Anda di halaman 1dari 24

CASE BASED DISCUSSION

Post Stroke Hemorargik

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun Oleh :
Robby Gunawan

Diajukan kepada :
dr. Meyvita Silviana, Sp. N

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2021
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Umur : 80 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Semarang
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 14 September 2021

I. ANAMNESA
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Lokasi : intracranial
b. Onset : + 2 Tahun
c. Kualitas : Lemah anggota gerak kanan,sulit berbicara,dan tidak dapat
menahan air liur, untuk sehari-hari pasien tidak dapat berjalan sehingga
dibantu dengan kursi roda
d. Kuantitas : Aktivitas sehari-hari dilakukan dengan dibantu keluarga,
Kronologis : Pasien datang ke Poli Saraf RST Semarang untuk kontrol
dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan,sulit berbicara,dan tidak dapat
menahan air liur. Sebelumnya, pada tanggal 13 September 2021 pasien
mengeluh lemah anggota gerak kanan, tidak dapat menahan air liur,dan sulit
berbicara. Keluhan dirasakan setelah pasien mengalami stroke 2 tahun yang
lalu awalnya hanya kelemahan anggota gerak kanan tetapi masih dapat
berjalan, dan wajah perot kearah kiri lalu berkembang seiring waktu hingga
pasien tidak dapat berjalan,sulit berbicara,dan tidak dapat menahan air liur.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat jatuh disangkal. Keluhan lain
berupa nyeri kepala, mual,dan muntah didapatkan. BAK dan BAB dalam batas
normal.
e. Faktor memperberat : tidak ada
f. Faktor memperingan : tidak ada
g. Gejala penyerta : pusing,mual,dan muntah
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : 2 tahun yang lalu
Riwayat stroke : 2 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
Riwayat trauma kepala : disangkal
Riwayat merokok : (+) sejak usai 16 tahun
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat stroke : disangkal

Riwayat sosial ekonomi


Pembiayaan dengan BPJS PBI, kesan sosial ekonomi cukup.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Berat
Kesadaran : Komposmentis, GCS: E4M5Vaphasia

Vital Sign
Tekanan darah : 155/102 mmHg
Nadi : 81 x/ menit
Suhu : 36,7°C
RR : 24x/ menit
SpO2 : 100%

Status Generalis :
Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), alopesia (-)
Wajah : asimetris, edema (-)
Mata : nistagmus (-/-), ptosis (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya direk (+/+) indirek (+/+), pupil isokor 2 mm/2 mm.
Telinga : bentuk normal, discharge (-/-), tanda peradangan (-/-)
Hidung : lesi (-/-), warna sperti kulit sekitar, nafas cuping hidung (-)
Mulut : perot ke kanan (+), tidak simetris
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Status Internus
Thorax Pulmo
a. Inspeksi :
1) Pergerakan dinding dada simetris.
2) Retraksi intercostal (-/-).
3) Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)
b. Palpasi :
1) Nyeri tekan (-/-) , tidak teraba massa
2) Vokal fremitus ,tidak dapat dilakukan
c. Perkusi : tidak di lakukan
d. Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-), gallop (-)

3
Abdomen
a. Inspeksi : warna seperti kulit sekitar
b. Palpasi
1) Nyeri tekan :-
2) Hepar : dalam batas normal
3) Splen : dalam batas normal
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Bising usus (+) N

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Composmentis
Kuantitatif (GCS) : E4M6Vaphasia
Mata : Pupil bulat isokor, diameter 2 mm/2 mm reflek cahaya
(+/+)
Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Dbn
N.II (Opticus)
Daya penglihatan Tidak dilakukan
Lapang pandang
N.III (Oculomotorius)
Ptosis
Lagophtalmus
Gerak mata keatas
Gerak mata kebawah
Gerak mata media
Ukuran pupil DBN
Bentuk pupil
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tidak langsung
Reflek akomodasi
Diplopia
N.IV (Trochlearis) :
Gerak mata lateral bawah DBN
Diplopia
N.V (Trigeminus)
Menggigit normal Sulit dilakukan

4
Membuka mulut normal Sulit dilakukan
Sensibilitas normal hipoestesia

N.VI (Abducens)
Pergerakan mata (ke lateral) DBN
Diplopia
N.VII (Facialis)
Mengerutkan dahi normal normal
Mengangkat alis normal normal
Menutup mata normal normal
Sudut mulut normal mendatar
Meringis normal mendatar
Daya kecap 2/3 depan tidak dilakukan tidak dilakukan
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Suara berbisik DBN DBN
Mendengarkan detik arloji
Tes rinne TIDAK TIDAK
Tes weber DILAKUKAN DILAKUKAN
Tes schwabach
N.IX (Glossopharyngeus)
Arkus faring
Uvula
Daya kecap 1/3 belakang TIDAK DILAKUKAN
Reflek muntah
Sengau
Tersedak

N.X (Vagus)
Arkus faring Tidak dilakukan
Bersuara Tidak dapat dinilai
Menelan DBN

5
N.XI (Accesorius)
Memalingkan muka Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikap bahu
Mengangkat bahu
N.XII (Hypoglossus)
Sikap lidah normal
Menjulurkan lidah deviasi ke kiri
Artikulasi tidak dapat dinilai

ANGGOTA GERAK
ATAS Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Pitcher’s hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Palpasi
Lengan atas Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
lengan bawah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tangan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem motorik :
Gerakan Bebas terbatas Berkurang
Kekuatan 444 111
Tonus Meningkat meningkat
Trofi atrofi atrofi
Sensibilitas Normal berkurang
Reflek fisiologik : ++ ++
Bisep & Tricep ++ +++
Reflek Patologi : + +
Hoffman & Tromner - +

6
ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Inspeksi:
Drop foot Tidak ada Tidak ada
Claw foot Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal

Sistem motorik
Gerakan Bebas terbatas Berkurang
Kekuatan 444 111
Tonus Normal meningkat
Trofi atrofi atrofi
Klonus (-) (-)
Reflek fisiologik
Patella & Achilles ++ +++
Sensibilitas Normal hipoestesi

Reflek Patologis
Babinski & Chaddok + +

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Rangsang meningeal  kaku kuduk (-)

DIAGNOSIS
Score Gajah Mada: Stroke Infark
a. Penurunan Kesadaran (-)
b. Nyeri Kepala (+)
c. Reflek Babinsky (+)

7
SKOR SIRIRAJ :
KELAINAN KETERANGAN Penilaian Indeks Skore
Kesadaran Umum Komposmentis 0 x 2.5 0
Muntah Tidak ada 0 x2 0
Nyeri kepala Ditemukan 1 x2 0
Tekanan Darah 102 102 x 0,1 10,2
Diastole
Ateroma ( DM, Tidak ada 1 x (-3) 3
Angina, Penyakit
Pembuluh Darah
(dvt,pad)
(-12)
1,2
Dari pemeriksaan fisik yang disesuaikan dengan Skor Siriraj, Pasien mengalami
Stroke Hemoragik karena didapatkan skor 1,2.

ASSESMENT
DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinik :
o Hemiparesis dextra spastik
o Disfungsi N.V
o Paresis N. VII , dan XII sinistra sentral
 Diagnosis Topik : Hemisfer cerebri sinistra
 Diagnosis Etiologik: Stroke Hemorargik

Diagnosis Sekunder: Hipertensi

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT-SCAN KEPALA TANPA KONTRAS

KESAN:
- CT Scan Non Kontras atas nama Tn.S usia 80 tahun
- Tulang tengkorak intak dengan cerebrum

9
- Terdapat lesi hipodens batas tegas periventricular sinistra yang meluas hingga lobus
Temporoparietoocipital pada hemisfer sinistra
- Terdapat lesi hipodens batas tidak tegas periventricular dextra
- Ventrikel IV melebar
- Capsula eksterna dan interna tidak terlihat

Kesan : Infark luas pada lobus temporoparetoocipital sinistra

DIAGNOSIS
I. STROKE HEMORARGIK
II. HIPERTENSI

Rencana Terapi
1. Piracetam 800 mg 1x1
2. Citicolin 500 mg 2x1
3. Mecobalamin caps 1x1
4. Fenitoin 100mg 1x1
5. Omeprazol 2x1

Terapi Hipertensi :
1. Amlodipin 10 mg 1x1

Terapi non medikamentosa


1. Tirah baring
2. Rehabilitasi medik
3. Head up 30 – 60°
4. Modifikasi gaya hidup
Monitoring: GCS, tanda vital, dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK),

Edukasi
 Menjelaskan tentang penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarga
 Menjelaskan penyakit yang diderita membutuhkan waktu penyembuhan
yang cukup lama.
 Makan makanan bergizi.
 Minum obat teratur, dan rutin kontrol
 Menjelaskan kepada keluarga tentang faktor resiko dan pencegahan
penyakit
 Beri dukungan keluarga kepada pasien

10
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad malam
Ad sanationam : ad malam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke Hemorargik


Stroke menurut WHO adalah adanya tanda klinis fokal atau global yang
terjadi mendadak, mengganggu fungsi serebral, dan berlangsung selama lebih dari
24 jam atau menimbulkan kematian, tanpa adanya penyebab selain vaskular
(WHO, 1988). Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otakyang disebabkan kurangnya alirah darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Caplan, 2000)

Stroke dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu stroke iskemik dan hemoragik
(Caplan, 2009). Stroke iskemik didefinisikan sebagai episode disfungsi neurologis
yang disebabkan oleh infark pada otak, medula spinalis, dan retina, berdasarkan
pada bukti patologis, pencitraan, atau gejala klinis yang menetap lebih dari 24 jam
atau diakhiri dengan kematian, tanpa penyebab selain vaskular (Sacco dkk.,
2013).

2.2 Epidemiologi Stroke Iskemik

Stroke sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama kesehatan


global dengan kecenderungan mengalami peningkatan, terkait dengan
bertambahnya populasi penduduk lanjut usia dan perubahan pola hidup
masyarakat. Data Global Burden of Disease (2013) menunjukkan jumlah absolut
penderita stroke, penderita disabilitas dan mortalitas karena stroke semakin
meningkat. Pada tahun 2013, secara global didapatkan 25,7 juta penderita stroke
yang masih hidup (29% stroke hemorargik), 6,5 juta kematian yang diakibatkan
stroke (49% stroke iskemik), dan 10,7 juta kasus stroke baru (33% stroke
iskemik).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke,
baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan (Pokdi Stroke Perdossi,
2011). Di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2007
didapatkan jumlah penderita stroke 8,3 per 1.000 orang, sedangkan pada tahun
2013 jumlahnya makin meningkat yaitu 12,1 per 1.000 orang. Data Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) berdasar Sample
Registration Survey 2014 menunjukkan stroke merupakan penyebab pertama
kematian di Indonesia (Aditama, 2015).

12
2.3 Faktor Risiko Stroke Hemorargik

Faktor risiko stroke adalah suatu keadaan atau kondisi kesehatan atau
penyakit yang ada pada seseorang yang berisiko terhadap timbulnya serangan
stroke. Kondisi ini jika tidak dikendalikan atau diobati dapat memburuk dan
berakibat terjadinya sumbatan pembuluh darah. Faktor risiko stroke dapat dibagi
menjadi dua yaitu faktor risiko yang dapat diubah/dikendalikan dan faktor risiko
yang tidak dapat diubah/dikendalikan (Yayasan Stroke Indonesia, 2004).

Faktor Risiko tidak dapat di kendalikan Faktor risiko dapat dikendalikan


1. Usia tua 1. Hipertensi
2. Jenis kelamin 2. Diabetes mellitus
3. Ras 3. Dislipidemia
4. Pernah menderita stroke 4. Hiperurisemia
5. Riwayat stroke keluarga 5. Obesitas
6. Genetik 6. Stress
7. Merokok
8. Alkohol
9. Pola hidup tidak sehat
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke Iskemik

2.4 Patofisiologi Risiko Stroke Hemorargik

Stroke Hemoragik adalah terjadi akibat pembuluh darah yang menuju ke otak
mengalami kebocoran (perdarahan. Kebocoran tersebut di awali kerena adanya
tekanan yang tiba-tiba meningkat ke otak sehingga pembuluh darah yang
tersumbat tersebut tidak dapat lagi menahan tekanan, akhirnya pecah dan
menyebabkan perdarahan, Perdarahan umumnya terjadi pada batang otak (brain
stem), selaput otak (korteks), dan serebelum. Dua jenis Stroke Hemoragik adalah
perdarahan intraserebral atau subarachnoid.

Stroke hemoragik memiliki dampak yang berbahaya dan butuh penanganan


sesegera mungkin. Pada dasaranya, perdarahan yang terjadi, baik pada jaringan
otak (intraserebral) maupun di di ruang antara lapisan pembungkus otak dapat
meningkatkan tekanan di dalam otak secara tiba-tiba. Hal ini dapat menyebabkan
gangguan fungsi otak permanen dan meningkatkan risko kematian..

Terdapat beberapa penyebab dari stroke hemoragik, yaitu: Hipertensi yang tidak
terkontrol, gangguan pembekuan darah; penyakit yang sudah ada, atau riwayat
konsumsi obat pengencer darah, aneurisma pembuluh darah otak; kelainan
pembuluh darah dimana dinding arteri menipis, menggembung seperti balon,dan
lebih mudah pecah, arteriovenous malformation (AVM); kondisi dimana terdapatt

13
hubungan langsung antara arteri dan vena sehingga ukurannya membesar dan
lebih mudah pecah

Hipertensi, Diabetes Mellitus (DM), dan Dislipidemia merupakan


beberapa faktor resiko stroke yang dapat di ubah. Hipertensi akan menyebabakan
disfungsi endothel akibat inflamasi dan stres oksidatif yang berujung pada
pembentukan plak atherosklerotik yang menyebabkan penyumbatan di pembuluh
darah otak. Diabetes Mellitus memicu lipolisis yang akan meningkatkan resiko
pembentukan plak atherosklerotik. Kerusakan endhotel terjadi akibat peningkatan
ROS (Reactive Oxygen Species). Kelainan tersebut akan meningkatkan resiko
stroke karena plak atherosklerotik yang timbul dapat menyebabkan emboli.
Dislipidemia akan menyebabkan atherosklerosis karena peningkatan asam lemak
bebas didarah memicu penimbunan di endhotel dan akan menjadi plak.

14
Gambar 1 Patofisiologi Stroke

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya
dapat berupa
(1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah
(3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium
(4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al,
2006).

15
Gambar 3 Sirkulus Willisi 1

2.5 Klasifikasi Stroke

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral
dapat dibagi dalam:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA atau serangan iskemia sementara merupakan stroke dengan gejala
neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran darah pada otak akibat
adanya emboli maupun thrombosis dan gejala neurologis akan menghilang
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Pada RIND atau defisit neurologis iskemia sementara gejala neurologis yang
timbulakan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam sampai kurang dari
sama dengan 48 jam.
c. Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit (PRIND)
Pada PRIND atau deficit neurologis iskemia semetara gejala neurologis yang
diperpanjang yang timbul dan akan menghilang dalam rentang waktu 3 hari
sampai kurang dari 7 hari.
d. Stroke in Evolution
Stroke in evolution atau stroke progresif merupakan stroke yang sedang
berjalan dan gejala neurologis yang timbul makin lama makin berat.
e. Completed Stroke
Completed stroke atau stroke komplit memiliki gejala neurologis yang menetap

16
dan tidak berkembang lagi.

Klasifikasi stroke dalam jenis yang hemorargik dan non hemorargik secara
tegas memisahkan kedua jenis stroke tersebut, walaupun dalam stroke
hemorargik ditandai dengan peningkatan tekana intrakraniall,,sakit kepala,mual
dan penurunan kesadaran namun gejala tersebut juga dapat dijumpai pada
stroke non hemorargik. Satu-satunya cara untuj mendifirensiasi stroke
hemorargik atau non hemorargik adalah dengan pemeriksaan CT-Scan dan
pungsi lumbal.

2.6 Diagnosis Stroke Iskemik

1. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami deficit
neurologi akut (baik focal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
stroke iskemik meskipun gejala seperti mual muntah, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa
gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparase, monoparase, atau
qudriparase, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,
disatria, ataksia, vertigo, afasia atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan.

2. Siriraj Score

Gambar 2 Siriraj Stroke Score

17
Siriraj Score dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
iskemik dengan onset kurang dari 24 jam.

3. Algoritma Gadjah Mada

Gambar 3 Algoritma Stroke Gadjah Mada

4. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke


ekstrakranial,memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnyadeficit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik haarus
mencakup pemeriksaan kepala danleher, untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi meningens. Pemeriksaan terhadapfactor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati,emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising jantung), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial
dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk
menjaga jalan napasnya sendiri.

5. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk mengidentifikasi gejala


stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi

18
mencakup pemeriksan status mental, dan tingkat kesadaran, pemeriksaan saraf
cranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, ,reflek patologis, dan reflek
fisiologis.Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningens pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan bell’s palsy dimana pada bell’s palsy biasanya ditemukan
pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.

Gambar 5 Pemeriksaan Motorik Neurologis 1

Gambar 6 Pemeriksaan Sensorik Neurologis 1

Gejala – gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:

19
1. Arteri Serebri Media (MCA)
Gejala-gejala antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,
hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA
memperdarahi motorik ekstermiats atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah
biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.

2. Arteri Serebri Anterior


Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara,
timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking refleks), penurunan tingkat
kesadaran , kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat daripada tungkai
atas), defisist sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri

3. Arteri Serebri Posterior


Menimbulkan gejala seperti hemianopsia homonymous kontralateral,
kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran , hemiparese
kontralateral, gangguan memori.
4. Arteri Vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis, serebellar,
batang otak yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo,
nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda babynski
bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas
pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling bersebrangan (deficit
nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik kontralateral).

5. Arteri Karotis Interna (Sirkulasi anterior)


Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering
adalah bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna
dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika (menifestasinya adalah buta satu mata yang episodic biasa disebut
amaurosis

2.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke Iskemik

1. Pemeriksaan Laboratorium.
Gambaran laboratorium yaitu darah rutin pada stroke dapat menunjukan
komorbiditas dan faktor resiko stroke seperti adanya polisitemia, trombositopenia,
trombositos dan anemia yang mungkin menjadi penyerta. Kimia darah digunakan
untuk menyingkirkan kelainan metabolik seperti hiponatremia dan hipoglikemia,
serta mencari komorbiditas seperti azotemia. Pemeriksaan koagulasi darah dan
biomarker jantung dapat berguna untuk menyingkirkan adanya penyebab dari
jantung dan sirkulasi.
2. Pemeriksaan Radiologi
Untuk menentukan lokasi pasti terjadinya infark dengan menggunakan CT-
Scan atau MRI. Gambaran yang ditemukan adalah hipodens atau hipointensitas
yang menunjukan daerah infark.

20
Gambar 7 Ct Scan Stroke Iskemik 1

2.8 Tatalaksana Stroke Hemorargik

Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral

1. Diagnosis dan Penilaian Gawat Darurat pada Perdarahan Intrakranial


dan Penyebabnya

a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan


untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence A).1

b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk


membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan hematoma
(AHA/ASA, Class II, Level of evidence B). Bila secara klinis atau radiologis
terdapat kecurigaan yang mengarah ke lesi structural termasuk malformasi
vaskuler dan tumor, sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan
kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan venografi MR (AHA/ASA, Class IIa,
Level of evidence B).

2. Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial

a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat


sebaiknya mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).

21
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat
antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk
menggganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat
vitamin K intravena (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Konsentrat
kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran dibandingkan
dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian konsentrat kompleks
protrombin dapat mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat
dipertimbangkan sebagai alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B).

c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut: 


Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan
diberikan dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek akan timbul
80 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian

d. Obat kejang dan antiepilepsi Kejang sebaiknya diterapi dengan obat


antiepilepsi (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Pemantauan EEG secara
kontinu dapat diindikasikan pada pasien perdarahan intrakrranial dengan
kesadaran menurun tanpa mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi.
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Pasien dengan perubahan status
kesadaran yang didapatkan gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya
diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class IIa Level of evidence C).
Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak direkomendasikan. (AHA/ASA, Class
III, Level of evidence B

Penatalaksanaan Perdarahan Subarachnoid (PSA)

1. Tatalaksana penegakan diagnosis perdarahan subarachnoid

a. Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu gawatdarurat neurologi


dengan gejala yang kadangkala tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan
dalam menegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling
sakit yang dirasakan sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya dicurigai
dicurigai sebagaisuatu tanda adanya PSA (AHA/ASA, Class I, level evidance B)

b. Pasien yang dicurigai PSA sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala


(AHA/ASA, Class I, level evidance B). Apabila hasil CT-Scan tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda PSA pada pasien yang secara klinis dicurigai PSA maka
tindakan pungsi lumbal untuk analisis cairan cerebrospinal sangat
direkomendasikan (AHA/ASA, Class I, level evidance B).

22
c. Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA,
pemeriksaan angiografi serebral sebaiknya dilakukan (AHA/ASA, Class I, level
evidance B). Namun, apabila tindakan angiografi konvensional tidak dapat
dilakukan maka pemeriksaan MRA atau CT angiografi perlu dipertimbangkan
(AHA/ASA, Class I, level evidance B).

2. Tatalaksana umum PSA

a. Tatalaksana pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess (H&H)
adalah sebagai berikut :

 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin

 Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 300 dan nyaman, bila
perlu berikan O2 2-3 L/menit

 Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan dalam penilaian tingkat


kesadaran).

 Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitor ketat
sistem kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul b. Pasien PSA derajat
III, IV atau V berdasarkan H&H,perawatan harus lebih intensif1

 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol pasien diruang gawat


darurat

 Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semiintensif

 Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat perlu
dipertimbangkan intubasi endotrakheal dengan hati-hati terutama apabila
didapatkan tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial

 Hindari pemakaian obat-obatan sedatif yang berlebihan karena akan


menyulitkan penialaian status neurologi 3. Tindakan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah PSA a. Kontrol dan monitor tekanan darah untuk mencegah risiko
perdarahan ulang. Hipertensi berkaitan dengan terjadinya perdarahan ulang
(AHA/ASA, Class I, Level of evidance B). Tekanan darah sistolik sekitar 140-160
mmHg sangat disarankan dalam rangka pencegahan perdarahan ulang pada PSA.

b. Istirahat total di tempat tidur (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B).

c. Terapi antifobrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 1 g IV kemudian


dilanjutkan 1 g setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan
23
72 jam) untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan klinis
tertentu. Terapi antifobrinolitik dikontraindikasikan pada pasien dengan
koagulopati, riwayat infark miokard akut, stroke iskemik, emboli paru, atau
trombosis vena dalam. Terapi antifibrinolitik lebih dianjurkan pada pasien dengan
risiko rendah terhadapa terjadinya vasospasme atau pada pasien dengan
penundaan operasi. pada beberapa studi, terapi antifibrinolitik dikaitkan dengan
tingginya angka kejadian iskemik serebral sehingga mungkin tidak
menguntungkan pada hasil akhir secara keseluruhan. Oleh karena itu, studi
dengan menggunakan kombinasi antifibrinolitik dengan obat-obatan lain untuk
mengurangi vasospasme perlu dilakukan (AHA/ASA, Class IIb, Level of
evidance B).

d. Pengikatan (ligasi) karotis tidak bermanfaat untuk pencegahan perdarahan


ulang (AHA/ASA, Class III, Level of evidance A). 85 e. Penggunaan koil
intraluminal dan balon masih dalam uji coba. Penelitian lebih lanjut masih
diperlukan (AHA/ASA, ClassIV-V, Level of evidance C).

Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder

a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial sebaiknya


dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian perawatan
intensif neurosains (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B)

2.9 Prognosis Stroke Hemorargik

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah factor, yang paling


penting adalah sifat dan tingkat keparahan deficit neurologis yang
dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, sekitar
80% pasien dengan stroke bertahan hidup selama paling sedikit 1 bulan,
dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%.
Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah sampai
dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.

24

Anda mungkin juga menyukai