Epidemiologi
Data untuk jumlah penderita NPB di Indonesia tidak diketahui secara pasti,
namun diperkirakan penderita NPB di Indonesia bervariasi antara 7,6% sampai
37%. Data mengenai jumlah penderita NPB di Kalimantan Barat khususnya di
RSUD dr. Soedarso Pontianak didapatkan bahwa pada tahun 2010 sebanyak 189
kasus, tahun 2011 sebanyak 63 kasus dan tahun 2012 sebanyak 959 kasus.
(PURNAMASARI, 2010)
Low back pain adalah nyeri punggung bawah, nyeri yang dirasakan di
punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis untuk
suatu penyakit namun merupakan istilah untuk nyeri yang dirasakan di area
anatomi yang terkena dengan berbagai variasi lama terjadinya nyeri. Nyeri
punggung bawah tersebut merupakan penyebab utama kecacatan yang
mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan umum. Keluhan LBP dapat terjadi
pada setiap orang, baik jenis kelamin, usia, ras, status pendidikan dan profesi .
Prevalensi nyeri musculoskeletal, termasuk LBP, dideskripsikan sebagai sebuah
epidemik. Sekitar 80 persen dari populasi pernah menderita nyeri punggung
bawah paling tidak sekali dalam hidupnya .
Prevalensi
penyakit
musculoskeletal
di
Indonesia
berdasarkan
pernah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis
atau gejala yaitu 24,7 persen sedangkan di provinsi Lampung angka prevalensi
penyakit musculoskeletal berdasarkan diagnosis dan gejala yaitu 18,9 persen .
Prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi berdasarkan pekerjaan adalah
pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2 persen. Prevalensi meningkat terus
menerus dan mencapai puncaknya antara usia 35 hingga 55 tahun. Semakin
bertambahnya usia seseorang, risiko untuk menderita LBP akan semakin
meningkat karena terjadinya kelainan pada diskus intervertebralis pada usia
tua. (Andini, 2015)
Nyeri punggung bawah merupakan suatu permasalahan yang sering ditemukan dan
mengenai kirakira 6080 % populasi selama hidupnya. Kasus yang didapatkan terkait
kelainan anatomis 20-30% dari semua kasus yang sering dijumpai, dan sebanyak 7080% idiopatik. prevalensi NPB berkisar 12-33%, prevalensi satu tahun rentang NPB
22-65%, dan seumur hidup rentang NPB 11-84%. (Zuhri, 2016)
B. Etiologi
Pembagian etiologi berdasarkan sistem anatomi :
1. LBP Viserogenik (organ abdomen)
Kelainan berasal dari ginjal, viscera pelvis, omentum minor, tumor retroperitoneal,
fibroid retrouteri
2. LBP Verkulogenik (pembuluh darah)
Aneurisme diabdomen, penyakit vaskuler perifes, insufiensi dari arteri glutea superior
3. LBP Neuvogenik
dari
:Tulang
koluma
spinalis
(trauma,
radang,
tumor,
metabolic
dan
Secara praktis manifestasi klinis diambil dari pembagian berdasarkan sistem anatomi :
1. LBP Viscerogenik
Tipe ini sering nyerinya tidak bertambah berat dengan adanya aktivitas maupun istirahat.
Umumnya disertai gejala spesifik dari organ viseralnya. Lebih sering disebabkan oleh faktor
ginekologik, kadang-kadang didapatkan spasme otot paravertebralis dan perubahan sudut
ferguson pada pemeriksaan radiologik, nyeri ini disebut juga nyeri pinggang akibat referred pain.
2.
LBP vaskulogenik
Tahap dini nyerinya hanya sakit pinggang saja yang dirasakan, nyeri bersifat nyeri
punggung dalam, nyeri sering menjalar kebokong, belakang paha, dan kedua tungkai, nyeri
sering menjalar kebokong, belakang paha, dan kedua tungkai. Nyeri tidak timbul karena adanya
stress spesifik pada kolumna vertebralis (membungkuk, batuk dan lain-lain). Diagnosa
ditegakkan apabila ditemukan benjolan yang berpulpasi.
3.
LBP Neurogenik
Nyeri sangat hebat, bersifat menetap, sedikit berkurang pada saat bediri tenang, terutama
dirasakan pada saat malam hari. Nyeri dapat dibangkitkan dengan aktivitas, dan rasa nyeri
berkurang saat penderita berbaring, sering didapat kompresi akar saraf, ditemukan juga spasme
otot paravertebralis.
4.
LBP Spondilogenik
Nyeri disertai iskialgia, dirasakan sebagai nyeri pinggang, menjalar kebokong, paha
belakang tumit sampai telapan kaki.
b)
Nyeri akibat trauma pada otot fasia atau ligamen, keluhan berupa nyeri daerah pinggang,
kurang dapat dilokasikan dengan tepat, timbul mendadak waktu melakukan gerakan yang
melampau batas kemampuan ototnya.
c)
Tumor ganas pada daerah vertebrae dapat bersifat primer atau sekunder. Pada foto
rontgen terlihat adanya destruksi, pemeriksaan laboratorium terlihat adanya peningkatan
alkalifostase.
d)
Terjadi pada lansia terutama wanita, nyeri bersifat pegal atau nyeri radikuler karena
adanya fraktur kompresi sebagai komplikasi osterporosis tulang belakang
5.
LBP Psikogenik
Keluhan nyeri hebat tidak seimbang dengan kelainan organik yang ditemukan, penderita
memilih suatu mekanisme pembelaan terhadap ancaman rasa amannya dengan menghindarkan
diri bila tidak melakukan hal tertentu. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dalam keadaan
tegang sehingga meningkatkan spasme otot dan timbul rasa nyeri.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik :
1. Observasi : amati cara berjalan penderita pada waktu masuk ruang periksa, juga cara duduk
yang disukainya. Bila pincang, diseret, kaku (merupakan indikasi untuk pemeriksaan
neurologis). Amati juga apakah perilaku penderita konsisten dengan keluhan nyerinya
(kemungkinan kelebihan psikiatrik).
2.
3. Nyeri yang timbul hampir pada semua pergerakan daerah lumbal sehingga penderita berjalan
sangat hati-hati (kemungkinan infeksi, inflamasi, tumor dan fraktur)
4. Palpasi : apakah terdapat nyeri tekan pada tulang belakang atau pada otot-otot disamping
tulang belakang? Apakah tekanan dari diantara dua prosessus spinosus menimbulkan rasa
nyeri (spurling sign)
5. Perkusi : perhatikan apakah timbul nyeri jika processus spinosus diketok
6. Pemeriksaan neurology pada tungkai
a. Sensibilitas (dermatome), motorik (kekuatan), tonus otot, reflek, tropik.
b. Test provokasi (sensorik)
c. Adakah gangguan miksi dan defekasi
d. Adakah tanda-tanda lesi upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN)
Pemeriksaan Diagnostik
1. Fungsi lumbal : Mengetahui warna cairan serebrospinal (jernih air, kekuningan/xantokram,
keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan aliran cairan serebrospinal secara total atau
parsial, jumlah sel, kadar protein, NaCl dan glukosa.
2. Foto rontgen : Mengidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra, arkus atau prosesus
spinosus, juga adanya dislokasi vertebra, spionfilolistesis, bamboo spine destruksi vertebra,
HNP
3. Electroneuromiografi : Melihat adanya fibrilasi, serta dapat pula dihitung kecepatan hantar
saraf dan letensi distal.
4. Sken tomografi : Dapat melihat gambar vetebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskus
intervertebralis (Harsono, 2000:281)
F. Penatalaksanaan Medis
a.
Tirah baring :
Tempat tidur dengan alat yang keras dan rata untuk mengendorkan otot yang spasme, sehingga
terjadi relaksasi otot maksimal. Dibawah lutut diganjal batal untuk mengurangi hiperlordosis
lumbal, lama tirah baring tidak lebih dari 1 minggu.
b. Medika mentosa :
Menggunakan obat tunggal atau kombinasi dengan dosis semiminimal mungkin, dapat diberikan
analgetik non-steroid, muscle relaxant, tranguilizer, anti depresan atau kadang-kadang obat
blokade neuratik.
c.
Fisioterapi :
Dalam bentuk terapi panas, stimulasi listrik perifer, traksi pinggul, terapi latihan dan ortesa
(kovset)
d. Psikoterapi :
Diberikan pada penderita yang pada pemeriksaan didapat peranan psikopatologi dalam
timbulnya persepsi nyeri, pemberian psikoterapi dapat digabungkan dengan relaksasi, hyprosis
maupun biofeedback training.
e.
Akupuntur :
Kemungkinan bekerja dengan cara pembentukan zat neurohumoral sebagai neurotras mitter dan
bekerja sebagai activator serat intibitor desenden yang kemudian menutup gerbang nyeri.
f.
Terapi operatic :
Dikerjakan apabila tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, atau kasus fraktur
yang langsung mengakibatkan defisit neurologik, ataupun adanya gangguan spinger
g. Latihan :
Latihan perlu dilakukan dengan hati-hati dan terarah agar tidak memperburuk keadaan, dapat
dimulai pada hari ke 2 dan ke 3 kecuali jika penyebabnya adalah herniasi diskus.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth., 1984. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: JB Lippincot Company.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, M.E, dan Moorhouse M.F,Geissler A.C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.