Disusun Oleh:
Pembimbing:
1
dr. Suryadi
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
2
(dr.Miskiyatul Kholidah) (dr. Suryadi)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan mini project dokter internsip yang
berjudul “ANALISA TINGKAT FAKTOR RESIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI
DAN PENGARUH EDUKASI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI
TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA
DEFISIENSI BESI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAJEN 1 KABUPATEN
PEKALONGAN ” sebagai tugas Mini Project Program Internsip Dokter Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas bantuan
dari berbagai pihak baik material maupun spiritual. Semoga kebaikan-kebaikan yang
telah diberikan mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada:
3
2. dr. Suryadi, selaku Dokter Pendamping Lapangan yang telah mendampingi
dan membimbing kami selama menjalani proses internsip di Puskesmas Kajen
1
3. Bagian gizi Puskesmas Kajen 1 yang telah banyak membantu selama
pelaksanaan program mini project
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bermanfaat dari pembaca sangat kami harapkan.
Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
4
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................
6
2.1 Definisi..................................................................................................................................... 12
5
2.5 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................................................
17
3.4.1 Instrumen
Penelitian .............................................................................................................
30
6
3.4.2 Subjek
Penelitian..................................................................................................................
. 31
7
5.2 Saran ............................................................................................................................................ 54
DAFTAR TABEL
GUDIK/KUDIS ..................................................................................................................................36
TABEL 4. 5 DISTRIBUSI TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BAGIAN ANGGOTA TUBUH YANG SERING
8
TABEL 4. 6 DISTRIBUSI TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG CIRI KHAS PENYAKIT SKABIES .....................39
TABEL 4. 8 DISTRIBUSI TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG CARA PENULARAN PENYAKIT SKABIES ........41
TABEL 4. 9 DISTRIBUSI TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT SKABIES SERING DI JUMPAI .........42
SKABIES ..........................................................................................................................................43
TABEL 4. 13 DISTRIBUSI TINGKAT PERILAKU MENGENAI KASUR DAN BANTAL PERLU DIJEMUR TIAP
MINGGU ..........................................................................................................................................46
TABEL 4. 14 DISTRIBUSI TINGKAT PERILAKU MENGENAI PENYAKIT SKABIES TIDAK PERLU DIWASPADAI
TABEL 4. 15 DISTRIBUSI TINGKAT PERILAKU MENGENAI TIDAK SALING MENUKAR PAKAIAN, HANDUK
TABEL 4. 16 DISTRIBUSI TINGKAT PERILAKU MENGENAI KEBERSIHAN DIRI SANGAT PERLU DIJAGA AGAR
TABEL 4. 17 DISTRIBUSI TINGKAT PERILAKU MENGENAI PENYAKIT SKABIES DAPAT DENGAN MUDAH
TABEL 4. 18 DISTRIBUSI TINGKAT PERILAKU MENGENAI JIKA DITEMUKAN PENYAKIT SKABIES HARUS
SKABIES ..52
9
10
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2. 5. SKABIES: PAPUL DAN KUNIKULUS PADA AREA LATERAL PUNGGUNG TANGAN................17
LAMPIRAN 1 DOKUMENTASI...................................................................................................................58
LAMPIRAN 3 KUESIONER........................................................................................................................61
11
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang paling umum terjadi baik di
negara berkembang maupun negara maju. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan jumlah orang yang menderita anemia di seluruh dunia sekitar 50% di
antaranya disebabkan oleh kekurangan zat besi. Faktor risiko utama anemia defisiensi
besi adalah asupan dan penyerapan zat besi yang tidak memadai dan waktu ketika
kebutuhan zat besi paling tinggi, seperti selama pertumbuhan dan kehamilan.
Penyebab anemia lainnya adalah kehilangan darah akibat menstruasi atau infeksi
parasit seperti cacing tambang, cacing gelang dan schistosomiasis, infeksi akut dan
kronis, malaria, kanker, tuberkulosis dan HIV (Sari,et.al. 2019).
Angka anemia tahun 2021 pada wanita usia subur usia 15-49 tahun menurut
WHO secara global adalah 29,9%, sedangkan berdasarkan data Risiko 2018,
Prevalensi anemia pada remaja usia 15-24 adalah 32%, atau 3-4 dari 10 remaja
mengalami anemia. Pada pria, angka anemia adalah 20,3%, angkanya Ini lebih
rendah dari angka anemia pada perempuan sebesar 27,2%. Hal-hal yang dapat
disebabkan oleh anemia pada remaja putri antara lain menurunnya kesehatan
reproduksi, perkembangan motorik dan mental gangguan, gangguan kinerja
akademik, gangguan kebugaran fisik, gangguan kecerdasan, dan ketinggian tidak
dapat mencapai maksimum. (Sari et al., 2019)
Gadis remaja dengan anemia memiliki beberapa gejala langsung seperti pusing,
penglihatan kabur, pucat kelopak mata, kulit, telapak tangan, bibir dan lidah, dan
sensasi 5L (kelemahan, letih, lesu, letih, dan lumpuh). Ada juga efek anemia jangka
panjang, karena wanita akan hamil pada usia yang mendatang dan melahirkan, jika
12
wanita tersebut sudah mengalami anemia sejak remaja, sehingga anemia selama
kehamilan menjadi lebih. serius, karena nutrisi yang dibutuhkan selama kehamilan
lebih banyak dan jika tidak ditangani Itu tidak baik untuk ibu dan bayi (Aulia, 2017)
Menurut Survei Kesehatan Keluarga (SKRT) Pada tahun 2012, prevalensi
anemia pada anak usia dini adalah 40,5%. Ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja
putri 57,1% anak perempuan berusia 10-18, 19-45 meningkat sebesar 39,5% tahun-
ke-tahun. wanita muda berisiko Efek anemia paling tinggi, terutama pada masa
remaja. Menurut temuan WHO Prevalensi anemia pada remaja di negara berkembang
Wanita usia subur yang tidak hamil (usia 15–49) Mencapai 41,5%. Indonesia adalah
salah satu negara tersebut Evolusi dengan prevalensi anemia pada wanita muda 37%
lebih tinggi dari prevalensi global anemia. Menurut Kementerian Kesehatan Jawa
tahun 2012 West memiliki kejadian anemia pada wanita muda 51,7% (A. A. A. Putri,
Salwa, & Wahyuningsih, 2021)
Peran pendidikan kesehatan dalam menghadapi defisiensi zat besi serta
pengetahuan gizi sangat penting. Ada dua Metode pencegahan adalah primer dan
sekunder. Pencegahan dasar khususnya melalui pendidikan kesehatan kepada remaja
tentang pentingnya mendapatkan cukup zat besi dari makanan yang mengandung zat
besi sesuai dengan kebutuhannya. Pencegahan sekunder meliputi skrining, diagnosis
dan pengobatan defisiensi besi. Pendidikan Kesehatan tidak hanya penting selama
kehamilan, namun, pendidikan kesehatan dini diperlukan sebelum seorang wanita
menjadi hamil, yaitu pada masa remaja (Aulia et al., 2017)
Pada penelitian yang dilakukan Safitri dengan judul “Hubungan Pengetahuan
Gizi Terhadap Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMP Negeri 13 Kota Jambi
menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri yang memiliki pengetahuan baik
tentang gizi tidak mengalami anemia. Ini dapat terjadi karena pengetahuan remaja
putri tentang anemia tida cukup menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kadar hemoglobin. Hal ini berbanding terbalik dengan remaja putri yang memilki
pengetahuan tentang anemi yang kurang. Asupan zat besi harian yang rendah dan
13
pengetahuan yang kurang baik tentang perlunya mengenali pengetahuan, faktor
resiko,siap yang baik dalam menyikapi kasus anemia menunjukkan perlunya
pendidikan yang lebih baik bagi perempuan tentang pentingnya zat besi dalam
makanan (Safitri et al., 2019).
Di wilayah kerja Puskesmas Kajen 1 sendiri yang meliputi kelurahan….. pada
tahun 2022 telah dilakukan pemeriksaan Hb pada remaja putri SMP dan SMA. Dari
pemeriksaan Hb tersebut sebanyak 1859 siswi yang diperiksa, didapatkan 67,45%
(1254 siswi) memilki kadar Hb yang normal. Untuk kasus anemia ringan dengan
kadar Hb 11,0-11,9 didapatkan 20,33% (378 siswi), sedangkan untuk anemia sedang
dengan kadar Hb 8,0-10,9 didapatkan 11,78% (219 siswi),dan untuk kasus anemia
berat dengan kadar Hb <8,0 didapatkan 0,37% (7 siswi). Maka dari data tersbut
didapatkan jika 32,49% dari siswi SMP dan SMA yang diperiksa di wilayah kerja
puskesmas Kjen 1 masih mengalami anemia.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik meneliti Analisa Tingkat
Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi Dan Pengaruh Edukasi Tentang Anemia
Defisiensi Besi Terhadap Pengetahuan Remaja Putri Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kajen 1.
14
tentang edukasi anemia defisiensi besi terhadap tingkat pengetahuan remaja
putri di wilayah kerja Puskesmas Kajen 1 Kabupaten Pekalongan tahun
2023..
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui pengaruh edukasi tentang anemia terhadap pengetahuan gizi
tentang anemia defisiensi besi pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas
Kajen 1
4. Mengetahui tingkat faktor resiko anemia defisinesi besi pada remaja putri
besi di wilayah kerja Puskesmas Kajen 1
15
1.3.2 Manfaat praktis
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
17
sekitar 1 mg untuk menjaga keseimbangan asupan dan ekskresi yang
berguna untuk kebutuhan produksi eritrosit. Asupan besi yang rendah pada
diet yang tidak adekuat dapat menyebabkan cadangan besi berkurang,
sehingga proses eritropoesis akan berkurang.
Meningkatnya kebutuhan zat pada masa pertumbuhan seperti pada
bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui dapat menjadi salah satu
faktor terjadi aenia defisiensi besi. Hal tersebut dapat terjadi jika kebutuhan
akan zat besi yang meningkat pada beberapa kondisi bdiatas tida diimbangi
dengan penambahn zat besi sesuai kebutuhan perharinya.
Adapun diet yang kaya zat besi tidak selalu menjamin ketersediaan
zat besi di dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang dapat diserap sangat
tergantung dari kondisi atau makanan yang dapat menghambat maupun
yang mempercepat penyerapan besi. Penyerapan besi sangat tergantung
dengan adanya asam lambung yang membantu mengubah ion ferri menjadi
ion ferro. Penyakit yang mengangu dari penyerapan besi seperti sindrom
malabsorbsi seperti gastrectomy, gastric bypass, celiac disease. Sekirnaya
dapat mengganggu penyerapan zat besi.
Kurangnya zat besi dapat ditemukan pada kondisi dimana terjadi
kehilangan darah baik secara patologis atau fisiologis yang sering
ditemukan pada wanita akibat menstruasi. Menstruasi yang banyak dan
lama atau kondisi seperti tumor fibroid maupun malignan uterin. Selain itu,
pendarahan melalui saluran cerna bisa disebabkan ulkus, gastritis karena
alkohol atau aspirin, tumor, parasit dan hemoroid dapat menyebabkan
hilangnya zat besi dalam jumlah yang cukup banyak.
2.3 Epidemiologi
Asia Tenggara khususnya, prevalensi anemia pada wanita usia subur
mencapai 46,6% pada tahun 2019 (3) . Artinya hampir separuh dari wanita
18
usia subur mengalami anemia. Di Indonesia, prevalensi anemia menurut
data Riskesdas tahun 2018 adalah sebesar 32% (4) . Remaja putri memiliki
resiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan
dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami
menstruasi pada setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan,
sehingga membutuhkan lebih banyak asupan gizi (Saputri & Noerfitri,
2022).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita
anemia. Oleh karena itu, sasaran program penanggulangan anemia gizi telah
dikembangkan yaitu mencapai remaja putri SMP, SMA, dan sederajat, serta
wanita di luar sekolah sebagai upaya strategis dalam upaya memutus simpul
siklus masalah gizi. Walaupun begitu, prevalensi anemia di kalangan remaja
putri masih tergolong dalam kategori tinggi. Data dari Departemen
Kesehatan tahun 2005 menunjukkan penderita anemia pada remaja putri
berjumlah 26,50% dan Wanita Usia Subur (WUS) 26,9%. Hal ini
mengindikasikan anemia masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia
( Made Suandika , 2023)
2.4 Tanda dan gejala Anemia
Anemia bisa diketahui melalui beberapa pemeriksaan. Pemeriksa
kesehatan dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium sederhana untuk mengetahui seseorang mengalami anemia
atau tidak (Amalia & Tjiptaningrum, 2016). Gejala anemia yang paling
umum adalah lelah, lesu, letih, detak jantung tidak teratur yang biasa disebut
palpitasi dan telinga berdenging (Soundarya, 2015).
Pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin di bawah 13 g/dl pada
pria di atas 15 tahun, di bawah 12 g/dl untuk wanita tidak hamil di atas 15
tahun, dan di bawah 11 g/dl. pada wanita hamil merupakan kriteria untuk
menentukan diagnosis anemia. Pemeriksaan complete blood count test pada
19
anemia defisiensi besi akan ditemukan penurunan MCV dan MCH,
sedangkan pada apusan darah tepi memiliki gambaran mikrositik
hipokromik (Widiada, 2020)
Tenaga Kesehatan juga perlu untuk mengetahui penyebab anemia,
penyebab anemia bisa diketahui dengan menggali informasi kepada pasien
mulai dari riwayat keluarga seperti keganasan saluran cerna, kelainan
hematologi dan riwayat anemia pada keluarga. Riwayat lain yang penting
untuk diketahui pada diri pasien adalah adanya perdarahan, gejala
gastrointestinal seperti nyeri perut, perubahan jadwal BAB, disfagia,
konsumsi obat pereda nyeri seperti aspirin atau NSAID.
Pemeriksaan fisik pada penderita anemia defisiensi besi dapat ditemukan
adanya konjungtiva dan kulit yang pucat, glossitis, koilonychia dan disfagia
(Widiada, 2020).
Pasien dengan anemia defisiensi besi, hal utama yang perlu diketahui
adalah diet harian yakni untuk mengidentifikasi adanya penurunan asupan
zat besi pada pada penderita anemia defisiensi besi (Jimenez, 2015).
Menilai adanya anemia melalui kadar hemoglobin dan hematokrit
merupakan salah satu kriteria yang perlu diperiksa untuk menegakkan
diagnosa (Widiada, 2020).
20
beberapa jenis buah. Tetapi, karena zat besi non heme dalam
makanan lebih tinggi 80%, akhirnya penyerapan lebih tinggi pada
zat besi non heme dan jumlah zat besi heme menjadi lebih kecil
(Noviazahra, 2017). Penyerapan zat besi juga dihambat oleh
adanya kebiasaan mengonsumsi minuman yang dapat mengganggu
penyerapan zat besi seperti teh dan kopi secara bersamaan pada
waktu makan (Yunita et al., 2020).
Kebanyakan remaja putri menganggap dirinya kelebihan
berat badan atau kegemukan sehingga sering melakukan diet
dengan cara yang tidak benar seperti pola makan tidak teratur,
mengurangi makan, memuntahkan kembali makana, jarang makan
pagi maupun makan siang, sehingga dapat berdampak dengan
anemia, remaja putri menjadi lemas dan tidak semangat belajar.
Energi dibutuhkan dalam proses fisiologis tubuh, jika asupan
energi kurang dapat menyebabkan terjadinya pemecahan protein
sebagai sumber energi secara terus menerus (Yunita et al., 2020)
Penelitian (Noviazahra, 2017) menunjukkan bahwa
penyerapan zat besi dipengaruhi secara langsung oleh berbagai
faktor. Daging dan vitamin C merupakan perangsang kuat dalam
penyerapan zat besi. Sejalan dengan penelitian (Ningrum, 2013)
yang menunjukkan bahwa siswi yang jarang mengonsumsi
makanan peningkat zat besi dapat terkena anemia 3,2 kali
dibanding dengan siswi yang mengonsumsi makanan peningkat zat
besi.
21
rekomendasi WHO). TTD bila diminum secara teratur dan sesuai
aturan dapat mencegah dan menanggulangi anemia gizi. Dosis dan
cara pemberian TTD: pada wanita usia subur (WUS) dianjurkan
minum TTD secara rutin dengan dosis 1 tablet setiap minggu dan 1
tablet setiap hari selama masa haid (Renstra, 2015). Hal tersebut
sejalan dengan penelitian (Joshi, 2013) yang menyatakan bahwa
suplementasi zat besi 1 minggu sekali lebih efektif dibandingkan
dengan suplementasi zat besi 1 hari sekali.
Suplementasi TTD diberikan dengan tujuan menghindari
remaja putri dari resiko anemia. Konsumsi TTD sangat dipengaruhi
oleh kesadaran dan kepatuhan remaja putri. Kesadaran merupakan
faktor pendukung remaja putri untuk mengonsumsi secara baik.
Namun demikian, kepatuhan dipengaruhi oleh adanya beberapa
faktor diantaranya, bentuk tablet, warna, rasa, dan efek samping
dari TTD (nyeri lambung, mual, muntah, konstipasi, dan
diare) (WHO, 2014). Selain itu, tingkat pengetahuan juga
berhubungan dengan kepatuhan mengonsumsi TTD (Khammarnia,
Mohammad, Zahra Amani, 2015).
22
rutin. Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan zat besi pada
perempuan lebih besar daripada laki-laki (Yunita et al., 2020).
23
perempuan. Perempuan hamil yang mengalami anemia defisiensi besi dapat
mengalami persalinan prematur dan berat bayi lahir rendah. Hal ini
dikarenakan zat besi yang dibutuhkan selama kehamilan digunakan utnuk
meningkatkan produksi eritrosit dan Hb yang disalurkan ke janin untuk
pemenuhan kebutuhan oksigen (Joshi, 2013).
.
24
Persepsi yang salah tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan remaja mengenai konsumsi zat besi. Remaja perempuan yang
memiliki pengetahuan yang baik akan lebih memahami mengenai hubungan
perilaku mengonsumsi makanan dengan Kesehatan diri, sehingga akan
memengaruhi dalam memilih jenis makanan (Yunita et al., 2020)
•Lokasi penelitian
25
SMP/Mts dan SMA/SMK/MA di Wilayah Kerja Puskesmas Kajen 1 meliputi:
SMP 1 Kajen
SMP 2 Kajen
SMP NU Kajen
Mts Al Utsmani
SMA 1 Kajen
SMK Maarif
• Waktu
26
3.4.2 Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri SMP/Mts dan SMA/SMK di
wilayah kerja Puskesmas Kajen 1, Kabupaten Pekalongan dan diambil berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria Inklusi :
27
3.4.3 Populasi Penelitian
Populasi Pada penelitian ini adalah siswi putri tahun pertama pada tingkat
SMP/MTs dan SMA/SMK di wilayah kerja Puskesmas Kajen 1 dengan jumlah
populasi yang dibutuhkan pada penelitian ini didasarkan data dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan pada Kecamatan Kajen di semester genap 2022/2023
didapatkan jumlah total 3087 siswi. Sehingga dengan menggunakan rumus Slovin
diapatkan kebutuhan sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 354 siswi
N
N= 2
1+ N e
3087
354= 2
1+ 3087 ×0 , 05
• Siswi
• Usia
Adalah usia siswa putri dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir pada saat
penelitian.
• Pengetahuan Tentang Sikap dan Perilaku Pada Anemia Defisiensi Besi
28
Pengetahuan mengenai sikap dan perilaku pada anemia defisiensi besi
merupakan suatu pemahaman responden mengenai segala sesuatu tentang
sikap dan perilaku yang ditunjukkan terhadap kejadian anemia defisiensi besi
29
3.6.2 Pengetahuan Tentang Gizi Pada Anemia Defisiensi Besi
Pengetahuan tentang gizi pada anemia defisiensi besi adalah apa yang
diketahui responden mengenai gizi yang baik untuk kasus anemia
defisiensi besi, dinilai melalui penilaian jawaban responden atas
pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang gizi pada
anemia defisiensi besi. Dalam kuesioner jumlah pertanyaan adalah 5,
dengan nilai tertinggi untuk masing masing pertanyaan adalah 2 dan
nilai terendah adalah 0. Nilai total tertinggi adalah 10 dan nilai total
terendah adalah 0.
Setelah nilai dari tiap-tiap pertanyaan dijumlahkan, maka responden
dikelompokan menjadi 3 kategori:
• Pengetahuan baik, jika nilai yang diperoleh 8-10
30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Tabel Karakteristik
Usia
Jenjang Pendidikan
31
SMA/SMK 141 40%
Derajat Anemia
Dengan total pada penelitian ini diikuti oleh 352 siswi didapatkan kelompok
jenjang pendidikan terbanyak yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah
siswi SMP/Mts dengan presentase 60 %. Untuk kelompok umur terbanyak dalam
penelitian ini adalah pada rentang usia 13-15 tahun dengan persentase 60.%. Untuk
derajat anemia pada penelitian ini ditemukan jika sebanyak 148 (42%) siswi pada
penelitian ini memiliki kadar Hb yang termasuk dalam kategori normal (>12 gr/dl).
Sedangkan untuk derajat anemia ringan (11,0 -11.9 gr/dl) pada penelitian ini
ditemukan sebanyak 103 siswi (29,20%), untuk derajat anemia sedang (8.0-10.9
gr/dl) ditemukan sebanyak 99 siswi (28,25%), dan untuk derajat anemia berat (<8.0
gr/dl) pada penelitian ini ditemukan sebanyak 2 siswi.
32
Pada Anemia n (%) n (%)
Dari tabel 4.3 didapatkan jika pada hasil pre test untuk tingkat pengetahuan gizi pada
anemia untuk hasil dengan tingkatan baik (8-10) ditemukan sebanyak 150 (42,60%) ,
untuk tingkat pengetahuan cukup (4-6) ditemukan sebanyak 200 (56,80%),dan untuk
tingkat pengetahuan buruk (<2) ditemukan sebanyak 2 (0,56%). Untuk hasil pada
post test untuk tingkat pengetahuan gizi pada anemia untuk hasil dengan tingkatan
baik (8-10) ditemukan sebanyak 220 ( 57,40%) , untuk tingkat pengetahuan cukup (4-
6) ditemukan sebanyak 132 (43,20%),dan untuk tingkat pengetahuan buruk (<2)
ditemukan sebanyak 0 (0%) . Dari hasil tersebut dapat diketahui jika tingkat
pengetahuan gizi pada anemia siswi SMP/SMA remaja di wilayah kerja puskesmas
Kajen 1 pada hasil pre test didominasi oleh dengan hasil tingkat pengetahuan cukup
200 (56,80%), sedangkan untuk hasil post test didominasi oleh dengan hasil tingkat
pengetahuan baik 220(57,40%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan jika terdapat
perubahan kelompok tingkat pengetahuan yang mendominasi pada sbeelum dan
sesudah diberikan edukasi tentang gizi pada anemia.
33
dapat ditemukan
pada protein hewani
seperti daging
merah,ikan,telur,da
n daging ayam
Tempe, tahu, dan
brokoli bukan
termasuk makanan
yang mengandung
zat besi 47.5% 52.5%
Vitamin C dapat
meningkatkan
penyerapan zat besi
dalam tubuh 87.5% 12.5%
34
pada protein hewani seperti daging merah,ikan,telur,dan daging ayam benar
atau salah?” dengan 97,5 % ( 343 Jawaban benar),dan persentase jawaban
salah tertinggi terdapat pada pertanyaan no 5 tentang “Konsumsi teh dapat
meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh benar atau salah?” dengan
82,5 % (290 Jawaban salah). Dari hasil tersebut dapat diketahui jika
pemahaman siswi SMP/SMA remaja di wilayah kerja puskesmas Kajen 1
tentang konsumsi teh berlebih tanpa disertai asupan zat besi yang cukup dapat
menhalangi peneyrapan zat besi selain itu pemahaman tentang sumber zat besi
non hewani masih kurang,hal tersebut tercemin pada pertanyaan no 2 yang
masih didominasi jawaban salah 57,5% (202 jawaban slah), dimana dari hal
tersebut sebetulmya dapat diketahui jika sumber zat besi tidak hanya
diperoleh dari makanan hewani saja tetapi dari sumber makan nabati juga
dapat diperoleh seperti kismis,brokoli,tahu dan tempe.
Tabel 4. 3 hasil uji normalitas pemgetahuan siswi tentang gizi pada anemia
35
normal jika nilai p>0,05. Tabel 4.3 yang menunjukkan uji normalitas dari data
penelitian ini menunjukkan jika pada uji Kolmogorov-Smirnov diapatkan nilai
P <0,05 (p = 0,00) sehingga data variabel pada penelitian terdistribusi tidak
normal, sehingga tidak dapat dilakukan uji secara parametric, dan akan
dilakukan uji non parametric dengan uji Wilcoxon.
Tabel 4. 4 Hasil Uji Wilcoxon Pengetahuan Siswi Tentang Gizi Pada Anemia
36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
37
5.2.2 Saran Bagi Puskesmas Kajen 1 Selaku Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama
38
Daftar Pustaka
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi
Lampiran 3 Kuesioner
39