APPENDICITIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati
Bantul
Disusun oleh :
20174011007
Diajukan kepada :
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
APPENDICITIS
8 Desember 2018
Oleh :
20174011007
Disetujui oleh :
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Alllah SWT, atas karunia dan nikmat-Nya yang telah diberikan.
Alhamdulilah, dengan penuh mengucap rasa syukur, penulis dapat menyelesaikan Presus
“Appendicitis” ini.
1. dr. Rofi Siswanto, M.Sc., Sp. Rad., selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu
bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari awal sampai selesainya penulisan ini.
2. Seluruh rekan co-ass, perawat, tenaga medis lainnya dan staf di Bangsal Melati yang telah
Semoga pengalaman dalam membuat presus ini dapat memberikan hikmah bagi semua
pihak. Mengingat penyusunan presus ini masih jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang dapat menjadi masukan berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan
presus selanjutnya.
Wasssalamu’alaikum wr. wb
Penulis
3
DAFTAR ISI
Pre Op ........................................................................................................................ 12
Operasi....................................................................................................................... 12
PROGNOSIS ................................................................................................................ 12
Appendicitis .................................................................................................................. 13
4
Definisi ...................................................................................................................... 13
Anatomi ..................................................................................................................... 14
Etiologi ...................................................................................................................... 15
Patofisilogi................................................................................................................. 15
Klasifikasi .................................................................................................................. 16
Manifestasi Klinis...................................................................................................... 18
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 20
Diagnosis Banding .................................................................................................... 20
Penatalaksanaan......................................................................................................... 21
Komplikasi ............................................................................................................. 23
Prognosis................................................................................................................ 23
BAB IV ................................................................................................................................... 24
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Appendicitis merupakan peradangan pada umbai cacing atau appendicitis versiformis.
Orang awam menyebutnya sebagai peradangan pada usus buntu. Usus buntu ini merupakan
penonjolan kecil berbentuk halus sebesar jari kelingking yang berada di usus besar tepatnya di
daerah perbatasan dengan usus. Sesuai namanya, usus buntu merupakan benar-benar saluran usus
yang ujungnya buntu. Usus buntu ini memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, namun bukan
merupakan organ yang penting.
Appendicitis merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi
untuk dilakukan operasi abdomen kegawatdaruratan. Insidensi appendicitis akut di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen. Appendicitis umumnya penyakit
pada usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah usia 30 tahun.
Diagnosis appendicitis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukan.
Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya. Peranan
pemeriksaan penunjang khusunya di bidang radiologi sangat penting untuk membantu penegakan
diagnosis appendicitis sehingga penanganan yang diberikan dapat dilakukan dengan cepat, tepat,
dan akurat berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SF
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Joporipon RT 06, Panggungharjo, Sewon, Bantul
Agama : Islam
No. RM : 63-69-12
Tanggal Masuk : 5 Desember 2018
Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSPS diantar suaminya dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 2 HSMRS. Keluhan disertai demam tinggi sejak 3 hari SMRS, mual (+)
muntah (+) pada 3 hari SMRS sebanyak ± 2x berupa makanan dan cairan, sebelumnya
nyeri hanya dirasakan di ulu hati sejak 5 HSMRS kemudian berpindah ke kanan bawah
dan kemudian nyeri menyebar ke seluruh perut. Gangguan BAK dan BAB tidak
dikeluhkan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Diabetes, hipertensi, asthma, alergi obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit Diabetes, hipertensi, asthma, alergi obat (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Vital Sign
- Nadi : 110x/menit
7
- Respirasi : 28x/menit
- Temperatur : 38,5°C
- TD : 120/80 mmHg
Status Generalisata
a. Kepala
Normosefali, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor +/+ 3mm,
reflex cahaya +/+
b. Leher
Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dinding dada kanan dan kiri
simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding
dada.
Palpasi : vokal fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : suara sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara dasar vesikuler pada paru-paru kanan dan kiri, tidak
ditemukan wheezing.
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tak teraba.
Perkusi : batas jantung kanan atas : SIC II para sternalis dextra. Kanan
bawah : SIC IV linea parasternalis dextra. Kiri atas : SIC II linea mid
clavicularis sinistra. Kiri bawah : SIC IV linea mid clavicularis
sinistra.
Auskultasi : SI-SII reguler. Tidak ada suara tambahan.
d. Abdomen
Inspeksi : tampak distensi pada abdomen, tidak ada jejas, tidak ada hematom
8
Palpasi : nyeri tekan seluruh lapang perut (+) defance muscular (+) rovsing
sign (+), Mc burney sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+),
Obturator sign (+), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)
e. Ekstremitas
Tangan : Akral Hangat +/+, Oedem -/-
Kaki : Akral Hangat +/+, Oedem -/-
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : tampak distensi pada abdomen, tidak ada jejas, tidak ada
hematom
Auskultasi : bising usus (+) kesan menurun
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan seluruh lapang perut (+) defance muscular (+) rovsing
sign (+), Mc burney sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+),
Obturator sign (+), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Appendikografi: Tak tampak gambaran lumen appendix yang terisi bahan kontras
KESAN: Non, filling appendix, DD: Appendicitis
9
Darah Lengkap
HEMATOLOGI
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 2-4 %
Basofil 0 0-1 %
Batang 10 2-5 %
Segmen 82 51-67 %
Limfosit 6 20-35 %
Monosit 2 4-8 %
HEMOSTASIS
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT
10
Kalium 3.53 3.50-5.10 Mmol/l
GOL.DARAH
Golongan Darah O
FUNGSI HATI
SERO-
IMUNOLOGI
HEPATITIS
ALVARADO SCORE
Clinical features Score Patient
score
Symptoms Migratory right illiac fossa pain 1 1
Anorexia 1 1
Nausea/vomiting 1 1
Signs Tenderness at right iliac fossa 2 2
Rebound tenderness 1 1
Elevated temperature 1 1
Extra sign(s), e.g cough test and/or rovsing’s sign and/or 1 1
rectal tenderness
Laboratory Leukocytosis 2 1
Total score 10
Interpretasi dari skor Alvarado:
Score 1-4 : unlikely to be acute appendicitis
Score 5-6 : possible diagnosis of acute appendicitis
Score 8-10 : acute appendicitis present
Score 8-10 : definite acute appendicitis requiring surgery
11
DIAGNOSIS UTAMA
“Appendicitis”
PENATALAKSANAAN
Pre Op
Operasi
- Appendektomi
PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad santionam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Appendicitis
Definisi
13
mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang
merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks
termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks
mengalami ganggren.
Anatomi
14
belakang kolon asendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak
apendiks (Schwartz, 2005).
Etiologi
Patofisilogi
15
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Klasifikasi
a. Appendicitis akut
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala appendicitis akut ialah
nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik
Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.
Appendicitis akut dibagi menjadi :
16
edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
b. Appendicitis kronik
17
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendicitis kronik antara 1-5%. Appendicitis kronik
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut appendicitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.
Manifestasi Klinis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena penderita takut
untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain
adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika suhu lebih
tinggi, diduga sudah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi
di dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat
pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010). Pada palpasi, abdomen
biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan
ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi nyeri.
18
e. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendicitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis appendicitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal
Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM, 2010).
Appendicitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2° C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > l 0.000/ml) 2
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10
Interpretasi:
Skor 7-10 = appendicitis akut,
Skor 5-6 = curiga appendicitis akut,
Skor l-4 = bukan appendicitis akut.
Pembagian ini berdasarkan dari Scwartz (2005).
19
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
20
a. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, panas dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan, appendicitis akut.
b. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan
mual dan nyeri tekan perut.
c. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
hasil positif untuk Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang
meningkat.
d. Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi dari pada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin
e. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklusmenstruasi.
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
f. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan
g. di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di
pelvik dan bisa terjadi syok hipovolemik.
h. Divertikulitis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis
akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis
akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
i. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi
gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
j. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
appendicitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria dan
terjadi demam atau leukositosis.
Penatalaksanaan
21
bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan
fisik. Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. Berikan
antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi. Penelitian menunjukkan
pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acute bagi
mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut
lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram
negative dan anaero. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli
bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang
terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,
Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi
Appendectomy
a. Open Appendectomy
22
berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah
dengan menggunakan laparoskop
Komplikasi
Prognosis
23
BAB IV
KESIMPULAN
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis akut merupakan
peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan
penyumbatan. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah
adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada kuadran
bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang dapat berbentuk shell like atau
laminated. Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas kanan, colon cut off sign,
distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum sekum, dan kolon asenden (kurang sering)
dengan air fluid level. Pada appendikografi nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik
karena appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang normal.
Sonografi memperlihatkan apendiks di atas muskulus psoas. Tanda khasnya berupa apendiks
non-kompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Tanda CT scan dari apendiks termasuk
ukuran diameter apendiks lebih dari 6mm, kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau
udara untuk mencapai ujungnya, apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras
intravena. Pada MRI, pemberian kontras tampak penyengatan dari dinding apendiks yang
24
DAFTAR PUSTAKA
Angus, Derek C, and Tom van der Poll. "Severe Sepsis and Septic Shock." The New England
Journal of Medicine, 2013: 840-851.
Binda MM, Koninckx PR. 2009. Prevention of adhesion formation in a laparoscopic mouse
model should combine local treatment with peritoneal cavity conditioning. Human
Reproduction. 24(6): 1473–79
Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In: Essential Surgery
Problems, Diagnosis, & Management. Fourth Edition. London: Elsevier
Koninckx PR, Binda MM, Corona R, Molinas CR. August 2010. Postoperative adhesions
and their prevention.
Pismensky et al. 2011. Severe inflammatory reaction induced by peritoneal trauma is the
key driving mechanism of postoperative adhesion formation. BMC surgery. 11:30-9
Schonman R, Corona R, Bastidas A, Cicco CD, Koninckx PR. 2009. Effect of Upper
Abdomen Tissue Manipulation on Adhesion Formation between Injured Areas in a
Laparoscopic Mouse Model. Journal of Minimally Invasive Gynecology; 16 (3):
307-12
25
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC Moore
KL, Dalley AF, Agur AMR, Moore ME. 2013. Anatomi berorientasi klinis. Edisi
ke−5. Jakarta: Erlangga.
26