Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Low back pain adalah perasaan nyeri di daerah lumba sakral dan sakroiliakal,
nyeri pinggang bawah ini bisa menjalar ke tungkai sampai kaki. Low back pain terjadi di
lumbal bagian bawah, lumbal sacral atau daerah sakroiliaka, biasanya dihubungkan
dengan proses degenerasi dan ketegangan muskulo (Arya, 2014). Herniasi nukleus
pulposus (HNP) merupakan penyebab utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik
dan berulang (kambuh), mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif
yang berhubungan dengan proses penuaan (Black, Joyce M; Hawks, Jane Hokanson;,
2014) ).
Low back pain dipersepsikan sebagai ketidaknyamanan berhubungan dengan
lumbal atau area sakral pada tulang belakang atau sekitar jaringan. Low back pain adalah
suatu tipe nyeri yang membutuhkan pengobatan medis walaupun sering jika ada trauma
secara tiba-tiba dan dapat menjadi kronik pada masalah kehidupan seperti fisik, mental,
sosial, dan ekonomi. Low back pain dapat terjadi pada siapa saja yang mempunyai
masalah pada muskuloskeletal seperti ketegangan lumbosakral akut, ketidakmampuan
ligamen lumbosakral, kelemahan otot, osteoartritis, spinal stenosis serta masalah pada
sendi intervertebra dan kaki yang tidak sama panjang(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G,
2006).
Low back pain adalah suatu gejala dan bukan suatu diagnosa, dimana pada
beberapa kasus gejalanya sesuai dengan diagnosa patologisnya dengan ketepatan yang
tinggi, namun di sebagian besar kasus, diagnosa tidak pasti dan berlangsung lama.
Dengan demikian maka low back pain yang timbulnya sementara dan hilang timbul
adalah sesuatu yang dianggap biasa. Namun low back pain yang terjadi mendadak dan
berat maka akan membutuhkan pengobatan, walaupun pada sebagian besar kasus akan
sembuh dengan sendirinya. Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
low back pain adalah nyeri akut atau kronik pada lumbal yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau terdesaknya para vertebral otot, herniasi dan regenerasi dari nukleus
pulposus, osteoartritis dari lumbal sakral pada tulang belakang (Brunner & Suddarth,
2008).

1
B. Klasifikasi
Low back pain sering terjadi karena adanya gangguan pada muskuloskeletal.
Berdasarkan perjalanan kliniknya Low back pain terbagi menjadi dua jenis, yaitu
(Brunner & Suddarth, 2008):
1. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dengan rentang waktunya hanya
sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang
atau sembuh. Nyeri pinggang akut dapat disebabkan karena luka traumatik seperti
kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian
tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan tendon.
Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal
masih dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri pinggang
akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic low back pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan.
Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki
onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain
dapat terjadi karena osteoarthritis, reumatoidartritis, proses degenerasi diskus
invertebralis tumor.
Pembagian Low Back Pain menurut Arya (2014) berdasarkan lama nyeri ada 3
yaitu:
1. Acute Back Pain: nyeri yang muncul sejak 6 minggu pertama atau lebih
2. Subacute Back Pain: nyeri yang dirasakan selama 6-12 minggu
3. Chronic Back Pain: nyeri yang dirasakan lebih dari 12 minggu

C. Etiologi
Pada dasarnya timbulnya rasa sakit adalah karena terjadinya tekanan pada
susunan saraf tepi daerah pinggang (saraf terjepit). Jepitan saraf ini dapat terjadi karena
gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya, gangguan pada sarafnya sendiri, kelainan
tulang belakang maupun kelainan di tempat lain, misalnya infeksi atau batu ginjal dan
lain-lain (Black, Joyce M; Hawks, Jane Hokanson;, 2014).

2
1. Kelainan Kongenital
Kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang
vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai skoliosis ringan. Selain itu
ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun keadaan
ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra di bagian bawah
karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal spina bifida. Penyakit spina
bifida dapat menyebabkan gejala berat seperti club foot, rudimentair foot, kelayuan
pada kaki, dan sebagainya. Namun jika lubang kecil, tidak akan menimbulkan
keluhan.
2. Trauma dan Gangguan Mekanis
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama low back pain.
Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas
dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan
bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan
spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma
punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh
dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat
memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.
Menurut Manek and Macgregor (2005) pada low back pain yang dapat ditemukan
beberapa keadaan, seperti:
a. Perubahan pada sendi sacro-iliaka
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri
pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan
saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan
kaki pada hip joint terbatas.
b. Perubahan pada sendi lumba sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan
sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat
menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat
menyebabkan keterbatasan gerak.

3
3. Perubahan kelainan jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada


tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah
punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota
bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan
oleh perubahan jaringan antara lain:
a. Osteoartritis
b. Penyakit Fibrositis
c. Penyakit Infeksi
4. Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat
mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada
bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan
sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengharuskan berdiri dan duduk dalam waktu
yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP. Kehamilan dan obesitas
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya low back painakibat
pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang
akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.
5. Tumor (Neoplasma)
Tumor vertebra dan medulla spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak
dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada
tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat daripada
tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan
nyeri pinggang terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang,
dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah contoh tumor
benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan low back pain. Meningioma
adalah tumor intradural dan ekstradural yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar
dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan.
6. Gangguan metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan penyebab banyak
keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan oleh kekurangan protein atau
gangguan hormonal (menopause, penyakit cushing). Sering oleh karena trauma ringan
timbul fraktur kompresi atau seluruh panjang kolum vertebra berkurang karena kolaps
.
7. Psikis
Banyak gangguan psikis yang dapat memberikan gejala low back pain,
misalnya di kuduk atau di pinggang. Rasa nyeri ini dapat pula kemudian menambah
meningkatnya keadaan ansietas dan diikuti oleh meningkatnya tegang otot dan rasa
nyeri. Kelainan hysteria, kadang-kadang juga menpunyai gejala nyeri pinggang
bawah.
D. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi
sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai
sistem nosiseptif. Sensitifitas dari komponen sistem nosiseptif dapat dipengaruhi oleh
sejumlah faktor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan
terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri
bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons
hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimulus tersebut
sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang
kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan
mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal. Sel-sel mast, folikel rambut dan
kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast
dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari
cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system
saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat
meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan
substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang
menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai
inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam
konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem assenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam
kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus
nyeri dan sensasi nyeri.
Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat
dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae
dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset,
berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut
memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan
yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu
menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada
aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur
pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan
pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah
tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks
gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi
diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah,
L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat.
Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf
ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang
saraf tersebut (Price & Wilson, 2006).
E. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dalam gaya berjalan: Berjalan terasa kaku, tidak bisa memutar punggung,
dan terlihat seperti pincang.
2. Persyarafan: Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan peniti,pasien
merasakan sensasi pada kedua anggota badan,tetapi mengalami sensasi yang lebih
kuat pada daerah yang tidak dirangsang.
3. Nyeri. Letak atau lokasi nyeri yang dirasakan ialah
a. Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.
b. Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.
c. Nyeri otot dalam.
d. Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.
e. Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.
f. Nyeri pada pertengahan bokong.
g. Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.

F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Arya (2014) pemeriksaan penunjang terbagi beberapa antara lain:
1. Pemeriksaan fisik :
a. Observasi : amati cara berjalan penderita pada waktu masuk ruang periksa,
juga cara duduk yang disukainya. Bila pincang, diseret, kaku (merupakan
indikasi untuk pemeriksaan neurologis). Amati juga apakah perilaku penderita
konsisten dengan keluhan nyerinya (kemungkinan kelebihan psikiatrik).
b. Inspeksi : untuk kolumna vertebralis (thoroko-lumbal dan lumbopsakral)
berikut deformitasnya, serta gerakan tulang belakang, seperti fleksi kedepan,
ekstensi kebelakang, fleksi kelateral kanan dan kiri.
c. Palpasi : apakah terdapat nyeri tekan pada tulang belakang atau pada otot-otot
disamping tulang belakang? Apakah tekanan dari diantara dua prosessus
spinosus menimbulkan rasa nyeri (spurling sign)
d. Perkusi : perhatikan apakah timbul nyeri jika processus spinosus diketuk.
2. Pemeriksaan neurology pada tungkai:
a. Sensibilitas (dermatome), motorik (kekuatan), tonus otot, reflek, tropik.
b. Test provokasi (sensorik)
 Laseque  Adakah gangguan miksi
 Kernig dan defekasi
 Bragard dan sicard  Adakah tanda-tanda lesi
 Patrick (lesi coxae) upper motor neuron
 Kontra Patrik (Lesi (UMN) dan lower
Sakroiliakal) motor neuron (LMN)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Fungsi lumbal : Mengetahui warna cairan serebrospinal (jernih air,
kekuningan/xantokram, keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan aliran
cairan serebrospinal secara total atau parsial, jumlah sel, kadar protein, NaCl
dan glukosa.
b. Foto rontgen : Mengidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra, arkus atau
prosesus spinosus, juga adanya dislokasi vertebra, spionfilolistesis, bamboo
spine destruksi vertebra, HNP.
c. Electroneuromiografi : Melihat adanya fibrilasi, serta dapat pula dihitung
kecepatan hantar saraf dan letensi distal.
d. Sken tomografi : Dapat melihat gambar vetebra dan jaringan disekitarnya
termasuk diskus intervertebralisi.
G. Penatalaksanaan
1. Tirah baring :Tempat tidur dengan alat yang keras dan rata untuk mengendorkan otot
yang spasme, sehingga terjadi relaksasi otot maksimal. Dibawah lutut diganjal batal
untuk mengurangi hiperlordosis lumbal, lama tirah baring tidak lebih dari 1 minggu.
2. Farmakoterapi : Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat),
injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid)
3. Fisioterapi :Dalam bentuk terapi panas, stimulasi listrik perifer, traksi pinggul, terapi
latihan dan ortesa (kovset).
4. Psikoterapi :Diberikan pada penderita yang pada pemeriksaan didapat peranan
psikopatologi dalam timbulnya persepsi nyeri, pemberian psikoterapi dapat
digabungkan dengan relaksasi, hyprosis maupun biofeedback training.
5. Akupuntur :Kemungkinan bekerja dengan cara pembentukan zat neurohumoral
sebagai neurotras mitter dan bekerja sebagai activator serat intibitor desenden yang
kemudian menutup gerbang nyeri.
6. Terapi operatic :Dikerjakan apabila tindakan konservatif tidak memberikan hasil
yang nyata, atau kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologik,
ataupun adanya gangguan spinger.
H. Komplikasi
Skoliosis merupakan salah satu komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita
nyeri punggung bawah (low back pain). Hal ini terjadi karena klien selalu memposisikan
tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa memperdulikan posisi tubuh.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Data fokus yang perlu dikaji:
1. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit.
1) Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian).
2) Riwayat Penyakit Sekarang.
 Deskripsi gejala dan lamanya.
 Dampak gejala terhadap aktifitas harian.
 Respon terhadap pengobatan sebelumnya.
 Riwayat trauma.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya.
 Immunosupression (supresi imun).
 Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (kanker).
 Nyeri yang menetap merupakan pertimbangan untuk kanker
atau infeksi.

 Nyeri yang memberat pada saat berbaring (tumor intraspinal


atau infeksi) atau pengurangan nyeri (Hernia Nukleus Pulposus /
HNP).

 Nyeri yang paling berat di pagi hari (spondiloartropati


seronegatif : ankylosing spondylitis, artritis psoriatik, spondiloartropati
reaktif, sindroma fibrinomialgia).

 Nyeri pada saat duduk (HNP, kelainan farset sendi, stenosis


kanal, kelainan otot paraspinal, kelainan sendi sakroiliaka,
spondilosis / spondilolisis / spondilolistesis, NBP-spesifik).
 Adanya demam (Infeksi).
 Gangguan normal (dismenore, pasca-menopause / andropause).
 Keluhan viseral (referred pain).
 Gangguan miksi.
 Kelemahan motorik ektremitas bawah (kemungkinan lesi kauda
ekwina).
 Lokasi dan penjalaran nyeri.
2. Pemeriksaan Fisik.
a. Keadaan Umum.
1) Sistem Persyarafan (Pemeriksaan neurologik):
 Pemeriksaan motorik.
 Pemeriksaan sensorik.
 Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus).
 Pemeriksaan sistem otonom.
 Tanda Patrick ( lesi coxae) dan Kontra Patrick ( lesi sakroiliaka).
2) Sistem Pernapasan.
Nilai frekuensi napas, kualitas, suara dan jalan napas.
3) Sistem Kardiovaskuler.
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas dan frekuensi.
4) Sistem Gastrointestinal.
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan, minum, peristaltik dan
eliminasi.
5) Sistem Integumen.
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien.
6) Sistem Reproduksi.
Untuk pasien wanita.
7) Sistem Perkemihan.
Nilai frekuensi BAK, warna, bau, volume.
b. Sistem persepsi dan sensori.
(Pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecap, perasa).
3. Pola fungsi kesehatan.
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
b. Pola aktivitas dan latihan.
Cara berjalan : pincang, diseret, kaku (merupakan indikasi untuk
pemeriksaan neurologis.
c. Pola nutrisi dan metabolisme.
d. Pola tidur dan istirahat.
Pasien LBP sering mengalami gangguan pola tidur di karenakan menahan
nyeri yang hebat.
e. Pola kognitif dan perseptual.
Perilaku penderita : apakah konsisten dengan keluhan nyerinya
(kemungkinan kelainan psikiatrik).
f. Persepsi diri/konsep diri.
g. Pola toleransi dan koping stress.
Nyeri yangn timbul hampir pada semua pergerakan daerah lumbal sehingga
penderita berjalan sangat hati-hati untuk mengurangi rasa sakit tersebut
(kemungkinan infeksi, inflamasi, tumor atau fraktur).
h. Pola seksual reproduksi.
i. Pola hubungan dan peran.
j. Pola nilai dan keyakinan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut/ kronik berhubungan dengan agens injuri fisik (muskuloskeletal dan
sistem syaraf Vaskular)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, gangguan neuromuskular,
kekakuan sendi, kontraktur.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (status kesehatan)
4. Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan adaptasi terhadap disabilitas
fisik
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Nyeri akut NOC: NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Nyeri
agens injuri fisik keperawatan selama 3×24 jam,

Monitor kecepatan, irama,
(muskuloskeletal dan nyeri yang dirasakan klien kedalaman, dan kesulitan
sistem syaraf berkurang dengan kriteria hasil: bernapas Lakukan pengkajian
Vaskular) 1. Kontrol Nyeri nyeri secara komprehensif
adekuat yang ditandai dengan: termasuk lokasi, karakteristik,
 Mampu melaporkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
yang terkontrol faktor presipitasi
 Vital sign dalam batas

Observasi reaksi nonverbal
normal: dari ketidaknyamanan
Tekanan darah: 100-140/60- Tentukan

akibat dari
90 mmHg pengalaman nyeri terhadap
Nadi: 60-100×/menit kualitas hidup pasien.
Pernapasan: 12-24×/menit misalnya: tidur, nafsu makan)
Suhu: 36.0-37.5ºC

Bantu pasien untuk mengenali
 Skala nyeri menurun: 3 NRS faktor-faktor apa saja yang
2. Tingkat nyeri dapat menurunkan nyeri atau
berkurang yang ditandai memperberat nyeri

Ajarkan penggunaan teknik
dengan: non farmakologis: kompres
 Nyeri yang dilaporkan hangat dingin dan pijatan
 Panjangnya episode ketika melakukan aktivitas
nyeri: tidak menetap yang menimbulkan nyeri
 Ekspresi wajah terhadap seperti merubah posisi
nyeri: tampak tenang dan 2. Pemberian Analgetik
rileks  Tentukan lokasi,
 Frekuensi napas : 12- karakteristik, kualitas, dan
24×/menit keparahan nyeri
sebelum memberikan
pengobatan

 Cek perintah pengobatan


meliputi nama obat, dosis, dan
frekuensi obat analgetik yang
diresepkan

 Evaluasi keefektifan
analgetik dengan interval yang
teratur pada setiap setelah
pemberian khususnya setelah
pemberian pertama kali, juga
observasi adanya tanda dan
gejala efek samping
(misalnya: depresi
pernapasan, mual, muntah)
3. Pengaturan posisi
 Imobilisasi atau topang
bagian tubuh yang terganggu
dengan tepat
pada bagian
Jangan berikan tekanan
tubuh yang
terganggu
 Pertahankan posisi yang
tepat saat mengatur posisi
pasien
tubuh Pertahankan kesejajaran
yang tepat

 Minimalkan pergerakan
secara tiba-tiba untuk
mencegah timbulnya nyeri.
Lakukan
perubahan posisi secara
perlahan dan evaluasi respon
pasien ketikan melakukan
pengaturan posisi.
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hambatan mobilitas NOC : NIC :
fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan Imobilisasi:
dengan nyeri, keperawatan selama 3×24 jam,  Monitoring vital sign
gangguan hambatan mobilitas fisik sebelm/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat
neuromuskular, pasien berkurang dengan latihan

kekakuan sendi, kriteria hasil: Konsultasikan dengan terapi
kontraktur. 1. Kemampuan fisik tentang rencana
berpindah ambulasi sesuai dengan
meningkat yang ditandai kebutuhan
dengan:

Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
 Kemampuan klien  Latihpasiendalam
meningkat dalam aktivitas
pemenuhan kebutuhan
fisik: duduk dengan ADLs secara mandiri sesuai
bantuan, miring kiri-miring kemampuan
kanan dengan bantuan 
Dampingi dan bantu pasien
 Mengerti tujuan dari saat mobilisasi dan bantu
peningkatan miobilitas penuhi kebutuhan ADLs
pasien.
 Memverbalisasikan 
Berikan alat bantu jika klien
perasaandalam memerlukan.
meningkatkan kekuatan

Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
dan kemampuan berpindah bantuan jika diperlukan

Monitor tingkat nyeri yang
dirasakan pasien saat
memberikan latihan atau
membantu merubah posisi
pasien
2. Pengaturan Posisi
Dorong pasien untuk terlibat
dalam perubahan posisi

 Imobilisasi dan sokong


bagian tubuh yang terkena
dampak

 Jangan memposisikan
pasien dengan penekanan
pada bagian tubuh yang
terkena dampak
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Ansietas berhubungan NOC: NIC :
dengan perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Penurunan kecemasan
besar (status keperawatan selama 2×24 jam  yang
Gunakan pendekatan
menenangkan
kesehatan) pasien dapat mengontrol
kecemasan yang diasakan
dengan kriteria hasil:
 Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap perilaku
1. Tingkat Kecemasan pasien
berkurang yang ditandai
dengan:
 Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan
 Klien mampu selama prosedur
mengidentifikasi
mengungkapkan
dan
gejala
 Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
cemas mengurangi takut
 Mengidentifikasi,  Berikan informasi faktual
mengungkapkan dan mengenai diagnosis,
menunjukkan tehnik untuk tindakan prognosis
mengontol cemas  Libatkan keluarga untuk
 Vital sign dalam batas mendampingi klien
normal:
Tekanan darah: 100-
 Instruksikan pada pasien
untuk menggunakan tehnik
140/60-90 mmHg relaksasi
Nadi: 60-100×/menit
Pernapasan: 12-24×/menit
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
Suhu: 36.0-37.5ºC
 Postur tubuh, ekspresi
 Identifikasi tingkat
kecemasan
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
 Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
menunjukkan kecemasan
berkurangnya kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
2. Monitor Tanda-tanda Vital

Monitor tekanan
darah, nadi, pernapasan,
suhu, dan status pernapasan

Monitor tekanan nadi,
irama, dan laju pernapasan

Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Defisit perawatan diri: NOC : NIC
mandi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Memandikan Pasien
dengan
terhadap
adaptasi
disabilitas
keperawatan selama 2×24 jam
perawatan diri pasien
 Mandikan pasien di
tempat tidur dengan cara
fisik terpenuhi, dengan kriteria yang tepat dan sesuai
hasil:
1. Perawatan diri: Bersihkan kulit pasien
kebersihan meningkat yang mulai dari ekstremitas atas
ditandai dengan: ke bawah, dari area
proksimal ke distal dengan
 Mencuci tangan menggunakan waslap dan
 Mengeramas rambut air bersih yang mempunyai
 Memperhatikan kuku suhu yang nyaman


jari tangan dan kuku jari kaki
Mempertahankan
 Bantu dalam hal
mengeramas rambut sesuai
kebersihan tubuh dengan kebutuhan pasien
 Perhatikan dan jaga
kebersihan kuku jari tangan
dan jari kaki
Monitor kondisi kulit saat
memandikan pasien

 Edukasi keluarga pasien


tentang tujuan dan teknik
memandikan agar keluarga
mampu melakukan
perawatan secara mandiri

2. Pengajaran: individu
dan keluarga

Kaji tingkat kemampuan
pasien dan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri
(kebersihan)

Ajarkan kepada keluarga
langkah memandikan klien
di tempat tidur dengan baik
dan benar

Berikan kesempatan bagi
pasien dan keluarga untuk
bertanya
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M; Hawks, Jane Hokanson;. (2014). (P. s. medika, Ed.) Elsevier.

Brunner & Suddarth, 2. (2008). EGC.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing


Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier
Mosby.

Hanggara, P. A. (2013). Refarat Vertigo. Jurnal Kedokteran .

Heather, H. T. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Israr, Y. A. (2008). Vertigo. Journal of Medicine .

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC) : Measurement of Health Outcomes .
United States of America: Elsevier Mosby .

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : konsep klinis & proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Sagung Seto.

Wahyudi, K. T. (2012). Vertigo. Medical Departement , 738-741.

Anda mungkin juga menyukai