Anda di halaman 1dari 69

i

LAPORAN KASUS

STASE 1 RSAD PELAMONIA MAKASSAR

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH


ET CAUSA HERNIA NUKLEUS PULPOSUS L4 – L5

OLEH :

HARDINA MIFTAHUL JANNAH

PO.71.3.241.18.1.011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN DIII FISIOTERAPI

2020
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus preklinik atas nama Hardina Miftahul Jannah dengan Nim :

PO.71.3.241.18.1.011 Dengan judul “Penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan

fungsional telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan selama

menyelesaikan praktek klinik di RUMKIT TK.II PELAMONIA.

Makassar, 28 November 2020

Mengetahui

Cilinical Educator Receptor

Andi Adriana.,S,FT.,Physio Sudaryanto,S.ST.Ft.,M.Fis


NIP.19760620 2007122001 NIP.1972021 199003 1 002
iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Penatalaksanaan Fisioterapi pada nyeri punggung bawah et causa Hernia
Nukleus Pulposus”.dapat terselesai dengan baik.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya
dukungan dan bantuan dari berbagi pihak. Untuk itu perkenankan saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini.

Penyusun juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun
dari berbagai pihak guna perbaikan laporan ini. Penyusun juga memohon maaf yang
sebesar-besarnya jika dalam laporan ini terdapat hal-hal yang tidak berkenan bagi
pembaca. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu terselesai laporan ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Wasssalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 28 November 2020

Penulis
iv

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iv
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................3
TINJAUAN KASUS................................................................................................................3
A. Tinjauan Tentang Anatomi Fisiologi........................................................................3
B. Tinjauan Tentang HNP..............................................................................................5
1. Definisi.....................................................................................................................5
2. Etiologi.....................................................................................................................7
3. Patofisiologi.............................................................................................................8
4. Gambaran Klinis....................................................................................................10
C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi............................................................10
D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi................................................................17
BAB III.................................................................................................................................33
PROSES ASSESSMEN FISIOTERAPI.............................................................................33
A. Identitas Pasien.........................................................................................................33
B. History Taking..........................................................................................................33
C. Inspeksi/Observasi...................................................................................................34
D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi.....................................................................35
E. Problematika Fisioterapi.........................................................................................48
BAB IV..................................................................................................................................50
INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI.............................................................50
A. Rencana Intervensi Fisioterapi................................................................................50
B. Strategi Intervensi Fisioterapi.................................................................................50
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi........................................................52
D. Edukasi dan Home Program...................................................................................56
E. Evaluasi Fisioterapi.................................................................................................56
v

BAB V...................................................................................................................................58
PEMBAHASAN...................................................................................................................58
A. Pembahasan Assessment Fisioterapi.......................................................................58
B. Pembahasan intervensi fisioterapi..........................................................................62
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................64
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, banyak kebutuhan yang harus dipenuhi,

dalam hal ini maka manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya

dengan melakukan pekerjaan. Dalam aktifitas pekerjaannya manusia kurang

memperhatikan keamanan anggota tubuhnya terhadap pola gerak yang

dilakukan. Hal ini dapat menimbulkan beberapa keluhan nyeri, salah satu

diantaranya nyeri pada daerah punggung bawah. (Pinzon, 2012).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial.

Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua

nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu,

keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.

Nyeri yang terasa sepanjang tungkai dinamakan ischialgia atau

sciatica. Ischialgia timbul akibat perangsangan serabut-serabut sensorik yang

berasal dari radiks posterior L4 – S3 dan dapat terjadi pada setiap bagian

.ischiadicus sebelum muncul pada permukaan belakang tungkai

(Borenstein,1989).

Di Indonesia berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri

PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik


2

Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002

menemukan prevalensi penderita Ischialgia sebanyak 15,6 %. Angka ini

berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang

mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan di 14

kota di Indonesia juga oleh Pokdi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan

sebanyak 18,13% penderita Ischialgia dengan rata-rata nilai VAS sebesar

5,46 ± 2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. 50% diantaranya adalah

penderita berumur antara 41-60 tahun (Purba & Rumawas, 2006).


3

BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Tentang Anatomi Fisiologi

 Anatomi Fisiologi

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus

vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis

dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis

menghubungkan vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal

anterior, suatu pita tebal dan lebar, berjalan memanjang pada bagian depan

korpus vertebra dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum

dan annulus fibrosus. Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk

menahan gaya ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian

posterior korpus vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum

longitudinal posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam

menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior,

sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior. Pada bagian posterior

terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan yaitu radiks

saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.Diantara korpus vertebra mulai dari

vertebra servikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat diskus

intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur

antara korpus vertebra.


4

Gambar 2. Pembagian Regio dari Columna Vertebralis

Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus pulposus

ditengah dan anulus fibrosus di sekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang

yang di atas dan dibawahnya oleh dua lempengan tulang rawan yang tipis.6

Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin,

nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan

penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam

benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga

memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan

pembuluh-pembuluh darah kapiler. Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin

fibrosa konsentris yang mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus

berfungsi untuk memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan

oleh struktur spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus;

dan meredam benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di


5

sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang menarik korpus

vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan

nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara korpus vertebra.

Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna

vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang

paling tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia,

kandungan air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis.

Gambar 3. Dikutip dari kepustakaan 4

B. Tinjauan Tentang HNP

1. Definisi

Hernia nukleus pulposus (HNP) atau herniated disc adalah kondisi

ketika salah satu bantalan atau cakram (disc) tulang rawan dari tulang

belakang menonjol keluar dan menjepit saraf. Penyakit ini sering disebut

oleh orang awam sebagai saraf terjepit.

HNP sering menyerang orang dengan usia 30–50 tahun. HNP lebih sering

pada pria sebanyak dua kali lipat dibandingkan wanita. HNP paling sering
6

terjadi pada punggung bawah.Saraf tulang belakang yang kejepit ini dapat

menimbulkan gejala nyeri punggung bawah (pinggang), sakit punggung

atas, atau nyeri pada leher, tergantung lokasi terjadinya HNP. Sebagian

besar penyakit HNP dapat sembuh dengan sendirinya. Namun bila nyeri

masih berlangsung sampai berbulan-bulan, dokter dapat memberikan

pengobatan yang jenisnya disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala

pada pasien.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus

fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture

annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang

menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada

lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level

ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan

nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang

tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness

pada grup otot tertentu namun jarang terjadi pada banyak grup otot (Lotke

dkk, 2008).
7

Gambar 2.1

Hernia Nucleus Pulposus (Muttaqin, 2008)

2. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan

meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan

kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami

perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus

biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan

Agur, 2013) Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan

oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai

discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus.

Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini

disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa

bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus

kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan

memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau

terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012).
8

3. Patofisiologi

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum

ferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut

menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah

terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya

saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika

hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat dan

sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke

korpus tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol

langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus

ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan

dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada

annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya

nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain

subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang

tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus

pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan

radiks yang bersamasama dengan arteria radikularis yang berada dalam

lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah

terjadi HNP, sisa discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua

korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).


9

Menurut gradasinya, herniasi dan nukleus pulposus, Herniated

Nucleus Pulposus (HNP) terbagi atas:

a. Protrusi:material nucleus pulposus ditahan oleh lapisan terluar

annulus dan struktur ligamen penopang.

b. Prolaps:material nucleus pulposus rupture total ke kanalis

vertebralis.

c. Ekstrusi: ekstensi material nucleus pulposus keluar dari batas

ligamen longitudinal posterior atau di atas dan di bawah ruang

diskus, seperti yang tampak pada pencitraan MRI, tetapi masih

kontak dengan diskus.

d. Sekuestrasi bebas:material nucleus pulposus yang telah terekstrusi

terpisah dari diskus dan menjauhi area prolaps.

Gambar 2.7

Jenis-jenis Herniated Nucleus Pulposus (HNP).

(A) Protrusion. (B) Prolapse. (C) Extrusion. (D) Sequestation

Sumber :Magee (2008).


10

4. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung

bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas

HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis

flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi

pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di

tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki.

Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiller negative.

Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di

punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan

di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan

kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan

reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan bagian lateral

pedis (Setyanegara dkk, 2014).

C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri

Nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan, yang dapat terjadi oleh

karena rangsangan berbahaya(noxius) akibat kerusakan jaringan atau

oleh karena gangguan emosi yang dapat menyebabkan sesorang

mengalami perasaan yang tidak menyenangkan walaupun tak ada

ruangan berbahaya. Jenis nyeri terbagi atas 4 bagian yaitu:

a. Nyeri Primer
11

Nyeri primer adalah nyeri mudah dilokalisir tajam dan cepat

tumbilnya, umpana tusukan dengan jarum. Nyeri ini hubungan

dengan aktivias A delta.

b. Nyeri Sekunder

Nyeri sekunder adalah nyeri yang sukar dilokalisir baur seperti

terbakar dan lama timbulnya, umpanya sakit gigi yang amat sangat

tidak dapat ditahan. Nyeri ini hubunganya dengan serat C.

c. Nyeri Akut

Nyeri akut umumnya letaknya parifer dan di ikuti gejala akut.

d. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri menahun dapat sentral dan perifer, nyeri

ini tak member tahu adanya kerusakan jaringan, akan tetapi terdapat

lain-lain persoalan, biasanya diikuti depresi (reactive depression).

Antara kerusakan jaringan sebagai sumber stimulasi nyeri sampai

dirasakan sebagai persepsi terdapat suatu rangkaian proses elektro

fisiologi yang secara kolektif disebut.

 Alat yang digunakan ialah Visual Analog Scale ( VAS)

 VAS (Visual Analog Scale)

Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas

nyeri yang pasien rasakan, dengan menampilkan suatu

kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak nyeri, ringan, sedang atau


12

berat” . Secara operasional VAS umumnya berupa garis

horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti yang di

ilustrasikan pada gambar.Pasien menandai garis] dengan

menandai sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang di

rasakan pasien saat ini.

Kriteria Visiual analog scale (VAS)

- Skala 0, tidak nyeri

- Skala 1, nyeri sangat ringan

- Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun

tidak begitu sakit

- Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa

ditoleransi

- Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)

- Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa

didiamkan dalam waktu lama

- Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera,

terutama indera penglihatan

- Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan

aktivitas

- Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih,

bahkan terjadi perubahan perilaku


13

- Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan

menginginkan cara apapun untuk menyembuhkan nyeri

- Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa

menyebabkan Anda tak sadarkan diri

2. Pengukuran Kekuatan Otot

Derajat dari MMT nilai dalam angka dari 0 sampai dengan 5

Derajat yang diberikan menggabungkan antar faktor subjektif dan

objektif. Faktor subjektif adalah penilaian penguji pada tahanan yang

di berikan pada pasien dalam test. Sedangkan faktor objektif adalah

kemampuan pasien untuk memnuhi ROM atau melawan tahanan dan

gravitasi.

Grade Terbilang Keterangan


0 Zero Tidak ada pergerakan otot, baik secara palpasi atau

visual
1 Trace Penguji dapat mendeteksi adanya kontraksi dari satu

atau lebih otot yang berpartisipasi dalam

menimbulkan sebuah gerakan yang sedang di uji baik

secara palpasi atau terlihat. Namun ada pergerakan

ari sendinya.
2 Poor Otot dapat memnuhi full ROM dalam posisi yang

gaya gravitasinya minimal. Biasanya dalam posisi

horizontal
3 Fair Otot atau group otot dapat memnuhi ROM penuh dan
14

dapat melawan tahanan dari gravitasi saja


4 Good Dapat memenuhi ROM full dan melawan gravitasi

serta dapat melawan tahanan tanpa berhenti di

tengah-tengah ROM
5 Normal Dapat memnuhi ROM dan melawan tahanan

maksimal
3. Pengukuran fungsional/disabilitas

Oswertry Disability Index (ODI)

Oswestry Disability Index (ODI) adalah indeks yang berasal dari

Oswestry Low Back Pain Questionnaire yang digunakan oleh dokter

dan peneliti untuk mengukur rasa nyeri yang rendah.Pertama kali

dipublikasikan oleh Jeremy Fairbank pada tahun 1980.Oswestry

.Disability Index (ODI) saat ini dianggap sebagai salah satu standar

emas untuk mengukur derajat kecacatan dan memperkirakan kualitas

hidup seseorang yang sering terkena sakit nyeri pinggang. Dalam

penggunaan skala nyeri ini, pasien akan diberikan kuisioner untuk

menentukan intensitas nyerinya, meliputi kemampuan untuk

mengangkat anggota gerak, kemampuan untuk merawat diri sendiri,

kemampuan untuk berjalan, kemampuan untuk duduk, fungsi seksual,

kemampuan untuk berdiri, kehidupan sosial, kualitas tidur, dan

kemampuan untuk melakukan perjalanan. Setiap kategori topik terdiri

dari 6 pernyataan yang menggambarkan skenario potensial yang


15

berbeda dalam kehidupan pasien yang berkaitan dengan topik

(Fairbank Jeremy C. Et al .2000)

Cara penghitungan menggunakan ODI :

1) Dalam ODI, tercantum 10 pertanyaan yang menggambarkan

kondisi disabilitas pada pasien. Masing-masing kondisi memiliki

nilai 0 sampai nilai 5, sehingga jumlah nilai maksimal secara

keseluruhan adalah 50 poin.

2) Jika 10 kondisi dapat diisi, maka cukup langsung menjumlah

seluruh skor.

3) Jika suatu kondisi dihilangkan, maka penghitungannya adalah

skor poin total dibagi dengan jumlah kondisi yang terisi, lalu

dikalikan 5.

skor poin total


x 100 =
jumlah kondisi yang terisi x 5

Interprestasi score pada quisioner oswestry disability index sebagai berikut :

 0% - 20% (Disabilitas minimal)

Merupakan ketidakmapuan pada tingkat minimal yaitu dengan angka

0%-20%.Pasien dapat melakukan sebagian besar aktifitas hidupnya.

Biasanya tidak ada indikasi untuk pengobatan terlepas dari nasihat untuk
16

mengangkat dan duduk dengan cara yang benar agar tidak bertambah

parahnya tingkat disabilitas pasien

 21 – 40% (Disabilitas sedang)

Merupakan ketidakmampuan pada tingkat sedang yaitu dengan angka

21%-40%.Pasien merasa lebih sakit dan mengalami kesulitan dalam

melakukan aktifitas duduk, mengangkat, dan berdiri. Untuk berpergian

dan kehidupan sosial akan lebih dihindari. Sedangkan untuk perawatan

pribadi dan tidur tidak terlalu terpengaruh.

 41% - 60% (Disabilitas parah)

Merupakan ketidakmampuan pada tingkat yang parah, yaitu dengan

angka 41%-60%.Rasa sakit dan nyeri tetap menjadi masalah utamanya

sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.

 61% - 80% (Disabilitas sangat parah)

Merupakan ketidakmampuan yang sangat -parah dengan angka 61%

̶80%, sehingga sangat menggangu seluruh aspek kehidupan pasien.

 81% - 100% (Disabilitas Tak tertahankan)

Merupakan angka tertinggi untuk tingkat keparahan disabilitas adalah

81% ̶100%, dimana pasien tidak dapat melakukan aktifitas sama sekali

dan hanya tergolek ditempat tidur.

4. Scober test
17

Metode ini terbukti efektif untuk mengukur luas gerk dari

tulang lumbal, adapun metode yang digunakan iyalah menggunakan

metode I, dimana bila ingin mengukur luas dari gerakan fleksi dan

ekstensi ialah dengan cara menempatkan satu titik meteran di C7 dan

titik satunya pada S1, lalu minta pasien untuk melakukan gerakan

fleksi dan ekstensi. Sedangkan untuk mengukur gerakan lateral fleksi

ialah dengan menempatkan satu titik meteran pada ujung jari tengah

dan satu titiknya lagi pada lantai, lalu minta pasien untuk melakukan

gerakan lateral fleksi kiri maupun lateral fleksi kanan

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. Micro Wave Diatermi (MWD)

 Definisi

Micro Wave Diathermy (MWD) merupakan suatu alat sebagai

pengobatan yang menggunakan stessor fisis berupa energi

elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik ber-frekuensi

2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.MWD adalah salah

satu modalitas fisioterapi yang dapat bermanfaat dalam mengurangi

nyeri.MWD cocok untuk jaringan superficial dan struktur artikuler

yang dekat dengan permukaan kulit. Salah satu tujuan utama dari

terapi MWD adalah untuk memanaskan jaringan otot sehingga akan

memberi efek relaksasi pada otot dan meningkatkan aliran darah


18

intramuskuler, hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur

yang signifikan.

 Efek fisiologis

1. Perubahan panas

- Reaksi lokal jaringan

a. Meningkatkan metabolisma sel-sel lokal ± 13% tiap kenaikan

temperatur 1°C.

b. Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul

homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.

- Reaksi general

Kemungkinan dapat terjadi kenaikan temperatur, tetapi

perludipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan

aplikasinya lokal.

2. Jaringan ikat

Dapat meningkatkan elastisitas jaringan ikat, seperti jaringan

collagen, kulit, otot, tendon, ligament dan capsul sendi akibat

menurunnya viskositas matrik jaringan tanpa menambah panjang

matrik, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak

kedalamannya ± 3 cm.

3. Jaringan otot

Meningkatkan elastisitas jaringan otot dan menurunkan tonus

otot lewat normalisasi nocisensorik.


19

4. Jaringan syaraf

Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan syaraf,

meningkatkan konduktivitas syaraf serta meningkatkan nilai

ambang rangsang.

 Efek terapeutik

Efek terapeutiknya dapatmeningkatkan proses perbaikan atau

reparasi jaringan secara fisiologis. Menurunkan nyeri, normalisasi

tonus otot melalui efek sedatif, serta perbaikan metabolisme. Dengan

peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses

kontraktur jaringan.

 Teknik Aplikasi MWD

a. Persiapan alat

b. Tes alat

c. Pemanasan 5-10 menit

d. Jarak <10cm dari kulit

persiapan pasien :

a. Bebaskan dari pakaian dan logam

b. Posisikan pasien senyaman mungkin

c. Tes sensibilitas

d. Jarak 5-10 cm

e. Durasi 20-30 menit. alat 2456MHz, frekuensi terapi 3-5

x/minggu, intensitas 50-100 watt (toleransi pasien), dosis


20

intensitas ditentukan oleh aktualitas patologi (aktualitas rendah :

thermal, aktualitas sedang : subthermal, aktualitas tinggi : a

thermal)

 Indikasi

a. Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen)

b. Spasme otot (efektif untuk sendi Inter Phalangeal, Metacarpal

Phalangeal dan pergelangan tangan)

c. Rheumathoid Arthritis dan Osteoarthrosis)

d. Kelainan saraf perifer (neuralgia neuritis)

 Kontraindikasi

a. Adanya logam.

b. Gangguan pembuluh darah.

c. Pakaian yang menyerap keringat.

d. Jaringan yang banyak cairan.

e. Gangguan sensibilitas.

f. Neuropathi (timbul gangguan sensibilitas dan diabetes melitus).

g. Infeksi akut.

h. Transqualizer (alat pada pasien dengan gangguan kesadaran).

i. Kehamilan dan saat menstruasi.

2. Stretching

 Definisi
21

Passive stretching adalah teknik stretching (penguluran) yang

dilakukan oleh terapis, atau gaya stretch berasal dari terapis atau orang

lain. Passive stretching adalah metode sretching yang sederhana, yang

menggunakan gaya external dari terapis atau mesin latihan. Pasien

harus serelaks mungkin selama passive stretching.Baik jaringan

kontraktil maupun nonkontraktil dapat dipanjangkan melalui pasive

stretching. Gaya stretch biasanya diaplikasikan sekrang-kurangnya 6

detik, tetapi yang lebih baik adalah ± 15 – 30 detik dan diulang

beberapa kali. Penelitian menunjukkan bahwa gaya stretch selama 30

detik atau 60 detik lebih baik dari pada 15 detik. (Anshar dkk, 2014)

 Tipe-tipe sendi

Terdapat empat tipe peregangan yang sering dilakukan antara lain :

-Tipe pertama adalah peregangan statis. Peregangan jenis ini

dilakukan dengan menahan posisi peregangan dalam periode

tertentu, biasanya sekitar 10-30 detik. peregangan statis ini

dinyatakan aman dan efektif dalam meningkatkan fleksibilitas.

-Tipe kedua adalah peregangan dinamis. Sesuai dengan namanya,

peregangan ini dilakukan disertai adanya perpindahan atau

gerakan. Gerakan tersebut rata-rata diulang sebanyak 10-12 kali.

Jenis ini banyak digemari oleh atlet, pelatih, trainer, dsb karena

meningkatkan mobilitas dalam olah raga.


22

-Tipe ketiga adalah peregangan pasif. Peregangan jenis ini

menggunakan bantuan dari luar untuk membantu kita menerima

perengangan. Bantuan tersebut dapat berupa berat badan,

gravitasi, bantuan orang lain, dan lainnya.

-Tipe keempat adalah peregangan aktif. Peregangan aktif ini

maksudnya, kita secara aktif melakukan kontraksi otot berlawanan

dengan bagian yang sedang di regangkan. Keempat tipe ini tidak

terjadi secara terpisah, kita bisa saja melakukan peregangan statis-

pasif, dinamis-pasif, dan lainnya.

 Metode Stretching

-Posisikan badan dimana otot atau grup otot yang ingin di stretch

dalam keadaan dalam keadaan terulur. Posisi untuk membiarkan

otot hamstring terulur adalah dengan duduk tegak dan meletakkan

kaki kearah depan.

-Pastikan kedua otot baik agonis maupun antagonis dalam posisi

terulur dengan rileks.

-Secara perlahan dan hati-hati turunkan badan menuju kedepan utnuk

meningkatkan tension pada otot hamstring menuju titik tidak

nyaman akan tetapi tidak nyeri.

-Tahan posisi maksimal tersebut selama 30 detik dengan tiga repetisi

dengan jeda interval 30 detik, dilakukan secara bergantian kaki

kanan dan kiri.


23

 Indikasi

-ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan ekstensibilitasnya

akibat perlengketan, kontraktir, dan pembentukan jaringan parut,

menyebabkan keterbatasan kemampuan.

-Keterbatasan gerak dapat menyebabkan deformitas structural yang

seharusnya dapat dicegah.

-Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan

menyebabkan ROM.

-Dapat menjadi komponen program kebugaran total atau

conditioning olahraga spesifik yang dirancang untuk mencegah

atau mengurangi risiko cedera muskuluskeletal.

-Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk

mengurangi nyeri otot pasca latihan. (Carolyn K, Lynn A, 2014)

 Kontraindikasi

-Fraktur baru, dan penyambungan tulang belum sempurna.

-Terdapat bukti inflamasi akut atau proses infeksi ( panas dan

pembengkakan), atau kemungkinan gangguan penyembuhan

jaringan lunak pada jaringan yang terbatas dan daerah sekitarnya.

-Terdapat nyeri tajam dan akut pada gerak sendi atau pemanjangan

otot.

-Terdapat hematoma atau indikasi trauma jaringan lain

-Terjadi hipermobilitas. (Carolyn K, Lynn A, 2014)


24

3. Terapi Latihan (Mc. Kenzie Exercise)

 Definisi

Teknik Mc. Kenzie adalah suatu bentuk latihan aktif yang

bertujuan untuk mengurangi nyeri pinggang.Program latihan Mc.

Kenzie diperkenalkan oleh Robin Mc. Kenzie pada tahun 1960-an.

Selama tahun 1960-an, Mc. Kenzie mengembangkan pemeriksaan dan

pengobatan untuk gangguan spinal, yang sekarang dikenal seluruh

dunia sebagai penemu dan pengobatan NPB.Pemeliharaan postur yang

baik dan latigan dapat membantu mengurangi nyeri.Teknik Mc.

Kenzie dapat membantu memulihkan kondisi pasien dan dangat

membnatu nyeri yang berulang-ulang. Prinsip dari metode Mc. Kenzie

melibatkan pemahaman tentang cervical spine dan lumbal spine yang

memiliki kurva, yang dikenal sebagai kurva cervical atau lumbal akan

mengalami distprsi dan spine akan menjadi lebih tegang. Keadaan ini

dapat menyebabkan strain pada otot-otot cervical atau otot-otot

lumbal. Dengan menggunakan metode Mc. Kenzie maka kurva

lordosis lumbal dapat dikembalikan ke posisi normal.

Koreksi postural dan pemeliharaan postur yang benar akan selalu

disertai dengan latihan. Bahkan ketika anda mengalami nyeri pinggang

yang ringan dan perlu istirahat, maka kebiasaan postur yang baik

adalah hal yang esensial untuk mencegah problem kambuh

lagi.Latihan-latihan ini didesain untuk mempercepat pengaruhnya


25

terhadap nyeri.Efek-efek latihan ini dapat meningkaykan nyeri atau

menurunkan nyeri atau menyebankan perubahan nyeri pada lokasinya.

Untuk menentukan apakah program latihan bekerja secara efektif maka

sangatlah penting anda lebih teliti mongobservasi suatu perubahan

dalam intensitas atau lokasi nyerinya ( Anonim,2007).

 Tujuan Mc. Kenzie

-Mengurangi nyeri dan ketegangan otot.

-Menambah jarak gerak sndi (ROM) dari lumbal

-Mengembalikan/koreksi terhadap sikap tubuh/ postur.

-Mengembalikan fungsi.

 Indikasi

-Spasme otot erector spine.

-Nyeri gerak fleks

-Keterbatasan gerak fleks

-Gangguan diskus

 Kontra indikasi

-Fraktur

-Ada dislokasi atau sublukasi

-Terdapat sejala peradangan atau infeksi akut pada daerah sekitar

sendi.
26

-Terdapat gejala osteoporosis

 Efek Fisiologi Teknik Mc. Kenzie

Pada kondisi nyeri dengan aktualotas tinggi sering mengalami

kesulitan dalam melakukan gerakan sehingga pemberian latihan seperti

Mc. Kenzie exercise harus dilakukan dengan hati-hati. Pada umumnta

nyeri meningkat pada tahap awal latihan. Kemdian pada saat pasien

melakukan latihan Mc. Kenzie exercise secara kontiyu maka nyeri

secara perlahan dan bertahap akan turun. Hal ini biasanya terjadi selam

sessio latihan pertama dan kemudia akan diikuti oleh nyeri yang

terpusat.Penurunan nyeri melalui teknik Mc.Kenzie dihasilkan oleh

adanya efek gerak sendi dan otot, akan menghasilkan efek gerak pada

facet joint ( intervertebral joint). Efek gerakan tersebut dapat

merangsang akticitas mekanoreceptor. Dimana aktifitas dari

mekanorceptor dapat menginhibisi transmisi stimulus nociseptif pada

medulla spinalis ( gate control theory ). Disamping itu, metode gerakan

pada Mc. Kenzie dapat menormalkan kurva lordosis cervical sehingga

dapat menurunkan beban strain pada otot dan akhirya ketegangan otot

akan menurun.

 Prosedur pelaksanaan Mc. Kenzie

1) Tidur tengkurap dengan kepala memoleh ke satu sisi kedua tangan

relaks di samping badan. Dalam posisi tersebut, lakukan deep

breathing kemudia relaks secara sempurna selama 4-5 menit.


27

Latihan ini terutama digunakan dalam pengobatan akut nyeri

pinggang, dilakukan pada awal dari setiap latihan.

2) Posisi pasien tengkurap, dengan kedua elbow menyangga badan.

Selama latihan ini dilakukan deep breathing kemudia relaksasikan

otot-otot pinggang secara sempurna.

Lakukan latihan ini selama 5 menit. Latian 2 terutama digunakan

dalam pengibatan low back pain berat.

3) Posisi pasien tengkurap, kemudian kedua lengan di bawah sholder

dalam posisi menyangga badan. Kemudia luruskan kedua elbow

dengan mendiring badan ke atas sejauh mungkin sehingga nyeri

berkurang. Posisi ini penting untuk merelaksasikan pelvis, hip dan

tingkai secara sempurna. Pertahankan posisi tersebut selama 2


28

detik sehingga regio pinggang terasa lentur/ longgar dan dilakukan

10 kali pengulangan.

Latihan ini sangat berguna dan efektif dalam pengobatan akut low

back pain dan stiffness.

4) Beridiri tegak dengan kedua kaki sedikit membuka. Letakkan

kedua tangan pada pinggang dengan jari-jari menghadap ke

belakang. Kemudia ektensikan trunk sejauh mungkin dengan

kedua tangan sebagai fulcrum ( knee harus tetap lurus ).


29

Pertahankan latihan ini dapat diberikan setelah mengalami recvery

low back pain, jaringan diberikan pada akut LBP

5) Posisi pasien tidur terlentang kemudian bengkokkan kedua lutut

dan kedua kaki datar pada lantai. Kemudian bawa kedua lutut ke

arah dada denga bantuan kedua tangannya secara perlahan selama

2 detik dan kembali ke posisi semula jangan menaikkan kepala

atau meluruskan tungkai dan ulangi sebanyak 5-6 kali.

Latihan ini dugunakan pada pengobatan stiffness low back pain.

6) Posisi pasien duduk di kursi atau stool dengan kedua lutut dan kaki

terbuka dan kedua tangan bersandar di atas kedua tungkai.

Kemudian bengkokkan trunk ke depan sehingga keuda tangan

menyentuh laintai. Kembali ke posisi awal dan ulangi sebanya 5-6

kali. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan kedua tangan pada

ankle dan mengkokkan trunk sejauh mungkin. Latihan 6 hanya

dilakukan setelah 1 minggu melakukan latihan 5.


30

4. Core Stability

 Definisi core stability

Core Stability secara definisi menurut Kibler (2006) adalah

kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerakan batang badan

melalui panggul dan kaki sehingga memungkinkan menghasilkan

kinerja gerakan tubuh yang optimal, transfer dan kontrol kekuatan

gerakan  persegmen ke terminal dalam sebuah aktifitas rantai kinetik

terintegrasi.Core dalam pengertiannya merujuk kepada daerah Lumbo-

Pelvic-Hip kompleks, Core menjadi daerah awal dari semua gerakan,

dan juga berkenaan dengan titik tumpu dari gaya gravitasi. Pada

daerah Lumbo-Pelvic-Hip ini terdapat 29 otot yang saling terkait untuk

membentuk suatu stability system.

Dengan adanya efisiensi dari Core yaitu kemampuan untuk

memelihara hubungan otot agonis dan antagonis sehigga dapat

memperbaiki penampilan postur, meningkatkan koordinasi gerakan,


31

efisiensi tenaga dan mengurangi angka risiko cidera. Otot utama

dari Core Muscle antara lain adalah otot panggul,  Transversus

Abdominis, Multifidus,Internal dan Eksternal Obliques, Rektus

Abdominis,Sacrospinalis khususnya LongissimusThoracis, dan Diafra

gma. Minor Core Muscle termasuk Latisimus Dorsi, Gluteus

Maximus, dan Trapezius. Dilihat dari letak core muscle tersebut, maka

tidak heran jika setiap gerakan fungsional dari anggota gerak akan

saling berkaitan erat dengan core muscle ini. Karena Core muscle

menjadi “inti” atau pusat untuk semua kekuatan yang dibutuhkan

dalam meningkatkan pelaksanakan kegiatan fisik yang berbeda.

 Tujuan core stability

-Memperkuat core muscles akan memperbaiki postur tubuh dan

mencegah sakit pinggang (low back).

-Membantu menjaga kesehatan otot, sehingga mencegah cidera

pinggang lebih lanjut.

-Meningkatkan kinerja tubuh.

-Latihan memperkuat core muscle tidak menyebabkan sakit nyeri

otot.

-Memperpanjang otot dan mencegah ketidakseimbangan pijakan saat

menjadi tua.

 Indikasi

-Gangguan Stabilitas
32

 Kontraindikasi

-Cancer atau tumor pada spine

-Infeksi pada tulang belakang (spinal osteomylitis)

-Spinal fraktur

-Masalah kardiovaskular

BAB III

PROSES ASSESSMEN FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. X

Umur : 64 Tahun

Alamat : Jln. Kemauan 1 No.29

Jenis Kelamin : Laki-laki


33

Agama : Islam

B. History Taking

- Keluhan utama : Nyeri

- Lokasi nyeri : Pinggang bawah

- Lama keluhan : 8 bulan

- Faktor penyebab : Jatuh di wc

- Faktor yang memperberat : Saat jalan

- Faktor yang memperingan : Saat istirahat

- Riwayat perjalanan penyakit : Pada tahun 2018 pasien pernah

jatuh di wc dan kurang lebih sekitar 8 bulan pasien baru merasakan

nyeri pada pinggang belakang dan menjalar dari pinggul hingga ke

kaki kiri. Nyeri dirasakan pada saat pagi hari saat ingin beraktivitas

dan pada saat jalan.

- Sifat keluhan : Nyeri Menjalar (Radicular Pain)

- Vital sign

 Tekanan darah : 150/90 mmHg

 Nadi : 86 x/menit

 Suhu : 3,7 oC

 Pernafasan : 20 x/menit

C. Inspeksi/Observasi
34

1. Statis

 Anterior :
 Pasien nampak lateral shift ke kiri

 Posterior :

 Pasien nampak shoulder tidak asimetris dimana

shoulder kanan lebih rendah di bandingkan shoulder

kiri.

 Pasien nampak lateral shift ke kiri

 Lateral :

 Pasien nampak kurva hiposis lumbal menonjol dalam

posisi berdiri

2. Dinamis :

 Pasien berjalan tanpa bantuan namun berjalan agak pincang

 Pada saat berjalan berat badan bertumpu pada kaki yang sehat

(kanan).

 Langkah kaki sebelah kiri lebih cepat dari pada kaki sebelah

kanan.

D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi

1. Pemeriksaan

a. Quick test/Screening test

 Lumbo pelviq rhytm (fleksi ekstensi lumbal)

 Hasil:
35

- pada saat gerakan fleksi terasa nyeri menjalar dri

pinggang ke tungkai dan pada terasa nyaman dan nyeri

berkurang pada saat ekstensi.

- Nyeri menjalar saat gerak flexi lumbal

 Interpretasi:

- Terdapat tekanan discus intervertebral

 Test trendelenberg

 Prosedur: fisioterapis berada di bagian belakang pasien

kemudian palpasi SIPS selanjutnya intruksikan pasien untuk

mengangkat kaki kanan dan kaki kiri secara bergantian,

kemudian amati pergerakan sips.

 Hasil: pada saat pasien mengangkat kaki kiri pelviq tidak

simetris di mana pelviq sisi kanan lebih tinggi di bandingkan

sisi kri

 Interpretasi: terdapat kelemahan gluteus maksimus

b. Pemeriksaan gerak dasar aktif

 Gerak aktif

- Fleksi

- Ekstesi

- Lateral fleksi kanan

- Lateral fleksi kiri


36

- Rotasi kanan

- Rotasi kiri

 Hasil :

- Fleksi : Nyeri dan ROM Terbatas

- Ekstesi : Tidak Nyeri dan ROM Normal

- Lateral fleksi kanan : Nyeri dan ROM Normal

- Lateral fleksi kiri : Nyeri dan ROM Terbatas

- Rotasi kanan : Nyeri dan ROM Normal

- Rotasi kiri : Nyeri dan ROM Normal

c. Gerak pasif

- Fleksi

- Ekstesi

- Lateral fleksi kanan

- Lateral fleksi kiri

- Rotasi kanan

- Rotasi kiri

 Hasil :

- Fleksi : Nyeri, ROM Terbatas, Springy End

Feel

- Ekstesi : Tidak Nyeri, ROM Normal, Hard

End Feel

- Lateral fleksi kanan : Nyeri, ROM Normal, Soft End Feel


37

- Lateral fleksi kiri : Nyeri, ROM Terbatas, Springy End

Feel

- Rotasi kanan : Nyeri, ROM Normal, Elastic End

Feel

- Rotasi kiri : Nyeri, ROM Normal, Elastic End

Feel Nyeri, ROM Normal, Elastic End Feel

d. Tes Isometrik Melawan Tahanan

- Fleksi

- Ekstesi

- Lateral fleksi kanan

- Lateral fleksi kiri

- Rotasi kanan

- Rotasi kiri

 Hasil :

- Fleksi : Nyeri dan Kekuatan Otot Lemah

- Ekstesi : Tidak Nyeri dan Kekuaatan Otot

Bagus

- Lateral fleksi kanan : Nyeri dan Kekuatan Otot Lemah

- Lateral fleksi kiri : Nyeri dan Kekuatan Otot Lemah

- Rotasi kanan : Nyeri dan Kekuatan Otot Lemah

- Rotasi kiri : Nyeri dan Kekuatan Otot Lemah

 Pemeriksaan Spesifik
38

a. Palpasi

- Teknik : Palpasi merupakan cara pemeriksaan dengan

cara meraba, menekan dan memegang organ atau bagian tubuh

pasien.

- Tujuan : Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, spasme

otot, suhu local, tonus otot, dan oedema.

- Hasil : (+) Positif

- Interpretasi : Ada nyeri dan spasme otot pada otot M. erector

spine,quadratus lumborum,piriformis, dan tdk ada oedema

b. Straight Leg Raising (SLR)

- Tujuan : Mengindetifikasi patologi disc

herniation dan/atau penekanan pada jaringan saraf ischiadicus

- Prosedur pelaksanaan :

 Posisi pasien : pasien tidur terlentang

 Posisi fisioterapis : berdiri disekitar disamping tungkai

yang akan diperiksa. Tangan kanan fisioterapis melakukan

palpasi pada daerah pelviq pasien untuk mengontrol

gerakan pelviq, tangan yang lain menopang ankle pasien

pada tungkai yang di periksa.

- Teknik : Tes ini dilakukan dengan cara pasif,

posisi pasien tidur telentang dengan tungkai lurus normal, hip


39

medial rotasi dan adduksi, lutut ekstensi, setelah itu terapis

memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 350-700 tersebut

sampai pasien mengeluh nyeri atau kaku di posterior paha.

- Hasil : (+) Positif

- Interpretasi : Ada Penekanan akar saraf

c. Bragard test

- Teknik : Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi

pasien tidur telentang dengan tungkai lurus normal, hip medial

rotasi dan adduksi, lutut ekstensi, setelah itu terapis

memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 350-700 tersebut

sampai pasien mengeluh nyeri atau kaku di posterior paha

disertai dengan dorso fleksi.

- Hasil : (+) Positif Tes

- Interpretasi : Ada Penekanan akar saraf

d. Slump test

- Tujuan : Tes ini untuk menentukan iritabilitas

dan ekstensibilitas dari central spinal canal dan dural tissues.

- Prosedur pemeriksaan :

 Posisi pasien : Pasien duduk di pinggir bed

 Posisi fisioterapis : Berdiri dissamping pasien. tangan

kiri pasien diposisikan di punggung, leher dan kepala


40

pasien, tangan kanan fisioterapis memegang salah satu

kaki pasien.

- Tehnik Pelaksanaan : Pasien mulai dalam posisi duduk

tegak dan ditanya tentang gejala apa pun.

- Hasil : (+) Positif

- Interpretasi : Terasa nyeri menjalar dari pinggang

ke tungkai kiripenekanan pada sciatic nerve.

e. Patrick Test

- Teknik : Pasien terlentang dalam posisi comfortable.

Praktikan selanjutnya secara pasif menggerakkan tungkai

pasien yang dites kearah fleksi knee dengan menempatkan

ankle diatas knee pada tungkai pasien yang satunya.Praktikan

kemudian memfiksasi SIAS pasien pada tungkai yang tidak di

tes dengan menggunakan satu tangan dan tangan satunya pada

sisi medial knee pasien yang dites, lalu menekan tungkai pasien

kearah abduksi.

- Hasil : (+) Positif Tes

- Interpretasi : Positif nyeri pada bagian Hip

f. Anti Patrick Test

- Teknik : pasien tidur terlentang dan kaki internal rotasi.

Tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki dan bagian

lateral dari knee. Setelah itu lakukan penekanan.


41

- Hasil : (+) Positif

- Interpretasi : terjadi nyeri pada bagian hip

g. Quadrant test

- Tujuan untuk mengetahui adanya adanya gangguan facet dan

penyempitan foramen intervertebralis pada sisi kiri

- Prosedur pemeriksaan

 Posisi pasien: pasien berdiri

 Posisi fisioterapis: fisioterapis berdiri di belakang

pasien

- Tehnik Pelaksanaan: pasien melakukan gerakan ekstensi

sementara fisioterapis mengontrol gerakan dengan memegang

bahu pasien, tekanan berlebih diberikan pada saat ekstensi

sementara pasien melakukan gerakan lateral fleksi dan rotasi ke

sisi sebelah kiri, dipertahankan sampai timbul gejala

- Hasil: Terasa nyeri menjalar dari pinggang ke tungkai sisi kiri

- Interpretasi: terjadi disfungsi facet joint dan penekanan pada

sciatic nerve.

h. Manual muscle testing

Nama otot MMT


Dorso fleksi 3
Ekstensi ibu jari 3
2. Pengukuran

 Visual Analog Scale (VAS)


42

Hasil :

1. Nyeri diam : 0

2. Nyeri tekan : 7

3. Nyeri gerak : 6,5

 ODI (OSWESTRY DISABILITY INDEX)

Intensitas Nyeri

0 = Saya dapat mentolerir nyeri tanpa menggunakan obat pereda

nyeri

1 = Nyeri terasa buruk, tetapi saya dapat menangani tanpa bat

pereda nyeri

2 = Obat pereda nyeri mengurangi nyeri saya secara keseluruhan

3 = Obat pereda nyeri mengurangi sebagian nyeri saya

4 = Obat pereda nyeri mengurangi sedikit nyeri saya

5 = Obat pereda nyeri tidak mempunyai efek terhadap nyeri yang

saya alami

Perawatan Diri (Mandi)

0 = Saya dapat merawat diri secara normal tanpa menambah

nyeri

1 = saya dapat merawat diri secara normal, tetapi menambah

nyeri

2 = Perawatan diri menyebabkan nyeri, sehingga melakukan

dengan lambat dan hati-hati


43

3 = Saya butuh bantuan, tetapi saya dapat menangani sebagian

besar perawatan diri saya

4 = Saya butuh bantuan dalam sebagian besar aspek perawatan

diri saya

5 = Saya tidak berpakaian, kesulitan mencuci, dan tetap ditempat

tidur

Mengangkat

0 = Saya dapat mengangkat benda berat tanpa menambah nyeri

1 = Saya dapat mengangkat benda berat, tetapi menambah nyeri

2 = Nyeri mencegah saya mengangkat benda berat dari lain,

tetapi saya dapat menangani jika benda tertentu ditempatkan pada

tempat yang membuat saya nyaman (misalnya diatas meja)

3 = Nyeri mencegah saya mengangkat benda berat dari lantai,

tetapi saya dapat menangi benda ringan dan sedang pada tempat

yang membuat saya nyaman

4 = Saya hanya dapat mengangkat benda yang sangat ringan

5 = Saya tidak dapat mengangkat atau membawa suatu benda

Berjalan

0 = Nyeri tidak menghambat saya berjalan dalam berbagai jarak

1 = Nyeri menghambat saya berjalan lebih dari 1 mil²

2 = Nyeri menghambat saya berjalan lebih dari setengah mil²

3 = Nyeri menghambat saya lebih dari ¼ mil²


44

4 = Saya dapat berjalan dengan kruk atau tongkat

5 = Sebagian besar waktu saya ditempat tidur dan harus

merangkat ke toilet

Duduk

0 = Saya dapat duduk diberbagai jenis kursi sepanjang waktu

saya suka

1= Saya hanya dapat duduk dikursi favorit saya sepanjang waktu

saya suka

2 = Nyeri menhambat saya duduk lebih dari 1 jam

3 = Nyeri mencegah saya duduk lebih dari ½ jam

4 = Nyeri mencegah saya duduk lebih dari 10 menit

5 = Nyeri menghambat saya duduk

Berdiri

0 = Saya dapat berdiri selama yang saya ingikan tanpa

menambah nyeri

1 = Saya dapat berdiri selama yang saya inginkan, tetapi

menambah nyeri

2 = Nyeri menghambat saya berdiri lebih dari 1 jam

3 = Nyeri menghambat saya berdiri lebih dari ½ jam

4 = Nyeri menghambat saya berdiri dari 10 menit

5 = Nyeri menghambat saya berdiri

Tidur
45

0 = Nyeri tidak menghambat saya tidur nyaman

1 = Saya dapat tidur nyaman jika menggunakan obat peredah

nyeri

2 = Meskipun saya menggunakan obat peredah nyeri, tidur saya

kurang dari 6 jam

3 = Meskipun saya menggunakan obat peredah nyeri, tidur saya

kurang dari 4 jam

4 = Meskipun saya menggunakan obat peredah nyeri, tidur saya

kurang dari 2jam

5 = Nyeri menghambat tidur saya

Berpergian

0 = Saya dapat berpergian kemana saja tanpa menambah nyeri

1 = Saya dapat berpergian kemana saja, tetapi menambah nyeri

2 = Nyeri menghambat saya berpergian lebih dari 2 jam

3 = Nyeri menghambat saya berpergian lebih dari 1 jam

4 = Nyeri menhambat saya berpergian untuk suatu kebutuhan

dibawahsetengah jam

5 = Nyeri mencegah saya berpergian kecuali mengunjungi dokter

atau terapis atau kerumah sakit

Pekerjaan / Rumah Tangga

0 = Pekerjaan/aktivitas kerja normal tidak menyebabkan nyeri


46

1 = Urusan rumah tangga/altivitas kerja normal menambah nyeri,

tetapi saya dapat melakukan semua yang membutuhkan saya

2 = Saya dapat melakukan sebagian urusan rumah tangga/tugas

rumah tetapi nyeri menghambat saya melakukan aktivitas yang

membutuhkan kegiatan fisik (misalnya

mengangkat,membersihkan rumah)

3 = Nyeri menghambat saya melakukan sesuatu kecuali kerjaan

ringan

4 = Nyeri menghambat saya melakukan aktivitas

pekerjaan/urusan rumah tangga sehari-hari

5 = Nyeri mencegah saya melakukan aktivitas pekerjaan/urusan

rumah tangga sehari-hari

Tabel : Hasil Oswestry Disability Index

PERTANYAAN SKOR
0 1 2 3 4 5
Intensitas Nyeri 1

Perawatan Diri (Mandi) 2

Mengangkat 3

Berjalan 3

Duduk 2

Berdiri 3

Tidur 5
47

Berpergian 1

Pekerjaan / Rumah Tangga 3

Nilai rata-rata 23
Jumlah Skor 51
Hasil : Disabilitas parah

 Scober Test

Pengukuran Luas Gerak Sendi (LGS) dengan menggunakan metode

scober. Metode ini terbukti efektif untuk mengukur luas gerk dari

tulang lumbal, adapun metode yang digunakan iyalah menggunakan

metode I, dimana bila ingin mengukur luas dari gerakan fleksi dan

ekstensi ialah dengan cara menempatkan satu titik meteran di C7 dan

titik satunya pada S1, lalu minta pasien untuk melakukan gerakan fleksi

dan ekstensi.

Hasil

1. Fleksi

- Patokan : VC7 – VS1

- Posisi awal : 30 cm

- Posisi akhir : 36 cm

2. Ekstensi

- Patokan : VC7 – VS1

- Posisi awal : 30 cm
48

- Posisi akhir : 26 cm

E. Problematika Fisioterapi

NO Komponen ICF Pemeriksaan/Pengukuran Yang

. Membuktikan
1 Impairtment
a. Nyeri radikular Tes neurologis

(SLR test, Bragard test)


b. Keterbatasan gerak SLR SLR test
c. Spasme otot piriformis dan Palpasi

erector spine
d. Kelemahan otot MMT
2 Activity limitation
a. Kesulitan aktivitas Pengukuran ODI

memindahkan/mengangkat

barang
b. Kesulitan berjalan Pengukuran ODI

lama,duduk lama,berdiri

lama dan tidur


3 Partipation restriction
a. Sulit melakukan pekerjaan Pengukuran ODI

di tempat kerja
b. Sulit beribadah Pengukuran ODI

BAB IV
49

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan jangka panjang

- Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dan gerak

pasien

2. Tujuan jangka pendek

- Mengurangi nyeri

- Mengurangi spasme otot

- Meningkatkan kekuatan otot

- Meningkatkan LGS

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

NO Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi

.
1. Impairtment
a. Nyeri radikuler Mengurangi nyeri Micro Wave

radikuler Diathermi (MWD)


b. Spasme otot Menurunkan spasme otot Stretching

periformis dan otot

erctor spine
c. Lgs dan kekuatan Meningkatkan Lgs dan Core Stability, Mc.

otot kekuatan otot Kenzie Exercise


2. Activity Limitation

a. Kesulitan aktivitas Mengembalikan aktivitas Mc. Kenzie Exercise


50

memindahkan/men melakukan

gangkat barang pekerjaan(memindahkan/

mengangkat barang)
b. Kesulitan berjalan Mengembalikan aktivitas Mc. Kenzie Exercise

lama,duduk berjalan,duduk,berdiri

lama,berdiri lama dan tidur

dan tidur
3 Participation

restriction
a. Sulit melakukan Mengembalikan aktivitas Mc. Kenzie

pekerjaan di pekerjaan dalam posisi exerscise

tempat kerja dalam berdiri tanpa keluhan

posisi berdiri
b. Sulit beribadah Mengembalikan aktivitas Mc. Kenzie Exercise

dalam posisi rukuk beribadah tanpa keluhan

C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

 Micro Wave Diathermy(MWD)

a. MWD

 Tujuan : mengurangi nyeri dan merelaksasikan otot otot.

 Prosedur :

 Posisi Pasien :Posisikan pasien dalam keadaan

tengkurap.
51

 Posisi Fisioterapis :Fisioterapis berada di samping

pasien.

 Teknik Pelaksanaan :Arahkan MWDdi bagian lumbal

pasien dengan intensitas 60 W selama 10 Menit.

Tanyakan selalu apa yang dirasakan pasien selama

pengaplikasian MWD.

 Dosis :

F : 3 Kali seminggu

I : 60 W

T : Metode segmental

T : 10 menit

Exercise Terapi

1. Stretching

 Tujuan : membuat otot lebih kuat dan lentur, sehingga

fleksibilitas tubuh akan maksimal. Otot juga tidak akan kelelahan

dan kesakitan Sebelum Stretching

 Prosedur

 Posisi pasien : Posisikan pasien senyaman dan sestabil

mungkin.

 Posisi fisioterapis : berdiri dsamping pasien tepat pada

bagian yang ingin di stretching


52

 Teknik pelaksanaan : Arah stretching yang diberikan

berlawanan dengan arah keterbatasan.

2. Mc. Kenzie Exercise

Larihan 1

Posisi pasien terlengkup kepala menghadap salah satu sisi pasien

diminta untuk tarik nafas dan rileks selama 4-5 menit.

Latihan 2

Posisi tengkurap,lipat sku, badan tertertumpu pada siku, pandangan

lurus ke depan, lalu pertahakan posisi selama 2-5 menit.

Latihan 3
53

Posisi tengkurap, posisi tangan seperti push up, lalu gerakan tekna

matras pinggang dan basan terangkat ke atas. Usahakan pelvis dan

kedua lutut tetap menempel pada lantai,pertahankan selama 5 detik

dengan 10× repitisi.

Latihan 4

Posisi tengkurap,lipat kedua siku, badan bertumpu pada kedua siku

tersebut, pandangan lurus kedepan dengan kedua tungkai lurus, angkat

kepala ±450 , pasien diminta menggerakkan satu tungkai, kemudian

scara bergantian.

Latihan 5

Posisi berdiri tegak , kaki agak terbuka, kedua tangan pada pinggang,

jari terbuka ke belakang, lalu bungkukkan bedan ke belakang sesuai

kemampuan pasien. Pertahankan posisi selama 5 detik.


54

3. Core Stability

 Tujuan : Untuk keseimbangan tulang belakang, panggul, dan

rantai kinetik.

 Teknik :

1) Plank merupakan latihan yang dapat mengaktivasi otot

core dengan kompresi rendah pada vertebrae yang mana

terjadi pada bagian belakang. Pada faktanya plank

mengaktivasi otot serratus anterior yang mana berinsersio

di otot abdominal yang mana mampu mengaktivasi otot

core (Holman, 2018).

2) Side plank merupakan posisi yang paling kuat untuk

mengaktivasi otot perut yaitu otot external oblique.

3) Curl up merupakan latihan yang mengaktivasi otot

abdominals. Otototot yang diaktivasi merupakan rectus


55

abdominis namun rendah akan aktivasi otot oblique.

Latihan ini merupakan pilihan yang bijak untuk

mengaktivasi otot rectus abdominis, karena tidak

memaksakan kompresi pada spine (Kisner & Colby, 2012).

4) Menurut Mok (2015), bridging merupakan latihan yang

mengaktivasi otot tranversus abdominis dan internal

oblique saat di permukaan stabil maupun tidak stabil

D. Edukasi dan Home Program

1. Edukasi

Pasien disarankan untuk tidak :

- Tidak boleh mengangkat barang berat dengan ergonomic yang salah

- Tidak boleh duduk terlalu lama

- Tidak boleh melakukan fleksi

- Menjaga berat badan ideal

- Menjaga postur tubuh yang benar pada saat berdiri atau duduk

2. Home Program

- Meminta pasien untuk melakukan latihan Mc. Kenzie dan core stability

E. Evaluasi Fisioterapi

No Problematik Intervensi Evaluasi


Awal Terapi Akhir Terapi
. Fisioterapi
1 Pada tanggal 10 MWD Vas : 6,6 Vas : 6,0

November 2020
56

terdapat nyeri

local
2 Pada tanggal 12 Core stability, Mc. Ada kesulitan Masih ada

November 2020 Kenzie melakukan kesulitan

terdapat aktivitas melakukan

gangguan aktivitas

fungsional pada

lumbal
3 Pada tanggal 16 Core stability Kesulitan Masih sulut

November 2020 melakukan melakukan

kesulitan untuk ibadah dan ibadah dan

berdiri lama dan berdiri lama berdiri lama

melakukan

sholat

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessment Fisioterapi


1. History taking

History taking bertujuan untuk mengingat kembali perjalanan

alamiah dari penyakit dan mendapatkan segala informasi yang


57

mendukung tegaknya diagnosis. Informasi yang diperoleh anamnesis bisa

dari autoanamnesis melalui wawancara langsung dengan pasien dan

heteroanamnesis dengan mewawancarai keluarga, kerabat maupun orang-

orang terdekat dari pasien.

2. Inspeksi/Observasi

Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan fisioterapi, diperlukan

pemeriksaan observasi. Observasi memrlukan kecermatan dan kecepatan

menganalisa pasien dalam waktu singkat.

Dalam keadaan anterior pasien nampak lateral shift ke kiri tampak

posterior pasien nampak shoulder tidak asimetris dimana shoulder kiri

lebih rendah di bandingkan shoulder kanan, lateral pasien nampak lateral

shift ke kiri

3. Pemeriksaan/pengukuran Fisioterapi

 Pemeriksaan

a. Palpasi

Tujuannya untuk mengecek keadaan pasien dengan cara memegang,

menekan dan meraba pada bagian tubuh yang akan di periksa untuk

mengetahui adanya spasme otot, nyeri dll. Saat palpasi dilakukan, posisi

harus rileks dan nyaman untuk mencegah ketegangan otot.

b. Straight Leg Raising (SLR)

Tes ini di tujukan untuk mengidentifikasi adanya lumbar radiculopathy,

Tes ini dilakukan secara pasif, posisi pasien tidur terlentang dengan
58

tungkai lurus normal, hip medial rotasi an adduksi, lutut ekstensi stetlah

itu terapis memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 35 0-700

tersebut sampai pasien mengeluh nyeri atau kaku di posterior

paha(Magee, 2006)

c. Bragard test

Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi pasien tidur telentang dengan

tungkai lurus normal, hip medial rotasi dan adduksi, lutut ekstensi,

setelah itu terapis memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 350-

700 tersebut sampai pasien mengeluh nyeri atau kaku di posterior paha

disertai dengan dorso fleksi.

d. Slump test

Tes ini dilakukan untuk menentukan iritabilitas dan ekstensibilitas dari

central spinal canal dan dural tissues.

e. Patrick Test

Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya patologi pada hip,

lumbar, sacroiliac, atau illopsoas. Pasien terlentang dalam posisi

comfortable. Praktikan selanjutnya secara pasif menggerakkan tungkai

pasien yang dites kearah fleksi knee dengan menempatkan ankle diatas

knee pada tungkai pasien yang satunya.Praktikan kemudian memfiksasi

SIAS pasien pada tungkai yang tidak di tes dengan menggunakan satu

tangan dan tangan satunya pada sisi medial knee pasien yang dites, lalu

menekan tungkai pasien kearah abduksi.


59

f. Anti patric test

Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya patologi pada hip,

lumbar, sacroiliac, atau illopsoas. Pasien tidur terlentang dan kaki

internal rotasi. Tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki dan

bagian lateral dari knee. Setelah itu lakukan penekanan.

g. Quadrant test

Tujuan untuk mengetahui adanya adanya gangguan facet dan

penyempitan foramen intervertebralis pada sisi kiri.

h. Manual Muscule Testing (MMT)

Manual Muscule Testing dapat membantu untuk melakukan tes

kekuatan otot, wajah dimana dalam pemeriksaan MMT, fisioterapis

akan menggerakan bagian wajah tertentu dan pasien akan diminta

menahan dorongan tersebut, lalu nilai atau skor akan dicatat sesuai

dengan penilaian berdasarkan skala MMT.

 Pengukuran

a. Vas

Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien

rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak

nyeri, ringan, sedang atau berat” .

b. Oswestry disability indeks (ODI)

Pengukuran aktivitas fungsional ini menggunakan scala Oswestry

disability indeks (ODI), skala berbentuk kuesioner didesain untuk


60

membantu fisioterapis mendapatkan informasi tentang bagaimana low

back pain yang diderita pasien dapat berdampak pada kemampuan

fungsional pasien sehari-hari (Maheswara, 2013).

c. Scober test

Untuk mengukur luas gerk dari tulang lumbal, adapun metode

yang digunakan iyalah menggunakan metode I, dimana bila ingin

mengukur luas dari gerakan fleksi dan ekstensi ialah dengan cara

menempatkan satu titik meteran di C7 dan titik satunya pada S1, lalu

minta pasien untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi. Sedangkan

untuk mengukur gerakan lateral fleksi ialah dengan menempatkan satu

titik meteran pada ujung jari tengah dan satu titiknya lagi pada lantai, lalu

minta pasien untuk melakukan gerakan lateral fleksi kiri maupun lateral

fleksi kanan.

B. Pembahasan intervensi fisioterapi

a. Micro Wave Diatermi (MWD)

Pemberian Micro Wave Diathermy (MWD) adalah salah satu

modalitas fisioterapi yang dapat bermanfaat dalam mengurangi

nyeri.MWD cocok untuk jaringan superficial dan struktur artikuler

yang dekat dengan permukaan kulit. Salah satu tujuan utama dari

terapi MWD adalah untuk memanaskan jaringan otot sehingga akan

memberi efek relaksasi pada otot dan meningkatkan aliran darah


61

intramuskuler, hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur

yang signifikan.

b. Stretching

Pemberian stretching untuk meningkatkan elastisitas otot. stretching

adalah metode sretching yang sederhana, yang menggunakan gaya

external dari terapis atau mesin latihan. Pasien harus serelaks mungkin

selama passive stretching.Baik jaringan kontraktil maupun

nonkontraktil dapat dipanjangkan melalui pasive stretching.

c. Terapi Latihan (Mc. Kenzie Exercise)

Teknik Mc. Kenzie adalah suatu bentuk latihan aktif yang

bertujuan untuk mengurangi nyeri pinggang.Program latihan Mc.

Kenzie diperkenalkan oleh Robin Mc. Kenzie pada tahun 1960-an.

Selama tahun 1960-an, Mc. Kenzie mengembangkan pemeriksaan

dan pengobatan untuk gangguan spinal, yang sekarang dikenal

seluruh dunia sebagai penemu dan pengobatan NPB.

d. Core Stability

Tujuan yang diberikan core stability untuk keseimbangan tulang

belakang, panggul, dan rantai kinetik.


62

DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/35747/10/BAB%20II%20KTI.pdf

http://eprints.umm.ac.id/41304/3/BAB%20II.pdf diakses 24 Oktober 2019

http://eprints.ums.ac.id/937/1/J100050005.pdf diakses 24 Oktober 2019

http://arul20.blogspot.com/2010/05/microwave-diathermy-mwd-1.html

diakses 27 Oktober 2019

https://www.rsi.co.id/fasilitas/penunjang-medis/item/405-transcutaneous-

electrical-nerve-stimulation-tens diakses 27 Oktober 2019


63

http://eprints.ums.ac.id/25546/12/Naskah_Publikasi_Ilmiah_Mira.pdf

diakses 27 Oktober 2019

Kisner, Carolyn, 1996 ;Therapeutik Exercise Foundations and

Techniques ; Third

Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia.

Phyioactive. 2014. Syndrome periformis ,

http://physiotherapyactive.blogspot.com/2014/12/piriformis-syndrome.html

diakses 25 September 2019

Sanjaya, A. 2014.Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Ischialgia Sinistra

Post Fraktur Kompresi Vl 4 – Vl 5 Di RSUD Sukoharjo. Surakarta : Program Studi

Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta

Snell, S.R.2014. Anatomi Klinis Berdasarkan Region.Di alih bahasakan

oleh Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC

Mardjono, Mahar dkk.2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian

Rakyat

Fairbank J couper J, davies J. dkk. Kousioner nyeri punggung bawah oswestry.

Fisioterapi

Fairbank Jc, Pynsent Pb. The Oswestry Disability Indeks Spine 2000 Nov 15;(22)

2940-52; discussion 52.


64

https://lizafisioterapi.blogspot.com/2015/10/mobilisasi-saraf.html Diakses Tanggal 29

Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai