Anda di halaman 1dari 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Low Back Pain (LBP) 2.1.1 Definisi Low Back Pain (LBP) Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha. LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.

2.2 Etiologi Kelainan Kongenital Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan. Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan.

Kelainan Akibat Trauma

15

16

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada orangorang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut. Kelainan Akibat Perubahan Jaringan Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain: Osteoartritis (Spondylosis Deformans) Reumatism Muscular Infeksi tulang, misalnya Spondilitis TBC Kelainan Akibat Gaya Berat Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP. Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.

2.3 Klasifikasi Low Back Pain (LBP)

17

2.3.1

Klasifikasi Menurut Perjalanan Klinik

Berdasarkan perjalanan kliniknya, LBP terbagi menjadi 2, yaitu: Acute low back pain Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tibatiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuhsendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik. Chronic Low Back Pain Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor. Klasifikasi Menurut Kerusakan Jaringan LBP Viserogenik LBP yang disebabkan oleh adanya proses patologik pada organ-organ viseral seperti ginjal, atau organ lain yang berada didaerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri ini tidak bertambah berat dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik ini akan mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat dalam upaya untuk meredakan perasan nyerinya. LBP Vaskulogenik Aneurisma atau penyakit vaskular perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan LBP di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas tubuh. LBP Neurogenik

18

Neoplasma Interkanalis Spinalis Araknoiditis Stenosis Kanalis Spinalis LBP Spondilogenik Osteogenik Biasanya, LBP yang sifatnya osteogenik ini disebabkan adanya proses inflamasi pada tulang, seperti kasus Spondilitis akibat Tuberkulosis. Contoh lain adalah adanya fraktur pada vertebra juga dapat menimbulkan LBP yang sifatnya osteogenik. Diskogenik LBP diskogenik disebabkan oleh proses degenerasi. Contoh paling umum adalah Spondilosis (Osteoartritis lumbal) dan Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis. Pada Spondilosis, terjadi penyempitan jarak antarvertebra akibat degenerasi dan dapat menyebabkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen interverbrale dan iritasi persendian posterior. Sedangkan pada HNP, tonjolan dari nukleus pulposus diskus intervertebralis akibat berbagai faktor dapat menyebabkan penekanan ada radiks saraf sehingga menimbulkan nyeri punggung bawah atau LBP.

LBP Akibat Spondilosis lumbalis 2.4.1. Definisi Spondilosis lumbalis Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus

intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum).

19

2.4.2. Etiologi Penyebab seseorang mengalami proses degenerasi pada sendi sedangkan orang lain tidak atau seseorang lebih cepat proses degenerasi pada tulangnya belum dapat dipastikan. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang dapat memperberat atau mencetuskan penyakit ini. Faktor usia dan jenis kelamin salah satunya, semakin tua semakin banyak penderita spondylosis. Dari temuan radiografik (Holt, 1966)

kejadiannya 13% pada pria usia 30-an, dan 100% pada pria usia 70-an. Sedangkan pada wanita umur 40-an 5% dan umur 70-an 96%. Faktor lain yang turut meningkatkan kejadian spondylosis adalah faktor trauma, wear and tear alias pengausan, dan genetik. Perlu diingat bahwa tulang punggung adalah penahan berat, jadi tentunya berhubungan dengan pekerjaan dan obesitas. Misalnya orang yang mempunyai pekerjaan sering mengangkat beban berat maka

kecenderungan terkena spondylosis lebih tinggi, dan orang yang gemuk dengan sendirinya juga memberi beban lebih pada sendi di ruas tulang punggung sehingga meningkatkan kemungkinan terkena spondylosis. Merokok juga dilaporkan merupakan faktor resiko penyakit ini.

2.4.3. Faktor Risiko Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah : a. Kebiasaan postur yang jelek b. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan

membawa/memindahkan barang. c. Tipe tubuh Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu: Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko

20

yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa

spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis. Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang

ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar (47 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training. Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames

menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.

21

2.4.4. Anatomi Pinggang Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan otak dan sistem saraf perifer. Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis. Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh discus

intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian inferior. Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis.

22

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi penekanan.

Gambar 1. Columna Vertebralis

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal

23

2.4.5. Patofisiologi Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain: Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi. Nucleus pulposus kehilangan cairan Tinggi diskus berkurang

Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala. Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture. Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat

menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

2.4.6. Gejala Klinis Manifestasi gejala pada Spondylosis tergantung pada posisi dan bagian tulang yang mengalami kelainan serta usia penderita. Bila degenerasi terjadi pada sendi antar ruas-ruas tulang belakang, maka dapat terjadi penipisan sendi dan ruas tulang merapat satu sama lain, sehingga tinggi badan bisa berkurang. Selain itu juga jaringan yang terdapat di dalam sendi antar ruas tersebut bisa menonjol ke luar yang disebut hernia

24

discus. Bila terjadi seperti ini maka penderita spondylosis akan merasa nyeri di punggungnya akibat penekanan struktur tersebut ke jaringan sekitarnya. Hernia discus juga dapat menekan ke dalam sumsum tulang belakang sehingga menimbulkan gangguan saraf baik motorik, sensorik, maupun otonom sehingga bisa saja bermanifestasi menjadi kelumpuhan, gangguan sensori seperti kesemutan dan mati rasa, dan gangguan otonom seperti gangguan berkeringat, gangguan buang air besar maupun kecil.

Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan tulang rawan dan penonjolan tulang yang disebut osteophyte atau biasa disebut pengapuran. Akibatnya otot dan jaringan penunjang sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan tulang tersebut dan penderita akan merasakan nyeri dan kaku.

Gejala klinis Spondylosis dapat ringan sampai berat dan sangat tergantung pada usia penderita. Gejala Spondylosis dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: Leher (Cervical Spine) Rasa sakit yang hilang timbul Nyeri yang menyebar ke bahu, lengan, tangan, atau jari Kekakuan sendi pada bahu atau leher sehingga membatasi pergerakan setelah bangun tidur Mati rasa pada daerah leher atau bahu Kelemahan atau kesemutan di leher, bahu, lengan, tangan, atau jari Sakit kepala di bagian belakang kepala Kehilangan keseimbangan Kesulitan menelan (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi)

25

Punggung Tengah (Thoracal Spine) Nyeri di bagian atas dan pertengahan punggung Kaku punggung setelah bangun tidur Terbatasnya gerak tulang punggung

Punggung Bawah (Lumbar Spine) Rasa sakit yang hilang timbul Kaku tulang punggung bagian bawah Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah Kelemahan pada punggung bawah Sering terjadi kesemutan pada kaki Kesulitan berjalan Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi.)

Pemeriksaan Apabila menemukan gejala tersebut dokter biasanya menanyakan keluhan dan melakukan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan dan jangkauan gerak. Setelah itu apabila dianggap perlu, dokter akan menyarankan penderita melakukan berbagai pemeriksaan misalnya Xray, CT-scan atau MRI.

Gambaran Radiologis Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai berikut: a. Penyempitan ruang discus intervertebralis b. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf c. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae d. Pemadatan Corpus vertebrae

26

e. Porotik (Lubang) pada tulang f. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine) g. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur h. Celah sendi menghilang

2.4.7. Diagnosis Klinis Diagnosis Klinis Untuk menegakkan diagnosis, selain anamnesis juga pemeriksaan klinis dan penunjang. Anamnesis Dalam menghadapi setiap sindroma nyeri, pemeriksa harus mengingat betapa pentingnya membiarkan pasien menjelaskan penderitaannya secara bebas. Pada wawancara penting untuk ditanyakan mengenai lamanya; saat dan keadaan mulai timbulnya, lokasi, sifat nyeri dan gejala pengiringnya, bagaimana hubungannya dengan gerakan, faktor faktor apa yang menyebabkan nyeri semakin bertambah atau berkurang, obat apa yang telah diberikanpada kasus LBP akibat spodilitis, yang wajib di tanyakan adalah penyakit ini dimulai pada waktu dewasa dan sedikit sekali yang dimulai sesudah umur 40 tahun, oleh karena itu riwayat perjalanan penyakit penting untuk di tanyakan pada anamnesis, selain itu riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama serta bagaimana status psikologik pasien dan apakah adanya kaku dan nyeri pinggang inflamasi.

Pemeriksaan Klinis Adapun tes provokasi yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut. Tes Lasseque (Straight Leg Raising=SLR) Dilakuka fleksi tungkai pada pasien yang dalam posisi berbaring. Normalnya bisa 80-900, jika nyeri muncul saat <700, maka tes ini dinyatakan positif. Tujuan dari tes ini adalah untuk meregangkan saraf pada L5 dan S1. Variasi dari tes ini adalah dengan dorsofleksi

27

kaki (bragards sign) atau dorsofleksi ibu jari (Sicards sign) yang akan menambah sensasi nyeri. Tes Lasseque menyilang (O Connel) Tes ini mirip dengan lasseque, tapi yang diangkat tungkai yang sehat. Positif bila yang nyeri tungkai yang sakit.

Pemeriksaan Pencitraan X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi. Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA]) memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan menutupi adanya osteoporosis. Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis dan facet joint,

menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini. CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat. MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI

28

yang cepat yang merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan bermanfaat. rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat

2.4.8. Pencegahan dan Tatalaksana Pencegahan Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung kita, maka ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah: Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan kelenturan. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot, kelenturan, dan jangkauan gerak. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja di depan komputer, ataupun mengemudi. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu mencegah terjadinya cedera bila ada trauma. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis.

Terapi Penanganan bervariasi tergantung penilaian dokter akan kondisi dan gejala pasiennya. Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah.

29

Penanganan bedah baru disarankan apabila penderita menampilkan gejala gangguan neurologis yang mengganggu kualitas hidup penderita. Selain itu dokter juga memperhatikan riwayat kesehatan umum pasien dalam menyarankan tindakan bedah. Apabila tidak perlu, maka dokter akan menyarankan penanganan non bedah yang meliputi pemberian obat antiradang (NSAID), analgesik, dan obat pelemas otot. Fisioterapi berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah exercise. Dengan exercise maka otot-otot yang lemah dapat diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak.

Terapi atau tindakan yang dapat dilakukan pada penderita Spondylosis dapat digolongkan menjadi: 1. Tindakan Operasi: apabila ada gangguan berupa penekanan saraf/ akar saraf yang progresif atau instabilitas yang hebat maka perlu pembedahan. 2. Obat-obatan: tujuan obat adalah untuk mengurangi nyeri dan kaku pada leher dan lengan. 3. Rehabilitasi Medik

Tindakan Fisioterapi a. Short Wave Diathermy (SWD) Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh. Diathermy juga dapat digunakan untuk menghasilkan efek-efek nonthermal. Diathermy yang digunakan sebagai modalitas terapi terdiri atas short wave diathermy (yang akan dibahas) dan microwave diathermy.

b. William Flexion Exercise

30

William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri atas 7 macam gerak yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). William flexion exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beragam problem nyeri pinggang bawah berdasarkan temuan diagnosis.

Tujuan Adapun tujuan dari william flexion exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring, untuk menigkatkan fleksibilitas/elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk mengembalikan atau

menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor & ekstensor.

Prosedur Pelaksanaan a. Latihan I (pelvic tilting) Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar diatas bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa kedua tungkai mendorong ke bawah. Kemudian pertahankan 5 10 detik. b. Latihan II (single knee to chest) Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar di atas bed/lantai. Secara perlahan tarik knee kanan kearah shoulder & pertahankan 5 10 detik. Kemudian diulangi untuk knee kiri dan pertahankan 5 - 10 detik. c. Latihan III (double knee to chest) Mulai dengan latihan sebelumnya (latihan II) dengan posisi pasien yang sama. Tarik knee kanan ke dada kemudian knee kiri ke dada dan pertahankan kedua knee selama 5 10 detik. Dapat diikuti

31

dengan fleksi kepala/leher (relatif) kemudian turunkan secara perlahan-lahan salah satu tungkai kemudian diikuti dengan tungkai lainnya. d. Latihan IV (partial sit-up) Lakukan pelvic tilting seperti pada latihan I. Sementara

mempertahankan posisi ini angkat secara perlahan kepala dan shoulder dari bed/lantai, serta pertahankan selama 5 detik. Kemudian kembali secara perlahan ke posisi awal e. Latihan V (hamstring stretch) Mulai dengan posisi long sitting dan kedua knee ekstensi penuh. Secara perlahan fleksikan trunk ke depan dengan menjaga kedua knee tetap ekstensi. Kemudian kedua lengan menjangkau sejauh mungkin diatas kedua tungkai sampai mencapai jari-jari kaki. f. Latihan VI (hip fleksor stretch) Letakkan satu kaki didepan dengan fleksi knee dan satu kaki dibelakang dengan knee dipertahankan lurus. Fleksikan trunk ke depan sampai knee kontak dengan lipatan axilla (ketiak). Ulangi dengan kaki yang lain. g. Latihan VII (squat) Berdiri dengan posisi kedua kaki paralel dan kedua shoulder disamping badan. Usahakan pertahankan trunk tetap tegak dengan kedua mata fokus ke depan & kedua kaki datar diatas lantai. Kemudian secara perlahan turunkan badan sampai terjadi fleksi kedua knee.

Edukasi Tidur diatas kasur yang keras dapat menolong pasien yang memiliki masalah sakit punggung dan saat bangun, kecuali pada pasien yang nyeri nya bertambah parah pada gerakan ekstensi. Jika pasien biasanya tidur dalam keadaan miring, sebaiknya menggunakan kasur yang lembut

32

DAFTAR PUSTAKA Adam RD, Victor M, Ropper AH. 1977. Principles of Neurology, 6th Edition. New York: McGraw Hill. Cailliet R. 1981. Low Back Pain Syndrome, 3rd Edition. Philadelphia: FA Davis Co. DeJong RN. 1979. The Neurologic Examination. 4th Edition. Philadelphia USA: Harper and Row. Bruce M. Lumbar spondylosis. 2007 In : http://www.emedicine.com/neuro/jnl/index.htm. Accses : 10 October 2007. Thamburaj V. Lumbar spondylosis. 2007. In: http://www.pubmedcentral.nih.gov. Accses : 10 October 2007.

Anda mungkin juga menyukai