Anda di halaman 1dari 41

Loporan Kasus

Periode I

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Hernia Nucleus Pulposus Cervical

Di RSUD SALEWANGEN MAROS

Oleh :

ASMA AWALIYAH

PO714241181007

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN D.IV FISIOTERAPI

2021

HALAMAN PENGESAHAN

1
Laporan kasus pre klinik di RSUD Salewangen Maros tanggal 15 – 27 Maret
2021 dengan judul kasus “ Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Hernia
Nucleus Pulposus Cervical “ telah disetujui oleh clinical Educator dan Preseptor.

Makassar, 23 Maret 20121


Clinical Educator Preceptor

Ilham Hidayat N,S.Ft.Physio.M.Biomed Hj. Hasbia,S.St.Ft,M.Kes


NIP: 19810402 2005 02 1 004 NIP: 4005057201

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan .................................................................................................1

Daftar Isi.....................................................................................................................2

Kata Pengantar ..........................................................................................................3

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ...............................................................................................4

Bab II Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Anatomi Cervical ............................................................................6


B. Tinjauan Kasus ...............................................................................................21
C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi.......................................................................26

Bab III Hasil Kegiatan

A. Identitas Pasien ...............................................................................................30


B. Histori Taking ................................................................................................ 30
C. Temuan Pemeriksaan .....................................................................................30
D. Program Intervensi Fisioterapi .......................................................................32
E. Evaluasi Fisioterapi ........................................................................................33

Bab IV Penutup ........................................................................................................34

Daftar Pustaka ............................................................................................................36

3
KATA PENGANTAR

Assalamualaium Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur patut kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“ Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Hernia Nucleus Pulposus Cervical “
dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini tidak dapat terselesaikan tampa


adanya dukungan dan bantuan dari berbagi pihak. Untuk itu perkenankan saya
mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yng membantu penyusunan laporan
ini.

Penyusun juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya
membangun.dari berbagai pihak guna perbaikan laporan initerdapat hal – hal yang
tidak berkenan bagi pembaca. Akhir kata penyusun mengucapkan terimah kasih yang
sebesar – besarnya kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Makassar , 22 Maret 2021

Penyusun

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak orang yang menderita akibat mengalami nyeri pada leher, bahu, dan
lengan. Nyeri tumpul maupun tajam yang bersifat menjalar dari leher hingga
ke lengan dan jari, dan kadang juga disertai dengan rasa tebal dan
kesemutan. Bahkan pada beberapa kasus dapat terjadi gangguan
motorik ekstremitas bawah. gejala – gejala tersebut sering disebut
dengan nyeri radix cervical (Radicular Cervical Pain) yang paling
sering disebabkan oleh herniasi diskus intervertebralis cervikalis
sehingga menekan radix (akar saraf) pada cervikal dan menyebabkan
nyeri pada daerah yang dipersarafi radix tersebut. Keadaan ini disebut sebagai
HNP cervikalis atau Hernia Nukleus Pulposus Cervikal (Helmi, 2014).
HNP cervikalis dapat terjadi akibat proses degeneratif maupun trauma
yang mencederai vertebra cervikalis. Proses degeneratif dan trauma ini
menyebabkan perubahan pada struktur diskus intervertebralis yang terletak
diantara masing masing badan (corpus) vertebracervicalis, sehingga fungsinya
sebagai penahan tekanan (shock absorbes) terganggu danmenyebabkan substansi
diskus keluar (herniasi) hingga menekan radix saraf bahkan medulaspinalis dan
menyebabkan gejala-gejala tersebut. Ketika materi lunak dari nucleus pulposus
mengalami herniasi melalui robekan pada annulus fibrosus,maka disebut "soft disc
herniation" karena material dari diskus yang mengalami herniasi mempunyai
konsistensi yang lunak. Namun demikian, tanpa adanya robekan atau defek pada
annulus fibrosus, gejala dari kelainan vertebra cervical tetap dapat terjadi akibat
pembentukan bone spur (pertumbuhan yang berlebihan dari spikula tulang) pada
tepi vertebra sehingga menekan saraf atau medulla (Helmi, 2014).

5
HNP secara umum dapat terjadi pada semua columna vertebralis, dari
cervikal hinggalumbal. HNP cervikalis merupakan HNP tersering kedua setelah
kasus HNP lumbalis. Sekitar 51% dari orang dewasa pernah mengalami
periode nyeri pada leher dan lengan sepanjanghidupnya. 25%
diantaranya terdapat gambaran herniasi diskus pada hasil MRI
(Magnetic Resonance Imaging) yang terjadi pada kelompok usia kurang dari 40
tahun, dan 60% diantaranya terjadi pada kelompok usia lebih dari 60%. Di
Indonesia angka kejadian HNPcervikalis sekitar 5-10% dari seluruh populasi
penderita HNP. Sekitar 60% diantaranya terjadi pada kelompok usia lebih dari 30-
40 tahun. Pada penderita HNP Cervical umumnya lebih banyak terjadi pada pria
secara radiologis miolepati servical muncul pada pria diusia dekade ketiga
sebanyak 13 % dan 100% pada usia 70 tahun keatas. Pada wanita mileopati
muncul sebanyak 5 % didekade keempat dan 96 % diatas usia 70 tahun Pasien
biasa mengeluh nyeri pada leher akan memburuk saat bergerak, tertawa, bersin
dan batuk, pasien juga mengalami kelemahan pada otot sehingga menurunkan
kemampuan penderita dalam bergerak. Pasien biasa mengalami kesemutan serta
pada tingkat tertentu pasien merasakan mati rasa.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi cervical
a) Anatomi segmen cervical
Secara keseluruhan, cervical terdiri atas 2 segmen anatomikal dan
fungsional yang terdiri dari :
1) Segmen superior (suboccipital), terdiri atas C1 atau yang biasa disebut
atlas dan C2 atau yang biasa disebut axis yang dianggap sebagai upper
cervical spine. Struktur tulang atlas dan axis berbeda dengan struktur
tulang vertebra cervical lainnya (Shen et al., 2015).
a) Atlas atau C1
Atlas adalah segmen pertama dari vertebra cervical, bersumber di
occiput empat dan scleretomes cervical pertama. Atlas memiliki tiga
letak ossifikasi yaitu anterior arch atau centrum dan dua neural arch
yang akan menyatu menjadi posterior arch. Cincin dari atlas terdiri dari
1 sampai 5 anterior arch, 2 sampai 5 posterior arch, dan sisanya 2
sampai 5 adalah massa lateral. Atlas memiliki 2 massa lateral yaitu
facies artikularis superior yang bersendi dengan condylus occipital,
dan facies artikularis inferior yang bersendi dengan facies artikularis
superior axis (Boriani et al., 2017).
Atlas berbentuk seperti cincin dengan diameter transversal yang
lebih besar daripada diameter anteroposterior. Atlas dianggap sebagai
cincin antara occiput dan axis. Atlas memiliki ciri khas yang berbeda
diantara segmen vertebra lainnya yaitu tidak memiliki corpus dan
processus spinosus (Moore et al., 2018) (Gambar 2.1).

7
Gambar 2.1
Atlas (C1) sisi superior
Sumber : Moore et al (2018)

Atlas memiliki 2 massa lateral yang berbentuk oval dan berjalan


secara oblique, anterior dan medial. Kedua massa tersebut adalah
facies artikularis superior yang bersendi dengan condilus occipitalis
dan facies artikularis inferior yang bersendi dengan facies artikularis
axis superior. Pada arkus anterior terdapat facet artikular yang
berbentuk oval kecil dan bersendi dengan processus odontoid axis dan
processus transversal atlas memiliki foramen untuk lintasan arteri
vertebralis yang dikenal dengan foramen tranversum (Shen et al.,
2015).
b) Axis atau C2
Axis adalah segmen kedua dari vertebra cervical dan dikenal juga
sebagai opistropeus secara harfiah artinya tikungan karena dilihat dari
susunannya itu membentuk sebuah sumbu untuk atlas dan merupakan
kepala dari rotasi. Axis memiliki lima letak pusat osifikasi yaitu satu di
badan, satu di setiap vertebral arch dan dua di processus odontoid
(Boriani et al., 2017).
Axis merupakan vertebra cervicalis paling kuat. C1 yang
membawa cranium berotasi pada C2, seperti orang menggelengkan
kepala untuk mengatakan “tidak”. Axis memiliki dua permukaan yang
rata dan besar yaitu facies articularis superior, yang membentuk sendi

8
dengan atlas dengan menghasilkan gerakan rotasi. Ciri khas axis adalah
dens menyerupai gigi tumpul (processus odontoid), yang berproyeksi
kearah superior pada corpus atlas. Baik dens maupun medulla spinalis
dengan selubungnya dikelilingi oleh atlas. Dens terletak pada bagian
anterior dari medulla spinalis dan berperan sebagain poros rotasi. Dens
ditahan dalam posisinya melawan aspek posterior arcus anterior atlas
oleh ligamentum transversum atlantis. Ligament tersebut memanjang
dari satu massa lateral atlas ke yang lain, yang berjalan diantara dens
dan medulla spinalis, membentuk dinding posterior “socket” yang
membungkus dens. Oleh karena itu, ligament tersebut mencegah
pergeseran dens ke posterior dan pergeseran atlas ke anterior. Setiap
pergeseran akan mengganggu bagian foramen vertebralis C1 yang
memberikan jalur bagi medulla spinalis. C2 memiliki processus
spinosus bifida yang besar dan dirasakan disebelah dalam pada sulcus
nuchae, sulcus vertical superfisial pada bagian belakang cervical
(Moore et al., 2018)

Gambar 2.2
Axis (C2), sisi posterosuperior
Sumber : Moore et al (2018)

Facies artikularis superior dari C2 bersendi dengan facies


artikularis inferior dari atlas, sedangkan facies artikularis posterior

9
bersendi dengan ligament atlas tranversal. Foramen vertebra C2 lebih
kecil daripada vertebra cervical lainnya dan berbentuk segitiga (Moore
et al., 2018).
2) Segmen Inferior
Segmen lower cervical memiliki ciri khas yaitu memiliki corpus
vertebra yang kecil, lebar dan berperan dalam weight-bearing. Permukaan
superior pada setiap sisi yang bentuknya seperti tempat duduk akan
membentuk processus uncinatus. Processus uncinatus bersambung dengan
facet diatasnya yang sama membentuk uncovertebral joint atau joints of
Luscka (Atkins et al., 2010).
Facies artikularis yang hampir horizontal pada processus articularis
juga memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi dan lateral fleksi. Tepi
superolateral yang meruncing adalah processu uncinatus. Processus spinosus
vertebra C3-C6 pendek dan biasanya berbentuk bifida pada orang kulit putih
tetapi biasanya tidak bifida pada orang keturunan Afrika. C7 adalah vertebra
yang paling menonjol, ditandai dengan processus spinosusnya yang panjang.
Oleh karena processus spinosusnya sangat menonjol pada C7 maka disebut
dengan vertebra prominens. (Moore et al., 2018).
Segmen middle dan lower cervical memiliki gambaran anatomi dan
fungsional yang sama, terdiri atas : 2 corpus vertebra, diskus intervertebralis,
facet joint beserta dengan struktur ligamen dan kapsular. Setiap vertebra
cervical terdiri atas 3 pilar yang membentuk 3 columna vertebra yang paralel
dan berfungsi menopang beban cervical spine. Pilar anterior adalah corpus
vertebralis, yang diikat oleh diskus intervertebralis untuk membentuk
columna anterior. Dua columna posterior terbentuk dari pilar artikular, yaitu
facet superior dan inferior yang berlawanan satu sama lain dan diikat oleh
kapsul sendi. Orientasi permukaan facet yang spesifik memungkinkan facet
joint dapat menopang berat segmen cervical di atasnya dan mencegah
dislokasi (Menchetti, 2016).

10
Komponen bangunan pada setiap segmen gerak vertebra terdiri atas diskus
intervertebralis, facet joint dan ligament
1) Discus intervertebralis
Diskus intervertebralis adalah struktur avaskular yang ada di antara
corpus vertebra yang berdekatan, kecuali pada atlantooccipital dan
persimpangan atlantoaksial. Setiap cakram memiliki lapisan luar yang
disebut annulus fibrosus dan bagian dalam yang disebut nukleus pulposus
(Gambar 2.4). Perbatasan diskus dengan corpus vertebra dibatasi oleh lapisan
ujung kartilago. Selain struktur ligamen dan sendi facet, annulus fibrosus
menambah stabilitas segmen gerak (Shen et al., 2015).
Segmen gerak didefinisikan sebagai dua corpus vertebra yang
berdekatan dan diantaranya terdapat diskus intervertebralis. Nukleus
pulposus berfungsi sebagai shock absorber. Annulus fibrosus tersusun oleh
sekitar 90% serabut konsentrik jaringan collagen yang nampak menyilang
satu sama lainnya secara oblique dan menjadi lebih oblique kearah sentral.
Susunan serabutnya yang kuat melindungi nukleus di dalamnya dan
mencegah terjadinya prolapsus nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus
berperan sebagai coiled spring atau gulungan pegas terhadap beban tension
dengan mempertahankan corpus vertebra secara bersamaan melawan tahanan
dari nukleus pulposus yang bekerja seperti bola (Shen et al., 2015).
Bertambahnya usia menyebabkan lapisan annulus fibrosus menjadi
tipis. Pada umur di atas 50 tahun, nukleus pulposus menjadi sulit
diidentifikasi karena menjadi fibrocartilago yang menyerupai annulus
fibrosus secara struktural. Annulus fibrosus terdiri dari cincin dengan
orientasi serabut membentuk lamella. Serabut dari masing-masing lamella
berorientasi dalam bidang tegak lurus terhadap lamella yang berdekatan.
Serabut-serabut dari bagian posterior diskus lebih vertikal daripada miring,
sehingga sebagian menjelaskan frekuensi relatif dari robekan radial yang
terlihat dalam gerakan (Shen et al., 2015).

11
Diskus cervical akan bertambah tinggi dari 0,3 menjadi 0,7 inchi sejak
lahir hingga remaja. Pertumbuhan tinggi diskus lebih lambat daripada tinggi
corpus vertebra. Sepertiga dari panjang tulang belakang berhubungan dengan
tinggi diskus saat lahir. Diskus intervertebralis membentuk seperlima dari
total panjang tulang belakang setelah usia 7 tahun. Pada bidang coronal,
permukaan superior diskus berbentuk cekung dan permukaan inferiornya
berbentuk cembung untuk menyesuaikan bentuk corpus vertebra yang
berdekatan (Shen et al., 2015).
Pada bagian anterior diskus lebih tebal daripada bagian posterior untuk
memfasilitasi kurva lordosis pada cervical. Gerakan di bidang koronal
dibatasi oleh processus uncinate. Namun, diskus memungkinkan untuk
melakukan gerakan anteroposterior. Hernia diskus kearah posterolateral
lebih sedikit kejadiannya, hal ini kemungkinan akibat lokasi dari processus
uncinate pada bagian posterolateral. Meskipun demikian, robekan radial
pada diskus sisi posterior mungkin lebih relevan secara klinis, konsentris,
transversus, dan robekan radial juga terjadi pada diskus cervical (Shen et al.,
2015).
2) Ligament
Ligament adalah jaringan konektif khusus yang sifat biomekaniknya
memungkinkan untuk beradaptasi dan menjalankan fungsi kompleks yang
dibutuhkan tubuh. Ligament terdiri dari pita-pita padat dari jaringan kolagen
yang mmenghubungkan sendi. Ligament berfungsi sebagai stabilisasi pasif
yang akan menginhibisi gerakan sendi yang abnormal (Cereatti et al., 2011).
a) Ligament longitudinal anterior dan longitudinal posterior
Ligamen longitudinal anterior dan longitudinal posterior
membentuk serabut terluar annulus fibrosus. Ligamen longitudinal
anterior berjalan dari dasar tengkorak sebagai membran atlanto-oksipital
anterior dan berlanjut ke inferior yaitu sacrum pada sisi anterior dari
diskus vertebra. Ligamen longitudinal posterior berdekatan dengan

12
membran tectorial dan meluas ke sakrum di dalam canal vertebralis di
sepanjang sisi posterior diskus dan corpus vertebra. Ligamen longitudinal
posterior memiliki dua lapisan, di mana serabut lapisan yang lebih dalam
bersambung dengan annulus fibrosus dan foramina intervertebralis, dan
lapisan superfisial membungkus duramater, akar saraf, dan arteri vertebra
sebagai lapisan jaringan ikat (Shen et al., 2015).

Gambar 2.3
Ligament anterior dan posterior longitudinal vertebra
Sumber : Shen et al (2015)
b) Ligament flavum
Ligament flavum menghubungkan lamina yang berdekatan dari aksis
ke sakrum (Gambar 2.6). Hal ini berjalan miring dari sisi anterior lamina
cephalad ke lapisan superior lamina caudal. Ligament flavum berlanjut ke
lateral menuju foramina intervertebralis, yang terdiri dari serabut elastis.
Seiring bertambahnya usia, sifat elastis ligamen flavum mengalami
penuruna. Selama ekstensi trunk, berkurangnya elastisitas ligamen dapat
menyebabkan ligament bagian anterior tertekuk ke canal vertebralis,
sehingga dapat menimbulkan kompresi pada medula spinalis. Vena keluar
melalui celah garis tengah di ligament flavum (Shen et al., 2015).

13
Gambar 2.4
Ligament flavum
Sumber : Shen et al (2015)
c) Ligament interspinosus
Ligament interspinosus menghubungkan processus spinosus yang
berdekatan (Gambar 2.5). Ligament ini berjalan di antara ligament flavum
anterior dan ligament supraspinosus posterior. Di daerah cervical,
ligamen interspinosus agak tipis dan tidak berkembang dengan baik.
Ligamen ini menempel miring dari sisi posterosuperior processus
spinosus ke caudal (Shen et al., 2015)

Gambar 2.5
Ligament interspinosus
Sumber : Shen et al (2015)
d) Ligament supraspinosus
Ligament supraspinosus menghubungkan ujung posterior dari
processus spinosus (Gambar 2.6). Karena tidak ada ligament
supraspinosus pada level cervical ini, ligament nuchae menjadi
perpanjangan ligament supraspinosus. Ligament nuchae memanjang dari

14
tonjolan occipital eksternal ke C7 dan berfungsi sebagai titik perlekatan
untuk otot yang berdekatan (Shen et al., 2015).

Gambar 2.6
Ligament supraspinosus dan ligament nuchae
Sumber : Shen et al (2015)
e) Ligament intertransversal
Ligament ini melekat pada tuberculum accesori dari processus
transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligament ini
berperan sebagai stabilisator pasif pada gerakan lateral fleksi (Shen et al.,
2015).
3) Facet joint dan uncovertebralis joint
Facet joint adalah synovial joint sejati yang mengandung artikular
kartilago dan meniscus yang dibungkus oleh ligament capsular dan dilapisi
oleh sinovium. Facet joint memfasilitasi gerak fleksi dan ekstensi pada regio
cervical. Garis facet joint tampak lebih horizontal dengan tepi bulat ketika
dilihat dari aspek posterior. Jarak interfacet bervariasi mulai dari 9 mm
sampai 16 mm (Shen et al., 2015).
Uncovertebral joint atau joint of Luschka dibentuk antara processus
uncinatus dan facet pada corpus vertebra diatasnya. Uncovertebral joint
hanya terdapat pada cervical spine yang berkontribusi untuk mobilitas yang
menyediakan komponen tranlasi gliding saat fleksi dan ekstensi dengan
stabilitas spine yang baik dengan membatasi side fleksi. Uncovertebral joint
memberikan proteksi tulang ke akar saraf dari pemindahan discus
posterolateral (Atkins et al., 2010).

15
Setiap facet joint dibungkus oleh kapsul fibrous, dibatasi oleh membran
sinovial, serta terdapat cartilago dan meniskus. Cervical facet joint juga
memiliki jaringan intraartikular yang meliputi beragam bentuk dan ukuran,
yang terdiri dari jaringan fibrous dan jaringan adipose. Penelitian Inami et al
terhadap 20 cadaver menjelaskan bahwa komposisi lipatan sinovial atau
meniscoid merupakan struktur yang berkembang baik didalam jaringan
intraartikular. Para peneliti tersebut menemukan 3 tipe lipatan sinovial
dengan jumlah jaringan fibrous dan adipose yang bervariasi, sehingga dapat
dijelaskan bahwa terdapat perbedaan level stress mekanikal yang terjadi pada
struktur ini, dan lipatan sinovial ini berperan penting sebagai sumber nyeri
facet cervical joint. Penelitian Kallakuri et al terhadap kapsul sendi facet
cervical pada cadaver menemukan bahwa kapsul facet cervical joint terlibat
langsung sebagai generator nyeri pada cervical spine (Atkins et al., 2010).
Bogduk menjelaskan tentang innervasi facet cervical joint, dimana
facet joint C3 – C4 sampai C8 – Th1 diinnervasi oleh cabang medial ramus
dorsalis cervical pada atas dan bawah sendi sebagaimana cabang ini berjalan
mengelilingi kedua pilar artikular. Facet joint C2 – C3 diinnervasi oleh 2
cabang ramus dorsalis C3 yang berbeda yaitu cabang medial yang disebut
dengan saraf occipital ketiga dan cabang artikular yang terpisah muncul dari
cabang yang berdampingan (Gambar 2.9). Sendi sinovial upper cervical
(atlanto-occipital dan atlanto-axial joint) tidak diinnervasi oleh ramus
dorsalis cervical tetapi oleh cabang ramus ventral C1 dan C2 (Atkins et al.,
2010).

16
Gambar 2.7
Struktur Facet Joint Cervical
Sumber : Atkins et al., 2010

b. Anatomi muscle dan fascia


Otot-otot posterior cervical dibagi menjadi tiga kelompok: superfisial,
menengah, dan dalam.
1) Kelompok superfisial diantarnya otot trapezius, yang dipersarafi oleh saraf
kranial kesebelas atau saraf aksesori tulang belakang (Gambar 2.8). Otot
trapezius berasal dari ligament nuchae dan tonjolan oksipital eksternal,
berlanjut ke processus spinosus T12, dan termasuk tulang scapula, akromion,
dan sepertiga lateral clavicula. Otot trapezius berfungsi untuk mengangkat,
menambah, dan menekan skapula (Shen et al., 2015).

Gambar 2.8
Otot trapezius
Sumber : Shen et al (2015)

2) Otot-otot di lapisan tengah adalah splenius capitis dan splenius cervicis


(Gambar 2.9). Otot-otot ini berasal dari processus spinosus vertebra
servicothoracal dan masuk ke processus transversus vertebra servical atas
dan pangkal tulang oksipital. Ketika berkontraksi secara bilateral, maka
gerakannya ekstensi leher, dan ketika berkontraksi secara unilateral, setiap
otot maka gerakannya lateral fleksi ipsilateral (Shen et al., 2015).

17
Gambar 2.9
Grup otot spinotransversales (splenius capitis and splenius cervicis)
Sumber : Shen et al (2015)
3) Otot-otot dalam posterior dipersarafi oleh rami primer posterior, dan suplai
darah yang berasal dari pembuluh servical bagian dalam. Lapisan dalam
terdiri dari permukaan yang dangkal dan otot erector spine bagian dalam.
Dari lateral ke garis tengah, otot erector spine bagian dalam meliputi
iliocostalis cervicis, longissimus capitis, longissimus cervicis, dan spinalis
cervicis (Gambar 2.10). Semispinalis cervicis, multifidus dan rotator cuff
adalah otot-otot transversospinalis dari tulang belakang posterior yang
mewakili otot-otot erector spine bagian dalam (Gambar 2.11). Otot-otot ini
berasal dari processu transversus dan disisipkan pada procesuss spinosus
dengan cara miring, melintasi sejumlah segmen tulang belakang tertentu
(Shen et al., 2015).

Gambar 2.10
Grup otot erector spine
Sumber : Shen et al ( 2015)

18
Gambar 2.11
Grup otot transversospinales and segmental muscles
Sumber : Shen et al (2015)
Di regio upper cervical, otot-otot suboccipital melekat dari oksiput ke
atlas dan akxis (Gambar 2.11). Rami primer posterior mempersarafi otot-otot
ini. Otot rektus capitis posterior mayor berasal dari processus spinosus aksis
dan memasukkan ke dalam garis nuchal inferior oksiput. Otot rektus capitis
posterior minor berasal dari atlas tuberkulum posterior dan masuk ke dalam
oksiput. Otot inferior capitis obliquus berasal dari processus spinosus aksis dan
masuk ke processus transversus atlas. Otot superior obliquus capitis berasal
dari processu transversus atlas dan masuk di antara garis nuchal superior dan
inferior ke oksiput (Shen et al., 2015)
Segitiga suboksipital dibentuk oleh batas-batas rektus capitis mayor
posterior dan otot obliquus capitis superior dan inferior. Segitiga suboksipital
terdiri dari arteri vertebralis, saraf suboksipital (rami dorsal C1), dan pleksus
vena suboksipital. Otot-otot ini terlibat dalam gerakan ekstensi leher dan kepala
yang lebih halus (Shen et al., 2015).

19
Gambar 2.12
Grup otot suboccipital dan segitiga suboccipital
Sumber : Shen et al (2015)
Otot servical anterolateral terdiri dari platysma, sternocleidomastoid
(SCM), otot hyoid, otot pengikat laring (omohyoid, thyrohyoid, sternohyoid, dan
sternothyroid), scaleni, longus colli, dan longus capitis. Platysma, otot yang
paling dangkal, memanjang dari pectoralis mayor dan fasia deltoid dan berlanjut
dari sisi medial dan superior di atas klavikula melekat pada mandibula, otot-otot
bibir, dan kulit bagian bawah wajah. Saat berkontraksi, otot platysma
menyebabkan depresi bibir dan rahang bawah, serta kerutan pada kulit di
atasnya. Pada sudut mandibula dan dalam ke platysma, vena jugularis eksternal
dapat terlihat turun (Shen et al., 2015).
Otot Sternocledomastoideus terletak jauh ke dalam platysma dan memiliki
dua kepala: sternum dan klavikula medial. Sternocledomastoideus masuk ke
garis nuchal mastoid superior (Gambar 2.13). Jika hanya satu
sternocledomastoideus yang berkontraksi maka menyebabkan kepala miring ke
sisi ipsilateral dan dagu berputar ke sisi kontralateral. Jika kedua otot
sternocledomastoideus berkontraksi, akan menyebabkan fleksi leher.
Sternocledomastoideus dipersarafi oleh saraf aksesori tulang belakang dan saraf
tulang belakang C2. Kontraktur sternocledomastoideus terlibat dalam
patogenesis tortikolis (Shen et al., 2015).

Gambar 2.13

20
Otot segitiga superior
Sumber : Shen et al (2015)

Kelompok otot yang melekat pada hyoid termasuk digastrik, stylohyoid,


mylohyoid, geniohyoid, dan omohyoid. Sternohyoid dan sternothyroid terdiri
dari otot-otot laring. Otot-otot ini penting sebagai petanda selama medekati sisi
anterior ke tulang belakang leher karena tidak secara langsung mengontrol
gerakan servical (Shen et al., 2015).
Otot longus colli dan longus capitis terletak di bagian anterior tulang
servical dan merupakan bagian dari otot prevertebral. Longus colli berasal dari
tuberkel anterior dari processus transversus C3 ke C6 dan membentang dari C1
ke T3 dengan cara miring untuk dimasukkan ke sisi anterior atlas. Berasal dari
tuberkulum anterior dari processus transversus C3 ke C6, otot longus capitis
menempel pada permukaan inferior bagian basilar dari tulang oksipital. Jauh ke
dalam longus capitis, otot rectus capitis anterior berasal dari sisi lateral atlas
dan masuk ke dalam pangkal tulang oksipital. Rektus capitis lateralis berasal
dari processus transversus atlas dan masuk ke permukaan inferior dari
processus jugularis oksiput. Berasal dari tuberculum anterior processus
transversus C3 ke C6, otot anterior skalenus masuk ke tulang rusuk pertama.
Otot skalenus medius berasal dari tuberculum posterior processus transversus
C2 ke C7 dan masuknya pada tulang rusuk pertama. Scalenus posterior berasal
dari tuberkel posterior processus transversus C4 ke C6 dan masuk ke
permukaan superior lateral tulang rusuk kedua (Shen et al., 2015).
Leher anterior terdiri dari fascia yang melekat pada otot-otot dan viscera
dalam kompartemen terpisah yang dapat digunakan untuk pedoman dalam
pembedahan. Fascia superfisial terletak di antara kulit dan fascia profunda,
mengandung lemak dan jaringan areolar. Fascia ini membungkus otot platysma,
vena jugularis eksternal, dan saraf sensorik kulit. Jauh dari fascia superfisial,
terdapat tiga lapisan fascia profunda: fasia lapisan luar, fascia cervical tengah,

21
dan fascia prevertebralis. Lapisan terluar fascia profunda memanjang ke otot
trapezius, berlanjut ke anterior di atas segitiga posterior, dan membelah untuk
mengelilingi otot sternocledomastoideus. Lapisan tengah fascia servical yang
dalam membungkus otot omohyoid, tali otot dan berlanjut ke lateral skapula.
Kelenjar tyroid, laring, trachea, pharing, dan kerongkongan tertutup oleh fascia
visceral pada aspek yang lebih dalam dari lapisan tengah. Alar fascia sering
digambarkan sebagai bagian dari fascia prevertebralis dan meluas ke esophagus
posterior dan menutupi selubung karotis di lateral. Isi selubung karotis adalah
arteri karotis, vena jugularis interna, dan saraf vagus. Otot scalenus, longus
colli, dan ligamen longitudinal anterior berhubungan dengan lapisan terdalam
fascia dalam yang dikenal sebagai fascia prevertebralis (Shen et al., 2015).
B. TINJAUAN KASUS
1. Definisi Hernia Nucleus Pulposus
Hernia Nucleus Pulposus cervikal adalah saraf terjepit juga sering terjadi di
daerah leher. Herniated nucleus pulposus (HNP) secara umum digunakan
untuk kelainan pada vertebra cervicalis, pergeseran (displacement) nucleus
pulposus tidak selalu merupakan Herniasi vertebra cervicalis dapat
dikategorikan menjadi tiga tipe : (1) herniasi tipe lunak (soft disc
herniation) yang meliputi herniasi nucleus pulposus melalui robekan pada
annulus fibrosus, (2) herniasi tipe keras (hard disc protrusion) yang
meliputi pembentukan bone spur, atau (3) kombinasi keduanya. Ketika
materi lunak dari nucleus pulposus mengalami herniasi melalui robekan
pada annulus fibrosus,maka disebut "soft disc herniation" karena material
dari diskus yang mengalami herniasi mempunyai konsistensi yang lunak.
Namun demikian, tanpa adanya robekan atau defek pada annulus fibrosus,
gejala dari kelainan vertebra cervical tetap dapat terjadi akibat
pembentukan bone spur (pertumbuhan yang berlebihan dari spikula tulang)
pada tepi vertebra sehingga menekan saraf atau medula spinalis. Hal ini

22
disebut "hard disc herniation" karena terbentuk dari bone spur (Helmi,
2014).

2. Etiologi Hernia Nucleus Pulposus


Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif. Kehilangan protein polisakarida dalam discus
menurunkan kandungan air. Perkembangan pecah yang menyebar di anulus
melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. HNP kebanyakan oleh karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang pada discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat. Kemudian pada generasi
diskus kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis, memungkinkan
nucleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal
saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2014).
3. Tanda Dan Gejala Hernia Nucleus Pulposus
Gejala utama pada HNP cervical adalah rasa nyeri, parestesia atau kelemahan
pada daerah leher atau ekstremitas atas. Rasa nyeri atau parestesia dapat
timbul pada seluruh atau sebagian ekstremitas atas. Penelitian lain
menunjukkan bahwa nucleus pulposus mengandung bahan-bahan kimia
(phospholipise A, bradykinin, stromeolysn, histamine, VIP, and substance P)
yang dapat mengiritasi saraf sehingga menimbulkan pembengkakan dan
timbul rasa nyeri akibat perasangan chemoreceptors. HNP akut sering
menyebabkan nyeri radicular melalui radikulitis kimiawi akibat terjadi
pelepasan proteoglikans dan fosfolipase yang dilepaskandari nucleus
pulposus sehingga menyebabkan inflamasi kimiawi dan atau kompresi saraf
langsung.Secara umum gejala yang dapat ditemukan pada HNP cervical
meliputi:
1) Nyeri di daerah leher khususnya pada bagian belakang dan
samping.

23
2) Rasa nyeri yang dalam di dekat atau sekitar bahu pada bagian
yang terkena
3) Rasa nyeri yang menjalar ke bahu, lengan atas dan bawah, dan
yang jarang pada tangan, jari-jari atau dada (Referred pain)
4) Rasa nyeri memburuk dengan batuk, peregangan atau tertawa
5) Peningkatan rasa nyeri ketika fleksi leher atau menengokkan
kepala
6) Spasme dari otot-otot leher
7) Kelemahan otot-otot lengan
8) Rasa baal atau tingling (a "pins-and-needles" sensation) di
daerah bahu atau lengan
9) Posisi atau pergerakan leher tertentu dapat menimbulkan rasa
nyeri
4. Proses Patologi Proses Patologi Hernia Nucleus Pulposus Cervical

Diskus intervertebralis didesain untuk mengabsorbsi goncangan dan tekanan

yang ditransmisikan melalui struktur rangka tubuh. Bagian tengah diskus

intervertebralis tersusun dari bahan mirip gel yang disebut nucleus pulposus.

Nucleus tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat kolagen yang menyusun batas

luar discus disebut annulus fibrosus. HNP (Herniated Nucleus Pulposus)

terjadi akibat adanya beban tekanan terhadap tulang belakang yang terjadi

secara tiba-tiba atau dalam jangka waktu lama. Ketika terjadi beban tekanan

pada diskus intervertebralis, nucleus akan terdorong ke arah dinding annulus.

Seiring dengan terjadinya peningkatan beban tekanan, maka mulai terjadi

robekan pada serat annulus dan terjadi perubahan bentuk diskus

intervertebralis. Diskus biasanya akan terdorong kearah postero-lateral (49 %

24
kasus), posterocentral (8%), lateral/foraminal (<10%), intraosseous/ vertical

(14%): "Schmorl node",extraforaminal/anterior (29%) (Helmi, 2014).

HNP sering ditemukan pada arah posterolateral karena bagian posterolateral

merupakan bagian paling lemah dimana di daerah tersebut banyak terdapat

persarafan di daerah leher, oleh karena itu herniasi sering menyebabkan

penekanan terhadap saraf sehingga menimbulkan disfungsi saraf sensorik

atau motorik. HNP cervical sering ditemukan pada verterbra cervicalis bagian

bawah (level vertebra C6-C7). Di daerah ini terdapat persarafan yang

menyusun pleksus brachialis. Saraf-saraf dari pleksus brachialis berjalan

mempersarafi sepanjang ekstremitas atas, sehingga gejala-gejala akibat

kompresi saraf dapat timbul pada seluruh atau sebagian ekstremitas atas.

Pada beberapa kasus, herniasi terjadi akibat trauma akut akibat beban tekanan

yang tiba-tiba pada vertebra cervicalis. Sebagai contoh, herniasi terjadi ketika

individu yang terbentur kepalanya pada waktu menyelam di kolam renang

yang dangkal. HNP cervical akibat trauma akut merupakan penyebab utama

dari central cord syndrome (Helmi, 2014).

HNP akut sering menyebabkan nyeri radicular melalui radikulitis kimiawi

akibat terjadi pelepasan proteoglikans dan fosfolipase yang dilepaskandari

nucleus pulposus sehingga menyebabkan inflamasi kimiawi dan atau

kompresi saraf langsung. Mediator kimiawi interleukin 6 dan nitric oxide

juga dilepaskan dari diskus intervertebralis dan ikut berperan dalam kaskade

inflamasi. Radikulitis kimiawi merupakan kunci pokok penyebab rasa nyeri

25
pada HNP karena kompresi saraf saja tidak selalu menimbulkan rasa nyeri

kecuali ganglion saraf dorsal juga terlibat. Terkadang fragmen dari annulus

fibrosus yang pecah dapat terdesak sampai ke kanalis spinalis. Herniasi juga

dapat menginduksi demielinisasi saraf yang mengakibatkan gejalagejala

neurologik. HNP akibat trauma yang jarang ditemukan pada vertebra cervical

level C2- 3 memiliki manifestasi berupa rasa nyeri pada daerah leher dan

bahu yang non-spesifik,hipestesia perioral, gejala radikulopati lebih menonjol

daripada mielopati, dan disfungsi motorik dan sensorik tungkai atas lebih

sering ditemukan daripada tungkai bawah (Helmi, 2014).

C. TINJAUAN INTERVENSI
1. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
a. Pengertian
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan
suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf
melalui permukaan kulit. Dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai
tipe nyeri. Pada TENS mempunyai bentuk pulse Monophasic mempunyai
bentuk gelombang rectanguler, tianguler dan gelombang separuh sinus
searah, biphasic bentuk pulse rectanguler biphasic simetris dan sinusoidal
biphasic simetris, pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan
bentuk interferensi atau campuran. Pulse monophasic selalu
mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan
sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai
dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi
terlalu tinggi.
b. Efek TENS
1) Efek Fisiologis

26
a) Terhadap saraf sensorik:
(1.) Merangsang saraf sensorik rasa tusuk lebih nyata
(2.) Efek sekunder hiperaemi lebih nyata
(3.) Merangsang saraf sensorik bermyelin tebal, relatif lebih
kecil
b) Terhadap saraf motorik: Lebih menimbulkan kontraksi otot
c) Peningkatan sirkulasi darah : Lebih nyata akibat adanya
kontraksi otot
d) Kedalaman penetrasi : Lebih dangkal
2) Efek Terapeutik
a) Nyeri
Mengurangi nyeri terhadap nyeri terutama pada jaringan
yang lebih dangkal melalui sistem neurotransmitter lain yaitu
perubahan sistem serotonin dan substansia P.
b) Kontraksi Otot:
(1.) Memperkuat kontraksi otot
(2.) Relaksasi
(3.) Sirkulasi darah : meningkatkan sirkulasi darah lebih nyata
2. Passive Exercise
Pemeriksaan spesifik

Adalah pemeriksaan yang dilakukan apabila informasi yang

diperoleh melalui anamnesis, inspeksi dan pemeriksaan fungsi belum

cukup untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit atau problematik

fisioterapi terhadap penderita. Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk

mengungkap ciri khusus serta jenis gangguan dari suatu struktur atau

jaringan tertentu.

27
a) Palpasi

Palpasi merupakan cara pemeriksaan dengan cara meraba,

menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien dimana untuk

mengetahui adanya nyeri tekan, spasme otot, suhu local, tonus otot, dan

oedema. Tes ini dilakukan untuk mendeteksi nyeri dan spasme otot pada

bagian yang di palpasi. pada pasien hernia nucleus pulposus, umumnya

ditemukan spasme pada otot-otot cervical. Maka dari itu pada lapsus ini

melakukan palpasi sensorik dan palpasi pada upper trapezius, levator

scapula dan spelinius capitsi/cervicis untuk mengidentifikasi myofascial

yang kemungkinan terjadi pada kondisi hernia nucleus pulposus

(Mardjono M., Sidharta P. 2012)

b) Distraction test

Tes ini digunakan untuk pasien yang memiliki keluhan dengan

gejala radicular pain. Tes ini digunakan untuk meringankan gejala. Tes

ini juga dapat digunakan untuk memeriksatanda-tanda radikular merujuk ke

kompleks bahu anterior atau posterior. Jika pasien abduksi lengan saat

traksi diterapkan, gejalanya sering berkurang atau berkurang di bahu. Pada

kasus ini, tes masih akan menunjukkan tekanan akar saraf di tulang

belakang leher, bukan patologi bahu.

Distraction test pada pasien hernia nucleus pulposus umumnya

ditemukan pada saat kepala ditarik kea rah atas maka nyeri radicular

berkurang (Ahmad, 2018).

28
c) Dermatom Test

Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu

saraf spinalis. Ada 8 saraf cervical, 12 saraf thoracal, 5 saraf lumbal dan

5 saraf sacral. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit

yang dipersarafinya ke otak.

Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk

menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Karena kesakitan

terbatas dermatom adalah gejala bukan penyebab dari masalah yang

mendasari, operasi tidak boleh sekalipun ditentukan oleh rasa sakit

Sakit di daerah dermatom mengindikasikan kekurangan oksigen ke saraf

seperti yang terjadi dalam peradangan di suatu tempat di sepanjang jalur

saraf.

Gambar 2.15 Area Dermatom Manusia


(Julfiana Mardatillah, 2018)

d) Myotome Test

Myotome adalah sekumpulan otot yang diinervasi oleh spinal cord

(syaraf di tulang belakang manusia). Test ini dilakukan untuk

29
mengatahui akar saraf yang terganggu sehingga terjadi gangguan pada

otot. Area inervasi yang terganggu dapat pula diketahui dengan

melakukan Myotome test.

Gambar 2.16 Area Myotome Manusia


(Julfiana Mardatillah, 2018)

30
BAB III
HASIL KEGIATAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.My
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Penjual Ikan
Alamat : Kec. Bontoa, Desa Minasaupa
B. History Taking
a. Keluhan Utama : Nyeri leher sisi kanan yang menjalar ke lengan
kanan.
b. Lokasi Keluhan : leher sisi kanan dan lengan sisi kanan
c. Lama keluhan : Sudah Lama
d. Riwayat Perjalanan Penyakit : pasien merasakan nyeri pada leher dan
menjalar ketangan, pasien sudah lama mengalami nyeri. Nyeri akan terasa
berlebihan apabila pasien menunduk dan nyeri akan terasa mulai dari leher
sebelah kanan dan menjalar sampai jari-jari tangan terutama pada ibu jari.

C. Temuan Pemeriksaan
1. Inspeksi/Observasi
a) Statis
1) Dari arah anterior terlihat adanya asimetris bahu dengan sisi kanan lebih
rendah dibandingkan bahu kiri
2) Dari arah posterior asimetris bahu dengan sisi kanan lebih rendah
dibandingkan bahu kiri
b) Dinamis
Pasien tampak kesulitan untuk menggerakan daerah cervical seperti
menunduk.
2. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

31
a) Gerak Aktif

Gerakan ROM Nyeri / Tidak nyeri

fleksi Terbatas Nyeri

ekstensi Terbatas Nyeri

Lateral Fleksi kiri Tidak terbatas Nyeri

Lateral fleksi kanan terbatas nyeri

Rotasi kanan Tidak Terbatas Nyeri

Rotasi kiri terbatas Nyeri

b) Gerak pasif

Gerakan ROM Nyeri / Tidak nyeri

fleksi Terbatas Nyeri

ekstensi Terbatas Nyeri

Lateral Fleksi kiri Terbatas Nyeri

Lateral fleksi kanan Tidak terbatas Tidak nyeri

Rotasi kanan Terbatas Nyeri

Rotasi kiri Tidak terbatas Nyeri

32
c) Ters Isometric Melawan Tahanan / TIMT

Gerakan Nyeri Kekuatan otot


Fleksi Nyeri Lemah
Ekstensi Nyeri Lemah
Lateral fleksi kiri Nyeri Lemah
Lateral fleksi kanan Tidak Nyeri Kuat
Rotasi kiri Nyeri Lemah
Rotasi kanan Tidak Nyeri Kuat

3. Pemeriksaan Spesifik
Jenis
Prosudur Pemeriksaan Hasil
Pemeriksaan
Palpasi otot Terapis menggunakan bantalan indeks jari- nyeri tekan
sub occipital jari untuk meraba, memegang bagian pada otot
tubuh dan menekan, lapisan jaringan otot. sub occipital
Palpasi otot sub occipital
Distraction fisioterapis meletakkan kedua ibu jari nyeri radicular
test tangan disekitar occiput dan jemari lainnya berkurang
disekitar temporal kepala pasien. Lalu,
secara perlahan lakukan distraksi (angkat
kepala pasien).
Dermatom fisioterapis melakukan palpasi di Terjadi
test daerah posterior ke arah anterior hiposensasi
lengan hingga ke jari 1,2,3 dan 4 pada area C5
kemudian menanyakan ke pasien
apakah ada rasa kebas atau mati
rasa (numbness).

33
Miotom Pemeriksaan menempatkan sendi pada Terjadi
test posisi netral atau posisi rileks dan kelemahan
kemudian menerapkan gerakan isometric pada saat
melawan tahanan, kontraksi ditahan melakukan
kurang lebih selama 5 detik untuk gerakan
melihat adanya kelemahan. Jika fleksi
memungkinkan pemeriksa akan elbow dan
memeriksa dua sisi sekaligus untuk finger
mendapatkan perbandingan. abduktor.

( C5)

4. Pengukuran Fisioterapi

a) VAS

Kriteria objektif

skala 0 – 1 : tidak terasa nyeri;

skala 1 – 3 : nyeri ringan;

skala 3 – 7 : nyeri sedang ;

skala 7 – 9 : nyeri berat;

skala 9 – 10 : nyeri sangat berat

Hasil :

Nyeri diam skala 3,5 Nyeri Sedang

34
Nyeri gerak skala 6,4 Nyeri Sedang

Nyeri tekan skala 7,3 Nyeri berat

b) Neck disability index (NDI)

1) Teknik pelaksanaan

Terapis memberikan kuisioner kepada pasien untuk kemudian diisi dan

dievaluasi oleh terapis.

2) Kriteria objektif

0 – 20 % : Minimal Disabilitas (ringan)

20 – 40 % : Moderate Disabilitas (sedang)

40 – 60 % : Severe Disabilitas (berat)

60 – 80 % : Crippled (lumpuh)

80 – 100 % : -

3) Hasil : 30 %

4) Interprestasi : Pasien mengalami disabilitas sedang.

D. Program Intervensi Fisioterapi


a. Tujuan jangka pendek

1. Mengurangi nyeri radikuler ke lengan kiri

2. Mengurangi spasme otot upper trapezius, levator scapula,

scaleni dan splenius capitis/cervicis.

35
3. Koreksi postur

4. Meningkatkan mobilitas cervical.

5. Meningkatkan kekuatan otot cervical

b. Tujuan jangka Panjang

1. Memperbaiki kemampuan fungsional seperti menengadah

dan menoleh.

No Jenis Intervensi
Komponen ICF
. Tujuan Intervensi

IMPAIRMENT
1.
Nyeri radikuler ke lengan TENS

kiri akibat prolapse padaMengurangi nyeri MET

diskus C5 Mobilisasi saraf

Ultrasound
Spasme otot sub
Mengurangi spasme MET
occipital
IC

Deviasi postural : Core stability

forward headKoreksi postur SittingChin

posture Retraction

MET

Hipomobility cervicalMenambah ROM Traksi cervical

Manualtraksi

36
MC kenzie

Kelemahan otot deep


Meningkatkan kekuatan
ekstensor dan Core stability
otot
deep fleksor neck

2. ACTIVITY
LIMITATION
Gangguan bekerja karena
Gangguan bekerja karena
pasien akan merasa
pasien akan merasa nyeri
nyeri pada saat
pada saat menunduk
menunduk

Gangguan
Gangguan berkendara
berkendara

PARTICIPATION
3.
RESTRICTION

Pasien merasa nyeri padaPasien merasa nyeri pada

saat melakukan sesuatu saat melakukan sesuatu

yang harus menunduk yang harus menunduk

Ganguan fungsional Ganguan fungsional

menengadah dan menengadah

menoleh dan menoleh

Jenis Intervensi Tujuan Intervensi Alasan Klinis

37
TENS Mengurangi nyeri TENS memiliki target arus berdiamika
besar sehinggga dapat merangsaang
sistem saraf dari berbagai tipe nyeri,
sehingga dapat mengurangi nyeri
MWD Untuk penurunan Karena dapat memanaskan jaringan otot
nyeri sehingga akan memberi efek relaksasi
pada otot dan meningkatkan aliran
darah inframuskular. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan limperatur
yang signifikan.
Core Stability Menguatkan otot Memiliki kemampuan untuk
memperkuat seluruh otot trunk yang
bertanggung jawab untuk menstabilisasi
spine tanpa melampaui ambang batas
cedera
MET dapat memberikan peningkatan LGS
lateral fleksi dan rotasi cervical secara
bermakna pada penderita hernia nucleus
pulposus efektif untuk mengurangi
nyeri, spasme otot dan meningkatkan
LGS.

E. Evaluasi Fisioterapi
No Problematic Intervensi Evaluasi
Fisioterapi Awal Terapi Akhir Terapi
1 Pada tanggal 15 Mret MWD dan Nyeri pada Pasien masih
2019 pasien datanf TENS leher dan merasakan

38
dengan keluhan nyeri menjalar ke nyeri pada
pada leher dan mejalar ke jari – jari leher dan
jari – jari tangan. Pasien menjalar ke
mengatakan selama terapi jari – jari
pasien belum mengalami
perubahan
2 Pada tanggal 18 Maret MWD, Nyeri pada Pasien sudah
2018, pasien datang lagi TENS,Core leher yang mengalami
dengan keluhan yang Stability, dan mejar ke jari sedikit
sama MET – jari perubahan.
Nyeri pada
leher sudah
mulai
menurun

39
BAB IV

PENUTUP

HNP cervikalis dapat terjadi akibat proses degeneratif maupun trauma

yang mencederai vertebra cervikalis. Proses degeneratif dan trauma ini

menyebabkan perubahan pada struktur diskus intervertebralis yang terletak

diantara masing masing badan (corpus) vertebracervicalis, sehingga fungsinya

sebagai penahan tekanan (shock absorbes) terganggu danmenyebabkan substansi

diskus keluar (herniasi) hingga menekan radix saraf bahkan medulaspinalis dan

gejala yang secara umum dapat ditemukan pada HNP cervical meliputi:

1. Nyeri di daerah leher khususnya pada bagian belakang dan samping

2. Rasa nyeri yang dalam di dekat atau sekitar bahu pada bagian yang terkena

3. Rasa nyeri yang menjalar ke bahu, lengan atas dan bawah, dan yang jarang

pada tangan, jari-jari atau dada (Referred pain)

4. Rasa nyeri memburuk dengan batuk, peregangan atau tertawa

5. Peningkatan rasa nyeri ketika fleksi leher atau menengokkan kepala

6. Spasme dari otot-otot leher

7. Kelemahan otot-otot lengan

Adapaun Rencana intervensi fisioterapi yang diberikan kepada pasien HNP

Cervical yaitu : TENS,MWD, muscle energy technique, ischemic compression

traksi cervical, manual traksi ekstensi (Mc. Kenzie), mobilisasi saraf, core stability

dan sitting chin retraction.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, N.C. 2013. Penerapan Integrated Neuromuscular Inhibition Technique

dengan Deep Transverse Friction dalam Menurunkan Nyeri pada Sindroma

Miofascial Trigger Point Syndrome Otot Upper Trapezius. Denpasar:

Universitas Udayana.

Apoorva, P., Nilima, B., Ashok, S., Parag, S. 2016. Effect of muscle energy technique

and static stretching on pain and functional disability in patients with

mechanical neck pain. Journal Hong Kong Physiotherapy: Vol 35: 5- 11.

Cesar, F., Joshua, A., Peter A. 2011. Neck and arm pain sydromes. Cihina: Elsevier.

Chaitaw, L. 2013. Muscl Energy Technique. Fourth Edition. China:

Elsevier

Chaitow, L. 2006. Muscle Energy Technique. 3rdEd. Churchill Livingstone:

Edinburgh

Cook, C.E. 2011. Orthopedic Manual Therapy An Evidence-Based Approach. Second

Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Francis, H., Dino, S., Richard, G. 2015. Cervical Spine. China: Elsevier Saunders.

Jonas, W., Frield, K.2007.Human Performance Optimization: An Evolving

Charge to the Department of Defense. US National Library of

MedicineNational Institutes of Health: Mill Med, 172(11): 1133-1137.

41

Anda mungkin juga menyukai