Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri punggung bawah adalah gejala yang paling sering timbul di masyarakat
kita. Hampir setiap orang pernah mengalami episode nyeri punggung bawah di
sepanjang hidupnya. Nyeri dapat bervariasi dari berat dan berlangsung lama sampai
sedang dan sebentar. Ini akan membaik dalam beberapa minggu bagi kebanyakan orang.
Low Back Pain sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negaranegara industri. Diperkirakan 70 85 % dari seluruh populasi pernah mengalami
episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15 45 %, dengan
point prevalensi rata-rata 30%. Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab paling
sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia < 45 tahun, urutan ke 2
untuk penyebab paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 penyebab perawatan
di rumah sakit, dan penyebab paling sering untuk tindakan operasi.
Data epidemiologi mengenai Low Back Pain di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau

Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah

menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18.2% dan pada wanita 13.6%.
Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar 3
17 %.
Nyeri punggung bawah harus mendapat perhatian penting karena berefek
terhadap pekerjaan pasien, 80% orang dewasa bekerja akan mengalami nyeri punggung
bawah dan 1 dari tiga jumlah tersebut tidak dapat bekerja karena nyeri punggung bawah.
Terapi yang bisa digunakan untuk nyeri punggung bawah adalah terapi
konservatif, operatif, fisioterapi dan rehabilitatif. Butuh penatalaksanaan yang sesuai
dengan kondisi dan gejala pasien agar hasil dari terapi dapat maksimal.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

DEFINISI
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah
kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar
ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau
nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan
oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).
Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah, yang dapat merupakan nyeri lokal, maupun nyeri radikuler atau
keduanya, atau nyeri yang berasal dari punggung bawah yang dapat menjalar ke daerah
lain atau sebaliknya (referred pain).
LBP atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan
muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah. LBP akut
akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu, sedangkan LBP kronik terjadi dalam
waktu 6 bulan.

2.2

ETIOLOGI

Organ yang mendasari


Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu :
a) LBP Viserogenik
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera didaerah pelvis, serta
tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah berat dengan aktivitas
tubuh, juga tidak berkurang dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik yang
mengalami neri hebat akan selalu menggeliat untuk mengurangi nyeri, sedang
penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih berbaring diam dalam posisi
tertentu untuk menghilangkan nyerinya.
b) LBP vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau
nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteria glutealis superior dapat menimbulkan
nyeri di daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan mereda saat berdiri.
Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa
nyeri ini tidak terpengaruh oleh presipitasi tertentu misalnya: membungkuk,
mengangkat benda berat yang mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang kolumna
vertebralis. Klaudikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan
oleh iritasi radiks.
c) LBP neurogenik
o Neoplasma:
Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik, sesibilitas dan
vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu sedang tidur sehingga
membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.
o Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan perlengketan. Nyeri timbul bila
terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut
o Stenosis kanalis spinalis:
Penyempitan kanalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi discus
intervertebralis dan biasanya disertai ligamentum flavum. Gejala klinis
timbulnya gejala klaudicatio intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri
tetap ada walaupun penderita istirahat.
d) LBP spondilogenik
o Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis
yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses patologik di
artikulatio sacroiliaka.
e) LBP psikogenik
o Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau
campuran keduanya.
f) LBP osteogenik
o Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis tuberculosa,
trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis, keganasan,
kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri yang timbul disebabkan oleh iritasi
dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi,

metabolik misalnya

osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria, hipofosfatemia familial.


g) LBP diskogenik
o Spondilosis

Proses degenerasi yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga


jarak antar vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit,
penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi
persendian posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis
dan tertekannya radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan
iskemi dan radang. Gejala neurologik timbul karena gangguan pada radiks
yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik (paresis, fasikulasi dan atrofi
otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS dinaikkan dengan cara
penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau dengan menekan

kedua venajugularis (percobaan Naffziger).


o Hernia nucleus pulposus (HNP):
Keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian
menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek.
Dasar terjadinya HNP yaitu degenerasi discus intervertebralis. Pada
umumnya HNP didahului oleh aktivitas yang berlebihan misalnya
mengangkat benda berat, mendorong barang berat. HNP lebih banyak
dialami oleh laki laki dibanding wanita. Gejala pertama yang timbul
yaitu rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di otot otot sekitar lesi
dan nyeri tekan ditempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme otot
otot tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya lordosis lumbal
dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan paraparesis flaksid,
parestesia dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada L5-S1
dan L4-L5. pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri terdapat dipunggung
bawah, ditengah tengah antara kedua bokong dan betis, belakang tumit
dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi
achilles negative. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan
didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai bawah
bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki
berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas pada dermatom yang
sesuai dengan radiks yang terkena, menurun. Pada tes lasegue akan
dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan
naffziger akan memberikan hasil positif.

o Spondilitis ankilosa:
Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas, ke
daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku dipunggung bawah
waktu bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada foto
roentgen terlihat gambaran yang mirip dengan ruas ruas bamboo
sehingga disebut bamboo spine.
h) LBP miogenik
o Ketegangan otot
sikap tegang yang berulang ulang pada posisi yang sama akan
memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa
nyeri timbul karena iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang
berlebihan pada perlekatan miofasialterhadap tulang, serta regangan pada
kapsula.
o Spasme otot atau kejang otot
Disebabkan oleh gerakan yang tiba tiba dimana jaringan otot
sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan.
Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang
hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah
kontraksi.
o Defisiensi otot
Disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisasi yang
berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.
o Otot yang hipersensitif
Menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan menimbulkan
rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.
Berdasarkan mekanisme patologiknya dapat dibedakan menjadi:
a) Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama Low Back Pain. Pada
orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas
dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang yang akut.
Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan
dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma
punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh
dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat
memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih

lanjut. Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada Low Back Pain
yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:
o Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os
sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat
posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki
pada hip joint terbatas.
o Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan
dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan
nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan
keterbatasan gerak.
b) Infeksi
Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis
ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.
Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra. Artritis
rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat mesenkimal.
Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama spondilitis ankilosa atau
bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta mengenai kolum vertebra dan
persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar
di daerah pnggang disertai kekakuan (stiffness) dan kelainan ini bersifat progresif.
c) Neoplasma
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak dapat
mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada tumor
vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor
ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang
menyebabkan nyeri pinggang terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar
biji kacang, dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah
contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan nyeri pinggang.
Meningioma adalah tumor intradural dan ekstramedular yang jinak, namun bila ia
tumbuh membesar dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan.
d) Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat
yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah

punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota
bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan
oleh perubahan jaringan antara lain:
o Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi
berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau
sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang
menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal
ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang.
o Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai
dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri
memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.
e) Kongenital
Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang penting.
Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah adalah :
o Spondilolisis dan spondilolistesis
Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus vertebrae ( in
utero ) arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebraenya sendiri. Pada
spondilolistesis korpus vertebrae itu sendiri ( biasanya L5 ) tergeser ke depan.
Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi itu masih berada dalam kandungan,
namun ( oleh karena timbulnya kelinan-kelainan degeneratif ) sesudah berumur
35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri pinggang. Nyeri pinggang ini berkurang
atau hilang bila penderita duduk atau tidur. Dan akan bertambah, bila penderita itu
berdiri atau berjalan.
Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks L5 sehingga timbul nyeri
radikuler.
o Spina Bifida
Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang ditutupi oleh kulit
yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa didaerah itu ada tersembunyi
suatu spina bifida okulta.
Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiaat pada arkus spinosus di
daerah lumbal atau sakral. Karena adanya defek tersebut maka pada tempat itu
tidak terbentuk suatu ligamentum interspinosum. Keadaan ini akan menimbulkan

suatu lumbo-sakral sarain yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri


pinggang.
o Stenosis kanalis vertebralis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun penyakit telah ada
sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak setelah penderita berumur 35
tahun. Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si penderita jalan
dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu penderita berhenti jalan atau bila ia
duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya maka penderita lantas jalan sambil
membungkuk.
o Spondylosis lumbal
Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan discus
intervertebralis, yang menyebabkan nyeri dan kekakuan.
o Spondylitis
Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang . ini merupakan
penyakit sistemik yang etiologinya tidak diketahui, terutama mengenai orang
muda dan menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat peradangan
sendi-sendi dengan osifikasi dan ankilosing sendi tulang belakang.
f) Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat
mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada
bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan
sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu
yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya. Kehamilan dan obesitas merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal
ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak,
kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.

2.3

KLASIFIKASI
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan
rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa
nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka
traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat
kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot,
ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah
lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal
nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri
ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang
berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi
karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis
dan tumor.
Berdasarkan keluhan nyeri
Keluhan nyeri yang beragam pada pasien NPB dan nyeri diklasifikasikan sebagai nyeri
yang bersifat lokal, radikular, dan menjalar ( refered pain 0 atau spasmodik :
1. Nyeri yang bersifat lokal
Nyeri lokal yang berasal dari proses patologik yang merangsang ujung saraf sensorik,
umumnya menetap , namun dapat pula interminten, nyeri dipengaruhi perubahan
posisi, bersifat tajam atau tumpul.
2. Nyeri radikular
Nyeri radikular berkaitan erat dengan distribusi radiks saraf saraf spinal (spinal never
root), dan keluhan ini lebih dirasakan berat pada posisi yang mengakibatkan tarikan
seperti membungkuk dan berkurang dengan istirahat.
3. Nyeri menjalar (referred pain)
Nyeri alih atau menjalar dari pelvis visera umum yang mengenai dermatom tertentu,
bersifat tumpul dan terasa lebih dalam.

2.4

PATOFISIOLOGI
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi
sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai
system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh
sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan
terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat
nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons
hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut
sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang
kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan
mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan
kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel
mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral
dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra
system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat
meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin
dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang
menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai
inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam
konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam
kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus
nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna
vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas
banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh
kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung
yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat
memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang.

Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau
melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal
dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai
akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur
dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah
tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks
gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.
Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus
lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan
degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan
penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan
nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut.
2.5

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut
1. Usia
Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa saja, pada umur
berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10
tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih
sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada
mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima.
Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur
sekitar 55 tahun.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri
pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang
dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini
lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses
menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan
hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
3. Faktor Indeks Massa Tubuh
Berat Badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri pinggang
lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga
dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Tinggi Badan
Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban
anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.
4. Pekerjaan
Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat,
sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta
penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang
biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban berat lebih dari 25
kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang.
5. Aktivitas atau Olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak
disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan
seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat
menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk
dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang
seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah
yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti
tidur pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih
baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari
posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,
seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.
6. Faktor Risiko Lain
kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis
degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80 o), obesitas, tinggi badan yang
berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu
lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran,
mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan.
Merokok dikatakan dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri pinggang bawah
pada usia muda dengan odds ratio 2,4 95% CI 1,3-6,0.
2.6

DIAGNOSIS

Anamnesis
Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:
a) Nyeri pinggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke
kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti
fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.
b) Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang
bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya
perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak
ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.
c) Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada
dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat
dirasakan di bagian lebih superfisial.
d) Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan
panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
e) Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat
dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan
oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.
f) Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom
dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi
permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.
Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan
intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri
pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan
adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP
lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi
radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.

Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala
merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Herniasi diskus
bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya
berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar
episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti
membungkuk atau memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan

mana

yang

bisa

menyebabkan

bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin
dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada
malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu
kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan
miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana
harus dicari dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow incontinence
dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan suatu keadaan
emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi
operatif segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi.
Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit
metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya
nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun
dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang, walaupun
kompresi radiks masih ada.
Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan

dapat diperberat

dengan adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda
depresi yang menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia (tak
dapat menikmati diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan perasaan depresi
secara umum.
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung


meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi
evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.
a) Inspeksi :
o Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan
menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.
o Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral.
o Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan
artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan

foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.


Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan
pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

b) Palpasi :
o Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
o Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis.
o Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off)
pada palpasi di tempat/level yang terkena.
o Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari
adanya fraktur pada vertebra.
o Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
o Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang
berupa UMN atau LMN.
c) Pemeriksaaan Motorik

o Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris.
o Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
Berjalan dengan menggunakan tumit.
Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
d) Pemeriksaan Sensorik
o Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari
penderita dan tak jarang keliru
o Nyeri dalam otot.
o Rasa gerak.

e) Refleks
o Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon
dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi
pada saraf spinal.
Special Test
o Tes Lasegue:
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak
dapatmengangkat tungkai kurang dari 60 dan nyeri sepanjang nervus
ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai
radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.

o Tes Patrick dan anti-patrick:


Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika
gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif
pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

o Tes kernig:
Pasien terlentang, paha difleksikan, kemudian meluruskan tungkai bawah
sejauh mungkin anpa timbul rasa nyeri yang berarti. Positif jika terdapat
spasme involunter otot semimembraneus, semitensinous, biceps femoris
yang membatasi ekstensi lutut dan timbul nyeri.
o Tes Naffziger:
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan
meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul
nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.
o Tes valsava:
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,
hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.
o Spasme m. psoas:
Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat
kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain
menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutu dalam keadaan fleksi
tegak lurus. Panggulsecara pasif mengadakan hiperekstensi ketika
pergelangan kaki diangkat. Terbatasnya gerakan ditimbulkan oleh spasme
involunter m.psoas.
o Tes Gaenselen:
Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan
sering menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbo-sacral. Dengan pasien
berbaring terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah
dengan kedua belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi
fleksi maksimal. Kemudian pemeriksa menekan kuat kuat ke bawah

kearah meja dan ke atas kearah kepala pasien, yang secara pasif
menimbulkan fleksi columna spinalis lumbalis.
Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED),
kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
b) Pungsi Lumbal (LP) :
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan terjadi
transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit
meninggi sampai dua kali level normal.
c) Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai

penyempitan

ruangan

intervertebral,

spondilolistesis,

perubahan

degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang


terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang
sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT mielografi
dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau
tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi
vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis
foraminal dan kanal vertebralis.

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI
sangat berguna bila:
vertebra dan level neurologis belum jelas
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus
yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps
pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%.

Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus
pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras
hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka
pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif.
Elektromiografi (EMG) :
Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat
berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks
Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer
Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks
Elektroneurografi (ENG)

Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer tertentu
sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve Conduction
Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks dengan
masa laten panjang seperti F-wave dan H-reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV
normal, namun kadang-kadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga
bila ada neuropati secara bersamaan
Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/SSEP)
Kadang-kadang pemeriksaan SSEP diperlukan untuk membuat diagnosis
lesi-lesi yang lebih proksimal sepanjang jaras-jaras somatosensorik.

Semua tes mempunyai hasil yang positif palsu dan negatif

palsu serta

penggunaan tes diagnostik lebih dari satu akan mempertajam akurasi diagnostik.
Harus diingat bahwa seluruh pemeriksaan tambahan ini dilakukan dalam
kerangka pemeriksaan klinis neurologis dan harus dievaluasi sebagai suatu kesatuan
yang menyeluruh sehingga sampai pada suatu kesimpulan diagnosis yang akurat sehingga
tindakan pembedahan yang berlebihan dapat dicegah.
2.7

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari LPB yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Disease or
condition
Back strain

Acute disc
herniation
Osteoarthritis or
spinal stenosis

Patient
age Location of
Aggravating or
(years)
pain
Quality of pain relieving factors
20 to 40 Low back, Ache, spasm Increased with
buttock,
activity or bending
posterior
thigh
30 to 50 Low back to Sharp, shooting Decreased with
lower leg
or burning pain, standing; increased
paresthesia in with bending or
leg
sitting
>50
Low back to Ache, shooting Increased with
lower leg; pain, pins and walking, especially

Signs
Local tenderness,
limited spinal motion
Positive straight leg
raise test, weakness,
asymmetric reflexes
Mild decrease in
extension of spine; may

often
bilateral

needles
sensation

Spondylolisthesis

Any age Back,


posterior
thigh

Ankylosing
spondylitis

15 to 40 Sacroiliac Ache
joints,
lumbar spine
Any age Lumbar
Sharp pain,
spine,
ache
sacrum

Infection

Malignancy

2.8

>50

Affected
bone(s)

Ache

up an incline;
decreased with
sitting
Increased with
activity or bending

Morning stiffness
Varies

Dull ache,
Increased with
throbbing pain; recumbency or
slowly
cough
progressive

have weakness or
asymmetric reflexes
Exaggeration of the
lumbar curve, palpable
step off (defect
between spinous
processes), tight
hamstrings
Decreased back motion,
tenderness over
sacroiliac joints
Fever, percussive
tenderness; may have
neurologic
abnormalities or
decreased motion
May have localized
tenderness, neurologic
signs or fever

PENATALAKSANAAN
Untuk mengatasi nyeri punggung bawah bervariasi, dimulai dengan edukasi dan

konseling tentang masalah untuk meringankan kegelisahan pasien sehingga sampai tahap
resolve. Istirahat beberapa hari sering dapat meringankan nyeri. Namun jika terlalu lama tidak
dianjurkan. Penggunaan obat-obatan NSAID dapat membantu, dan untuk obat-obatan yang lebih
keras dapat digunakan seperti muscle relaksan dan narkotik dapat digunakan dalam jangka waktu
yang pendek
Sejumlah perawatan yang disebut bantuan pasif sering digunakan, disebut pasif karena
saat dilakukan pasien tidak melakukan apapun. Termasuk bantuan pasif adalah terapi panas,
terapi dingin, massage, ultrasound, stimulation listrik, traksi dan akupuntur.
Prosedur invasive yang dapat dilakukan untuk nyeri punggung bawah adalah prosedur
yang dimaksudkan, dengan membuang atau merusak area yang dirasakan atau yang
menyebabkan nyeri, contohnya intra discal electrothermy (IDET) yang mana sebuah coiled wire

ditempatkan pada diskus dan kemudian dipanaskan, dan radiofrequency ablation (RFA). Ini lebih
invasive sebab dapat merusak jaringan, memiliki resiko yang lebih besar dan efek samping yang
lebih lama dibanding terapi yang lain. Jika berhasil maka dapat membantu pasien untuk tidak
dilakukan prosedur bedah yang lebih besar. Tetapi hal ini tetap menjadi kontroversi.
a. Bed Rest
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap
tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per. Tirah baring ini sangat
bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik akut, fraktur, dan HNP.
b. Medikamentosa
Ada 2 jenis obat dalam tatalaksana LPB ini, ialah obat yang bersifat simtomatik
dan bersifat kausal. Obat-obatan simtomatik antara lain analgetika (salisilat,
parasetamol, dll), kortikosteroid (prednison, prednisolon), anti inflamasi non-steroid
(AINS) misalnya piroksikam, antidepresan trisiklik (secara sentral) misalnya
aminiptrilin, dan obat penenang minor misalnya diazepam, klordiasepoksid.
1. Salisilat
Merupakan analgetik yang paling tua, selain khasiat analgetik juga
mempunyai khasiat antipiretik, antiinflamasi dan antitrombotik. Contohnya
aspirin.
- Dosis aspirin : analagetik 600-900, diberikan 4x sehari
- Dosis aspirin : antiinflamasi 750-1500 mg diberikan 4x sehari
Kontraindikasi : tukak lambung, resiko terjadi perdarahan,
gangguan faal ginjal dan hipersensitif
2. Paracetamol
Merupkan analgetik-antipiretik yang paling aman untuk menghilangkan rasa
nyeri tanpa disertai inflamasi
- Dosis terapi : 600-900 diberikan 4x sehari
Obat-obat kausal misalnya anti tuberkulosis, antibiotika untuk spondilitis
piogenik, nukleolisis misalnya khimopapain, kolangenase (untuk HNP).
c. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang
lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta traksi pelvis misalnya
untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.

1. Terapi panas
Terapi menggunakan kantong dingin kantong panas. Dengan menaruh sebuah
kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama 5
10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating
pad (kantong hangat)
2. Elektrostimulus
a. Acupunture
Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan tetapi cara
ini tidak terlalu efisien karena ditakutkan resiko komplikasi akibat
ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga menyebabkan infeksi
b. Ultrasound
c. Radiofrequency Lesioning
Dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf :
a. Spinal endoscopy
Dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk memindahkan
atau menghilangkan jaringan scar
b. Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)
c. Elektro thermal disc decompresion
d. Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
3. Traction
Helaan atau tarikan pada punggung untuk kontraksi otot
4. Pemijatan atau massage
Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merefleksikan otot belakang dan
melancarka peredaran darah.
d. Terapi Operatif
Pada dasarnya, terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif
tidak memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang langsung
mengakibatkan defisit neurologik, yang dapat diketahui adalah gangguan fungsi
otonom dan paraplegia.
e. Rehabilitasi
Rehabilitasi mempunyai makna yang luas apabila ditinjau dari segi
pelaksanaanya. Tujuannya adalah mengupayakan agar penderita dapat segera bekerja
seperti semula dan tidak timbul LPB lagi kemudian hari. Agar penderita tidak
menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Agar
penderita tidak mengalami komplikasi yang membahayakan penderita, misalnya
pneumonia, osteoporosis, infeksi saluran kencing, dan sebagainya.

Terapi menurut Jenis Nyeri Punggung Bawah


a. LPB Non Spesifik
Terapi: anti ansietas, anti depresan, cognitive behavioral treatment serta mencari penyebab
b. LPB Psikogenik
Terapi: analgetik,sitostatika dan radioterapi
c. LPB Tumor Ganas
Terapi: analgetik, kalsium, kalsitriol, bifosfonat dan raloxifen, calcitonin
d. LPB Osteoporosis
Terapi analgesik, OAINS, fisioterapi, suntikan steroid epidural
Pembedahan bila ada defisit neurologik yg progresif atau nyeri menetap
e. LPB Stenosis Lumbal
Sebagian besar terapi konservatif: tirah baring, obat-obat & fisioterapi
Pembedahan segera bila ada tanda sindroma kauda equina atau defisit neurologik yg
progresif
f. LPB HNP
Terapi: tirah baring 2 hr, analgetik & NSAID, kompres hangat, jika perlu suntikan lokal
anestesi.
Penatalaksanaan Low Back Pain Akut
Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari
pemberian informasi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat. Pasien juga harus
disemangati untuk segera kembali bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam bentuk
tertulis. Kronisitas low back pain dapat dihindari dengan: memperhatikan aspek
psikologis gejala yang ada, menghindari pemeriksaan yang tidak perlu dan berlebihan,
menghindari penatalaksanaan yang tidak konsisten, serta memberikan saran untuk
mencegah rekurensi (seperti: menghindari pengangkatan beban yang berat).
Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :

Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.

Pemahaman tentang nyeri dan disabilitas: rasa takut dan kesalahpahaman tentang

nyeri.
Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat.

Mengidentifikasi Faktor Risiko ke Arah Kronisitas


Guidelines tatalaksana untuk strata 1 dititikberatkan pada identifikasi faktor risiko
ke arah kronisitas. Pendekatan yang berguna telah dikembangkan di New Zealand.
Bertujuan untuk mengikutsertakan semua pihak (pasien, keluarga, paramedis, dan yang
paling penting atasan pasien). Empat kelompok faktor risiko (flags) untuk kronisitas
berikut dengan strategi penatalaksanaan yang direkomendasikan, termasuk pemakaian
kuesioner skrining, struktur interview yang sesuai dan pedoman manajemen perilaku.
Fokusnya hanya pada faktor psikologis yang mengarah ke kronisitas . Red flags akan
mengidentifikasi sejumlah kecil pasien yang membutuhkan rujukan ke ahli bedah. Begitu
pula jika pasien bertendensi untuk bunuh diri, harus dirujuk ke psikiater secepatnya.
Kedua grup pasien ini harus ditatalaksana secara terpisah
Pedoman Penatalaksanaan Komprehensif Pasien dengan Nyeri

Mendengarkan pasien dengan seksama.


Memperhatikan perilaku pasien dengan cermat.
Mendengarkan bukan hanya apa yang dikatakan, tetapi bagaimana hal tersebut

dikatakan.
Empati terhadap perasaan pasien.
Memotivasi agar pasien tidak merasa takut.
Memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin terjadi dalam konsultasi dokter-pasien.
Menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak membantu (atau bahkan merusak).
Mengerti kondisi sosial ekonomi pasien.

Penatalaksanaan Low Back Pain Kronik yang menyebabkan Disabilitas


Penelitian telah menunjukkan bahwa pengaruh terpenting dalam perkembangan
kronisitas adalah psikologikal dibandingkan dengan biomekanikal.
Faktor-faktor psikologis yang dimaksud adalah distress berat, kesalahpahaman tentang
nyeri dan implikasinya, serta penghindaran aktivitas karena takut membuat rasa nyeri
bertambah parah.
Terhadap pasien-pasien yang membutuhkan penanganan rujukan spesialis, pilihan
terapinya adalah interdisciplinary pain management programme (IPMP). Dimana
difokuskan pada fungsi dibandingkan penyakit, tatalaksana dibandingkan penyembuhan,

integrasi beberapa terapi spesifik, penatalaksanaan multidisiplin, menekankan pada


metode aktif daripada pasif, dan self care daripada hanya menerima terapi.
Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik

Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti

biasanya.
Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat

dilakukan
tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.
Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan digunakan hanya jika
diperlukan. Mulai dengan parasetamol atau NSAID. Jika tidak ada perbaikan, coba
campuran parasetamol dengan opioid. Pertimbangkan tambahan muscle relaxant

tetapi hanya untuk jangka pendek, mengingat bahaya ketergantungan.


Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari-

harinya dalam 4-6 minggu.


Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasuskasus yang membutuhkan obat penghilang
nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu. Terapi dan
intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi dengan traksi, termis
ultrasound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun pijatan.

Penatalaksanaan Low Back Pain dengan Nerve Root

Aktivitas: pasien didorong melakukan beragam aktivitas walaupun punggung/tungkai

bawahnya nyeri.
Tirah baring: mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri.

Latihan Low Back Pain dapat dilakukan sebagai berikut :


a. Lying supine hamstring stretch

b. Knee to chest stretch

c. Pelvic Tilt

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch

e. Alat Bantu
1. Back corsets.
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi Low Back Pain
yang dapat membungkus punggung dan perut.

2. Tongkat Jalan
Larangan
a. Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.
b. Membawa beban yang berat.
c. Duduk terlalu lama.
d. Memakai sepatu hak tinggi.
e. Menulis sambil membungkuk terlalu lama.
f. Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau menggunakan kasur yang
terlalu empuk.
Cognitive Functional Therapy (CFT) Pada Non-Spesifik Low Back Pain Kronik
Nonspesifik Low Back pain Kronik (NSCLBP) masih menjadi masalah penyakit
muskuloskeletal dalam hal penatalaksanaan yang efektif yang belum dapat ditentukan pasti.
Kebiasaan pasien dengan NSCLBP dapat mempengaruhi bahkan dapat mengendalikan rasa
nyeri yang dialami. Ada beberapa faktor psikososial yang mempengaruhinya seperti, depresi,
cemas, paranoid, rasa tidak percaya diri, dan maladaptatif.
Cognitive Functional Therapy (CFT) adalah intervensi kebiasaan individu pada NSCLBP
dengan mengkombinasikan pendekatan

kebiasaan sosial pasien dalam menyikapi rasa

nyerinya. Beberapa studi Randomize-Controlled Trial (RCT), menyimpulkan bahwa CFT

yang dikombinasikan terapi manual dan latihan sangat efektif pada pasien dengan NSCLBP
sedang. Intervensi spektrum biopsikososial ada manajemen NSCLBP sangat relevan. CFT
dengan kombinasi latihan LBP normal dan intervensi perilaku nyeri dengan rekonseptualisasi
kognitif dari masalah NSCLBP sementara menargetkan psikososial dan gaya hidup untuk
pemulihan.
Pada studi cohort yang dilakukan Sullviat et al, secara statistik CFT memiliki hasil yang
menjanjikan dibandingkan dengan beberapa terapi konservatif tanpa kombinasi dengan CFT.
Peningkatan psikososial pasien NSCLBP, depresi, cemas, paranoid, rasa tidak percaya diri,
dan maladaptatif dalam hal menurunkan intensitivitas rasa nyeri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri Punggung
Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta,
2003.
2. Meliala L. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah . Dalam Meliala L,
Suryono B, Wibowo S. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah I Indonesian Pain Society,
Yogyakarta, 2003.
3. Wirawan. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang. Dalam Socnarto. Simposium
Rematik Pengenalan dan Pengelolaan Artropati Seronegatif, Bagian Penyakit Dalam FK
Undip, Semarang, 1998.
4. Preuper HRS, etc. Do analgesics improve functioning in patients with chronic low back
pain? An explorative triple-blinded RCT. 23: 800-806. 2014.
5. OSullvian et al. Cognitive Functional Therapy for Disabling Nonspecific Chronic Low
Back Pain: Multiple Case-Cohort Study. Physical Therapi Vol. 95 Pp. 1478-1488. 2015

Anda mungkin juga menyukai