala dan leher.Anatomi normal tulang belakang servikal
terdiri atas 7 tulang vertebare servikal dari Cervikal 1 (C1) hingga cervical 7 (C7) yang
disambungkan oleh diskus intervertebralis dan digabungkan oleh jaringan ligamen yang
kompleks. Tulang belakang leher terdiri dari 2 ruas yaitu anterior dan posterior. Pada C1 dan C2
disebut tulang servikal atas dan C3 hingga C7 disebut tulang servikal bawah (Kaiser, 2021).

Atlas (C1) dan axis (C2) dibedakan karena memiliki ciri khas yang berbeda, Pertemuan
antara tengkorak dan tulang belakang C1 berbentuk seperti cincin yang tidak memiliki prosesus
spinosus dan berfungsi untuk menopang kepala. Bersama dengan aksis, tulang atlas akan
memungkinan untuk merotasikan, memfleksikan, dan mengekstensikan tuulang belakang dengan
fleksibel. Prrosesus odontoid axis atau biasa disebut dens merupakan bagian C1 yang menyatu
tulang servikal ini dan menjadi keunikan dengan C2 menjadi sendi atlantoaksial. Sendi ini
memberikan kepala kebebasan untuk rotasi tanpa melibatkan batang tubuh dan lengkapi dengan
ligamentum trasnversal di posterior dens yang berfungsi sebagai pencegahan subluksasi atlas
dengan axis (Rahman, 2021).
Fraktur tulang belakang servikal merupakan fraktur tulang yang melibatkan tulang servikal
dan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu C1, C2 dan tulang sub aksial (C3 hingga C7).
Fraktur servikal dapat terjadi akibat gerakan abnormal atau kombinasi gerakan meliputi
hiperfleksi, hiperekstensi, rotasi dan lateralisasi kolumna tulang belakang (Torlincasi, 2021).
Injuri traumatais tulang servikal berkaitan dengan kecelakaan dan benturan keras serta olahraga
yang berat. Derajat keparahan dari fraktur servikalis diukur menggunakan skor SLIC.
1.2 Etiologi
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3) Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)
4) Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak
kecil atau kondisi patologis yang menimbulkanpenyakit tulang atau melemahnya tulang
(Harsono, 2000)
1.3 Klasifikasi

a. Cedera Fleksi
Pada cedera fleksi biasanya hanya melibatkan satu bagian kecil dan
tidak mengenai saraf sehingga fraktur ini dianggap lebih stabil dan
tidak berkaitan dengan adanya gangguan neurologis. Maka
imobilisasi servikal menjadi salah satu penatalaksanan.
b. Cedera Rotasi Fleksi
Cedera umum yang berkaitan dengan mekanisme fleksi rotasi yang
melibatkan dislokasi faset unilateral dan dislokasi atlantoaksial
rotari.
c. Cedera Ekstensi
Cedera ekstensi meliputi cedera yang berkaitan dengan mekanisme
ekstensi dari fraktur lengkung posterior C1, dislokasi atlantoaksial
posterior dan fraktur hangman
d. Cedera Kompresi Vertikal (Aksial)
Cedera yang berkaitan dengan mekanisme kompresi dan fraktur
pecah cicncin C1, dispersi atau pembebanan, fraktur bagian C1,
fraktur terisolasi dan masa lateral C1 atau fraktur pilar
e. Cedera ganda atau kompleks
Cedera yang berkaitan dengan mekanisme multipel dan kompleks
meliputi fraktur odontoid, fraktur prosesus transversal C2 (fleksi
lateral), dislokasi atlantooksipitalis, dan fraktur kondilus oksipital
(Kompresi vertikal dan pembengkokan lateral)
1.4 Manifestai Klinis
Lewis (2016) menyampaikan gejala klinis dari fraktur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma.Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. Nyeri dirasakan
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
4. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot, paralysis
dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal
Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan.Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi
Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.Ditandai dengan nadi
cepat, kerja jantung meningkat, vasokontriksi.
11. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)

1.5 Patofisiologi
1.6 Pathway/WOC
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2013), ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:

1. Sinar X spinal

Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,

reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

2. CT scan

Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.

3. MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.

4. Mielografi

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya

tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.

5.   Fotorontgentorak

Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,

anterlektasis).
6. GDA

Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi


1.8 PenatalaksanaanMedis

Menurut (ENA, 2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.

3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi
lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut
di bawah pelvis kemudian mengikatnya.

5. Menyediakan oksigen tambahan.

6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.

7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.

8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi
dan bradikardi.

9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

10. Berikan antiemboli

11. Tinggikan ekstremitas bawah

12. Gunakan baju antisyok.

13. Meningkatkan tekanan darah

14. Monitor volume infus.

15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)


16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.

17. Mengatur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.

18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.

19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam
setelah kejadian.

 Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

 Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada
indikasi.

 Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

 Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.

 Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

 Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk


menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

 Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

1.9 Komplikasi
Komplikasi awal
a) Syok
b) Sindrom emboli lemak
c) Sindrom kompertemen
Komplikasi lambat
a) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
 Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
 Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
 Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
b) Nekrosis avaskuler tulang.
1.10 Diagnosa Banding
2 Dislokasi panggul
3 Fraktur Pelvis
4 Fraktur Spinal
5 Fraktur Vertebra

5.1 Konsep Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data pasien
Identitas klien Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
Identitas Penanggung Jawab Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
serta status hubungan dengan pasien

Keluhan utama saat pasien datang ke IGD

Riwayat penyakit terdahulu

b. Primmary Assesment
a. Airway

Mengkaji bagaimana kondisi jalan nafas pasien dimana dilakukan dengan memeriksa
apakah adanya obstruksi jalan nafas akibat dari adanya benda asing, oedema, darah,
muntahan, lidah, cairan. Jika pasien saat diberikan pertolongan tidak responsif, stabilkan
kepala dan leher dan gunakan manuver dorong rahang untuk memastikan jalan napas
terbuka. Jika tidak dicurigai adanya cedera tulang belakang, gunakan head tilt, chin lift
manuver. Mengkaji bagaimana suara nafas pasien dan amati apakah terdapat snoring,
gurgling, maupun crowning.

b. Breathing
Mengkaji apakah pasien dapat bernafas dengan spontan atau tidak, Memperhatikan
gerakan dada pasien apakah simetris atau tidak , Mengkaji irama nafas apakah cepat,
dangkal atau normal, Mengkaji keteraturan pola nafas, Mendengarkan, mengamati, serta
mengkaji suara paru apakah terdapat wheezing, vesikuler, maupun ronchi, Mengkaji
apakah pasien mengalami sesak nafas, dan Mengkaji respiratory rate pasien

c. Circulation
1) Mengkaji nadi pasien apakah teraba atau tidak, jika teraba hitung berapa denyut
nadi permenit
2) Mengkaji tekanan darah pasien
3) Mengamati apakah pasien pucat atau tidak
4) Menghitung CRT pasien perdetik
5) Menghitung suhu tubuh pasien dan rasakan akral pasien apakah teraba dingin
atau hangat
6) Mengamati apakah terdapat perdarahan pada pasien, dan kaji lokasinya serta
jumlah perdarahan
7) Mengkaji turgor pasien
8) Mengkaji adanya diaphoresis 9) Mengkaji riwayat kehilangan cairan berlebihan.

d. Disability
1) Mengkaji tingkat kesadaran pasien
2) Mengkaji nilai GCS pasien yang meliputi mata, verbal, dan motoriknya
3) Mengkaji pupil pasien apakah isokor, unisokor, pinpoint, atau medriasis
4) Mengkaji adanya reflek cahaya

5) Exposure

Mengkaji adanya cedera lain yang dapat mempengaruhi kondisi pasien, seperti ada
tidaknya laserasi, edema dan lainnya

c. Secondary Survey
Re evaluasi
Airway : Apakah ada obstruksi jalan napas,bunyi napas stridor atau tidak
Breathing : Frekuensi napas klien, dan suara napas tambahan atau tidak
Cirkulasi : Frekuensi nadi klien cepat atau lambat, spo2 dan crt klien
Disability : Menilai gcs klien
Exposure : Apakah ada cedera pada tubuh klien
d. Riwayat Keperawatan (Nursing history)
A : Alergic : apakah klien memiliki riwayat alergi
M : Medication :apakah pengobatan yang pernah dilakukan klien sebelumnya
P : Past Health History : apakah klien memiliki riwayat penyakit tertentu seperti
hipertensi,dm atau penyakit jantung
L : Last Meal : kapan terakhir klien makan
E : Even History : kejadian kenapa kliien bisa terjadi pnyakit yang sedang di alami klien
saat ini
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher.
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit
kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri
tekan, Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa),
tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher. b.
2) Dada dan Paru Inspeksi.
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta
keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat
bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan. Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi
yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara) Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura. Auskultasi.
Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk
mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji
kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler Inspeksi dan palpasi.
Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk mengetahui adanya
ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis,
area apikal dan area epigastrik Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Extremitas Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury. 4) Sindroma kompartemen.
d) Dislokasi sendi panggul.
5) Observasi pemeriksaan fisik keadaan umum
Meliputi pemeriksaan tanda tanda vital seperti tekanan darah,respirasi,nadi dan suhu
tubuh
Sistem tubuh
a) Pernapasan ( B1 : Breathing) Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada
gradasi blok saraf parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan
dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma
pada tulangbelakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis,
pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hasil sebagai berikut inspeksi
umum didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak napas.
b) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan
renjatan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala berat. Dari
hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah menurun nadi bradikardi dan jantung
berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat meningkatkan hormon antidiuretik yang
berdampak pada kompensasi tubuh.
c) Persyarafan (B3 Brain) Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi
serebral dan pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persyarafan. Pengkajian fungsi serebral : status mental
observasi penampilan, tingkah laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik klien
Pengkajian sistem motorik inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada ekstermitas
bawah, baik bersifat paralis, dan paraplegia. Pengkajian sistem sensori ganguan
sensibilitas pada klien cedera kepala berat sesuai dengan segmen yang mengalami
gangguan.
d) Perkemihan eleminasi urinaria (B4 : Bladder) Kaji keadaan urine meliputi
warna ,jumlah,dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah
urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada
ginjal.
e) Pencernaan eleminasi alvi (B5 Bowel) Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering
didapatkan adanya ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus,
kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok
spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
f) Tulang otot integumen (B6 Bone) Paralisis motorik dan paralisis organ internal
bergantung pada ketinggian lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik
sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.disfungsi motorik paling
umum adalah kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Kaji
warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit.
g) Sistem endokrin Apakah ada pembesaran pada kelenjar tiroid
h) Pemeriksaan penunjang
Meliputi pemeriksaan lab darah,hb, leukosit, kreatinin, sputum x-ray ,ct scan, EKG,
rongent BNO 3 posisi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif b.d. Depresi pusat pernapasan d.d. Pola napas abnormal
(Bradipnea) (D.0005)
b. Risiko Perfusi Serebral tidak efektif d.d. cedera servikalis (D.0017)
c. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan integritas susunan os. vertebrae d.d. Penurunan
kekuatan otot dan tetraplegia (D0054)
d. Nyeri akut b.d. trauma d.d. keluhan nyeri berat dan sikap protektif pada servikal
(D.0077)

3. Kriteria Hasil dan Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil (SLKI) Intevensi (SIKI)


Keperawatan
1. Pola Napas Pola napas L.01004 Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan (L.02075)
b.d. Depresi keperawatan 8 jam diharap pola napas Tindakan :
pusat dapat teratasi Observasi
pernapasan d.d. Kriterial Hasil 1. Monitor pola napas
Pola napas Indikator SA ST 2. Monitor bunyi napas
abnormal Meningkat Menurun Terapeutik
(Bradipnea) Dyspnea 2 4 1. Berikan posisi semi
(D.0005) Penggunaa 2 4 fowler atau fowler
notot bantu 2. Beri minum air hangat
Memburuk Membaik 3. Berikan Oksigen
Frekuensi 2 4 Edukasi
napas 1.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator jika perlu
2. Risiko Perfusi Perfusi selebral (L.02014) Pemantauan tekanan
intrakranial( I.06198)
Serebral tidak Setelah dilakukan tindakan
O:
efektif keperawatan 8 jam diharapkan perfusi 1. Identikfikasi penyebab
peningkatan TIK
d.d. cedera selebral meningkat :
2. Monitor peningkatan
servikalis Kriteria Hasil TD
3. Monitor penurunan
(D.0017) Indkator SA ST
tingkat kesadaran
4. Monitor tekananperfusi
Meningkat Meningkat selebral
T:
Tingkat 1 4 1. Ambil sempel drainase
kesadaran cairan slebrospinal
Pertahankan posisi kepala
Menurun Menurun
dan leher netral
Tekanan 2 4
intra
kranial

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi


mobilitas fisik keperawatan selama 8 jam gangguan (1.05173)
b.d. kerusakan mobilitas fisik dapat meningkat Observasi :
integritas dengan katagori : 1.Identifikasi adanya nyeri
susunan os. Mobilitas Fisik (L.05042) atau keluhan fisik lainnya
vertebrae d.d. Kriteria Hasil 2. Identifikasi toleransi fisik
Penurunan indikator SA ST melakukan pergerakan
kekuatan otot Pergerakan 2 5 Terapeutik :
dan tetraplegia ekstremitas 1.Fasilitasi aktivitas mobilisasi
(D0054) kekuatan otot 2 5 dengan alat bantu
Rentang gerak 2 5 2.Fasilitasimelakukan
pergerakan
Edukasi :
1.Jelaskan tujuan
danprosedur mobilisasi
2.Anjurkan melakukan
mobilisasi
4. Nyeri akut b.d. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
trauma d.d. keperawatan selama 8 jam nyeri yang Observasi :
keluhan nyeri dirasakan berkurang dengan kategori: 1. Identifikasi lokasi,
berat dan sikap Tingkat Nyeri (L.08066) karakteristik, durasi,
protektif pada Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan
servikal Indikator SA ST intensitas nyeri
(D.0077) Keluhan nyeri 3 5 2. Identifikasi skala nyeri
Meringis 3 5 Terapeutik :
Sikap protektif 3 5 3. Berikan tekmik non
gelisah 3 5 farmakologis untuk
Kesulitan tidur 3 5 mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
Keterangan : akupresur, kompreshangat/
1: Meningkat dingin)
2: Cukup Meningkat 4. Kontrol lingkungan yang
3: Sedang memperberat rasa nyeri
4: Cukup Menurun (mis. suhu ruangan,
5: Menurun pencahayaan, kebisingan)
Edukasi :
5. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2018). SDKI,SIKI,SLKI.


Davenport, M., 2017. Cervcial Spine Fracture Evaluation. Medscpe : Emergency
Medicine. https://emedicine.medscape.com/article/824380-overview [diakses
pada 10 mei 2022]
Davidson, C., Clifford L. Crutcher, dan G.C. Tender. 2019. Case Report: Traumatic

Cervical Spine Injury During Sexual Activity. Journal of Surgical and Case

Report. 6 : 1-3

Highsmith J. M. 2019. Symptomps of Spinal Fractures. Diakses di:


https://www.spineuniverse.com/conditions/spinal- fractures/symptomsspinal-
fractures [diakses pada 10 mei 2022].

Kaiser, J.T., V. Reddy, dan J.G> Lugo-Pico. 2021. Anatomy, Head and Neck, Cervical
Vertebrae. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539734/ [diakses pada 10
mei 2022]

Ludwisiak, K., M. Podgorski, K, Biernacka, L. Strafnczyk, Lukasz Olewnik, A. Majos,


dan M. Polguc. 2019. Variation In The Morphology Of Spinous Processes In
The Cervical Spine – An Objective And Parametric Assessment Based On CT
Study. Plos One. 1-11

Martiana, I.K., D. Permana, L. Widhiyanto. Traumatic Cervical Spinal Cord Injury. Is


Urgent Intervention Superior To Delayed Intervention? A Meta-Analysis
Evaluation. Journal of Orthopaedi and Traumatology Surabaya. 8 (1) : 12-18

Anda mungkin juga menyukai