Oleh:
Pembimbing:
Low back pain merupakan gejala yang paling sering timbul di masyarakat kita.
Sekitar 60-80% dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling tidak satu
periode nyeri punggung bawah selama hidupnya tanpa mengenal perbedaan umur dan
jenis kelamin.1
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
sampai lumbosakral. Nyeri bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas
dan pangkal paha. Low back pain (LBP) merupakan salah satu gangguan
musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Gejala yang
dirasakan pada penderita low back pain bermacam-macam seperti nyeri rasa terbakar,
nyeri tertusuk, hingga kelemahan pada tungkai. Low back pain dapat menyebabkan
penderita mengalami suatu disabilitas atau keterbatasan fungsional dalam menjalani
aktivitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja terutama dalam usia produktif.2
Di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 15% orang dewasa mengeluh nyeri
punggung bagian bawah atau nyeri yang bertahan hampir dua minggu. Nyeri punggung
bagian bawah telah diidentifikasi oleh Pan American Health Organization (PAHO) di
antara tiga masalah kesehatan pekerjaan yang dikenal pasti oleh World Health
Organization (WHO). Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk mengeluh nyeri
punggung bagian bawah.2
Di Indonesia prevalensi low back pain belum diketahui secara pasti, berdasarkan
penelitian di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia pada bulan Mei 2002 jumlah
penderita nyeri sebanyak 4.456 orang (25% dari total kunjungan), dimana 1.589 orang
(35,86%) diantaranya adalah penderita low back pain.2
Gejala yang dialami biasanya berupa nyeri di punggung ataupun di sekitar
ektremitas bawah yang biasanya bersifat terus-menerus ataupun hanya timbul pada
posisi tertentu serta juga sering diikuti dengan kekakuan dan keterbatasan dalam
melakukan gerakan. Nyeri punggung bawah atau low back pain dapat disebabkan oleh
banyak kondisi. Faktor yang sering adalah penuaan, trauma, infeksi, ataupun tumor. 1
Penyebab Low Back Pain bermacam-macam salah satunya adalah hiperlordosis
dimana nyeri punggung bawah terjadi akibat adanya peningkatan kemiringan anterior
panggul menyebabkan peningkatan fleksi sendi pinggul. Lutut bisa dalam hiperekstensi
dan, karena posisi lutut ini, fleksi plantar kaki terjadi
1
Ada peningkatan pengakuan akan pentingnya (fungsional dan klinis) lordosis
lumbal. Ini adalah fitur utama dalam menjaga keseimbangan sagital. Disposisi sagital di
luar rentang normal mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional dan persepsi
kualitas hidup. Selain itu, ketidaksejajaran tulang belakang dikaitkan dengan gaya
berjalan yang lambat, keseimbangan yang buruk, dan risiko jatuh yang lebih tinggi.
Orang dengan nyeri punggung bawah telah mengurangi ROM lumbal dan
proprioception. Otot penstabil mereka bekerja lebih lambat dibandingkan dengan orang
tanpa LBP. Biasanya otot penstabil diaktifkan sebelum gerakan dimulai, tetapi pada
orang dengan nyeri punggung bawah, kontraksi ini tertunda.bahwa Lordosis merupakan
keadaan kelengkunganyang berlebihan dari lumbar tulang belakang dengan kemiringan
berlebih panggul anterior. Dalam kondisi ini, berat badan dipindahkan berdasarkan kuat,
luas, posisi yang mendukung badan vertebra ke lengkungan yang lebih halus, dan pada
saat yang sama, proses spinosus bergerak lebih dekat dari biasanya satu sama lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat menyerupai
nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga
terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP atau nyeri punggung bawah
termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari
mobilisasi yang salah. 1
Berdasarkan onset, LBP dikategorikan atas akut, subakut dan kronis. LBP akut terjadi di
bawah 6 minggu, LBP subakut apabila nyeri menetap salama 6-12 minggu awitan,
sedangkan LBP kronis bila nyeri dalam satu serangan menetap lebih dari 12 minggu.
Sedangkan pendapat lain menyatakan LBP didefinisikan sebagai kronis bila kejadian LBP
berlanjut lebih dari 3 bulan, karena sebagian besar jaringan ikat yang normal akan
mengalami penyembuhan dalam 6-12 minggu, kecuali ketidakstabilan patoanatomik
tersebut berlanjut. 2
Spondylosis lumbosacral merupakan penyakit degeneratif yang terjadi pada bagian
korpus vertebra atau diskus intervertebralis sehingga dapat mengakibatkan iritasi atau
peradangan pada persendian sehingga termasuk ke dalam kelompok Osteoartritis yang
menyebabkan perubahan degeneratif pada intervertebra joint dan apophyseal joint (facet
joint), perubahan degeneratif pada lumbal dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan
simptomatik (muncul gejala/keluhan) dengan gejala yang sering muncul ialah nyeri
punggung, spasme otot, dan keterbatasan gerak. 3
b. Segmen posterior, bagian ini dibentuk oleh arkus, prosesus transversus dan prosesus
spinosus. Satu dengan yang lainya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan
diperkuat oleh ligamen serta otot. Ditinjau dari sudut kinetika tubuh (di luar kepala
dan leher), maka akan tampak bahwa gerakan yang paling banyak dilakukan tubuh
ialah fleksi, kemudian ekstensi. Dalam kenyataannya gerakan fleksi-ekstensi
merupakan tugas persendian daerah lumbal dengan pusat sendi L5-S1. Hal ini
dimungkinkan oleh bentuk dan letak bidang sendi yang sagital. Lain halnya dengan
bidang sendi daerah torakal yang terletak frontal, bidang sendi ini hanya
memungkinkan gerakan rotasi dan sedikit latero-fleksi. 4
Gambar 2. Segmen Anterior dan Posterior Columna Vertebralis 5
2. Diskus Intervertebra
Struktur lain yang tidak kalah penting peranannya dalam persoalan low back pain
adalah diskus intervertebra. Di samping berfungsi sebagai penyangga beban, diskus
intervertebra berfungsi pula sebagai peredam kejut. Diskus intervertebra dibentuk oleh
anulus fibrosus yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk
struktur mirip gentong. Tepi atas dan bawah gentong melekat pada “end plate” vertebra
sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi nukleus
pulposus suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak mengandung air. Menjelang
usia dekade kedua, mulailah terjadi perubahan-perubahan, baik menyangkut nukleus
pulposus maupun anulus fibrosus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik terputus,
sebagian rusak, dan sebagian diganti jaringan ikat. Proses ini akan berlangsung secara
kontinu hingga dalam anulus terbentuk rongga-rongga. 4
2.1 Patofisiologi
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas
banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu
sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi
punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibelitas sementara disisi lain tetap dapat
memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan
tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang
tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat
penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan
struktur pendukung ini.
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot
tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada
saat facet joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua
permukaan facet joint menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya
menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur,
masalah struktur, dan perengangan berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri
punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matrik gelatinus.
Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.
Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress mekanis paling berat dan
perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset akan mengakibatkan penekanan pada akar
saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf
tersebut. 10
2.2 Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya Nyeri Punggung Bawah :
1. Lifestyle seperti pengguna tembakau, kurangnya latihan atau olahraga dan juga inadekuat
nutrisi yang dapat mempengaruhi kesehatan diskus
2. Usia, perubahan biokimia yang natural menyebabkan diskus menjadi lebih kering yang
akhirnya menyebabkan kekakuan atau elastisitas dari diskus
3. Postur tubuh yang tidak proporsional yang dikombinasikan dengan mekanisme gerak
tubuh yang tidak benar dapat menyebabkan stres dari lumbal spine
4. Berat tubuh
5. Trauma.
Beberapa membagi faktor risiko menjadi :
1. Faktor risiko fisiologis : usia 20-50 tahun, kurangnya latihan fisik, postur tubuh yang
tidak anatomis, kegemukan, skoliosis berat (Kurvutura berat >80), HNP, spondilitis,
spinal stenosis, osteoporosis, merokok
2. Faktor risiko lingkungan : duduk terlalu lama, terlalu lama menerima getaran, terpelintir
3. Faktor risiko psikososial : ketidaknyamanan bekerja, depresi dan stres. 11
2.3 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis, serta pemeriksaan penunjang. 12
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan diagnosis Low Back Pain seawal mungkin, perlu adanya
anamnesis yang terarah yaitu:
Awitan
Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi
permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.
Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya
dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana
yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya
merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan
rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak
menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan
tindakan operatif. Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode
tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya
berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar
episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti
membungkuk atau memungut barang yang ringan.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin
dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada
malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu
kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
Penyakit penyerta lain
Adakah keluhan nyeri di bagian tubuh lain, gangguan libido, jika penderita seorang
wanita ditanyakan adakah gangguan dalam siklus haid, atau memakai IUD
(kemungkinan inflamasi).
g. Ober’s sign
Penderita tidur miring ke satu sisi. Tungkai pada sisi tersebut dalam posisi
fleksi. Tungkai lainnya di abduksikan dan diluruskan lalu secara mendadak dilepas.
Dalam keadaan normal tungkai ini akan cepat turun atau jatuh ke bawah. Bila
terdapat kontraktur dari fascia lata pada sisi tersebut maka tungkainya akan jatuh
lambat.
h. Neri’s sign
Penderita berdiri lurus. Bila diminta untuk membungkuk ke depan akan
terjadi fleksi pada sendi lutut sisi yang sakit.
i. Percobaan Perspirasi
Percobaan ini untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan saraf
autonom, dan dapat pula untuk menunjukkan lokasi kelainan yang ada yaitu sesuai
dengan radiks atau saraf spinal yang terkena. 13
Pemeriksaan Non Neurologik Pada Sindrom Nyeri Punggung Bawah
1. Pemeriksaan rectal
Pertimbangkan adanya gangguan karsinoma prostate yang mungkin akan
menimbulkan nyeri bila sudah metastase tulang, piriformis sindrom, penyakit urilogik
atau ginekologik yang berada di panggul
2. Pemeriksaan vaginal
Kemungkinan adanya gangguan pada uteroscral ligament, misalnya penjalaran
karsinoma uteri, malposisi uterus, myoma uteri.
3. Pemeriksaan untuk mengetahui mobilitas dari sacroiliac joint
Bila diduga ada penekanan di daerah sacroiliac. Biasa dilakukan oleh bagian
ortopedi. 13
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
1. Laju endap darah
Pada proses keganasan ataupun keradangan akan dijumpai peningkatan laju endap
darah yang menyolok.
2. Leukositosis
Pada proses keradangan (infeksi tulang pyogenik terjadi leukositosis)
3. Protein elektroporesis dan imunoelektroporesis
Pada multiple myeloma akan dijumpai protein yang abnormal
4. Serum kalsium, alkali dan acid pospatase (pria), rheumatoid faktor.
Pemeriksaan Cairan Otak
Pada tumor myelum mungkin dijumpai kenaikan jumlah protein tanpa kenaikan
jumlah sel. Pada keradangan myelum justru akan dijumpai kenaikan jumlah sel dalam
cairan otak. Mungkin juga ditemukan sel-sel ganas dalam cairan otak.
Pemeriksaan Radiologi
1. Plain X-Ray Columna Vertebralis
Dalam posisi AP, lateral, obliq, berdiri, berbaring untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas dari intervertebral space, foramen intervetebralis, sacroiliac joint.
Gambaran osteoporosis untuk nyeri punggung bawah kronis bisa didapatkan.
2. X-foto dengan kontras
Untuk memperjelas kelaianan yang kurang jelas pada plain film.
3. Discografi
Untuk mendapatkan sumber nyeri berdasarkan anatomi dari pasien. Dengan ini
dapat diketahui adanya penyakit degenaratif pada discus yang dapat menimbulkan
nyeri. Discogram juga dapat digunakan untuk perencanaan preoperative lumbar spinal
fusion.
4. CT-Scan
Dapat memperlihatkan beberapa kelainan seperti stenosis kanal sentral, lateral
recess entrapment, fraktur, tumor, infeksi. Dapat juga dilakukan CT Scan kontras
dengan memasukkan radioaktif marker IV.
5. MRI 12
2.4 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penanganan LBP terdiri dari:
1. Medikamentosa
Pemberian obat-obatan adalah untuk mengurangi nyeri, yang biasanya diberikan
berupa golongan analgetik, yaitu asetaminofen dan non steroid anti inflammatory drugs
(NSAID). Selain itu muscle relaxant seperti eperisone dapat diberikan untuk mengurangi
spasme otot. Pemberian analgetik narkotik kurang dianjurkan karena tidak lebih efektif
dibandingkan NSAID. 16
2. Penanganan Rehabilitasi Medik
Pada prinsipnya penanganan LBP tergantung pada problem yang dialami oleh
penderita, seperti nyeri tulang belakang, keterbatasan LGS, keterbatasan aktifitas
kehidupan sehari-hari (AKS) maupun pekerjaan. Tujuan utama rehabilitasi medik pada
LBP adalah memperbaiki impairment yaitu mengurangi nyeri punggung bawah
penderita, memperbaiki disability yang terjadi sehingga penderita mampu kembali
melakukan AKS dengan baik, serta menangani handicap yang berkaitan dengan
pekerjaan maupun kehidupan sosial penderita.
a. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP mekanik akut : Tirah baring
dengan tungkai semi-fleksi, biasanya 3-4 hari. Bila nyeri lebih dari 7-10 hari, perlu
dilakukan evaluasi penderita kembali. Penderita dapat diberikan kompres es,
kemudian kompres hangat atau dengan infrared (IR). Bila terjadi perbaikan, penderita
mulai melakukan latihan peregangan secara hati-hati (slowly and gently) untuk otot
punggung. Penderita berbaring telentang, tarik salah satu lutut ke arah dada, kemudian
lakukan dengan kedua lutut. Setelah punggung menjadi fleksibel, boleh dilakukan
latihan pelvic tilt, menekan punggung bawah ke tempat tidur sementara pelvis
diangkat, tahan beberapa saat kemudian turunkan.
b. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP mekanik kronik : Pada keadaan
ini biasanya diberikan latihan penguatan dinding perut, otot gluteus maksimus dan
latihan peregangan untuk otot yang memendek, terutama otot punggung dan
hamstring. (1) Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan
fleksi. Dengan kekuatan otot perut, tekan pinggang hingga menempel dasar, kemudian
angkat pinggul ke atas sementara posisi pinggang tetap dipertahankan melekat pada
dasar. (2) Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi.
Dengan kedua tangan di dada, angkatlah kepala dan bahu hingga dagu menempel di
dada. (3) Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi.
Tarik salah satu lutut kearah perut sambil mengangkat kepala dan bahu, seolah-olah
hendak mencium lutut. Lakukan bergantian dengan tungkai satunya. Setelah itu
lakukan dengan kedua lutut sekaligus. (4) Berdiri membelakangi dinding dengan jarak
kurang lebih 15 cm dari dinding. Tekan pinggang kearah dinding hingga tidak lagi
ada celah antara pinggang dan dinding. Pada penderita yang tidak dapat melakukan
latihan karena nyeri hebat, dapat diberikan transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS) untuk mengontrol nyeri sampai penderita dapat melakukan latihan.
c. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena fraktur kompresi :
Penanganan secara konservatif (bila jenis fraktur stabil) meliputi tirah baring disusul
dengan korset selama 4-6 minggu. Pemberian kompres dingin dalam 24-48 jam
pertama, analgetik dan muscle relaxant dapat membantu penderita. Tindakan operatif
merupakan indikasi bila kedudukan fragmen fraktur jelek.
d. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena osteoporosis :
Penanganannya dengan pemasangan korset, pemanasan (IR), latihan.
e. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena keganasan : Korset dapat
diberikan sebagai penanganan terhadap fraktur patologik yang mungkin terjadi atau
instabilitas tulang belakang. Dalam mengurangi nyeri akibat kanker diperlukan
istirahat, pemberian analgetik, dan korset. Partisipasi dalam kegiatan fisik dan
dukungan psikologi, keluarga juga memperbaiki mental penderita.
f. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena Hernia Nukleus
Pulposus (HNP) : Penanganan untuk HNP mirip dengan LBP akut, yaitu manajemen
konservatif seperti tirah baring, analgetik, NSAID. Selain itu dapat juga diberikan
latihan peregangan, latihan penguatan, korset, modalitas. Tindakan operatif dilakukan
16
bila ditemukan defisit neurologik, terutama bila menetap dan progresif.
Modalitas Fisik
a. Terapi Panas
- Infra Red, mempunyai daya tembus yang superfisial, dapat memberikan rasa nyaman
karena dapat mempengaruhi hantaran perasaan sakit oleh serabut aferen.
- Microwave diathermy, prinsip pemanasan melalui elektromagnetik potensial. Daya
tembus dapat mencapai subkutis, lemak, dan otot.
- Shortwave Diathermy, prinsip pemanasan melalui potensial listrik.
- Ultrasound Diathermy, prinsip pemanasan dengan high frequency vibration, memiliki
daya tembus yang paling besar.
b. Terapi Dingin
Cold packs dan masase dengan balok es dapat digunakan sebagai terapi dingin.
c. Stimulasi Listrik (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Dapat digunakan pada LBP akut atau kronik untuk menurunkan rasa nyeri.
d. Massage
Efek yang timbul dalam pemberian massage adalah bersifat reflektoris dan mekanik.
e. Latihan
• Relaksasi, berbaring di alas yang kaku dengan punggung lurus dan lutut ditekuk. Atur
nafas dalam hitungan dua-dua. Kepalkan tangan lalu biarkan relaksasi, rasakan
menyebar dari lengan ke punggung.
• Pelvic tilt, tekan punggung ke bawah sehingga datar seluruhnya dan menempel dasar
selama 5-10 hitungan sebelum relaksasi kembali.
• Lutut ke dada, tarik lutut kiri bergantian dengan kanan ke dada dengan kedua tangan.
• William Flexion Exercise
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri atas 7 macam gerak
yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). William
flexion exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah selama
beberapa tahun untuk mengobati beragam problem nyeri pinggang bawah berdasarkan
temuan diagnosis. Dalam beberapa kasus, program latihan ini digunakan ketika
penyebab gangguan berasal dari facet joint (kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi
corpus dan diskus. Tn. William menjelaskan bahwa posisi posterior pelvic tilting
adalah penting untuk memperoleh hasil terbaik. Adapun tujuan dari william flexion
exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui
perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring,
untuk menigkatkan fleksibilitas/elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back
(sacrospinalis), serta untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja
antara group otot postural fleksor & ekstensor. 13
Terapi Okupasi
Terapi okupasi membantu meningkatkan kualitas hidup pasien LBP terutama yang
berkaitan tan dengan AKS dan pekerjaannya. Penanganan yang dapat diberikan antara lain
latihan AKS yang disesuaikan dengan pekerjaan atau keseharian penderita misalnya melatih
penderita mengangkat dan memindahkan barang-barang pekerjaannya dengan benar
sehingga tidak membebani punggung bawah, melatih penderita menyapu dan mengepel
lantai dengan tepat tanpa membebani punggung bawah, ataupun melatih pasien duduk
sambil menulis, mengetik, atau menyetir tanpa membuat punggung bawah membungkuk
berlebihan. Saat diberi latihan, penderita juga akan diingatkan kembali proper body
mechanism yang telah diberitahu saat edukasi.
Ortotik Prostetik
Tujuan ortosis dalam penanganan LBP adalah membatasi gerakan tulang belakang
dan memberikan support terhadap abdomen. Bagi penderita LBP, korset lumbosakral
memberikan cukup imobilisasi sehingga dapat mengurangi nyeri. Selain itu, korset ini akan
meningkatkan teknanan pada abdomen sehingga membuat beban pada otot-otot punggung
bawah berkurang. Pada penderita dengan herniasi diskus atau degeneratif, korset ini
membantu sekali mengurangi nyeri. Bila pada penderita LBP karena keganasan alat bantu
seperti walker dapat membantu ambulasi serta mengurangi nyeri. 16
2.6 Prognosis
Prognosis LBP akut (berlangsung dari 0 – 6 minggu) cukup baik, yaitu 60% penderita
biasanya kembali ke fungsinya semula dalam 1 bulan. Pada LBP sub-akut (berlangsung
antara 6 – 12 minggu) 90% penderita kembali ke fungsinya dalam 3 bulan, sedangkan
penderita LBP kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu / 3 bulan) sedikit kemungkinan
untuk membaik. 1
1.1 Etiologi
1) Lower crossed syndrome
2) Tegangnya otot punggung bawah
karena perbedaan ketebalan antara bagian depan dan belakang tulang belakang.
Kelainan ini dapat terjadi karena ketegangan otot tulang punggung.
3) Sikap tubuh yang buruk
sikap tubuh yang buruk, pembentukan tulang punggung yang kurang sempurna
sejak lahir, dan beberapa faktor lainnya. Penderita lordosis umumnya akan
merasakan sakit pada bagian punggung, kaki, serta perubahan di dalam
dan kantung kemih.
4) Achondroplastic
Profil dari Akondroplastik kurcaci mencerminkan kelainan pada bentuk tulang
belakang, terutama di daerah lumbosakral. Kelainan ini dan gejala yang dihasilkan
adalah sekunder dan dihindari daripada diwariskan dan tak terelakkan. Pemuatan
tulang belakang vertikal meningkat, ligamen biasa lemah dan tulang cacat
mempengaruhi tulang belakang untuk menghasilkan di bawah tekanan vertikal.
Anak-anak dan orang dewasa seragam memiliki kontraktur fleksi hip ; ini diduga
merupakan hasil dari lordosis lumbosakral yang tidak dikoreksi. Volume kanal
tulang belakang, dikurangi dengan stenosis tulang belakang dari achondroplasia,
menurun tambahan oleh lordosis; beberapa defisit neurologis dari achondroplasia
disebabkan oleh kelengkungan yang abnormal.
Pada penelitian lain dijelaskan tonjolan perut menonjol kearah anterior dan
posterior dari pantat yang cacat terlihat secara eksternal mencerminkan
lumbosakral hyperlordosis. Ketidakseimbangan dalam otot femoralis panggul
dapat menjelaskan posisi ini. Meskipun signifikansi klinis hyperlordosis, perawatan
bedah yang belum baik dijelaskan. Pemanjangan femoralis mengakibatkan
peningkatan hyperlordosis lumbosakral yang jelas, meskipun sudut lordosis lumbal
tidak berubah secara signifikan. Perubahan sakrum miring memberikan penjelasan
untuk peningkatan hyperlordosis kosmetik diamati pada pasien yang memiliki
pemanjangan femoral.
5) Discitis
Lumbar berlebihan pada lordosis dapat dijelaskan oleh anatomi tulang: kolom
vertebral tidak lurus tetapi memiliki depan cekung di dada dan atas vertebra
lumbalis dan lordosis di lumbal yang lebih rendah wilayah. Diskus intervertebralis
memiliki dua komponen, anulus fibrosis dan nukleus pulposus. Jika ada
peradangan pada nukleus pulposus kemudian jelas kompresi jaringan lembut ini
oleh badan vertebra yang berdekatan dapat menyebabkan rasa sakit. Meningkat di
lordosis normal, misalnya, adaptasi lutut ke posisi dada mengurangi beberapa
tekanan pada disk meradang dengan memperluas disk ruang. Penurunan lordosis
lumbal, kyphosis, dan scoliosis adalah temuan kurang umum.
6) Umur
Pendapat umumnya dipegang adalah bahwa lumbal lordosis 'rata' keluar dengan
masalah tulang belakang dan berikutnya berkaitan dengan usia perubahan
degeneratif. Namun, kebanyakan studi tidak menemukan hubungan antara usia dan
lordosis. Penelitian lain menyatakan bahwa lordosis lumbal meningkat dengan
umur atau menurun setelah dekade keenam. Pada sisi lain, tidak ditemukan antara
usia dan wedging tubuh vertebra dan cakram intervertebralis. bukti-bukti yang ada,
oleh karena itu, tidak mendukung pendapat umum dari lordosis meratakan dengan
usia. Namun, pertanyaan tentang sudut lumbal lordosis berubah dengan usia ini
tidak sepenuhnya diselesaikan dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memahami efek usia di sudut lordosis.
7) Jenis kelamin
Satu studi yang dievaluasi lordosis dalam posisi telentang sedangkan lain
digunakan berdiri lateral X-Ray, untuk menunjukkan bahwa sudut lumbal lordosis
tidak berbeda antara jenis kelamin. Tidak ditemukan perbedaan lordosis lumbal
antara pria dan wanita sampai usia menengah. Namun, studi lain menemukan
bahwa perempuan memiliki lordosis secara signifikan lebih besar sudut (2 –5)
daripada laki-laki karena untuk ukuran pantat mereka lebih besar.
8) Tinggi dan berat badan
Kebanyakan peneliti setuju bahwa obesitas, terutama pusat obesitas (perut),
meningkatkan sudut lordosis. Murrie et al. menemukan lordosis lumbal yang
secara signifikan lebih besar pada individu dengan indeks massa tubuh yang tinggi
(BMI). Guo et al. menemukan bahwa BMI melebihi 24 kg / m2 mungkin
meningkatkan sudut lumbal lordosis.
9) Olahraga
Waktu pelatihan kumulatif yang lebih besar. Telah dilaporkan bahwa berlari
dikaitkan dengan peningkatan lordosis lumbal dan anterior panggul. Beberapa
peneliti telah meneliti hubungan antara lordosis dan olahraga. Pada sampel 2.270
anak 8 sampai 18 tahun, menemukan bahwa atlet memiliki sudut lordosis lebih
besar daripada non athletes, sudut lordosis besar itu terkait dengan waktu pelatihan
kumulatif lebih besar. Sifat hubungan antara aktivitas olahraga dan pengembangan
sudut lordosis tidak diketahui sepenuhnya. Uetake dan Ohtsuki memeriksa sudut
lordosis pada atlet menurut olahraga mereka dan menemukan bahwa jarak jauh
pelari dan pelari menunjukkan lebih besar dari rata-rata lordosis sudut; Rugby dan
pemain sepak bola yang menunjukkan rata-rata lordosis sudut, dan perenang dan
pembangun tubuh menunjukkan lebih rendah daripada rata-rata lordosis sudut.
Telah dilaporkan bahwa berjalan terkait dengan peningkatan lumbal lordosis dan
anterior panggul tilt. Wodecki et al. menemukan lordosis lumbal peningkatan
dalam sepak bola pemain. Forster et al. menemukan sudut lordosis tinggi dalam
Laki-laki kemampuan tinggi batu pendaki, sedangkan Nilsson et al. dilaporkan
kurang menonjol lordosis di penari balet.
10) Lumbal lordosis dan degenerasi tulang belakang
Sejumlah penelitian telah dievaluasi Asosiasi antara lumbal lordosis dan fitur
degenerasi tulang belakang. Kebanyakan peneliti setuju bahwa lumbalis sudut
lordosis positif dan secara signifikan terkait dengan spondylolysis dan isthmic
spondylolisthesis. Sudut lordosis yang lebih besar dianggap faktor risiko untuk
1.3 Patofisiologi
Kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan pada saat
pertumbuhan di dalam janin dapat memicu terjadinya lordosis, Diskus intervertebralis
akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus
terutama tersusun atas fibrokartiago dnegan matriks gelatinus. Pada lansia akan
menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4 – L5 dan
L5- S1 dapat menderita stess mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat
apabila didukung oleh kesalahan aktivitas dan cara duduk yang salah. Penonjolan faset
dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis,
yang dapat menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut. (Brunner and
Suddarth, 2002)
Posisi duduk yang salah dapat menyebabkan pertumbuhan dan posisi tulang
individu mengalami kelainan. Kelainan tulang ini disebabkan oleh kebiasaan duduk
yang salah. Lordosis ini paling sering terlewatkan diantara ketiga bentuk kelainan
tulang punggung. Bahkan lordosis ringan cenderung memberikan penampilan gagah.
Namun penderita lordosis ini akan sering mengalami sakit pinggang. (Price &
Wilson,2005).
Pada dasarnya keadaan patologis pada penderita lordosis adalah diawali dari
etiologi yang mendukung: Lower crossed syndrome, Tegangnya otot punggung bawah
karena perbedaan ketebalan antara bagian depan dan belakang tulang belakang, Sikap
tubuh yang buruk yang menyebabkan pembentukan tulang punggung yang kurang
sempurna sejak lahir, Achondroplastic dengan kelainan pada bentuk tulang belakang,
terutama di daerah lumbosakral, Discitis: kolom vertebral tidak lurus tetapi memiliki
depan cekung di dada dan atas vertebra lumbalis dan lordosis di lumbal
yang lebih rendah wilayah, Umur yang berkaitan dengan degenerative
tulang, jenis kelamin: perempuan memiliki lordosis secara signifikan
lebih besar sudut (2 –5) daripada laki- laki karena untuk ukuran pantat
mereka lebih besar, Tinggi dan berat badan:bahwa BMI melebihi 24 kg /
m2 mungkin meningkatkan sudut lumbal lordosis, Olahraga: Waktu
pelatihan kumulatif yang lebih besar, olah raga dengan peningkatan
lumbal lordosis dan kemiringan anterior panggul, Lumbal lordosis dan
degenerasi tulang belakang, Kehamilan multipara dengan intensitas yang
sering, Etnis Afrika-Amerika memiliki lordosis lebih besar dari ras
Kaukasia didasarkan pada peningkatan lordosis jelas karenapantat yang
lebih menonjol, High Heeled Shoes: Penggunaan jangka panjang sepatu
hak tinggi (>8cm). Dimana semua etiologi dari lordosis diatas akan
mengarahkan pada keadaan bergesernya sudut lumbal sebagai
kompensasi dalam mempertahankan tegaknya tubuh. Sehingga dengan
kompensasi tersebut akan membuat tulang beradaptasi dalam menopang
tubuh dengan menambah sudut kemiringin dari lumbal.
1.4 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan lordosis adalah menghentikan semakin
membengkoknya tulang belakang dan mencegah deformitas (kelainan
bentuk). Penatalaksanaan lordosis tergantung pada penyebab lordosis.
Latihan untuk memperbaiki sikap tubuh dapat dilakukan jika lordosis
disebabkan oleh kelainan sikap tubuh. Penatalaksaan secara terapis dapat
dilakukan dengan latihan peregangan spinal berdasarkan penyebab.
Lordosis yang terjadi akibat gangguan paha harus diobati bersama
dengan gangguan paha tersebut. (Gibson, 2005)
Sebagian besar waktu, lordosis tidak diobati apabila punggung
yang mengalamilordosis fleksibel. Hal ini tidak membahayakan jiwa atau
menyebabkan masalah. (Benjamin et al,2014)
1.5.1 Basic Treatment Lordosis
28
29
1.6 Komplikasi
a. Cidera neurologis (4-5%)
b. Kebocoran cerebrospinal (samapai 7,4%)
c. Pseudoarthrosis (10-22%)
d. Koreksi yang inadekuat (5-11%).(Elsevier, 2007)
31
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. K.R
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : islam
Alamat : waena
No. RM : 188702
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama
Nyeri punggung bagian bawah.
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri punggung bawah mulai dirasakan sejak pasien
terjatuh di dalam kamar mandi ± 4 tahun yang lalu. Pasien mengaku terjatuh
di dalam kamar mandi dengan posisi terduduk. Saat nyeri timbul, pasien
beristirahat dan minum obat anti nyeri seperti asam mefenamat dan nyeri
dapat teratasi. 4 bulan terakhir, nyeri punggung bagian bawah dirasakan
pasien semakin memberat dan tidak berkurang saat pasien minum obat anti
nyeri asam mefenamat. Nyeri dirasakan seperti tertindih benda berat pada
punggung bagian bawah dan Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien mengaku
nyeri semakin memberat apabila pasien sedang bekerja, seperti mencuci
piring, menyapu, mengangkat barang, dan duduk dalam posisi yang sama
dalam waktu yang lama. Terkadang hingga pasien kesulitan berjalan dan
membungkukkan badan karena nyeri hebat. Nyeri akan berkurang apabila
pasien tidak melakukan aktivitas yang berat dan berbaring. Tidak ada keluhan
nyeri menjalar hingga ke kaki. Tidak ada kram dan kesemutan. Tidak ada
kelemahaan anggota gerak. Tidak ada keluhan buang besar dan buang air
kecil.
3.2.3 Riwayat penyakit Dahulu
Hipertensi, Penyakit Jantung, Hiperkolesterolemia, Diabetes Melitus
disangkal
32
Status Motorik
Ekstremitas Inferior
Status Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan 5 5
Atrofi - -
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Tes Provokasi
Barthel Indeks
3= mandiri
Mobilitas 0 = immobile (tidak mampu) 3
1 = mengunakan kursi roda
2 = belajar dengan bantuan 1 orang
3= mandiri meskipun menggunakan alat
bantu seperti tongkat
Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 2
1 = membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Total 19
3.5 Diagnosis
1. Diagnosis Klinis : Low back pain ec hiperlordosis
2. Diagnosis Fungsional :
1. Impairment : berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang terdapat kelainan struktur anatomi pada
tulang Vertebra daerah Lumbosacral yang di duga disebabkan oleh
trauma akibat jatuh di kamar mandi yang di alami pasien.
2. Disability: terdapat keterbatasan kemampuan, pasien dalam
melakukan kegiatan yang dianggap normal, akibat impairment.
36
2.8 Prognosis
LBP jarang sekali mengancam nyawa, tetapi dapat sangat mengganggu
kualitas hidup. Setelah 1 bulan pengobatan, 35% pasien dilaporkan
membaik, dan 85% pasien membaik setelah 3 bulan. Dilaporkan tingkat
kekumatan LBP mencapai 62% pada tahun pertama. Setelah tahun kedua,
80% pasien setidaknya mengalami satu kali kekumatan.
Lebih dari sepertiga pasien dengan nyeri kronis sembuh dalam 12
bulan. Prognosisnya kurang menguntungkan bagi mereka yang memiliki
kecacatan yang tinggi atau intensitas nyeri yang tinggi, memiliki
pendidikan yang rendah.
BAB IV
PEMBAHASAN
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
sampai lumbosakral. Nyeri bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian
atas dan pangkal paha. Low back pain (LBP) merupakan salah satu gangguan
musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.
Hiperlordosis merupakan keadaan kelengkunganyang berlebihan dari lumbar tulang
belakang dengan kemiringan berlebih panggul anterior
Pada kasus ini berdasarkan anamnesa di dapatkan Pasien mengeluhkan nyeri
punggung bawah mulai dirasakan sejak pasien terjatuh di kamar mandi ± 3 tahun
yang lalu. Pasien mengaku jatuh dengan posisi terduduk. Pasien juga merasa
kekakuan sendi, ada keluhan nyeri menjalar dari pinggang hingga ke bokong.
Tidak ada kram dan kesemutan. Tidak ada kelemahaan anggota gerak. Tidak ada
keluhan buang besar dan buang air kecil. Selain itu, proses degenerasi progresif
diskus intervertebra dapat menimbulkan nyeri yang bersumber dari osteoartritis
dan radikulitis.
Pada Kasus ini berdasarkan pemeriksaan Penunjang dilakukan pemeriksaan
radiologi didapatkan peregangan pada Lumbal L4-L5 dan L5-S1. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa Hiperlordosis merupakan keadaan kelengkungan yang
berlebihan dari lumbal tulang belakang dengan kemiringan berlebih pada panggul
anterior. Diskus lumbal bawah, L4 – L5 dan L5- S1 dapat menderita stess mekanis
paling berat dan perubahan degenerasi terberat apabila didukung oleh kesalahan
aktivitas.
Pada kasus ini diberikan modalitas fisik seperti stimulasi listrik,dan latihan
gentle stretching lumbosacral. Hal ini sesuai dengan teori bahwa modalitas fisik
pada pasien low back pain dapat diberikan terapi stimulasi listrik (Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation) dapat digunakan pada LBP akut atau kronik untuk
menurunkan rasa nyeri. Tujuan pemberian TENS antara lain: memelihara fisiologis
otot dan mencegah atrofi otot. Selain itu, dilakukan latihan gentle stretching
lumbosacral, latihan yang di gunakan untuk mengurangi nyeri punggung dengan
38
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah,
dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.
Sedangkan Hiperlordosis merupakan keadaan kelengkungan yang
berlebihan dari lumbar tulang belakang dengan kemiringan berlebih
panggul anterior
2. Penatalaksanaan LBP dapat diberikan stimulasi listrik, dan latihan gentle
stretching lumbosacral.
3. Prognosis LBP jarang sekali mengancam nyawa, tetapi sangat
mengganggu kualitas hidup. Prognosisnya kurang menguntungkan bagi
mereka yang memiliki kecacatan yang tinggi atau intensitas nyeri yang
tinggi, memiliki pendidikan yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwili I. Hubungan beban kerja perawat terhadap angka kejadian LBP (Low
Back Pain). [Journal] 2015 ;5:25-33
2. Anonim. Low back pain. Diakses tanggal 18 November 2019.. Diunduh dari:
http://www.repository.usu.ac.id
3. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik,
Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A,
Purba JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.
4. Nice Clinical Guideline 88. Early management of persistent non-specific
lowback pain. Nice National Institute for Health and care Excellence. 2009.
5. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009: 256-267.
6. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam
Adams and Victor’s: Principles of Neurology. Eight Edition. New York:
McGraw-Hill, 2005.
7. Anonim. Anatomi dan fisiologi tulang belakang. Diakses tanggal 7 November
2020. Diunduh dari: http://rsop.co.id/orthopaedi/anatomi-dan-fisiologi-
tulang-belakang-bagian-1
8. Anonim. Struktur tulang belakang, sakit pinggang dan skiatika. Diakses
tanggal 7 November 2020. Diunduh dari: http://ortotik-
prostetik.blogspot.com/2013/07/struktur-tulang-belakang-sakit-
pinggang.html
9. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York: McGraw-
Hill, 2008.
10. Van der Linden S, Ankylosing Spondylitis. In: Kelly W, Harris ED,Ruddy S,
Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. 5th ed,Philadelphia-London-
Toronto-Sydney-Tokyo : WB Saunders Co 1997; pp : 969-82
11. Bratton, Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain.
The American academy of family physician. November 15, 1999 [Accesed
18 Mei 2016]
41
42
12. Waddel. G, A.K.Burton. Occupational Health Guideline for The Management Low Back
Pain at Work Evidence Review. Occup Med vol.51no. 2 pp 124 – 135. Oxford University
Press. Great Britain. 2001
13. Bener et al. Obesity and Low Back Pain.Coll. Antropol, 2003, 27: 95-104.
14. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam : Meliala L, Suryamiharja A,
Purba JS, Sadeli HA., editor. Nyeri Punggung Bawah. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI. 2003.
15. Red Flags-Low Back Pain. Diakses tanggal 7 November 2020. Diunduh dari
:https://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0003/212889/Red_Flags.pdf
16. Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2018. Rehabilitasi Medik pada Low Back
Pain. Diakses tanggal 7 November 2020. Diunduh dari: http://www.yankes. kemkes.
go.id/read-rehabilitasi-mediak-pada-low-back-pain-3952.html