Anda di halaman 1dari 27

KASUS LOW BACK PAIN ET CAUSA SPONDYLOSIS

A. Defenisi LBP
Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada regio lumbal,
tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saraf, namun
secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal (Dachlan, 2009). Nyeri punggung
bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung bawah, yang mungkin
disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri punggung bawah dapat
mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh
kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya,
infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang
belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk,
postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga
dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Anonim, 2014).
B. Tanda dan gejala
Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan biokimia
atau biomekanik dalam discus 9 intervertebralis. Bahkan pola patofisiologi yang serupa
pun dapat menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada umumnya sindroma
lumbal adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang menyebabkan LBP termasuk
sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri
tekan seluruh daerah yang bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang gerak
kelompo otot yang tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas
pada saraf tepi. Keluhan nyeri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan.
Fibromialgia mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan,
rasa lelah, dan nyeri otot (Dachlan, 2009).
Gejala penyakit punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas,
dan nyeri serta paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat
penting. Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah serangannya
dimulai dengan tiba – tiba, mungkin setelah menggeliat, atau secara berangsur – angsur
tanpa kejadian apapun. Dan yang diperhatikan pula gejala yang ditimbulkan menetap
atau kadang – kadang berkurang. Selain itu juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan
gejala yang penting pula yaitu apakah adanya sekret uretra, retensi urine, dan
inkontinensia (Apley, 2013).
C. Etiologi
Etiologi nyeri punggung bermacam – macam, yang paling banyak adalah penyebab
sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu LBP dapat merupakan nyeri rujukan dari
gangguan sistem gastrointestinal, sistem genitorinaria atau sistem kardiovaskuler. Proses
infeksi, neoplasma dan inflasi daerah panggul dapat juga menimbulkan LBP. Penyebab
sistem neuromuskuloskeletal dapat diakibatkan beberapa faktor ialah (Dachlan, 2009)
1. Otot
2. Discus intervertebralis
3. Sendi apofiseal, anterior, sakroiliaka
4. Kompresi saraf / radiks
5. Metabolik
6. Psikogenik
7. Umur
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelaianan yang terjadi pada tulang
belakang, otot, discus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong
tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain:
1. Kelainan kongenital / kelainan perkembangan, seperti spondylosis dan
spondilolistesis, kiposcoliosis, spina bifida, ganggguan korda spinalis
2. Trauma minor, seperti regangan, cedera whiplash
3. Fraktur, seperti traumatik misalnya jatuh, atraumatik misalnya osteoporosis,
infiltrasi neoplastik, steroid eksogen
4. Hernia discus intervertebralis
5. Degeneratif kompleks diskus misalnya osteofit, gangguan discus internal, stenosis
spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebra, gangguan sendi
atlantoaksial misalnya arthritis reumatoid
6. Arthritis spondylosis, seperti 11 artropati facet atau sacroiliaka, autoimun misalnya
ankylosing spondilitis, sindrom reiter
7. Neoplasma, seperti metastasisi, hematologic, tumor tulang primer
8. Infeksi / inflamasi, seperti osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis discus,
meningitis, arachnoiditis lumbal
9. Metabolik osteoporosis – hiperparatiroid
10. Vaskuler aneurisma aorta abdominalis, diseksi arteri vertebral
11. Lainnya, seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, sindrom
nyeri kronik.
D. Definisi Spondylosis
Definisi Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang. Spondylosis ini
disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus intervertebralis, yang
mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra sehingga mengakibatkan
terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebralis dan iritasi
persendian posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya
osteoartritis dan tertekan radiks oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemik
dan radang (Harsono dan Soeharso, 2005). Spondylosis lumbal merupakan penyakit
degeneratif pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak
menyerang pada wanita. Faktor utama 12 yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama
dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak
dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam
menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar. Spondylosis lumbal seringkali
merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang yang terbentuk karena adanya proses
penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan
L5 – S1. Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah
diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen
flavum) (Regan, 2010).

E. Tanda dan gejala


Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan dengan ketidakstabilan lumbal,
sering mempunyai riwayat robekan dari diskusnya dan serangan nyeri yang berulang-
ulang dalam beberapa tahun. Nyeri pada kasus spondylosis berhubungan erat dengan
aktivitas yang dijalani oleh penderita, dimana aktivitas yang dijalani terlalu lama dengan
rentang perjalanan yang panjang. Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan memiliki
tubuh yang sehat. Nyeri sering timbul di daerah punggung dan pantat. Hal ini akan
menimbulkan keterbatasan gerak pada regio lumbal dan dapat menimbulkan nyeri pada
area ini. Pemeriksaan neurologis dapat memperlihatkan tanda-tanda sisa dari prolaps
diskus yang lama (misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap sangat lanjut, gejala
dan tanda – tanda stenosis spinal atau stenosis saluran akar unilateral dapat timbul
(Appley, 2013).
F. Patologi
Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke
semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan hipertrofik
terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji.
Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh
osteofit (Mansjoer dkk, 2005). Perubahan patologi yang terjadi pada diskus
intervertebralis antara lain:
1. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul
retak pada berbagai sisi
2. Nucleus pulposus kehilangan cairan
3. Tinggi diskus berkurang
4. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat
hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala (Yulianza, 2013).
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya
lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan
penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus
yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush fracture. Pada ligamentum
intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat
mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk
suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak
diskus membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi
apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada
margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat
menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis.

G. Problematik
Spondylosis lumbal menggambarkan adanya osteofit yang timbul dari vertebra
lumbalis. Osteofit biasanya terlihat pada sisi anterior, superior, dan sisi lateral vertebra.
Pembentukan osteofit timbul karena terdapat tekanan pada ligamen. Apabila hal ini
mengenai saraf, maka akan terjadi kompresi pada saraf tersebut, dan dari hal itu dapat
menimbulkan rasa nyeri, baik lokal maupun menjalar, parastesia atau mati rasa, dan
kelemahan otot (Woolfson, 2008).

H. Prognosis
Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal ini sulit
untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan kecacatan yang
nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang mempengaruhinya,
seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya dapat menyebabkan
kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang sudah mengalami
degeneratif pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan adanya nyeri pada daerah
punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka kondisi pasien akan membaik dalam
waktu 3 bulan (Woolfson, 2008).
Assesment Fisioterapi
A. Anamnesis
1. Anamnesis umum
Nama : Ny. Syamsiah Dg. Dewi
Tgl lahir : 31 Desember 1952
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Poros Gowa tamallayang Gowa Sulawesi Selatan
2. Anamnesis khusus
Keluhan utama :
- Nyeri kaki :+
- Nyeri tungkai :+
- Nyeri paha :+
- Nyeri pantat :+
- Sakit punggung :+
Nyeri meningkat saat
Pagi hari : Nyeri dan kekakuan gerak...?
Sore hari :-
Malam hari : Sakit punggung.....?
Nyeri meningkat dengan
- Duduk : +
- Berdiri :-
- Berjalan :-
- Berbaring :-
Nyeri pada saat duduk :+
Nyeri pada saat membungkuk :+
Nyeri pada saat batuk :+
Nyeri pada saat mengangkat/mendorong :+
Nyeri dibawah lutut :+(
Nyeri dibawah pantat :+
Apakah anda merasakan sakit dikaki pada saat berjalan dan berkurang pada saat
duduk : tidak, duduk terasa sakit
Apakah anda bisa berjalan lebih baik saat mendorong trolli berjalan : tidak
Sifat keluhan : Menjalar
Lokasi keluhan : Sampai kedua tungkai
Lama keluhan : kurang lebih 8 bulan yang lalu
B. Quick test/screning test
1. Provokasi test

Teknik : Pasien dalam keadaan berdiri, kemudian pasien diminta


untuk mengangkat satu kaki sambil melakukan gerakan
ekstensi dan FTis mengawasi gerakan pasien agar tidak
terjatuh
Tujuan : Untuk mengetahui kualitas, kuantitatif dan karakteristik nyeri
Interpretasi : Jika terjadi nyeri saat melakukan gerakan ekstensi lumbal
Hasil : Nyeri
2. Prone instability test

Teknik : Pasien dalam posisi tengkurap dan berada diujung bed dengan
kedua kaki menyentuh lantai. FTis menginstruksikan pasien
untuk mengangkat kedua kakinya kemudian FTis memberikan
kompresi pada vertebra lumbal.
Interpretasi : Jika terjadi nyeri pada saat kedua kaki diangkat, ada saat
kedua kaki diangkat dan diberikan kompresi pada vertebra dan
tidak terasa nyeri maka dicurigai spondylolistesis
Tujuan : untuk mengetahui adanya instabilitas pada segmen L1-L2
sampai L5-S1
Hasil : Tidak nyeri
3. Lumbo pelvic rhytim

Gambar 1
Gambar 2

Teknik : Pasien dalam posisi berdiri tegak. Kemudian instruksikan


pasien untuk membungkukkan badan atau melakukan gerakan
fleksi lumbal (gambar 1), lalu pasien melakukan gerakan
ekstensi lumbal (gambar 2)
Tujuan : untuk menilai keselarasan gerakan dari lumbal dan pelvic
pasien
Hasil : Nyeri
4. Squat and bounching

Teknik : Pasien diminta untuk melakukan gerakan dari jongkok keberdiri


Tujuan : untuk mengetahui kekuatan otot hamstring, gastrocnemius dan nyeri
pada lumbal spine

Hasil : Nyeri

C. Inspeksi
1. Statis (posisi berdiri)
a. Arah depan :
b. Arah samping :
c. Arah belakang :
2. Dinamis
3. Pasien berjalan dengan.......................
D. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)
1. Aktif
Fleksi lumbal : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Ekstensi lumbal : Nyeri berat, ROM terbatas
Rotasi lumbal (ka) : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Rotasi lumbal (ki) : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Lateral fleksi (ka) : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Lateral fleksi (ki) : Sedikit nyeri, ROM terbatas
2. Pasif
Fleksi lumbal : Sedikit nyeri dan terasa tegang, ROM terbatas
Ekstensi lumbal : Nyeri berat, ROM terbatas
Rotasi lumbal (ka) : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Rotasi lumbal (ki) : Sedikit nyeri, ROM terbatas
3. Test isometrik melawan tahanan (TIMT)
Fleksi lumbal : Sedikit nyeri dan terasa tegang, ROM terbatas, firm andfeel
Ekstensi lumbal : Nyeri berat, ROM terbatas, firm andfeel
Rotasi lumbal(ka) : Sedikit nyeri, ROM terbatas, firm andfeel
Rotasi lumbal (ki) : Sedikit nyeri, ROM normal, firm andfeel
E. Pemeriksaan spesifik
1. Palpasi otot paravertebralis

Teknik : Pasien dalam posisi tidur tengkurap kemudian Ftis mempalpasi otot
paravertebralis pasien

Tujuan : untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau spasme pada otot
paravertebralis

Interpretasi : jika saat otot dipalpasi terasa tegang dan pasien merasakan nyeri,
maka otot paravertebralis mengalami spasme

Hasil : spasme otot paravertebralis

2. Patric/Faber test
Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang, kemudian salah satu kaki
pasien dilipat dan diletakkan diatas lutut yang satunya. FTis menekan
lutut pasien yang terlipat
Tujuan : Untuk mengetahui adanya gangguan pada SIJ atau hip joint
Interpretasi : Test positif jika terdapat nyeri pada pantat atau pangkal paha saat
lutut ditekan yang mengindikasikan adanya iritasi pada SIJ atau hip
joint.
Hasil : Tidak nyeri
3. Anti patric test

Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang, kemudian salah satu kaki
pasien dilipat. Salah satu tangan FTis diletakkan diatas lutut pasien
yang terlipat dan tangan yang satunya berada dipanggul pasien,
kemudian FTis mendorong kaki pasien
Tujuan : untuk mengetahui gangguan pada SIJ atau ligament posterior SIJ
Interpretasi : Jika terdapat nyeri pada bagian posterior hip saat kaki didorong,
maka terdapat gangguan pada SIJ atau ligament posterior SIJ
Hasil : Tidak nyeri
4. PACVP test (Posteroanterior central vertebral pressure)

Teknik : Pasien dalam posisi tidur tengkurap, kemudian ibu jari FTis
menekan processus spinosus kearah anterior mulai dari L1
sampai S2

Tujuan : Untuk mengetahui adanya degenerasi atau intervertebral


dysfunction

Interpretasi : Jika pasien merasakan nyeri pada saat processus spinosus


ditekan maka terjadi degenerasi atau intervertebral dysfunction

Hasil : Nyeri tekan processus spinosus L4-L5

5. PAUVP Test (Posterior-anterior unilateral vertebral pressure)


Teknik : Pasien dalam posisi tidur tengkurap, kemudian FTis menekan facet
joint kiri dan kanan L1-S2
Tujuan : Untuk mengetahui adanya degenerasi atau facet dysfunction
Interpretasi : Jika pasien merasakan nyeri pada saat facet joint ditekan maka terjadi
degenerasi atau facet dysfunction
Hasil : Nyeri tekan facet joint L4-L5
6. Quadrant test

Teknik : Pasien berdiri dan FTis dibelakang pasien, pasien mengekstensikan


trunk-nya sementara FTis mengontrol gerakan tersebut dengan
memegang shoulder pasien serta mempertahankan occiput dan kepala
pasien pada shoulder terapis, kemudian digerakkan ke lateral fleksi
dan rotasi searah nyeri. Gerakan ini sampai mencapai batas LGS atau
sampai menghasilkan gejala-gejala
Tujuan : Untuk memeriksa kuantitas gerak dan provokasi nyeri dengan
kombinasi gerakan ekstensi, lateral fleksi dan rotasi lumbal
Interpretasi : Jika pasien merasakan nyeri saat melakukan tes ini maka terdapat
gangguan pada vertebra lumbal atau jaringan yang ada disekitarnya
Hasil : Nyeri (+)
7. Posterior Lumbar Spine Instability

Teknik : Pasien duduk dipinggir bed dan FTis berdiri di depan pasien. Pasien
menempatkan kedua tangan pada aspek anterior dari shoulder FTis.
Kedua tangan FTis diletakkan pada vertebra lumbal, kemudian FTis
menarik lumbal hingga lordosis full.
Tujuan : untuk mengetahui instabilitas dari vertebra lumbal
Interpretasi : terdapat gerakan yang berlebihan dari vertebra lumbal
Hasil : Terbatas
8. Spesific torswn test
Teknik :
Tujuan :
Hasil : Firm andfeel

9. Sraight Leg Raise Test (SLR)


Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang. kemudian FTis mengangkat
salah satu kaki pasien 70 sampai 90 derajat
Tujuan : Tes ini digunakan untuk memastikan apakah penyebab dari gejala
pada kaki akibat herniated disc compressing pada akar saraf di lumbal
Interpretasi : Jika pasien merasakan nyeri menjalar sampai ke kaki ketika kaki
diangkat 70 sampai 90 derajat maka terjadi penjepitan saraf
Hasil : Nyeri menjalar ke kaki

10. Brundzinski test

Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, kemudian FTis meraba ujung jari kaki
pasien dengan menggunakan pulpen
Tujuan : Untuk mengetahui adanya menginial iritasi, keterlibatan akar saraf
atau iritasi dural
Hasil :
11. Kering test
Teknik :
Tujuan :
Hasil :
12. ROM test
a. Aktif
1) Fleksi lumbal

Teknik : Posisi pasien berdiri tegak. FTis menginstruksikan pasien


untuk melakukan gerakan membungkuk, kemudian FTis
mengukur luas gerak sendi pasien dengan menggunakan
inclinometer
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi fleksi lumbal
Hasil : 75 derajat
2) Ekstensi lumbal

Teknik : Posisi pasien berdiri tegak. FTis menginstruksikan pasien


untuk melakukan gerakan ekstensi, kemudian mengukur luas
gerak sendi passien dengan menggunakan inclinometer
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi ekstensi lumbal
Hasil : 15 derajat
3) Rotasi lumbal (kanan)

Teknik : Pasien dalam posisi membungkuk. FTis menginstruksikan


pasien untuk melakukan gerakan memutar kearah kanan,
kemudian FTis mengukur luas gerak sendi
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi rotasi kanan lumbal
Hasil : 25 derajat
4) Rotasi lumbal (kiri)

Teknik : Pasien dalam posisi membungkuk. FTis menginstruksikan


pasien untuk melakukan gerakan memutar badan kearah kiri,
kemudian FTis mengukur luas gerak sendi asien dengan
menggunakan inclinometer
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi rotasi kiri lumbal
Hasil : 25 derajat

b. Pasif
1) Fleksi lumbal
Teknik : Pasien dalam posisi berdiri tegak. Kemudian FTis
menggerakkan badan pasien kearah depan (membungkuk),
kemudian FTis mengukur luas gerak sendi fleksi lumbal pasien
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi ekstensi lumbal
Hasil : 90 derajat
2) Ekstensi lumbal

Teknik : FTis menggerakkan badan pasien kearah belakang (ekstensi),


kemudian FTis mengukur luas gerak sendi pasien
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi
Hasil : 20 derajat

3) Rotasi lumbal (kanan)


Teknik : Pasien dalam posisi membungkuk, kemudian FTis
menggerakan/memutar badan pasien kearah kanan
Tujuan : Untuk mengetahui lingkup gerak sendi rotasi kanan lumbal
Hasil : 30 derajat
4) Rotasi lumbal (kiri)

Teknik : Pasien dalam posisi membungkuk, kemudian FTis


menggerakan/memutar badan pasien kearah kiri
Tujuan : Untuk mengetahui luas gerak sendi rotasi kiri lumbal
Hasil : 35 derajat
13. Manual Muscle Test
a. Fleksi lumbal
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang dengan fleksi hip 45° dan fleksi
knee 90° dan tangan diletakkan disamping. Instruksikan pasien
untuk mengangkat badan pasien
Tujuan : untuk mengetahui kekuatan otot fleksor lumbal
Interpretasi :
- Nilai 5 : tangan dibelakang leher hingga scapula terangkat dari bed
- Nilai 4 : kedua tangan disilangkan diatas dada hingga scapula terangkat dari
bed
- Nilai 3 : kedua tangan lurus disamping badan hingga scapula terangkat
- Nilai 2 : tangan lurus digerakkan kearah lutut hingga scapula terangkat
- Nilai 1 : tidak bisa mengangkat kepala dari bed
Hasil :

b. Ekstensi Lumbal
Teknik : Posisi pasien tidur tengkurap dengan tangan diletakkan
disamping. Instruksikan pasien untuk mengangkat badan
pasien
Tujuan : untuk mengetahui kekuatan otot ekstensor lumbal
Interpretasi :
- Nilai 5 : tangan dibelakang leher, lumbal lurus hingga kepala, dada dan
tulang rusuk terangkat dari bed
- Nilai 4 : tangan diletakkan disamping badan, lumbal lurus hingga kepala,
dada dan tulang rusuk terangkat dari bed
- Nilai 3 : tangan diletakkan disamping badan, lumbal lurus hingga sternum
terangkat dari bed
- Nilai 2 : tangan diletakkan disamping badan, lumbal lurus hingga kepala
terangkat dari bed
- Nilai 1 : hanya sedikit kontraksi dari otot tanpa ada gerakan
Hasil :

14. Visual Analog Scale (VAS test)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Teknik : FTis menjelaskan prosedur pengguanaan dari VAS. Kemudian FTis
bertanya pada pasien tentang intensitas nyeri yang dirasakan
Tujuan : Untuk mengetahui intensitas nyeri
Interpretasi :
- 0 : tidak ada nyeri
- 1-3 : nyeri ringan
- 4-6 : nyeri sedang
- 7-9 : nyeri berat
- 10 : sangat nyeri/nyeri yang tak tertahankan
Hasil :
15. MRI
F. Diagnosa Fisioterapi
Low Back Pain et causa spondylosis lumbal

G. Identifikasi ICF
1. Impairment
a. Nyeri menjalar
b. Spasme otot paravertebralis
c. Kelemahan otot fleksor dan ekstensor lumbal
d. Keterbatasan gerak lumbal kesemua arah
e. Gangguan fungsional lumbal
2. Activity limitation
a. Kesulitan untuk membungkukkan bada
b. Kesulitann untuk memutar badan kearah kiri dan kanan
c. Kesulitan saat berdiri atau berjalan lama
d. Gangguan ADL duduk
3. Participation restriction
Pasien kesulitan dalam melakukan aktifitas pekerjaannya di kantor
H. Problematik Fisioterapi
1. Nyeri menjalar kebokong dan daerah tungkai
2. Spasme otot paravertebralis
3. Kelemahan otot fleksor dan ekstendor lumbal
4. Keterbatasan gerak lumbal
5. Gangguan fungsional lumbal
I. Intervensi
1. IRR

a. Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah


b. Persiapan alat : Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik. Pastikan
alat tersambung arus lisrtik.
c. Posisi Pasien : tengkurap
d. Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping pasien.
e. Teknik pelaksanaan
1) Letakkan alat di sisi yang akan di sinari.
2) Jarak IR dan daerah yang akan disinari sekitar 30 cm.
3) Titik sinaran pada punggung bawah dengan durasi waktu 10 menit.
4) Setelah waktu habis, lepaskan kabel dari sumber arus listrik.
2. Tens

a. Tujuan : Mengurangi nyeri


b. Persiapan alat : Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik.
Pastikan spons dalam keadaan basah. Dan pastikan alat tersambung arus
lisrtik.
c. Teknik pelaksanaan :
1) Letakkan pad pada punggung bawah pasien

2) Tekan tombol ON pada alat.

3) Tentukan waktu terapi selama 10 menit

4) Tekan tombol star untuk memulai therapy

5) Naikkan intesitas secara bertahap sampai ada kontraksi otot dari pasien

6) Setalah waktu habis, pad dilepaskan dari tubuh pasien

7) Tekan tombol OFF

8) Lepaskan kabel dari sumber arus listrik.

3. Exercise therapy
a. Manual traksi

Tujuan :

b. Mobilisasi sendi
- PACVP
Tujuan :

- Transversal glide

Tujuan :

- Transversal glide + abduksi hip


Tujuan :

c. Muscle energy technique

d. William fleksion exc


e. Core stability

Anda mungkin juga menyukai