Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS FRAKTUR DI RUANG ASPARAGA
RSD dr. HARYOTO LUMAJANG

Disusun Oleh :
Vikki Lesmana
22101113

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa :
Kasus Laporan Pendahuluan/Asuhan Keperawatan :
Ruang Praktik :
Rumah Sakit :

Lumajang,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Wike Rosalini, S. Kep., Ns.M.Kes Siti Fitriyah S.Kep. NS


NIDN.0708059102 NIK.198108132006042022
LEMBAR KONSULTASI

Tanggal Masukan Pembimbing TDD Pembimbing


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Fraktur merupakan salah satu masalah muskuloskeletal dan salah
satu masalah yang sering ditemui di layanan kesehatan diseluruh dunia,
fraktur juga menimbulkan kecacatan atau disabilitas dimana terdapat
putusnya kontinuitas struktur dari tulang tersebut. Kondisi fraktur dapat
terjadi dalam bentuk retakan, tulang terpecah belah dan menyebabkan
fragmen tulang tidak pada tempatnya (displace) (Apley G.A., dan
Solomon, L., 2010). Siregar dkk., (2020) menyebutkan fraktur adalah
gangguan muskuloskeletal yang disebabkan karena rusaknya bagian
tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap ( Sylvia, 2020 ).
Fraktur disebut juga dengan cedera merupakan istilah dari
hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik bersifat
total maupun sebagian. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan
sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan
pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Krisdiyana, 2019).
1.2 Etiologi
Menurut Brunner & Sudarth (2019), fraktur dapat disebabkan oleh
antara lain:
1. Pukulan langsung.
2. Gaya meremuk.
3. Gerakan punter mendadak.
4. Kontraksi otot ekstrem.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan berpengaruh,
mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
Macam – macam fraktur :
Fraktur dapat terjadi secara komplit ( garis patah melalui seluruh
penampang tulang ) maupun tidak komplit ( garis patah tidak melaui
seluruh garis penampang tulang ). Saat fraktur terjadi akan diklasifikasikan
menjadi fraktur terbuka ( Open fracture ) dan fraktur tertutup (Closed
fracture ).
1. Fraktur terbuka ( Open fracture )
Pada kondisi ini tulang akan terlihat keluar dari kulit atau
terjadi luka terbuka sangat dalam yang membuat tulang terlihat
keluar dari kulit.
2. Fraktur tertutup (Closed fracture )
Kulit dan jaringan dibawahnya masih utuh walaupun terjadi
patah tulang .
Selain itu fraktur memiliki banyak nama, berikut ini adalah
beberapa tipe fraktur yang sering terjadi :
a. Greenstick
Fraktur ini termasuk kedalam fraktur tidak komplit.
Fraktur greenstick adalah kondisi patah tulang dimana
ketika satu sisi tulang patah maka sisi lain akan
membengkok sebagai kompensasi akibat tekanan yang
berlebih. Fraktur greenstick sering terjadi pada anak-anak.
b. Transversal/Transverse
Fraktur transversal adalah jenis patah tulang yang
tergolong dalam fraktur total atau lengkap. Tipe fraktur ini
terjadi ketika patahan tulang berbentuk melintang atau garis
horizontal. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh tekanan
atau benturan yang kuat dan langsung tegak lurus ke arah
tulang.
c. Spiral
Fraktur spiral juga merupakan bagian dari jenis
patah tulang lengkap atau total. Tipe fraktur ini terjadi
ketika tulang yang patah telah terpelintir atau berputar dari
titiknya.
d. Oblik/Oblique
Fraktur oblik adalah jenis patah tulang yang
memiliki pola patahan miring atau diagonal. Kondisi ini
biasanya terjadi karena ada tekanan atau pukulan dari sudut
tertentu, yaitu atas atau bawah. Tipe fraktur ini tergolong ke
dalam patah tulang lengkap atau total.
e. Kompresi/Compression
Fraktur kompresi adalah salah satu macam-macam
patah tulang yang sering terjadi di tulang belakang dan
umumnya terjadi pada lansia dengan penyakit osteoporosis.
Jenis fraktur kompresi terjadi ketika tulang menjadi hancur
atau remuk akibat tekanan, tetapi masih tampak rata.
f. Kominutif/Comminuted
Fraktur kominutif juga merupakan bagian dari patah
tulang lengkap atau total. Pada fraktur kominutif, tulang
pecah menjadi tiga bagian atau lebih dan tidak lagi sejajar.
Umumnya, fraktur ini terjadi di area tulang kecil yang
rentan patah, seperti di tangan atau kaki, akibat kecelakaan
mobil atau kejadian serius lainnya.
g. Segmental
Fraktur segmental terjadi ketika tulang yang sama
mengalami patah di dua tempat. Kondisi ini menyebabkan
ada bagian tulang yang tampak mengambang.
h. Avulsi/Avulsion
Fraktur avulsi terjadi ketika fragmen tulang, yaitu
tendon atau ligamen, terlepas dari tulang. Fragmen tulang
yang terlepas itu biasanya menarik atau mengambil bagian
dari tulang. Fraktur avulsi ini umumnya disebabkan oleh
adanya gaya tarikan yang kuat pada tulang dan biasanya
terjadi pada sendi lutut dan bahu.
i. Linear
Fraktur ini sejajar dengan panjang tulang, baik di sepanjang
atau hampir sepanjang tulang tersebut. Tipe ini juga
merupakan macam patah tulang total atau lengkap.

1.3 Tanda dan Gejala


Menurut Brunner & Sudarth (2019), tanda dan gejala klinis fraktur
adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alimiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingakan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperika dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
Kebanyakan tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linier atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluh mengalami cedera pada daerah tersebut.
1.4 Patofisiologi
Terlampir
1.5 Patway
Terlampir
1.6 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut Sylvia (2020), antara lain :
1. Terbuka terhadap lingkungan
a) Fraktur terbuka atau gabungan adalah fraktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus.
b) Fraktur tertutup atau simpel adalah fraktur dengan kulit yang
tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Sudut patah
a) Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahannya tegak
lurus terhadap sumbu panjang tulang.
b) Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahannya membentuk
sudut terhadap tulang.
c) Fraktur spiral adalah fraktur yang timbul akibat torsi pada
ekstremitas.
3. Multipel pada satu tulang
a) Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu
tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari
suplai darahnya.
b) Fraktur kominuta adalah serpihan-serpihan atau terputusnya
keutahan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
4. Fraktur kompresi yaitu terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat
tubrukan) tulang ketiga yang berada di antaranya, seperti satu
vertebrata dengan dua vertebrata lainnya.
5. Fraktur patologik yaitu terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik
lainnya.
6. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima
untuk berlatih dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang
baru memulai latihan lari.
7. Fraktur greenstick adalah fraktur yang tidak sempurna dan sering
terjadi pada anak-anak. Korteks tulangnya sebagian masih untuh,
demikian juga periosteum. Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh
dan segera mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi normal
8. Fraktur avulsi adalah fraktur yang memisahkan suatu fragmen
tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen. Biasanya tidak
ada pengobatan yang spesifik yang diperlukan. Namun, bila diduga
akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-hal lain yang
menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan pembedahan untuk
membuang atau meletakkan kembali fragmen tulang tersebut pada
banyak kasus.
9. Fraktur sendi, catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang
melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu
secara bermakna. Jika tidak ditangani secara cepat, cedera
semacam ini akan menyebabkan osteoartritis pasca trauma yang
progresif pada sendi yang cedera tersebut.
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada fraktur menurut Doenges (2000) :
1. Pemeriksaan rontgen: Menentukan lokasi/luasnya fraktur utama.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur; juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel, atau cedera hati.
1.8 Penatalaksanaan Medis
Menurut Brunner & Sudarth (2019), ada beberapa tahap dalam
penatalaksanaan fraktur antara lain :
1. Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai
yang patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas
disangga di atas dan di bawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang
dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan
perdarahan lebih lanjut.
2. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar
fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah
kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
3. Jaringan yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudia dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah
dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama,
dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera
digantung pada sling. Peredarah di dista cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
4. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan
sekali-sekali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen
tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang
ditarangkan diatas.
5. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh
sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus
dipotong pada sisi cedera. Ekstremitas sebisa mungkin jangan
sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
1.9 Prinsip Penanganan
Menurut Brunner & Sudarth (2019), prinsip penanganan fraktur
meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan
normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan anatomis.
2. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung
sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
3. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
4. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
5. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara
gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi
akan menjaga reduksi menstabilkan ekstremitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui
apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
6. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau redukasi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat, dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
7. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
8. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
1.10 Komplikasi
Menurut Brunner & Sudarth (2019), komplikasi fraktur dibedakan
menjadi dua yaitu, antara lain :
1. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah terjadi fraktur adalah syok, yang bisa
berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera; emboli lemak,
yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih; dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksternal maupun yang tak kelihatan) dan
kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebrata.
b. Sindrom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple,
atau cedera remuk, dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada
dewasa muda (20 sampai 30 tahun) pria. Pada saat terjadi
fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien
akan memonilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya
globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya, yang
sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu
minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24
jam sampai 72 jam. Gambaran khas berupa hipoksia, takipnea,
takikardia, dan pireksia.
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan
untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena (1)
penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat, atau (2) peningkatan isi kompartemen otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya iskemia, cedera remuk, penyuntikan bahan
pengancur [toksik] jaringan).
2. Komplikasi lambat
a. Penyatuan lambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan lambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi
dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur
tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan
infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.
Pada akhirnya fraktur menyembuh.
b. Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan
darah dan mati. Dapat terjadi setelah fraktur (khususnya pada
kolum femoris), dislokasi, terapi kortikosteroid dosis tinggi
berkepanjangan, penyakit gagal ginjal kronik, anemia sel sabit,
dan penyakit lain.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan
tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat
tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan
penurunan fungsi merupakan indikator utama telah terjadinya
masalah.
1.11 Penyembuhan
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat.
Berkuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk
jaringan granulasi didalamnya dengans sel-sel pembentuk tulang primitive
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas.
Kondroblas akan mensekresi fosfat, merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus
menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya,
dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada
tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang
provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi
lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami
remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk
osteoblas tulang baru dan osteolas akan menyingkirkan bagian yang rusak
dan tulang sementara (Sylvia, 2019).
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR
A. Pengkajian
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no.
register, tanggal masuk rumah sakit, diagnose medis (Desmawati,
2013).
1. Keluhan utama
Pada klien dengan cedera kepala biasanya mengalami
penurunan kesadaran (Hariyani & Budiyono, 2012)
2. Riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan
meliputi penurunan kesadaran, lateragi, , sakit kepala,
wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur,
hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang atau tidak.
5. Riwayat Psikososial
a. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakit yang diderita.
Pasien merasa malu dengan keadaanya, ansietas, dan rendah diri.
b. Pola istirahat dan tidur
biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
c. Pola aktivitas
dimana adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
B. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum


Tekanan darah mmHg, suhu tubuh…◦C, pernapasan ..x/menit,
nadi ..x/menit (regular), GCS : E=.. M=… V=.. , BB, hasil
pengukuran lainnya, seperti LL dll
2) Kaji GCS
 Cidera kepala ringan (CKR) jika GCS antara 13-
15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang
lebih 30 menit.
 Cidera kepala sedang (CKS) jika GCS antara 9-12,
hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit-24
jam.
 Cidera kepala berat (CKB) jika GCS 3-8, hilang
kesadaran lebih dari 24 jam.
3) Disorientasi tempat atau waktu
Kehilangan kesadaran, amnesia, perubahan kesadaran
sampai koma, penurunan dalam ingatan dan memori baik
jangka pendek maupun jangka panjang.

4) Refleksi patologis dan fisiologis


Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan reflex patologis.
5) Perubahan status mental
Cedera kepala dapat menyebabkan cacat permanen, gangguan
mental, dan bahkan kematian. Gegar otak menyebabkan
perubahan status mental seseorang dan dapat mengganggu fungsi
otak dari otak.
6) Status motoric
Skala kelemahan otot :
0 : tidak ada kontrak
1 : ada kontraksi
2 : bergerak tidak bias menahan gravitasi
3: bergerak mampu menahan gravitasi
4 : normal
7) Perubahan pupil atau penglihatan kabur, diplopia, foto
pobhia, kehilangan sebagian lapang pandang.
8) Perubahan tanda – tanda vital
9) Gangguan pengecapan dan penciuman serta pendengaran
10) Peningkatan TIK
Tekanan Intra Kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan
otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di
dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari
TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ±15 mmHg.
Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini
menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa
adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang
cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi
batang otak) yang berakibat kematian (Brunner &Suddart,
2012).
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada fraktur menurut
Nurarif, A.H dan Kusuma, Hardi (2018), antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (trauma).
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan trauma.
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan tekanan
pada tonjolan tulang.
4. Resiko hipovolemia disebabkan oleh hipovolemia.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleran aktivitas,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular.
D. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut berhubungan dengan Tingkat nyeri L.08066 Manajeman nyeri I. 08238
agens cedera fisik (trauma) D.0077 setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan ....x24 jam, Nyeri akut - Identifikasi lokasi karakteristik,
dapat teratasi dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
Kriteria hasil SA ST intensitas nyeri
Keluhan nyeri 1 4 - Indentifikasi skala nyeri
Meringis 1 4 - Indenntifikasi respon nyeri non
Gelisah 1 4 verbal
Kesulitan 1 4 Terapeutik
tidur - berikan teknik nonfarmakologi
untuk mngurangi rasa nyeri
- fasilitas istirahat dan tidur
- pertimbangankan jenis dan
sumber nyeri dalam strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab periode dan
pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan
nyeri
- anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian anagetik,
jika perlu

2. Resiko hipovolemia disebabkan Status cairan (L.03028) Manajemen hipovolemia (1.03116)


oleh hipovolemia D.0034 setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan ....x24 jam, status cairan Periksa tanda dan gejala misalnya
dapat teratasi dengan kriteria hasil : frekuensi nadi, tekanan darah, turgor
Kriteria hasil SA ST kulit menurun dan volume urin
Kekuatan 1 4 menurun
nadi Terapeutik
Konsentrasi 4 1 Berikan asupan cairan oral
urine Berikan posisi modified
Berat badan 1 4 Edukasi
Turgo kulit 1 4 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
Kolaborasi
Pemberian cairan
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif Perfusi perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan trauma D. setelah dilakukan tindakan Observasi
0009 keperawatan ....x24 jam, perfusi - periksa sirkulasi perifer
perifer tidak efektif dapat teratasi - monitor panas, kemerahan,
dengan kriteria hasil : nyeri, atau bengkak pada
Kriteria hasil SA ST ekstrimitas
Denyut nadi 1 4 Terapeutik
Penyembuhan 1 4 - lakukan pencegahan infeksi
luka Edukasi
Sensasi 1 4 - infromasikan tanda dan gejala
Turgor kulit 1 4 darurat yang harus dilaporkan
- anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit I. 1135
berhubungan dengan tekanan pada L.14125 Observasi
tonjolan tulang D.0129 setelah dilakukan tindakan - Indetifikasi penyebab gangguan
keperawatan ....x24 jam, gangguan integritas kulit
integritas kulit/jaringan dapat teratasi Terapeutik
dengan kriteria hasil : - Lakukan pemijatan pada are
Kriteria hasil SA ST penonjolan tulang
Kerusakan 4 1 Edukasi
jaringan - anjurkan meningkatkan asupan
Kerusakan 4 1 nutrisi
lapisan kulit
Nyeri 4 1
Perdarahan 4 1

5. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas Fisik L.05042 Dukungan mobilitas I.05173


berhubungan dengan intoleran setelah dilakukan tindakan Observasi
aktivitas, gangguan keperawatan ....x24 jam, Gangguan - Identifikasi adanya nyeri atau
muskuloskeletal, gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan keluhan fisik lainnya
neuromuskular D.0054 kriteria hasil : - Indetifikasi toleransi fisik
Kriteria hasil SA ST melakukan gerakan
Nyeri 1 4 - Monitor frekuensi jantung dan
Gerakan 1 4 tekanan darah sebelum memulai
terbatas mobilisasi
Kelemahan 1 4 Teraputik
fisik - fasilitaskan aktivitas mobiliasi
Kecemasan 1 4 dengan alat bantu
- fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
- libaatkan keluarga untuk
membantu pasie dalam
meningkatka pergerakan
edukasi
- jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- ajarkan mobilisaso sederhana
yang harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doenges, Marilynn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Nurarif, A.H dan Kusuma, Hardi. 2018. Aplikasi Asuhan KeperawatanBerdasarkan
Diagnosa Medis dan SDKI SLKI SIKI Jilid 2. Jogjakarta : Medi Action
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonsesi (SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervnesi Keperawatan
Indonsesi (SIKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Luaran Keperawatan
Indonsesi (SLKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Price, Sylvia, Anderson. 2020. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai