Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

LOW BACK PAIN ET CAUSA HIPERLORDOSIS


Diajukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Periode 09 januari 2023 – 21 januari 2023

Oleh:

Achmad Istiyono 2021086016508


Ade Indra Setiawan 2021081016029
Febriani Sophie Kayoi 2021086016001

Pembimbing:

dr. Rini L. Ansanay, Sp.KFR


dr. Octaviany Hidemi, Sp.KFR

SMF REHABILITASI MEDIK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Low back pain merupakan gejala yang paling sering timbul di masyarakat kita.
Sekitar 60-80% dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling tidak satu
periode nyeri punggung bawah selama hidupnya tanpa mengenal perbedaan umur dan
jenis kelamin.1
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
sampai lumbosakral. Nyeri bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas
dan pangkal paha. Low back pain (LBP) merupakan salah satu gangguan
musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Gejala yang
dirasakan pada penderita low back pain bermacam-macam seperti nyeri rasa terbakar,
nyeri tertusuk, hingga kelemahan pada tungkai. Low back pain dapat menyebabkan
penderita mengalami suatu disabilitas atau keterbatasan fungsional dalam menjalani
aktivitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja terutama dalam usia produktif.2
Di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 15% orang dewasa mengeluh nyeri
punggung bagian bawah atau nyeri yang bertahan hampir dua minggu. Nyeri punggung
bagian bawah telah diidentifikasi oleh Pan American Health Organization (PAHO) di
antara tiga masalah kesehatan pekerjaan yang dikenal pasti oleh World Health
Organization (WHO). Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk mengeluh nyeri
punggung bagian bawah.2
Di Indonesia prevalensi low back pain belum diketahui secara pasti, berdasarkan
penelitian di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia pada bulan Mei 2002 jumlah
penderita nyeri sebanyak 4.456 orang (25% dari total kunjungan), dimana 1.589 orang
(35,86%) diantaranya adalah penderita low back pain.2
Gejala yang dialami biasanya berupa nyeri di punggung ataupun di sekitar
ektremitas bawah yang biasanya bersifat terus-menerus ataupun hanya timbul pada
posisi tertentu serta juga sering diikuti dengan kekakuan dan keterbatasan dalam
melakukan gerakan. Nyeri punggung bawah atau low back pain dapat disebabkan oleh
banyak kondisi. Faktor yang sering adalah penuaan, trauma, infeksi, ataupun tumor. 1
Penyebab Low Back Pain bermacam-macam salah satunya adalah hiperlordosis
dimana nyeri punggung bawah terjadi akibat adanya peningkatan kemiringan anterior
panggul menyebabkan peningkatan fleksi sendi pinggul. Lutut bisa dalam hiperekstensi
dan, karena posisi lutut ini, fleksi plantar kaki terjadi

1
Ada peningkatan pengakuan akan pentingnya (fungsional dan klinis) lordosis
lumbal. Ini adalah fitur utama dalam menjaga keseimbangan sagital. Disposisi sagital di
luar rentang normal mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional dan persepsi
kualitas hidup. Selain itu, ketidaksejajaran tulang belakang dikaitkan dengan gaya
berjalan yang lambat, keseimbangan yang buruk, dan risiko jatuh yang lebih tinggi.

Orang dengan nyeri punggung bawah telah mengurangi ROM lumbal dan
proprioception. Otot penstabil mereka bekerja lebih lambat dibandingkan dengan orang
tanpa LBP. Biasanya otot penstabil diaktifkan sebelum gerakan dimulai, tetapi pada
orang dengan nyeri punggung bawah, kontraksi ini tertunda.bahwa Lordosis merupakan
keadaan kelengkunganyang berlebihan dari lumbar tulang belakang dengan kemiringan
berlebih panggul anterior. Dalam kondisi ini, berat badan dipindahkan berdasarkan kuat,
luas, posisi yang mendukung badan vertebra ke lengkungan yang lebih halus, dan pada
saat yang sama, proses spinosus bergerak lebih dekat dari biasanya satu sama lain.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat menyerupai
nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga
terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP atau nyeri punggung bawah
termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari
mobilisasi yang salah. 1
Berdasarkan onset, LBP dikategorikan atas akut, subakut dan kronis. LBP akut terjadi di
bawah 6 minggu, LBP subakut apabila nyeri menetap salama 6-12 minggu awitan,
sedangkan LBP kronis bila nyeri dalam satu serangan menetap lebih dari 12 minggu.
Sedangkan pendapat lain menyatakan LBP didefinisikan sebagai kronis bila kejadian LBP
berlanjut lebih dari 3 bulan, karena sebagian besar jaringan ikat yang normal akan
mengalami penyembuhan dalam 6-12 minggu, kecuali ketidakstabilan patoanatomik
tersebut berlanjut. 2
Spondylosis lumbosacral merupakan penyakit degeneratif yang terjadi pada bagian
korpus vertebra atau diskus intervertebralis sehingga dapat mengakibatkan iritasi atau
peradangan pada persendian sehingga termasuk ke dalam kelompok Osteoartritis yang
menyebabkan perubahan degeneratif pada intervertebra joint dan apophyseal joint (facet
joint), perubahan degeneratif pada lumbal dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan
simptomatik (muncul gejala/keluhan) dengan gejala yang sering muncul ialah nyeri
punggung, spasme otot, dan keterbatasan gerak. 3

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Untuk dapat memahami bagaimana rasa nyeri timbul pada low back pain maka harus
dipahami anatomi dan fisiologi tulang belakang pada umumnya dan tulang lumbosakral
pada khususnya. 4
1. Kolumna vertebralis
Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari:
a. Segmen anterior, yang berfungsi sebagai penyangga beban, dibentuk oleh korpus
vertebra yang dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh diskus intervertebra.
Struktur ini masih diperkuat oleh ligamen longitudinal posterior dan ligamen
longitudinal anterior. Ligamen longitudinal posterior mempunyai arti penting dalam
patofisiologi penyakit justru karena bentuknya yang unik. Sejak dari oksiput, ligamen
ini menutup seluruh permukaan belakang diskus intervertebra. Mulai L1 ligamen ini
menyempit, hingga pada daerah L5-S1 lebar ligamen hanya tinggal separuh asalnya.
Dengan demikian pada daerah ini terdapat daerah lemah, yakni bagian posterolateral
kanan dan kiri diskus intervertebra, daerah tak terlindung oleh ligamen longitudinal
posterior. Akan nyata terlihat, bahwa tingkat L5-S1 merupakan daerah paling rawan.
4

Gambar 1. Segmen Anterior Kolumna Vertebrata 5

b. Segmen posterior, bagian ini dibentuk oleh arkus, prosesus transversus dan prosesus
spinosus. Satu dengan yang lainya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan
diperkuat oleh ligamen serta otot. Ditinjau dari sudut kinetika tubuh (di luar kepala
dan leher), maka akan tampak bahwa gerakan yang paling banyak dilakukan tubuh
ialah fleksi, kemudian ekstensi. Dalam kenyataannya gerakan fleksi-ekstensi
merupakan tugas persendian daerah lumbal dengan pusat sendi L5-S1. Hal ini
dimungkinkan oleh bentuk dan letak bidang sendi yang sagital. Lain halnya dengan
bidang sendi daerah torakal yang terletak frontal, bidang sendi ini hanya
memungkinkan gerakan rotasi dan sedikit latero-fleksi. 4
Gambar 2. Segmen Anterior dan Posterior Columna Vertebralis 5

2. Diskus Intervertebra
Struktur lain yang tidak kalah penting peranannya dalam persoalan low back pain
adalah diskus intervertebra. Di samping berfungsi sebagai penyangga beban, diskus
intervertebra berfungsi pula sebagai peredam kejut. Diskus intervertebra dibentuk oleh
anulus fibrosus yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk
struktur mirip gentong. Tepi atas dan bawah gentong melekat pada “end plate” vertebra
sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi nukleus
pulposus suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak mengandung air. Menjelang
usia dekade kedua, mulailah terjadi perubahan-perubahan, baik menyangkut nukleus
pulposus maupun anulus fibrosus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik terputus,
sebagian rusak, dan sebagian diganti jaringan ikat. Proses ini akan berlangsung secara
kontinu hingga dalam anulus terbentuk rongga-rongga. 4

Gambar 3. Diskus Intervertebra 6


2.3 Epidemiologi
Low Back Pain merupakan suatu sindrom yang mempunyai dampak sangat luas tidak
hanya bagi penderita itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungan kerja dan lingkungan sosialnya.
Bagi penderita selain rasa nyeri dan kecacatan yang mungkin timbul, juga dapat
mengakibatkan terganggunya karier kerja, bahkan kehilangan pekerjaan. Bagi lingkungan
kerja, dapat mengakibatkan penurunan produktifitas kerja.
Prevalensi LBP di Indonesia sebesar 18%. Prevalensi LBP meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia dan paling sering terjadi pada usia dekade tengah dan awal dekade
empat. Penyebab LBP sebagian besar (85%) adalah nonspesifik, akibat kelainan pada
jaringan lunak, berupa cedera otot, ligamen, spasme atau keletihan otot. Penyebab lain yang
serius adalah spesifik antara lain, fraktur vertebra, infeksi dan tumor. 8
2.4 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, Low Back Pain dibagi dalam 4 kelompok : 7
1. LBP oleh faktor mekanik (berdasarkan kelainan muskuloskeletal)
a. Mekanik akut : biasanya timbul bila tubuh melakukan gerakan mendadak, melakukan
gerakan melampaui batas kemampuan sendi dan otot (range of motion) atau
melakukan sesuatu untuk jangka waktu lama.
b. Mekanik kronik (menahun) : disebabkan oleh sikap tubuh yang jelek (membungkuk
ke depan, kepala menunduk, perut membuncit dan dada kempes mendatar). Sikap
tubuh yang demikian mendorong Titik Berat Badan (TBB) tergeser ke arah depan.
2. LBP oleh faktor organik (proses patologik primer berada di tulang vertebra, diskus
intervertebra atau dalam kanalis spinal) :
a. Osteogenik : radang, trauma (fraktur, osteoporosis), keganasan, kongenital.
b. Diskogenik : spondilosis (proses degenerasi progresif diskus intervertebra dan
menimbulkan nyeri yang bersumber dari osteoartritis dan radikulitis jebakan), Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) yang terbagi menjadi hernia posterosentral (penekanan
ligamen longitudinal posterior) dan hernia posterolateral yang mungkin melibatkan
radix, spondilitis ankilosa (dimulai dari sendi sakroiliaka, lalu menjalar ke atas daerah
leher).
c. Neurogenik : neoplasma, arakhnoiditis, stenosis kanal (akibat proses degenerasi,
timbul penyempitan kanal spinal).
3. Nyeri rujukan
4. Nyeri psikogenik
2.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
a. LBP Traumatik. Kondisi ini biasanya terjadi karena trauma yang terjadi pada area
punggung bawah. Manifestasinya antara lain fraktur kompresi dan spondilolistesis
(pergeseran korpus vertebra). Fraktur kompresi biasanya terjadi akibat jatuh dari
ketinggian. Meski demikian, fraktur kompresi juga bisa terjadi pada kondisi tulang
belakang yang patologik seperti pada kasus osteoporotik dan metastase kanker ke tulang.
Pada LBP jenis ini, nyeri biasanya muncul seketika setelah fraktur dan sering terlokalisir.
Gejala lainnya antara lain spasme otot dan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) tulang
belakang.
b. LBP Akibat Proses Degeneratif. Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakral dapat
terjadi pada korpus vertebra beserta arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang
menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan lainnya. Dulu proses
degeneratif ini dikenal sebagai osteoartrosis, tetapi kini dinamakan spondilosis. Pada
LBP jenis ini, penderita sering mengeluh nyeri punggung bawah yang bertambah hebat
bila bergerak dan seringkali berhubungan dengan kekakuan atau keterbatasan LGS.
c. LBP Akibat Penyakit Inflamasi. Kondisi ini sering dijumpai pada orang muda antara usia
25 sampai 45 tahun. Salah satu penyebabnya adalah rematoid artritis. Kondisi ini sering
timbul sebagai penyakit inflamasi akut di mana persendian keempat anggota gerak
(terutama jari-jari tangan dan kaki) dapat terkena secara serentak atau dengan selisih
waktu beberapa hari atau minggu. Selain itu, kondisi ini bisa juga menyerang tulang
belakang baik cervical maupun lumbal. Apabila seseorang mengalami sakit punggung
bawah berupa sindroma poliartritis yang memperlihatkan ciri bilateral, maka sangat
mungkin LBP ini disebabkan oleh rematoid artritis.
d. LBP Metabolik, seperti osteoporosis dan Paget’s disease. Sakit punggung bawah pada
orang tua terutama wanita sering disebabkan oleh osteoporosis. Biasanya penderita
merasa pegal, nyeri tajam atau dapat juga mengalami nyeri radikuler. Komplikasi
osteoporosis tulang belakang antara lain fraktur kompresi yang biasanya terjadi pada T12
dan L1. Paget’s disease merupakan penyakit yang ditandai dengan gangguan fokal pada
arsitektur tulang berkaitan dengan meningkatnya aktivitas osteoblastik secara abnormal.
Penyakit ini sering terjadi pada orang tua.
e. LBP Akibat Neoplasma, baik tumor benigna maupun maligna yang bersarang di vertebra
lumbosakral. Nyeri punggung merupakan gejala neurologis tersering pada penderita
dengan kanker sistemik dan biasanya berkaitan dengan metastase vertebra. Nyeri
biasanya konstan, tidak berkurang saat istirahat dan bertambah parah saat malam hari.
f. LBP Akibat Kelainan Kongenital. Anomali kongenital seperti spina bifida dan skoliosis
dapat menyebabkan LBP. Meski demikian, seringkali LBP jenis ini disertai faktor
lainnya yaitu sikap tubuh yang salah dalam melakukan aktivitas serta gangguan pada otot
abdominal dan paraspinal. Biasanya penderita mengeluh nyeri punggung bawah yang
tidak begitu jelas atau difus saat duduk dalam waktu lama, atau saat berdiri. Nyeri akan
berkurang saat istirahat.
g. LBP Akibat Infeksi, seperti spondilitis vertebralis, infeksi diskus intervetebralis, abses
epidural. Spondilitis vertebralis biasanya disebabkan oleh staphylococcus, tetapi
Mycobacterium tuberculosis juga bisa bertanggung jawab pada kasus seperti Pott’s
disease. Umumnya nyeri punggung bawah bertambah hebat saat melakukan gerakan dan
berkurang saat istirahat. Demam dan lekositosis dapat ditemukan pada penderita.
Sementara itu, nyeri punggung bawah pada abses epidural memiliki gejala yang hampir
serupa yaitu nyeri yang bertambah hebat dengan gerakan atau palpasi, dan disertai
demam.
h. LBP mekanik. Jenis LBP ini terjadi akibat kelainan muskuloskeletal, seperti strain
lumbal, ataupun karena postur tubuh yang abnormal, misalnya pada kehamilan. Nyeri
biasanya terbatas pada punggung bawah dan tidak menyebar ke bokong atau kaki. Nyeri
akan bertambah hebat bila membungkuk, mengangkat barang berat, ataupun duduk
dalam waktu lama. Kondisi ini sering dikaitkan dengan spasme otot yang biasanya
bermasalah pada otot paraspinal. LBP mekanik tidak secara jelas digambarkan sebagai
suatu lesi anatomi spesifik.
i. LBP Viserogenik. Pada LBP jenis ini terdapat gangguan pada saluran genitourinaria atau
gangguan di retroperitoneal. Penyakit-penyakit di thorax, abdomen atau pelvis dapat
menjalarkan nyeri ke arah tulang belakang. Penyakit abdominal atas biasanya
menyebabkan nyeri ke regio thorax bawah dan lumbal atas (T8 sampai L1-L2). Penyakit
abdominal bawah menyebabkan nyeri ke regio lumbal (L2-L4) dan penyakit pelvis
menyebabkan nyeri ke regio sakral. Tanda lokal (nyeri dengan palpasi tulang belakang,
spasme otot paraspinal) tidak ada, dan nyeri tidak berhubungan dengan gerakan normal
tulang belakang.
j. LBP Akibat Gangguan Vaskuler, seperti stagnasi peredaran darah vena pada kehamilan.
Sekitar 50% - 90% wanita hamil mengalami LBP. Prevalensi LBP selama kehamilan
meningkat 5% setiap pertambahan usia 5 tahun dari usia wanita hamil. Selain usia, faktor
lain seperti pekerjaan berat, merokok, dan riwayat LBP sebelumnya merupakan faktor
risiko terjadinya LBP vaskuler. Gejalanya berupa nyeri punggung bawah pada malam
hari yang muncul setelah berbaring 1-2 jam.
k. LBP Psikogenik. Jenis LBP ini merupakan kompensasi neurosis, histeris atau terlalu
banyak mengeluh walaupun tidak dilanda penyakit apapun, kecemasan atau depresi.
l. LBP Pasca Operasi Punggung Bawah. Nyeri terus menerus setelah operasi tulang
belakang sering terjadi, dan diagnosis ini diberikan kepada penderita di mana tidak ada
penyakit lain yang mungkin teridentifikasi. Nyeri terasa terus menerus terutama pada
saat aktivitas. 8

2.1 Patofisiologi
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas
banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu
sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi
punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibelitas sementara disisi lain tetap dapat
memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan
tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang
tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat
penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan
struktur pendukung ini.
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot
tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada
saat facet joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua
permukaan facet joint menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya
menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur,
masalah struktur, dan perengangan berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri
punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matrik gelatinus.
Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.
Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress mekanis paling berat dan
perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset akan mengakibatkan penekanan pada akar
saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf
tersebut. 10
2.2 Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya Nyeri Punggung Bawah :
1. Lifestyle seperti pengguna tembakau, kurangnya latihan atau olahraga dan juga inadekuat
nutrisi yang dapat mempengaruhi kesehatan diskus
2. Usia, perubahan biokimia yang natural menyebabkan diskus menjadi lebih kering yang
akhirnya menyebabkan kekakuan atau elastisitas dari diskus
3. Postur tubuh yang tidak proporsional yang dikombinasikan dengan mekanisme gerak
tubuh yang tidak benar dapat menyebabkan stres dari lumbal spine
4. Berat tubuh
5. Trauma.
Beberapa membagi faktor risiko menjadi :
1. Faktor risiko fisiologis : usia 20-50 tahun, kurangnya latihan fisik, postur tubuh yang
tidak anatomis, kegemukan, skoliosis berat (Kurvutura berat >80), HNP, spondilitis,
spinal stenosis, osteoporosis, merokok
2. Faktor risiko lingkungan : duduk terlalu lama, terlalu lama menerima getaran, terpelintir
3. Faktor risiko psikososial : ketidaknyamanan bekerja, depresi dan stres. 11

2.3 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis, serta pemeriksaan penunjang. 12
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan diagnosis Low Back Pain seawal mungkin, perlu adanya
anamnesis yang terarah yaitu:
Awitan
Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi
permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.

Lama dan frekuensi serangan


LBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.
Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.

Lokasi dan penyebaran


Kebanyakan LPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah
lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah
mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan
peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang
tetap.

Faktor yang memperberat / memperingan


Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas.
Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau
manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau
menetap jika berbaring.

Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya
dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana
yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya
merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan
rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak
menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan
tindakan operatif. Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode
tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya
berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar
episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti
membungkuk atau memungut barang yang ringan.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin
dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada
malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu
kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
Penyakit penyerta lain
Adakah keluhan nyeri di bagian tubuh lain, gangguan libido, jika penderita seorang
wanita ditanyakan adakah gangguan dalam siklus haid, atau memakai IUD
(kemungkinan inflamasi).

Riwayat penyakit yang dahulu dan keluarga


Diabetes Melitus, Hipertensi, penyakit jantung, hati, ginjal, paru, dan lain-lain. 13
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pada inspeksi yang peru diperhatikan :
- Kurvatura yag berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulasi, pelvis yang
miring atau asimetris, muskular paravertebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal
- Observasi punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak apakah ada hambatan
selama melakukan gerakan
- Pada saat penderita menanggalkan atau mengenakan pakaian, apakah ada gerakan
yang tidak wajar atau terbatas
- Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring dan bangun dari
berbaring
- Perlu dicari kemungkinan adanya atrofi otot, fasikulasi, pembengkakan, perubahan
warna kulit.
Palpasi dan perkusi
- Pada palpasi, terlebih dahulu diraba daerah yang sekitarnya paling ringan rasa
nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah yang terasa paliag nyeri.
- Ketika meraba kolumna vertebralis sejogjanya dicari kemungkinan adanya deviasi ke
lateral atau anterior – posterior.
Pemeriksaan Neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri pinggang
bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain.
1. Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu saraf
tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik dengan
menentukan batas-batasnya, dengan demikian segmen yang terganggu dapat
diketahui. Pemeriksaan sensorik ini meliputi pemeriksaan rasa rabaan, rasa sakit, rasa
suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi). Bila ada kelainan maka tentukanlah batasnya
sehingga dapat dipastikan dermatom mana yang terganggu.
2. Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana yang
terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka musculus
tibialis anterior akan menurun kekuatannya. Pemeriksaan yang dilakukan :
a. Kekuatan : fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari
lainnya dengan menyuruh penderita melakukan gerakan fleksi dan ekstensi,
sementara pemeriksaan menahan gerakan tadi.
b. Atrofi : perhatikan atrofi otot
c. Perlu perhatikan adanya fasikulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada
otot – otot tertentu.
3. Pemeriksaan refleks
Reflek tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor neuron
bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri punggung bawah yang
disebabkan HNP maka refleks tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau
menghilang.
- Refleks lutut/patela : lutut dalam posisi fleksi ( penderita dapat berbaring atau
duduk dengan tungkai menjuntai), tendo patla dipukul dengan palu refleks. Apabila
ada reaksi ekstensi tungkai bawah, maka refleks patela postitif. Pada HNP lateral
di L4-L5, refleksi ini negatif.
- Refleks tumit/achiles : penderita dalam posisi berbaring, lutut dalam posisi fleksi,
tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya, dan ujung kaki ditahan dalam posisi
dorsofleksi ringan, kemudian tendo achiles dipukul. Apabila terjadi gerakan
plantar fleksi maka refleks achiles positif. Pada HNP lateral L5-S1, refleksi ini
negatif.

4. Tes-tes yang lazim digunakan pada penderita low back pain


a. Tes lasegue (straight leg raising)
Tungkai difleksikan pada sendi coxa sedangkan sendi lutut tetap lurus. Saraf
ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri pinggang dikarenakan iritasi pasa saraf ini
maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat
sampai ujung kaki.
b. Crossed lasegue
Bila tes lasegue pada tungkai yang tidak sakit menyebabkan rasa nyeri pada
tungkai yang sakit maka dikatakan crossed lasegue positif. Artinya ada lesi pada
saraf ischiadicus atau akar-akar saraf yang membentuk saraf ini.
c. Tes kernig
Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi, setelah sendi coxa
90 derajat dicoba untuk meluruskan sendi lutut
d. Patrick sign (FABERE sign)
FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external, rotasi, extensi.
Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang satu diletakkan pada sendi
lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan pada sendi lutut
hingga terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada suatu
sebab yang non neurologik misalnya coxitis.
e. Chin chest maneuver
Fleksi pasif pada leher hingga dagu mengenai dada. Tindakan ini akan
mengakibatkan tertariknya myelum naik ke atas dalam canalis spinalis. Akibatnya
maka akar-akar saraf akan ikut tertarik ke atas juga, terutama yang berada di bagian
thorakal bawah dan lumbal atas. Jika terasa nyeri berarti ada gangguan pada akar-
akat saraf tersebut
f. Viets dan naffziger test
Penekanan vena jugularis dengan tangan (viets)atau dengan manset sebuah
alat ukur tekanan darah hingga 40 mmhg(naffziger)

g. Ober’s sign
Penderita tidur miring ke satu sisi. Tungkai pada sisi tersebut dalam posisi
fleksi. Tungkai lainnya di abduksikan dan diluruskan lalu secara mendadak dilepas.
Dalam keadaan normal tungkai ini akan cepat turun atau jatuh ke bawah. Bila
terdapat kontraktur dari fascia lata pada sisi tersebut maka tungkainya akan jatuh
lambat.

h. Neri’s sign
Penderita berdiri lurus. Bila diminta untuk membungkuk ke depan akan
terjadi fleksi pada sendi lutut sisi yang sakit.
i. Percobaan Perspirasi
Percobaan ini untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan saraf
autonom, dan dapat pula untuk menunjukkan lokasi kelainan yang ada yaitu sesuai
dengan radiks atau saraf spinal yang terkena. 13
Pemeriksaan Non Neurologik Pada Sindrom Nyeri Punggung Bawah
1. Pemeriksaan rectal
Pertimbangkan adanya gangguan karsinoma prostate yang mungkin akan
menimbulkan nyeri bila sudah metastase tulang, piriformis sindrom, penyakit urilogik
atau ginekologik yang berada di panggul
2. Pemeriksaan vaginal
Kemungkinan adanya gangguan pada uteroscral ligament, misalnya penjalaran
karsinoma uteri, malposisi uterus, myoma uteri.
3. Pemeriksaan untuk mengetahui mobilitas dari sacroiliac joint
Bila diduga ada penekanan di daerah sacroiliac. Biasa dilakukan oleh bagian
ortopedi. 13
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
1. Laju endap darah
Pada proses keganasan ataupun keradangan akan dijumpai peningkatan laju endap
darah yang menyolok.
2. Leukositosis
Pada proses keradangan (infeksi tulang pyogenik terjadi leukositosis)
3. Protein elektroporesis dan imunoelektroporesis
Pada multiple myeloma akan dijumpai protein yang abnormal
4. Serum kalsium, alkali dan acid pospatase (pria), rheumatoid faktor.
Pemeriksaan Cairan Otak
Pada tumor myelum mungkin dijumpai kenaikan jumlah protein tanpa kenaikan
jumlah sel. Pada keradangan myelum justru akan dijumpai kenaikan jumlah sel dalam
cairan otak. Mungkin juga ditemukan sel-sel ganas dalam cairan otak.
Pemeriksaan Radiologi
1. Plain X-Ray Columna Vertebralis
Dalam posisi AP, lateral, obliq, berdiri, berbaring untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas dari intervertebral space, foramen intervetebralis, sacroiliac joint.
Gambaran osteoporosis untuk nyeri punggung bawah kronis bisa didapatkan.
2. X-foto dengan kontras
Untuk memperjelas kelaianan yang kurang jelas pada plain film.
3. Discografi
Untuk mendapatkan sumber nyeri berdasarkan anatomi dari pasien. Dengan ini
dapat diketahui adanya penyakit degenaratif pada discus yang dapat menimbulkan
nyeri. Discogram juga dapat digunakan untuk perencanaan preoperative lumbar spinal
fusion.
4. CT-Scan
Dapat memperlihatkan beberapa kelainan seperti stenosis kanal sentral, lateral
recess entrapment, fraktur, tumor, infeksi. Dapat juga dilakukan CT Scan kontras
dengan memasukkan radioaktif marker IV.
5. MRI 12
2.4 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penanganan LBP terdiri dari:
1. Medikamentosa
Pemberian obat-obatan adalah untuk mengurangi nyeri, yang biasanya diberikan
berupa golongan analgetik, yaitu asetaminofen dan non steroid anti inflammatory drugs
(NSAID). Selain itu muscle relaxant seperti eperisone dapat diberikan untuk mengurangi
spasme otot. Pemberian analgetik narkotik kurang dianjurkan karena tidak lebih efektif
dibandingkan NSAID. 16
2. Penanganan Rehabilitasi Medik
Pada prinsipnya penanganan LBP tergantung pada problem yang dialami oleh
penderita, seperti nyeri tulang belakang, keterbatasan LGS, keterbatasan aktifitas
kehidupan sehari-hari (AKS) maupun pekerjaan. Tujuan utama rehabilitasi medik pada
LBP adalah memperbaiki impairment yaitu mengurangi nyeri punggung bawah
penderita, memperbaiki disability yang terjadi sehingga penderita mampu kembali
melakukan AKS dengan baik, serta menangani handicap yang berkaitan dengan
pekerjaan maupun kehidupan sosial penderita.
a. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP mekanik akut : Tirah baring
dengan tungkai semi-fleksi, biasanya 3-4 hari. Bila nyeri lebih dari 7-10 hari, perlu
dilakukan evaluasi penderita kembali. Penderita dapat diberikan kompres es,
kemudian kompres hangat atau dengan infrared (IR). Bila terjadi perbaikan, penderita
mulai melakukan latihan peregangan secara hati-hati (slowly and gently) untuk otot
punggung. Penderita berbaring telentang, tarik salah satu lutut ke arah dada, kemudian
lakukan dengan kedua lutut. Setelah punggung menjadi fleksibel, boleh dilakukan
latihan pelvic tilt, menekan punggung bawah ke tempat tidur sementara pelvis
diangkat, tahan beberapa saat kemudian turunkan.
b. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP mekanik kronik : Pada keadaan
ini biasanya diberikan latihan penguatan dinding perut, otot gluteus maksimus dan
latihan peregangan untuk otot yang memendek, terutama otot punggung dan
hamstring. (1) Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan
fleksi. Dengan kekuatan otot perut, tekan pinggang hingga menempel dasar, kemudian
angkat pinggul ke atas sementara posisi pinggang tetap dipertahankan melekat pada
dasar. (2) Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi.
Dengan kedua tangan di dada, angkatlah kepala dan bahu hingga dagu menempel di
dada. (3) Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi.
Tarik salah satu lutut kearah perut sambil mengangkat kepala dan bahu, seolah-olah
hendak mencium lutut. Lakukan bergantian dengan tungkai satunya. Setelah itu
lakukan dengan kedua lutut sekaligus. (4) Berdiri membelakangi dinding dengan jarak
kurang lebih 15 cm dari dinding. Tekan pinggang kearah dinding hingga tidak lagi
ada celah antara pinggang dan dinding. Pada penderita yang tidak dapat melakukan
latihan karena nyeri hebat, dapat diberikan transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS) untuk mengontrol nyeri sampai penderita dapat melakukan latihan.
c. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena fraktur kompresi :
Penanganan secara konservatif (bila jenis fraktur stabil) meliputi tirah baring disusul
dengan korset selama 4-6 minggu. Pemberian kompres dingin dalam 24-48 jam
pertama, analgetik dan muscle relaxant dapat membantu penderita. Tindakan operatif
merupakan indikasi bila kedudukan fragmen fraktur jelek.
d. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena osteoporosis :
Penanganannya dengan pemasangan korset, pemanasan (IR), latihan.
e. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena keganasan : Korset dapat
diberikan sebagai penanganan terhadap fraktur patologik yang mungkin terjadi atau
instabilitas tulang belakang. Dalam mengurangi nyeri akibat kanker diperlukan
istirahat, pemberian analgetik, dan korset. Partisipasi dalam kegiatan fisik dan
dukungan psikologi, keluarga juga memperbaiki mental penderita.
f. Program rehabilitasi medik yang diberikan pada LBP karena Hernia Nukleus
Pulposus (HNP) : Penanganan untuk HNP mirip dengan LBP akut, yaitu manajemen
konservatif seperti tirah baring, analgetik, NSAID. Selain itu dapat juga diberikan
latihan peregangan, latihan penguatan, korset, modalitas. Tindakan operatif dilakukan
16
bila ditemukan defisit neurologik, terutama bila menetap dan progresif.

Modalitas Fisik
a. Terapi Panas
- Infra Red, mempunyai daya tembus yang superfisial, dapat memberikan rasa nyaman
karena dapat mempengaruhi hantaran perasaan sakit oleh serabut aferen.
- Microwave diathermy, prinsip pemanasan melalui elektromagnetik potensial. Daya
tembus dapat mencapai subkutis, lemak, dan otot.
- Shortwave Diathermy, prinsip pemanasan melalui potensial listrik.
- Ultrasound Diathermy, prinsip pemanasan dengan high frequency vibration, memiliki
daya tembus yang paling besar.
b. Terapi Dingin
Cold packs dan masase dengan balok es dapat digunakan sebagai terapi dingin.
c. Stimulasi Listrik (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Dapat digunakan pada LBP akut atau kronik untuk menurunkan rasa nyeri.
d. Massage
Efek yang timbul dalam pemberian massage adalah bersifat reflektoris dan mekanik.
e. Latihan
• Relaksasi, berbaring di alas yang kaku dengan punggung lurus dan lutut ditekuk. Atur
nafas dalam hitungan dua-dua. Kepalkan tangan lalu biarkan relaksasi, rasakan
menyebar dari lengan ke punggung.
• Pelvic tilt, tekan punggung ke bawah sehingga datar seluruhnya dan menempel dasar
selama 5-10 hitungan sebelum relaksasi kembali.
• Lutut ke dada, tarik lutut kiri bergantian dengan kanan ke dada dengan kedua tangan.
• William Flexion Exercise
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri atas 7 macam gerak
yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). William
flexion exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah selama
beberapa tahun untuk mengobati beragam problem nyeri pinggang bawah berdasarkan
temuan diagnosis. Dalam beberapa kasus, program latihan ini digunakan ketika
penyebab gangguan berasal dari facet joint (kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi
corpus dan diskus. Tn. William menjelaskan bahwa posisi posterior pelvic tilting
adalah penting untuk memperoleh hasil terbaik. Adapun tujuan dari william flexion
exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui
perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring,
untuk menigkatkan fleksibilitas/elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back
(sacrospinalis), serta untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja
antara group otot postural fleksor & ekstensor. 13

Terapi Okupasi
Terapi okupasi membantu meningkatkan kualitas hidup pasien LBP terutama yang
berkaitan tan dengan AKS dan pekerjaannya. Penanganan yang dapat diberikan antara lain
latihan AKS yang disesuaikan dengan pekerjaan atau keseharian penderita misalnya melatih
penderita mengangkat dan memindahkan barang-barang pekerjaannya dengan benar
sehingga tidak membebani punggung bawah, melatih penderita menyapu dan mengepel
lantai dengan tepat tanpa membebani punggung bawah, ataupun melatih pasien duduk
sambil menulis, mengetik, atau menyetir tanpa membuat punggung bawah membungkuk
berlebihan. Saat diberi latihan, penderita juga akan diingatkan kembali proper body
mechanism yang telah diberitahu saat edukasi.

Ortotik Prostetik
Tujuan ortosis dalam penanganan LBP adalah membatasi gerakan tulang belakang
dan memberikan support terhadap abdomen. Bagi penderita LBP, korset lumbosakral
memberikan cukup imobilisasi sehingga dapat mengurangi nyeri. Selain itu, korset ini akan
meningkatkan teknanan pada abdomen sehingga membuat beban pada otot-otot punggung
bawah berkurang. Pada penderita dengan herniasi diskus atau degeneratif, korset ini
membantu sekali mengurangi nyeri. Bila pada penderita LBP karena keganasan alat bantu
seperti walker dapat membantu ambulasi serta mengurangi nyeri. 16

Psikologi dan Behavioral Therapy


Nasehat dan dukungan yang memberi manfaat bagi penderita diperlukan supaya
penderita rajin minum obat dan juga mengikuti program terapi latihan. Selain pasien,
dukungan juga diberikan kepada keluarga penderita. Program psikologi seringkali berperan
juga dalam menurunkan rasa nyeri khususnya pada kasus LBP kronis yang berlangsung
lebih dari 3 bulan. 16
Sosial Medik
Pekerja sosial medik menilai situasi kehidupan penderita, membahas pilihan-pilihan
pengaturan keuangan dan urusan sehari-hari yang berkaitan dengan LBP yang dialami
penderita. Selain itu, pekerja sosial medik juga memberikan dukungan psikososial kepada
penderita dan keluarga, bertindak sebagai perantara dalam hubungan antara penderita,
keluarga dengan pihak luar seperti tempat kerja ataupun sekolah. 16
2.5 Edukasi
Edukasi penderita (Proper Back Mechanism): 14
- Proper Body Mechanism
Waktu berdiri :
• Bila berdiri dalam waktu lama, selingi dengan periode jongkok sebentar.
• Bila mengambil sesuatu di tanah, jangan membungkuk tapi tekuklah pada lutut.
Waktu berjalan :
• Berjalan dengan posisi tegak, rileks, dan jangan tergesa-gesa.
Waktu duduk :
• Busa kursi jangan terlalu lunak.
• Punggung kursi mempunyai kontur bentuk S, seperti kontur tulang punggung.
• Kursi jangan terlalu tinggi sehingga bila duduk, lutut lebih rendah dari paha.
• Bila duduk seluruh punggung harus sebanyak mungkin kontak dengan punggung
kursi.
Waktu tidur :
• Waktu tidur punggung dalam keadaan mendatar, alas tidur sebaiknya yang keras.
Gunakan bantal kepala yang tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah untuk menjaga
kelengkungan tulang leher dan tulang punggung tetap dalam keadaan normal.
Gunakan bantal di bawah lutut agar lutut tetap dalam keadaan tertekuk.
• Ketika tidur dengan posisi menyamping atau miring, tekuk sedikit lutut, letakkan
bantal antara kedua lutut.
Saat mengangkat barang, terlebih dahulu tekuk lutut dan berjongkok, jaga punggung
agar tetap lurus dan kepala juga lurus selama mengangkat. Pastikan benda selalu menempel
pada tubuh, selama mengangkat dan membawanya. Jangan mendadak atau menyentak
mengangkat dan jangan memutar atau menyamping. Ketika membawa suatu benda,
gunakan postur yang tepat yaitu berdiri tegak. Jangan terlalu membungkuk ketika berjalan.
Membawa dengan beban di depan dan menempel ke tubuh.
- Olahraga: Pada penderita LBP dimana kondisi punggung belum stabil harus menghindari
olahraga yang bersifat beregu. Yang dianjurkan adalah olahraga perorangan yaitu
berenang dan jogging.

Gambar 4. Posisi tidur dan cara bangun tidur 15

Gambar 5. Posisi duduk dan cara mengambil barang 15

Gambar 6. Posisi duduk membaca dan bekerja 15

2.6 Prognosis
Prognosis LBP akut (berlangsung dari 0 – 6 minggu) cukup baik, yaitu 60% penderita
biasanya kembali ke fungsinya semula dalam 1 bulan. Pada LBP sub-akut (berlangsung
antara 6 – 12 minggu) 90% penderita kembali ke fungsinya dalam 3 bulan, sedangkan
penderita LBP kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu / 3 bulan) sedikit kemungkinan
untuk membaik. 1

2.2 HIPER LORDOSIS


Definisi
Hiper lordosis adalah salah satu bentuk kelainan tulang belakang dimana tulang
cervical dan thorax melengkung ke arah depan sehingga penderita tampak seperti
sedang membusungkan dada. Lordosis ini sering juga disebut swayback atau saddle
back.
Dalam buku lain disebutkan bahwa Lordosis merupakan keadaan kelengkungan
yang berlebihan dari lumbar tulang belakang dengan kemiringan berlebih panggul
anterior. Dalam kondisi ini, berat badan dipindahkan berdasarkan kuat, luas, posisi
yang mendukung badan vertebra ke lengkungan yang lebih halus, dan pada saat yang
sama, proses spinosus bergerak lebih dekat dari biasanya satu sama lain.
Lordosis cenderung membuat bokong tampak lebih menonjol. Anak-anak
dengan lordosis yang signifikan akan memiliki ruang besar di bawah punggung bawah
ketika berbaring wajah di atas permukaan yang keras. Beberapa anak lebih awal
terserang lordosis, yang paling sering semakin memuncak saat masa pertumbuhan. Ini
disebut lordosis remaja jinak.

Gambar 1.1 a Sudut tulang belakang penderita lordosis


Gambar 1.1 b Perbedaan penampakan lumbar normal dan lordosis

1.1 Etiologi
1) Lower crossed syndrome
2) Tegangnya otot punggung bawah
karena perbedaan ketebalan antara bagian depan dan belakang tulang belakang.
Kelainan ini dapat terjadi karena ketegangan otot tulang punggung.
3) Sikap tubuh yang buruk
sikap tubuh yang buruk, pembentukan tulang punggung yang kurang sempurna
sejak lahir, dan beberapa faktor lainnya. Penderita lordosis umumnya akan
merasakan sakit pada bagian punggung, kaki, serta perubahan di dalam
dan kantung kemih.
4) Achondroplastic
Profil dari Akondroplastik kurcaci mencerminkan kelainan pada bentuk tulang
belakang, terutama di daerah lumbosakral. Kelainan ini dan gejala yang dihasilkan
adalah sekunder dan dihindari daripada diwariskan dan tak terelakkan. Pemuatan
tulang belakang vertikal meningkat, ligamen biasa lemah dan tulang cacat
mempengaruhi tulang belakang untuk menghasilkan di bawah tekanan vertikal.
Anak-anak dan orang dewasa seragam memiliki kontraktur fleksi hip ; ini diduga
merupakan hasil dari lordosis lumbosakral yang tidak dikoreksi. Volume kanal
tulang belakang, dikurangi dengan stenosis tulang belakang dari achondroplasia,
menurun tambahan oleh lordosis; beberapa defisit neurologis dari achondroplasia
disebabkan oleh kelengkungan yang abnormal.
Pada penelitian lain dijelaskan tonjolan perut menonjol kearah anterior dan
posterior dari pantat yang cacat terlihat secara eksternal mencerminkan
lumbosakral hyperlordosis. Ketidakseimbangan dalam otot femoralis panggul
dapat menjelaskan posisi ini. Meskipun signifikansi klinis hyperlordosis, perawatan
bedah yang belum baik dijelaskan. Pemanjangan femoralis mengakibatkan
peningkatan hyperlordosis lumbosakral yang jelas, meskipun sudut lordosis lumbal
tidak berubah secara signifikan. Perubahan sakrum miring memberikan penjelasan
untuk peningkatan hyperlordosis kosmetik diamati pada pasien yang memiliki
pemanjangan femoral.
5) Discitis
Lumbar berlebihan pada lordosis dapat dijelaskan oleh anatomi tulang: kolom
vertebral tidak lurus tetapi memiliki depan cekung di dada dan atas vertebra
lumbalis dan lordosis di lumbal yang lebih rendah wilayah. Diskus intervertebralis
memiliki dua komponen, anulus fibrosis dan nukleus pulposus. Jika ada
peradangan pada nukleus pulposus kemudian jelas kompresi jaringan lembut ini
oleh badan vertebra yang berdekatan dapat menyebabkan rasa sakit. Meningkat di
lordosis normal, misalnya, adaptasi lutut ke posisi dada mengurangi beberapa
tekanan pada disk meradang dengan memperluas disk ruang. Penurunan lordosis
lumbal, kyphosis, dan scoliosis adalah temuan kurang umum.
6) Umur
Pendapat umumnya dipegang adalah bahwa lumbal lordosis 'rata' keluar dengan
masalah tulang belakang dan berikutnya berkaitan dengan usia perubahan
degeneratif. Namun, kebanyakan studi tidak menemukan hubungan antara usia dan
lordosis. Penelitian lain menyatakan bahwa lordosis lumbal meningkat dengan
umur atau menurun setelah dekade keenam. Pada sisi lain, tidak ditemukan antara
usia dan wedging tubuh vertebra dan cakram intervertebralis. bukti-bukti yang ada,
oleh karena itu, tidak mendukung pendapat umum dari lordosis meratakan dengan
usia. Namun, pertanyaan tentang sudut lumbal lordosis berubah dengan usia ini
tidak sepenuhnya diselesaikan dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memahami efek usia di sudut lordosis.
7) Jenis kelamin
Satu studi yang dievaluasi lordosis dalam posisi telentang sedangkan lain
digunakan berdiri lateral X-Ray, untuk menunjukkan bahwa sudut lumbal lordosis
tidak berbeda antara jenis kelamin. Tidak ditemukan perbedaan lordosis lumbal
antara pria dan wanita sampai usia menengah. Namun, studi lain menemukan
bahwa perempuan memiliki lordosis secara signifikan lebih besar sudut (2 –5)
daripada laki-laki karena untuk ukuran pantat mereka lebih besar.
8) Tinggi dan berat badan
Kebanyakan peneliti setuju bahwa obesitas, terutama pusat obesitas (perut),
meningkatkan sudut lordosis. Murrie et al. menemukan lordosis lumbal yang
secara signifikan lebih besar pada individu dengan indeks massa tubuh yang tinggi
(BMI). Guo et al. menemukan bahwa BMI melebihi 24 kg / m2 mungkin
meningkatkan sudut lumbal lordosis.
9) Olahraga
Waktu pelatihan kumulatif yang lebih besar. Telah dilaporkan bahwa berlari
dikaitkan dengan peningkatan lordosis lumbal dan anterior panggul. Beberapa
peneliti telah meneliti hubungan antara lordosis dan olahraga. Pada sampel 2.270
anak 8 sampai 18 tahun, menemukan bahwa atlet memiliki sudut lordosis lebih
besar daripada non athletes, sudut lordosis besar itu terkait dengan waktu pelatihan
kumulatif lebih besar. Sifat hubungan antara aktivitas olahraga dan pengembangan
sudut lordosis tidak diketahui sepenuhnya. Uetake dan Ohtsuki memeriksa sudut
lordosis pada atlet menurut olahraga mereka dan menemukan bahwa jarak jauh
pelari dan pelari menunjukkan lebih besar dari rata-rata lordosis sudut; Rugby dan
pemain sepak bola yang menunjukkan rata-rata lordosis sudut, dan perenang dan
pembangun tubuh menunjukkan lebih rendah daripada rata-rata lordosis sudut.
Telah dilaporkan bahwa berjalan terkait dengan peningkatan lumbal lordosis dan
anterior panggul tilt. Wodecki et al. menemukan lordosis lumbal peningkatan
dalam sepak bola pemain. Forster et al. menemukan sudut lordosis tinggi dalam
Laki-laki kemampuan tinggi batu pendaki, sedangkan Nilsson et al. dilaporkan
kurang menonjol lordosis di penari balet.
10) Lumbal lordosis dan degenerasi tulang belakang
Sejumlah penelitian telah dievaluasi Asosiasi antara lumbal lordosis dan fitur
degenerasi tulang belakang. Kebanyakan peneliti setuju bahwa lumbalis sudut
lordosis positif dan secara signifikan terkait dengan spondylolysis dan isthmic
spondylolisthesis. Sudut lordosis yang lebih besar dianggap faktor risiko untuk

mengembangkan spondylolysis dan ventral selip vertebra terkena. Beberapa


peneliti berpendapat bahwa perubahan dalam tulang belakang keseimbangan dan
kelengkungan yang terlibat dalam pengembangan awal osteoarthritis dan disc
degenerasi. Dua studi terbaru dieksplorasi Asosiasi antara tingkat lordosis dan
tulang belakang Osteoartritis dalam bahasa Yunani dan Amerika populasi. Asosiasi
tidak signifikan ditemukan antara lumbal sudut dan Osteoartritis di lumbalis tulang
dalam studi baik. Hasil yang sama ditemukan oleh Lin et al. pada populasi Cina.
Oleh karena itu disarankan lordosis lumbal itu adalah suatu hasil maupun
kontributor dalam perkembangan tulang belakang Osteoartritis. Dalam studi baru,
diskus intervertebral penyempitan adalah tidak ditemukan untuk dihubungkan
dengan sudut lordosis, yang sesuai dengan Lebkowski et al. yang tidak menemukan
berkurang lordosis pada pasien dengan lumbal degeneratif disk penyakit. Studi
tambahan yang diperlukan untuk mengkonfirmasi ini temuan, yang mungkin
memiliki potensi implikasi dalam mendiagnosis.
11) Kehamilan
Peningkatan yang paling signifikan dalam lordosis lumbal terjadi pada tahap akhir
kehamilan. Menemukan bahwa kehamilan sebelumnya dan jumlah kehamilan
dikaitkan dengan tingkat lordosis lumbal. Ada beberapa penjelasan yang mungkin
untuk fenomena ini: mundur kompensasi ramping untuk meningkatkan
keseimbangan karena berat perut meningkat; ketidakseimbangan otot yang
disebabkan oleh otot-otot perut yang lemah berlebihan dan otot punggung yang
kuat mungkin berkontribusi untuk meningkatkan lordosis ditemukan pada wanita
dengan tingginya jumlah kehamilan; dan selama trimester terakhir kehamilan
peningkatan yang signifikan dalam kelemahan sendi terjadi.
12) Etnis
Mosner et al. menyimpulkan bahwa Afrika-Amerika memiliki lordosis lebih besar
dari ras Kaukasia didasarkan pada peningkatan lordosis jelas karena pantat yang
lebih menonjol.
13) Heritabilitas
Saudara sesama jenis memiliki korelasi lebih besar dari saudara seks yang berbeda.
14) High Heeled Shoes
Penggunaan jangka panjang sepatu hak tinggi, yaitu, penggunaan kronis alas kaki
ini sejak remaja, berkorelasi dengan peningkatan lordosis lumbal dan anteversion
panggul. Dengan waktu meningkatnya penggunaan sepatu bertumit tinggi (>8 cm),
baik hyperlordosis dan anteversion panggul cenderung meningkat.
1.2 Manifestasi klinis
a. Besar sudut lumbo-pelvic lebih dari 60 o pada wanita dan 55o pada pria
b. Postur tulang belakang yang cekung
c. Perut menonjol ke depan
d. Pantat menonjol
e. Hiperekstensi dari lutut
f. Kaki datar. (Solberg, 2008).

1.3 Patofisiologi
Kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan pada saat
pertumbuhan di dalam janin dapat memicu terjadinya lordosis, Diskus intervertebralis
akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus
terutama tersusun atas fibrokartiago dnegan matriks gelatinus. Pada lansia akan
menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4 – L5 dan
L5- S1 dapat menderita stess mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat
apabila didukung oleh kesalahan aktivitas dan cara duduk yang salah. Penonjolan faset
dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis,
yang dapat menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut. (Brunner and
Suddarth, 2002)
Posisi duduk yang salah dapat menyebabkan pertumbuhan dan posisi tulang
individu mengalami kelainan. Kelainan tulang ini disebabkan oleh kebiasaan duduk
yang salah. Lordosis ini paling sering terlewatkan diantara ketiga bentuk kelainan
tulang punggung. Bahkan lordosis ringan cenderung memberikan penampilan gagah.
Namun penderita lordosis ini akan sering mengalami sakit pinggang. (Price &
Wilson,2005).
Pada dasarnya keadaan patologis pada penderita lordosis adalah diawali dari
etiologi yang mendukung: Lower crossed syndrome, Tegangnya otot punggung bawah
karena perbedaan ketebalan antara bagian depan dan belakang tulang belakang, Sikap
tubuh yang buruk yang menyebabkan pembentukan tulang punggung yang kurang
sempurna sejak lahir, Achondroplastic dengan kelainan pada bentuk tulang belakang,
terutama di daerah lumbosakral, Discitis: kolom vertebral tidak lurus tetapi memiliki
depan cekung di dada dan atas vertebra lumbalis dan lordosis di lumbal
yang lebih rendah wilayah, Umur yang berkaitan dengan degenerative
tulang, jenis kelamin: perempuan memiliki lordosis secara signifikan
lebih besar sudut (2 –5) daripada laki- laki karena untuk ukuran pantat
mereka lebih besar, Tinggi dan berat badan:bahwa BMI melebihi 24 kg /
m2 mungkin meningkatkan sudut lumbal lordosis, Olahraga: Waktu
pelatihan kumulatif yang lebih besar, olah raga dengan peningkatan
lumbal lordosis dan kemiringan anterior panggul, Lumbal lordosis dan
degenerasi tulang belakang, Kehamilan multipara dengan intensitas yang
sering, Etnis Afrika-Amerika memiliki lordosis lebih besar dari ras
Kaukasia didasarkan pada peningkatan lordosis jelas karenapantat yang
lebih menonjol, High Heeled Shoes: Penggunaan jangka panjang sepatu
hak tinggi (>8cm). Dimana semua etiologi dari lordosis diatas akan
mengarahkan pada keadaan bergesernya sudut lumbal sebagai
kompensasi dalam mempertahankan tegaknya tubuh. Sehingga dengan
kompensasi tersebut akan membuat tulang beradaptasi dalam menopang
tubuh dengan menambah sudut kemiringin dari lumbal.

1.4 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan lordosis adalah menghentikan semakin
membengkoknya tulang belakang dan mencegah deformitas (kelainan
bentuk). Penatalaksanaan lordosis tergantung pada penyebab lordosis.
Latihan untuk memperbaiki sikap tubuh dapat dilakukan jika lordosis
disebabkan oleh kelainan sikap tubuh. Penatalaksaan secara terapis dapat
dilakukan dengan latihan peregangan spinal berdasarkan penyebab.
Lordosis yang terjadi akibat gangguan paha harus diobati bersama
dengan gangguan paha tersebut. (Gibson, 2005)
Sebagian besar waktu, lordosis tidak diobati apabila punggung
yang mengalamilordosis fleksibel. Hal ini tidak membahayakan jiwa atau
menyebabkan masalah. (Benjamin et al,2014)
1.5.1 Basic Treatment Lordosis

1) Memanjangkan otot-otot yang menciptakan kemiringan anterior

28
29

panggul dan membuat mereka lebih fleksibel


2) Penguatan dan pemendekan otot yang menciptakan kemiringan
posterior panggul Kelompok otot perut memainkan peran penting
dalam posterior tilt panggul. Kelemahan dalam otot-otot ini
mungkin menyebabkan tilt anterior berlebihan dandengan demikian
(dalam reaksi berantai) mempengaruhi stabilitas punggung (perut
kelemahan, kerusakan kestabilan pelvis, anterior tilt panggul dan
meningkatnya lumbal lordosis)
3) Belajar untuk mengontrol posisi pelvis normal
Posisi panggul mempengaruhi penyelarasan vertebra lumbalis di
atasnya. Jika panggul keseimbangan, vertebra di atasnya juga akan
seimbang. Tetapi pelvis dimiringkan ke depan secara negatif
mempengaruhi posisi tulang belakang lumbal, menyebabkan
berlebihan lumbal lordosis (prinsip jaringan).
Hal ini penting untuk latihan otot-otot yang menstabilkan
panggul. Otot adalah kunci untuk mengubah dan mengendalikan
gangguan ini, karena mereka menanggapi lingkungan dan
dikendalikan oleh proses berpikir sadar. Namundemikian, kompleks
fungsi otot-otot yang mengelilingi panggul membuat sulit bagi
banyak pasien untuk memahami, menginternalisasi dan
menghasilkan panggul posisi yang benar. Cara untuk mengatasi
masalah ini adalah melalui panduan yang jelas dan luas latihan untuk
meningkatkan penguasaan anterior dan posterior pergerakan
panggul. Latihan jenis ini akan memberikan kontribusi kepada
pemahaman mengenai keterkaitan fungsional antara posisi panggul
dan tulang belakang kurva
4) Belajar penggunaan yang tepat dari seluruh tulang belakang- dan
terutama punggung
Daerah lumbal dirancang untuk mobilitas dan beban. Tetapi
meskipun mereka desain struktural yang baik untuk tugas-tugas
kedua, vertebra lumbalis tidak baik bergerak dan menanggung berat
badan pada saat yang sama. Keterampilan indicatory contra ini
30

adalah alasan utama untuk vertebra lumbalis kerentanan terhadap


cedera.

1.5 Pemeriksaan diagnostik


Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan cara:
a. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik (lengkungan punggung yang abnormal).
Juga dilakukan pemeriksaanneurologis (saraf) untuk
mengetahui adanya kelemahan atauperubahan sensasi).

b. Rontgen tulang belakang dilakukan untuk


mengetahui beratnya lengkungantulang belakang

c. sinar X. Pemeriksaan ini digunakan untuk


mengukur dan menilaikebengkokan, serta
sudutnya.
d. Magnetic resonance imaging (MRI)
e. Computed tomography scan (CT Scan)
f. Pemeriksaan darah

1.6 Komplikasi
a. Cidera neurologis (4-5%)
b. Kebocoran cerebrospinal (samapai 7,4%)
c. Pseudoarthrosis (10-22%)
d. Koreksi yang inadekuat (5-11%).(Elsevier, 2007)
31

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. K.R
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : islam
Alamat : waena
No. RM : 188702
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama
Nyeri punggung bagian bawah.
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri punggung bawah mulai dirasakan sejak pasien
terjatuh di dalam kamar mandi ± 4 tahun yang lalu. Pasien mengaku terjatuh
di dalam kamar mandi dengan posisi terduduk. Saat nyeri timbul, pasien
beristirahat dan minum obat anti nyeri seperti asam mefenamat dan nyeri
dapat teratasi. 4 bulan terakhir, nyeri punggung bagian bawah dirasakan
pasien semakin memberat dan tidak berkurang saat pasien minum obat anti
nyeri asam mefenamat. Nyeri dirasakan seperti tertindih benda berat pada
punggung bagian bawah dan Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien mengaku
nyeri semakin memberat apabila pasien sedang bekerja, seperti mencuci
piring, menyapu, mengangkat barang, dan duduk dalam posisi yang sama
dalam waktu yang lama. Terkadang hingga pasien kesulitan berjalan dan
membungkukkan badan karena nyeri hebat. Nyeri akan berkurang apabila
pasien tidak melakukan aktivitas yang berat dan berbaring. Tidak ada keluhan
nyeri menjalar hingga ke kaki. Tidak ada kram dan kesemutan. Tidak ada
kelemahaan anggota gerak. Tidak ada keluhan buang besar dan buang air
kecil.
3.2.3 Riwayat penyakit Dahulu
Hipertensi, Penyakit Jantung, Hiperkolesterolemia, Diabetes Melitus
disangkal
32

3.2.4 Riwayat kebiasaan


Pasien sehari-hari bekerja sebagai bidan di puskesmas, pasien sering
mengangkat beban, dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Pasien
tidak merokok dan minum alkohol.
3.2.5 Riwayat penyakit Keluarga
Menurut pasien tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit
seperti pasien.
3.2.6 Riwayat Psikososioekonomi
Pasien tinggal dengan suami dan 1 orang anak. Sehari-hari pasien
bekerja sebagai bidan di puskesmas. Karena sering nyeri punggung
belakang 4 bulan terakhir, sebagian pekerjaan dibantu oleh suami.
Biaya kesehatan pasien dengan menggunakan BPJS.
3.1 Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CM (Eye4Motoric6Verbal5 )
Kondisi Umum : Dalam batas normal
Antropometri : BB : 52 kg; TB : 152 cm; IMT : 17,1 (underweight)
Gait : Pola jalan Normal, keseimbangan berjalan adekuat
Postur : Anterior posterior – kepala di midline, bahu simetris,
trunk alignment straight, no pelvic obliquity, lutut dan ankle simetris
Lateral – head midline, normal kifosis thoracal, hiperlordosis lumbal, no genu
recurvatum, no flat foot.

Status lokalis (Regio Lumbosakral)


- VAS saat aktivitas 6, VAS saat istirahat 2
- Look : Tidak didapatkan adanya bekas lesi, bekas trauma dan jaringan
parut pada kulit sekitar tulang belakang area lumbosakral, trunk
alignment straight, tanda radang (-), eritema (-), deformitas (-).
- Feel : Hangat (-), Nyeri tekan (+) regio lumbosakral, spasme otot (+)
- Move : Range of Movement (ROM) sedikit terbatas akibat nyeri.
33

Status Motorik

Ekstremitas Inferior
Status Motorik
Dextra Sinistra

Gerakan Bebas Bebas

Tonus Otot Normal Normal

Kekuatan 5 5

Atrofi - -

Refleks Fisiologis + +

Refleks Patologis - -

Tes Provokasi

TES Dekstra Sinistra


Valsava Test - -
Lasegue / SLR -/(60°) -/(60°)
Bragard - -
Sicard - -
Patrick - -
Kontra Patrick - -

Lingkup Gerak Sendi (LGS)

LGS Trunkus Hasil Pemeriksaan Normal


Fleksi 00-600 00-800
Ekstensi 00-450 00-450
Lateral Banding D/S 00-450 00-450
Rotasi D/S 00-60 00-60
34

Barthel Indeks

Item yang dinilai Skor Nilai


Makan (feeding) 0=tidak mampu 2
1=butuh bantuan untuk memotong
2=mengoles mentega dll
2=mandiri
Mandi (Bathing) 0=bergantung kepada orang lain 1
1=mandiri
Perawatan mandiri 0=membutuhkan bantuan orng lain 1
(grooming) 1=mandiri dalam perawatan
muka,rambut ,gigi,dan bercukur
Berpakaian (dressing) 0=tergantung orang lain 2
1=sebagian dibantu misal kancing baju
2=mandiri
Buang air kecil(bowel) 0=inkontinensia atau pakai kateter dan 2
tidak terkontrol
1=kadang inkontenensia(max,1x24jam)
2=kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari
Buang air besar 0=inkontenensia (tidak teratur atau 2
(bladder) perlu enema)
1=kadang inkontenensia (sekali
seminggu)
2=kontenensia (teratur)
Penggunaan toilet 0 = tergantung bantuan orang lain 1
1 = membutuhkan bantuan,tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = mandiri
Transfer 0 = tidak mampu 3
1=butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2=butuh bantuan untuk duduk (1 orang)
35

3= mandiri
Mobilitas 0 = immobile (tidak mampu) 3
1 = mengunakan kursi roda
2 = belajar dengan bantuan 1 orang
3= mandiri meskipun menggunakan alat
bantu seperti tongkat
Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 2
1 = membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Total 19

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi Rontgen Lumboskral

3.5 Diagnosis
1. Diagnosis Klinis : Low back pain ec hiperlordosis
2. Diagnosis Fungsional :
1. Impairment : berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang terdapat kelainan struktur anatomi pada
tulang Vertebra daerah Lumbosacral yang di duga disebabkan oleh
trauma akibat jatuh di kamar mandi yang di alami pasien.
2. Disability: terdapat keterbatasan kemampuan, pasien dalam
melakukan kegiatan yang dianggap normal, akibat impairment.
36

3. Handicap: tidak ada kemunduran dalam pasien berinteraksi


dengan orang lain, lingkungan atau kehidupan sosial akibat
impairment atau disabilitas.

3.5 Problem Rehabilitasi Medik


Terdapat kelainan struktur anatomi pada tulang Vertebra daerah
Lumbosacral. Pasien juga mengalami disability / keterbatasan bila
melakukan aktivitas seperti mencuci piring, buang air besar dan buang air
kecil dan mengangkat beban, tetapi pada pasien ini tidak mengalami
handicap atau dapat melakukan semua aktivitas sehari-hari.

3.6. Goal Rehabilitasi Medik


Membantu mengurangi rasa sakit atau nyeri yang dirasakan pasien
tersebut, sehingga pasien tersebut dapat Kembali melakukan aktivitas
secara normal dan mengurangi biaya perawatan pasien seminimal
mungkin dan pasien tersebut dapat merasakan kenyamananan, fungsi fisik
dan mentalnya juga tidak terganggu.

3.7. Tatalaksana Rehabilitasi Medik


1. Stimulasi listrik (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Dapat digunakan pada LBP akut atau kronik untuk menurunkan rasa
nyeri.
37

2. Latihan gentle streching lumbosacral


Adalah latihan yang di gunakan untuk mengurangi nyeri punggung
dengan memperkuat otot-otot yang yang memfleksikan lumbosacral
spine terutama otot abdominal dan otot gluteus maksimus dan
meregangkan kelompok otot ekstensor.

2.8 Prognosis
LBP jarang sekali mengancam nyawa, tetapi dapat sangat mengganggu
kualitas hidup. Setelah 1 bulan pengobatan, 35% pasien dilaporkan
membaik, dan 85% pasien membaik setelah 3 bulan. Dilaporkan tingkat
kekumatan LBP mencapai 62% pada tahun pertama. Setelah tahun kedua,
80% pasien setidaknya mengalami satu kali kekumatan.
Lebih dari sepertiga pasien dengan nyeri kronis sembuh dalam 12
bulan. Prognosisnya kurang menguntungkan bagi mereka yang memiliki
kecacatan yang tinggi atau intensitas nyeri yang tinggi, memiliki
pendidikan yang rendah.
BAB IV
PEMBAHASAN

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
sampai lumbosakral. Nyeri bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian
atas dan pangkal paha. Low back pain (LBP) merupakan salah satu gangguan
musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.
Hiperlordosis merupakan keadaan kelengkunganyang berlebihan dari lumbar tulang
belakang dengan kemiringan berlebih panggul anterior
Pada kasus ini berdasarkan anamnesa di dapatkan Pasien mengeluhkan nyeri
punggung bawah mulai dirasakan sejak pasien terjatuh di kamar mandi ± 3 tahun
yang lalu. Pasien mengaku jatuh dengan posisi terduduk. Pasien juga merasa
kekakuan sendi, ada keluhan nyeri menjalar dari pinggang hingga ke bokong.
Tidak ada kram dan kesemutan. Tidak ada kelemahaan anggota gerak. Tidak ada
keluhan buang besar dan buang air kecil. Selain itu, proses degenerasi progresif
diskus intervertebra dapat menimbulkan nyeri yang bersumber dari osteoartritis
dan radikulitis.
Pada Kasus ini berdasarkan pemeriksaan Penunjang dilakukan pemeriksaan
radiologi didapatkan peregangan pada Lumbal L4-L5 dan L5-S1. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa Hiperlordosis merupakan keadaan kelengkungan yang
berlebihan dari lumbal tulang belakang dengan kemiringan berlebih pada panggul
anterior. Diskus lumbal bawah, L4 – L5 dan L5- S1 dapat menderita stess mekanis
paling berat dan perubahan degenerasi terberat apabila didukung oleh kesalahan
aktivitas.
Pada kasus ini diberikan modalitas fisik seperti stimulasi listrik,dan latihan
gentle stretching lumbosacral. Hal ini sesuai dengan teori bahwa modalitas fisik
pada pasien low back pain dapat diberikan terapi stimulasi listrik (Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation) dapat digunakan pada LBP akut atau kronik untuk
menurunkan rasa nyeri. Tujuan pemberian TENS antara lain: memelihara fisiologis
otot dan mencegah atrofi otot. Selain itu, dilakukan latihan gentle stretching
lumbosacral, latihan yang di gunakan untuk mengurangi nyeri punggung dengan

38
39

memperkuat otot-otot yang yang memfleksikan lumbosacral spine terutama otot


abdominal dan otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor.
40

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah,
dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.
Sedangkan Hiperlordosis merupakan keadaan kelengkungan yang
berlebihan dari lumbar tulang belakang dengan kemiringan berlebih
panggul anterior
2. Penatalaksanaan LBP dapat diberikan stimulasi listrik, dan latihan gentle
stretching lumbosacral.
3. Prognosis LBP jarang sekali mengancam nyawa, tetapi sangat
mengganggu kualitas hidup. Prognosisnya kurang menguntungkan bagi
mereka yang memiliki kecacatan yang tinggi atau intensitas nyeri yang
tinggi, memiliki pendidikan yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwili I. Hubungan beban kerja perawat terhadap angka kejadian LBP (Low
Back Pain). [Journal] 2015 ;5:25-33
2. Anonim. Low back pain. Diakses tanggal 18 November 2019.. Diunduh dari:
http://www.repository.usu.ac.id
3. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik,
Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A,
Purba JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.
4. Nice Clinical Guideline 88. Early management of persistent non-specific
lowback pain. Nice National Institute for Health and care Excellence. 2009.
5. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009: 256-267.
6. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam
Adams and Victor’s: Principles of Neurology. Eight Edition. New York:
McGraw-Hill, 2005.
7. Anonim. Anatomi dan fisiologi tulang belakang. Diakses tanggal 7 November
2020. Diunduh dari: http://rsop.co.id/orthopaedi/anatomi-dan-fisiologi-
tulang-belakang-bagian-1
8. Anonim. Struktur tulang belakang, sakit pinggang dan skiatika. Diakses
tanggal 7 November 2020. Diunduh dari: http://ortotik-
prostetik.blogspot.com/2013/07/struktur-tulang-belakang-sakit-
pinggang.html
9. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York: McGraw-
Hill, 2008.
10. Van der Linden S, Ankylosing Spondylitis. In: Kelly W, Harris ED,Ruddy S,
Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. 5th ed,Philadelphia-London-
Toronto-Sydney-Tokyo : WB Saunders Co 1997; pp : 969-82
11. Bratton, Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain.
The American academy of family physician. November 15, 1999 [Accesed
18 Mei 2016]

41
42

12. Waddel. G, A.K.Burton. Occupational Health Guideline for The Management Low Back
Pain at Work Evidence Review. Occup Med vol.51no. 2 pp 124 – 135. Oxford University
Press. Great Britain. 2001
13. Bener et al. Obesity and Low Back Pain.Coll. Antropol, 2003, 27: 95-104.
14. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam : Meliala L, Suryamiharja A,
Purba JS, Sadeli HA., editor. Nyeri Punggung Bawah. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI. 2003.
15. Red Flags-Low Back Pain. Diakses tanggal 7 November 2020. Diunduh dari
:https://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0003/212889/Red_Flags.pdf
16. Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2018. Rehabilitasi Medik pada Low Back
Pain. Diakses tanggal 7 November 2020. Diunduh dari: http://www.yankes. kemkes.
go.id/read-rehabilitasi-mediak-pada-low-back-pain-3952.html

Anda mungkin juga menyukai