oleh:
Kelompok 7/B17
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS
Diusulkan oleh:
Kelompok 7/B17
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
KATA PENGANTAR
1. Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp. Kep. MB selaku penanggung jawab mata
kuliah Keperawatan Bedah .
2. Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp. Kep. MB selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Bedah.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover................................................................................................................ i
Halaman Sampul............................................................................................ ii
Kata Pengantar............................................................................................... iii
Daftar Isi.......................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................ 2
1.4 Manfaat.............................................................................................. 3
BAB 2. KONSEP DASAR.............................................................................. 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi....................................................................... 4
2.2 Definisi Apendisitis........................................................................... 6
2.3 Epidemiologi Apendisitis.................................................................. 8
2.4 Etiologi Apendisitis........................................................................... 8
2.5 Patofisiologi Apendisitis.................................................................... 9
2.6 Pathway Apendisitis.......................................................................... 11
2.7 Menifestasi Kliniks Apendisitis......................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan................................................................................. 14
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.......................................... 15
3.1 Pengkajian.......................................................................................... 15
3.2 Pathway Pre-Op dan Post-Op Apendisitis......................................... 26
3.3 Diagnosa Keperawatan...................................................................... 28
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN........................................................... 29
4.1 Pengkajian.......................................................................................... 29
4.2 Analisa Data....................................................................................... 37
4.3 Diagnosa Keperawatan...................................................................... 49
4.4 Perencanaan Keperawatan................................................................. 50
4.5 Catatan Perkembangan...................................................................... 56
iv
BAB 5. Penutup............................................................................................... 60
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 60
5.2 Saran.................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 61
v
BAB 1. PENDAHULUAN
1
menurunkan mortalitas dan morbiditas dapat juga dilakukannya pemberian
antibiotik selama tidak terjadi resistensi dan sesuai dengan pola kuman
penyebab dari apendisitis tersebut (Annisa A., dkk., 2018). Namun perlu juga
diperhatikan saat melakukan anamnesis, pemerikasaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya yang tidak kalah penting
yakni hispatologi karena apendiks sering kali menjadi tempat peradangan akut
dan kronik. Terkadang juga ditemukan parasit, tuberkulosis dan tumor
sehingga dokter dan para tenaga medis lainnya harus memberikan terapi yang
lebih spesifik (Indra dan Sony, 2018).
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang nyata tentang penyakit apendisitis dan agar mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada
klien yang mengalami apendisitis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar apendisitis yang terdiri
dari :
definisi apendisitis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, tanda dan
gejala, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan medis.
2
b. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami apendisitis dengan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1.4 Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Memberikan informasi dan masukan – masukan untuk meningkatkan
kesehatan, menciptakan kenyamanan dan kepuasan klien.
2. Bagi Bidang Keperawatan
Sebagai sumber bacaan yang diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan perawat tentang pentingnya mengutamakan kesehatan yang
diberikan kepada klien terutama yang mengalami apendisitis agar lebih
berkualitas dan professional.
3. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang apendisitis sehingga
nantinya dapat mengkaji permasalahan tentang apendisitis.
4. Bagi Klien
Memberikan informasi sehingga klien dapat mengetahui hal – hal apa saja
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terhadap apendisitis.
3
BAB 2. KONSEP DASAR
2
1
3 4
4
usus buntu dapat dilakukan dengan incisi Mc Burney pada titik Mc Burney
(2,5-5cm di atas media spina iliaca anterior superior) dan arahnya
miring/oblique. Untuk posisi appendiks yakni laterosekal (di lateral kolon
asendens), di daerah inguinal (membelok ke arah di dinding abdomen pelvis
minor) (Harjadi W., 2009).
5
2.2 Definisi Apendisitis
Apendisitis atau biasa dikenal dengan radang usus buntu merupakan
peradangan pada appendix (usus buntu), yang merupakan organ berbentuk
tabung sepanjang 3.5 inci yang memanjang dari usus besar. Apendisitis
merupakan tindakan darurat yang hampir selalu membutuhkan pembedahan
untuk menghilangkan appendix yang meradang. Jika tidak segera diberikan
penanganan, maka appendix yang telah meradang dapat pecah dan
menumpahkan berbagai substansi infeksius ke dalam rongga perut. Hal ini
dapat menyebabkan peritonitis, peradangan serius pada selaput pembungkus
rongga perut (peritoneum), yang dapat berakibat fatal hingga menyebabkan
kematian bila tidak segera mendapat pertolongan (Craig, 2018).
Sjamsuhidajat (2004) mengklasifikasikan apendisitis kedalam dua jenis
yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut timbul dengan gejala radang mendadak pada
apendiks, terdapat rangsang peritonieum lokal, serta nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Hal ini juga diikuti dengan keluhan mual,
muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik Mc.Burney dan mengalami nyeri somatik atau
nyeri yang dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Menurut Rukmono
(2011) Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Appendisitis yang terjadi karena adanya proses peradangan di
mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Hal ini akan
mengakibatkan sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan
meningkatnya tekanan dalam lumen sehingga terganggunya aliran limfe,
penebalan mukosa appendiks, edema, dan kemerahan. Gejala Appendiks
akut sederhana yaitu nyeri pada umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise dan demam ringan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Appendisitis Akut Purulenta adalah appendisitis yang terjadi
karena aliran vena terbendung pada dinding apendiks dan trombosis yang
disebabkan bertambahnya tekanan dalam lumen dan juga adanya edema.
6
Hal ini menjadikan iskemia semakin parah dan edema pada apendiks.
Serta adanya mikroorganisme yang berinvasi di usus besar ke dalam
dinding apendiks karena infeksi serosa dan menyebakan serosa suram
terlapisi oleh eksudat dan fibrin. Tanda-tanda Appendisitis Akut Purulenta
yakni adanya rangsangan pada peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan pada saat gerak aktif dan
pasif terasa nyeri.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Apendisitis Akut Gangrenosa karena adanya bertambahnya
tekanan dalam lumen terus-menerus, terganggunya aliran darah arteri yang
menyebabkan infark dan gangren. Pada kasus ini akan terdapat
mikroperforasi dan meningkatnya cairan peritoneal secara purulen.Tanda-
tanda Apendisitis Akut Gangrenosa yaitu supuratif dan adanya gangren
pada bagian tertentu, dinding apendiks dapat berwarnaungu, hijau,
keabuan atau merah kehitaman.
d. Apendisitis Infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah radang apendiks yang menyebabkan
terbentuknya gumpalan massa flegmon yang saling melekat karena proses
radang yang menyebar dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum.
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses adalah proses radang apendiks karena adanya
massa lokal berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari
sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum atau abses. Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Komplikasi utama apendisitis
yakni perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi abses yang akan
teraba massa dikuadran kanan bawah, terjadi 24 jam setelah awitan nyeri
yang ditandai dengan peningkatan suhu (37,7℃), nyeri tekan abdomen,
malaise (Suzanne, S. C., 2002).
7
2. Apendisitis kronik
Penegakan diagnosa Apenditis kronik yaitu apabila pasien
mengalami nyeri selama lebih dari 2 minggu. Radang Apenditis kronis
dibagi menjadi 2 yaitu makroskopik dan mikroskopik. apendisitis kronik
mikroskopik yaitu adanya fibrosis pada seluruh dinding apendiks, adanya
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Apendisitis kronik
dapat menjadi akut lagi , hal ini disebut dengan apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang terbentuk jaringan ikat.
2.3 Epidemiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan salah satu operasi darurat yang paling umum
dilakukan, dan merupakan penyebab nyeri perut yang paling umum. Negara
Amerika Serikat melaporkan 250.000 kasus apendisitis setiap tahunnya.
Kejadian apendisitis akut telah menurun terus menerus sejak terakhir
dilaporkan pada 1940an, dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per
100.000 populasi. Apendisitis terjadi pada 7% populasi di Amerika Serikat,
dengan insidensi 1.1 kasus per 1000 orang per tahun (Craig, 2018).
Negara-negara di benua Asia dan Afrika melaporkan insiden apendisitis
lebih rendah dikarenakan budaya di beberapa Negara baik di Asia dan Afrika
yang mengharuskan makan-makanan tinggi serat.
Jenis kelamin laki-laki lebih dominan dibanding perempuan, dengan rasio
3:2 pada remaja dan dewasa muda. Pada orang dewasa, kejadian apendisitis
kurang lebih 1.4 kali lebih besar pada pria dibanding wanita (Craig, 2018).
2.4 Etiologi Apendisitis
Peradangan pada apendiks terjadi sebagai akibat dari infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang berkembang biak dengan cepat, sehingga
mengakibatkan apendiks meradang, bengkak, hingga bernanah. Adapun
faktor yang menyebabkan seseorang mengalami apendisitis menurut Ansari
(2018) yaitu :
1. Penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntuk akibat
infeksi di saluran cerna atau bagian tubuh lainnya
2. Tinja yang menyumbat ronga apendiks
8
3. Pertumbuhan parasit yang cepat dan banyak sehingga menyumbat
rongga apendiks
4. Cidera pada perut
5. Tumor pada saluran cerna atau pada daerah usus
6. Gaya hidup buruk dengan mengonsumsi makananan rendah serat
9
Perforasi akan menyebabkan pelepasan cairan dan bakteri dari apendiks
untuk menginflamasi rongga abdomen dan juga peritonitis atau inflamasi
pada permukaan peritoneum. Lokasi dan luas peritonitis berdasarkan pada
berapa banyak cairan usus yang tumpah (Satria,2015). Nyeri dapat berkurang
apabila tubuh dapat menutup perforasi atau megurangi gejala. Namun, pasien
tetap merasa nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah, penurunan nafsu
makan, perubahan pola defekasi, dan demam intermiten. Jika tubuh tidak
dapat menutup perforasi maka akan terjadi peritonitis difus (Lee,2017).
Berdasarkan komplikasi, apendisitis diibagi menjadi dua jenis, yaitu
apendisitis sederhana yakni appendsitis yang tidak terdapat gangren, perforasi
atau abses dan apendisitis komplikata yakni appendisitis yang terdapat
komlikasi gangren, perforasi, dan abses (Satria, 2015).
10
2.6 Pathway Apendisitis
apendiks
obstruksi
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Apendisitis
11
2.7 Manifestasi Klinis Apendisitis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita apendisitis menurut Craig
(2018) adalah :
1. Sakit pada perut bagian bawah
2. Mual dan muntah
3. Diare atau konstipasi (18% pasien mengeluhkannya)
4. Tidak dapat buang gas (kentut)
5. Kehilangan nafsu makan
6. Kadang terjadi demam
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penderita appendicitis menurut Handayana
(2017), antara lain:
a. Jumlah leukosit
Jumlah leukosit pada penderita apendisitis berkisar 12.000-18.000/
mm. leukosit semakin tinggi sebagai bentuk fisiologis tubuh melindungi
dari mikroorganisme yang menyerang.
b. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin dilakukan untuk melihat hasil sedimen. Hasil
sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit yang melebihi
normal ketika apendiks sedang meradang. Nilai Hb (hemoglobin) Nampak
normal, dan laju endap darah dapat meningkat apabila terjadi apendisitis
infiltrate. Pemeriksaan urin ini juga sebagai penunjang apakah pasien
penderitabatu ginjal.
c. USG
USG digunkan untuk mendeteksi appendisitis serta kompikasi
yang ditimbulkan appendisitis. Komplikasi dapat berupa abses, kantong
nanah, dan infiltrat disekitar appendiks. Pada penderita apendisitis akut,
diameter apendiks yaitu 7 mm atau lebih.
12
Gambar. Apendiks normal Gambar. Apendiks Akut
d. Appendikogram,
Appendikogram merupakan alat ini akan menunjukkan tidak
adanya bahan kontras pada lumen apendiks jika pasie menderita
appendisitis.
Gambar. Apendikogram
e. CT-Scan
CT-Scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa apendisitis dengan sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%.
Ct- scan biasanya digunakakan pada pasien obesitas, presentasi klinis tidak jelas,
dan curigai adanya abscess. Diagnosis apendiks dapat ditegakkan apabila apendiks
berdilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya.
Gambar. CT-Scan
apendisitis
13
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Oswari (2000) Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
penderita apendisitis meliputi:
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
(Oswari,2000).
2. Tindakan Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks.
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainase (Oswari, 2000).
Pada kasus appendisitis simpel dilakukan pembedahan 5 sampai 8
cm pada perut kanan bawah untuk melakukan pengikatan dan
pemotongan appendiks yang mengalami radang. Pada appendisitis
kompikata maka dilakukan tindakan pembedahan 15 sampai 20 cm
pada perut bagian tengah atau laparotomi untuk melakukan pencucian
rongga perut menggunakan cairan steril dan juga melakukan
pemotongan serta pengikatan appendiks (Handayana, 2017).
Appendisitis simpel dan appendiks kompikata juga dapat ditangani
dengan menggunakan tindakan invasif laparoskopi. Tindakan ini
sangat efisien karena hanya membutuhkan pembedahan dengan irisan
yang cukup kecil di 3 titik dan menggunakn kamera, monitor, serta
alat khusus. Laparoskopi memiliki keuntungan yakni irisan lebih
kecil, nyeri yang dialami lebih ringan, waktu rawat inap dan
penyembuhan lebih cepat (Handayana, 2017).
14
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Nama: -
Umur: -
Alamat : -
Agama : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Keluhan Utama: Pada klien dengan apendisitis keluhan yang sering muncul
adalah nyeri yang berawal di bagian ulu hati dan mempunyai gejala mirip sakit
maag, lalu nyeri berpindah di bagian perut kanan bawah dan menetap disana.
15
seperti perbedaan genetic dalam melawan infeksi bakteri, kebiasaan pola
makan dalam suatu keluarga, norma dan presepsi keluarga terhadap
kesehatan, serta lingkungan tempat hidup suatu keluarga dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi apendisitis.
16
mempercepat proses penyembuhan luka sehingga proses rehabilitasi
dapat segera dilakukan.
d. Pola Eliminasi
Pola eliminasi pada orang yang menderita apendisitis pada umumnya
terjadi diare saat BAB dan nyeri ketika buang air, dan terdapat leukosit
pada urinnya.
Pengkajian pola eliminasi pasca pembedahan harus dilakukan untuk
menilai kondisi siste urinary maupun sistem digestif yang mungkin akan
mengalami perubahan akibat prosedur pembedahan maupun anastesi.
Selain itu, beberapa jam pertama pasca anastesi, urin output harus
dipantau secara berkala demi mencapai keseimbangan cairan.
e. Pola Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sehari-hari sebelum dilakukan pembedahan biasanya
mengalami banyak permasalahan, hal ini berkaitan dengan rasa tidak
nyaman akibat nyeri dikarenakan apendisitis serta gejala lain dari
apendisitis seperti mual, muntah dan diare yang dapat menyebabkan
kelemahan sehingga dapat mengganggu aktivitas fisik. Sehingga
memungkinkan menggaggu dalam melakukan aktivitas fisik.
Jika prosedur apendiktomi telah dilakukan, maka aktivitas fisik harus
dibatasi terlebih dahulu sampai kondisi benar-benar pulih dan luka bekas
apendisitis tertutup dengan rapi.
f. Pola Tidur-Istirahat
Pada pasien dengan apendisitis akan mengalami masalah tidur berkaitan
dengan nyeri pada daerah perut kanan bawah sehingga pada umumnya
membuat klien sulit tidur. Tidur akan bekualitas jika nyeri mereda atau
pasien dapat mengontrol rasa nyerinya.
Pada pasien yang telah mengalami pembedahan akan mendapatkan
analgesic sampai nyeri hilang karena telah terjadi proses penyembuhan.
Sehingga pasien jarang mengalami masalah tidur.
g. Pola Persepsi-Kognitif
Fokus pengkajian aspek ini adalah kemampuan pasien dalam mengambil
keputusan penanganan atas apa yang dirasakannya. Seperti pengambilan
keputusan datang ke layanan kesehatan ketika mendapati masalah dalam
17
kesehatannya.
h. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Masalah yang sering muncul pada pasien adalah pasien merasa
terganggu perannya dalam melakukan fugsinya di dalam keluarganya.
i. Pola Hubungan
Pada umumnya apendisitis tidak sampai mengganggu pola hubungan
sesorang
j. Pola Aktivitas Seksual
Klien dengan apendisitis umumnya akan mengalami nyeri pada perut
kanan bawah sehingga sangat memungkinkan menganggu aktivitas
berhubungan seksual.
Setelah klien menjalani apendisitis masih butuh beberapa hari untuk
pemulihan jika klien ingin berhubungan seksual.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum klien dengan apendisitis sebelum dioperasi biasanya
menampakkan ekspresi kesakitan karena nyeri dan kelemahan akibat gejala
yang menyertai apendisitis seperti mual, muntah, demam, dan diare sehingga
membuat klien lemah.
18
Setelah dioperasi keadaan umum klien pada umumnya lebih baik karena
gejala penyerta apendisitis seperti mual, muntah, demam dan diare sudah tidak
ada.
b. TTV
Suhu : biasanya terjadi demam ringan.
c. Kepala
Pada umumnya klien apendisitis sebelum operasi ekspresi wajah
mengerang kesakitan ketika nyeri perutnya kambuh. Rambut bewarna
hitam, persebaran rambut merata dan berminyak, tidak ada benjolan/tumor ,
tidak ada lesi dikepala. Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.
Setelah dioperasi, wajah lebih terlihat bugar, ekspresi lebih terlihat tenang
karena sumber nyeri yaitu apendisitis telah teratasi, namun ekspresi dapat
terlihat kesakitan ketika ada masalah dengan luka bekas incisi.
d. Mata
Pada umumnya sklera penderita apendisitis anemis, konjungtiva anemis hal
ini berhubungan dengan keadaan tubuh klien yang tidak bugar serta akibat
gejala penyerta apendisitis, posisi dan kesejajaran mata normal, ukuran
pupil normal, ada reaksi dengan cahaya, fungsi penglihatan normal, mata
dapat membuka spontan. Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Pada klien apendisitis sebelum maupun sesudah operasi umumnya tidak
ada masalah dengan telinga yang berhubungan dengan apendisitis sehingga
keadaan telinga simetris, pendengaran baik, bentuk dan ukuran telinga
19
normal, telinga dalam keadaan bersih, tidak ditemukan pembengkakan.
Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.
f. Hidung
Pada umumnya kelien dengan apendisitis sebelum maupun setelah operasi
ketika dilakukan inspeksi pada hidunt bentuk hidung simetris, pernapasan
cuping hidung, tidak ada secret tidak ada pembengkakan.
g. Mulut
Pada klien dengan dehidrasi mukosa bibir kering, sedangkan klien dengan
tidak mengalami dehidrasi mukosa bibit lembab, bibir bewarna pink.
h. Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, normal, tidak ada pembesaran kelenjar
i. Thorax
Inspeksi : bentuk Thorax simetris, normal, tidak ada benjolan dan luka.
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan (ronkhi,
wheezing, krepitasi), suara S1/S2 normal.
j. Abdomen
Pada klien dengan apendisitis ketika dilakukan pemeriksaan di daerah
abdomen pada umumnya akan memperoleh hasil seperti berikut:
Palpasi : Terdapat nyeri tekan didaerah titk Mc. Burney. Atau terdapat
nyeri tekan pada regio 7 abdomen di daerah iliaka dextra. Kemudian dapat
pula dengan pemeriksaan Rovsing’s Sign yang dilakukan dengan melakukan
penekanan dari kuadran kiri bawah hingga kuadran kanan bawah dan akan
20
timbul nyeri pada kuadran kanan bawah pada pasien apendisitis (Asripa,
2018).
Auskultasi : Terjadi penurunan bising usus atau tidak ada bising usus.
k. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Gerak tangan dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan otot 5
(bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan pemeriksa
dengan tahan penuh).
Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas Bawah
21
kaki pasien di tarik ke arah pemeriksa untuk memberikan efek rotasi
internal pada femur didapatkan nyeri pada daerah adomen kanan bawah,
hal ini menjadi salah satu dugaan awal bahwa klien mengalami apendisitis
(Asripa, 2018).
Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
22
l. Kulit dan kuku
Pada klien dengan dehidrasi turgor kulit buruk yaitu 3< detik, kulit kering
dan CRT 2< detik. Pada klien dengan tidak dehidrasi turgor kulit <3 detik
dan CRT <2 detik.
m. Genitalia
c. Skor Alvarado
23
hingga sekarang yang paling banyak digunakan yakni skoring Alvarado.
Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 untuk
mendiagnosis pasien apendisitis. Dalam skoring ini, terdapat 8 parameter
yang umumnya didapatkan pada pasien apendisitis 3 gejala, 3 tanda, dan 2
pemeriksaan laboratorium, serta sering dibuat menjadi akronim
MANTRELS (Sarah, W. B., 2017). Diagnosis Apendisitis dari skor
Alvarado yaitu:
a. Pasien dengan skor ≤3,kemungkinan bukan apendisitis (unlikely
appendicitis).
b. Pasien dengan skor 4-6, mungkin apendisitis (possible appendicitis).
c. Pasien dengan skor 6-8, kemungkinan besar apendisitis (probable/likely
appendicitis).
d. Pasien dengan skor 9-10, pasti apendisitis (definite appendicitis).
Keterangan :
Anorexia => nafsu makan menurun atau tidak ada sama sekali.
24
Shift to the left => hitung jenis leukosit didominasi oleh sel PMN
(polimorfonuklear) atau menandakan adanya fase akut dari suatu proses
imunologi (infeksi, inflamasi akut, ataupun nekrosis aku
25
3.2 Pathway Pre-Op Apendisitis
Peradangan Apendiks
Apendisitis
Apendiktomi
Hambatan
Mobilitas Fisik
27
3.3 Diagnosa Keperawatan
28
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. M laki-laki usia 30 tahun mengeluh nyeri pada daerah ulu hati dan
berpindah ke daerah perut kanan bawah, demam, serta mual muntah sejak 4 hari
lalu sehingga dirujuk ke rumah sakit oleh seorang dokter umum di Kota Batu.
Hasil pemeriksaan laboratorium awal didapatkan peningkatan leukosit sebesar
12.800/mm3 dan pada pemeriksaan urine didapatkan leukosit (+). Dokter yang
menangani Tn. M berinisiatif melakukan USG diperut kanan bawah dan
didapatkan adanya bayangan tubular buntu dengan koleksi cairan di sekitarnya
yang lebih mengarah kepada suatu apendisitis. Dari hasil yang didapatkan
membuat dokter yang menangani Tn. M mengongsulkan ke spesialis bedah.
4.1 Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn. M. No. RM : 11299.
Umur : 30 Tahun. Pekerjaan : Guru.
Jenis Kelamin : Laki-Laki. Status perkawinan : Kawin.
Agama : Islam. Tanggal MRS :23 Okt 2018,
Jam 11:30.
Pendidikan : Sarjana. Tanggal Pengkajian: 23 okt 2018,
Jam 13:00.
Alamat : Jalan Kutilang no 9. Sumber Informasi : Pasien dan
Keluarga.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien Mengatakan nyeri pada ulu hati dan berpindah ke perut kanan
bawah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
29
Klien pada awalnya mengeluh nyeri pada bagian ulu hati disertai
mual muntah sehingga diberi obat gastiritis oleh dokter umum yang
bertugas di puskesmas desanya, namun setelah 2 hari nyeri tidak
kunjung hilang dan berpindah ke perut kanan bawah dan ketika
dibawa kembali ke puskesmas dokter puskesmas merujuknya ke
rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
a. Penyakit Yang Pernah Dialami
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini.
Klien tidak pernah masuk rumah sakit.
b. Alergi (Obat, makanan, plester, dll)
Tidak ada alergi
c. Imunisasi
Tidak terkaji
d. Kebiasaan/pola hidup/life style
Klien tidak terlalu suka makan sayur
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota yang mengalami peyakit
turunan
Genogram
X X X X
30
Keterangan :
: Laki-laki : Garis Menikah
: Pasien
3. Pola eliminasi
Pola eliminasi Di Rumah Di Rumah Sakit
BAB Klien mengatakan Pola eliminasi pasien
bahwa pola eliminasi menjadi 1-2 x sehari
BAB klien sebelum dan terkadang disertai
klien sakit yaitu 1x/ 2 diare
hari dengan warna
kuning kecoklatan,
bau khas, tekstur
padat, dan klien tidak
31
membutuhkan alat
bantu untuk BAB.
BAK
Setelah masuk rumah
Klien mengatakan
sakit frekuensi BAK
bahwa pola eliminasi
klien menurun
BAK sebelum klien
menjadi 3 kali sehari
masuk ke rumah sakit
dengan warna kuning
frekuensinya adalah 4
jernih, ada keluhan
kali sehari dengan
nyeri saat BAK pada
warna kuning jernih,
bagian perut kanan
tidak ada satupun
bawah, dan juga tidak
keluhan saat BAK,
menggunakan alat
dan klien juga tidak
bantu BAK.
menggunakan alat
bantu BAK.
4. Pola aktivitas & latihan saat di rumah sakit
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Makan / minum V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah V
Ambulasi / ROM V
32
Ket:
0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu
petugas/keluarga, 3: dibantu alat, 4: mandiri
33
a. Keadaan Umum
Klien lemah, kesadaran compos mentis GCS E4V5M6.
b. TTV
TD: 90/60mmHg. Nadi : 110x/menit.
RR: 22x/menit. Suhu : 38,5℃.
Interpretasi : Tekanan darah pasien rendah, frekuensi nadi pasien
meningkat(takikardia), RR pasien dalam batas normal, suhu pasien
meningkat(demam).
c. Kepala
Inspeksi : Ekspresi wajah mengerang kesakitan ketika nyeri perutnya
kambuh. Rambut bewarna hitam, persebaran rambut merata dan
berminyak, tidak ada benjolan/tumor , tidak ada lesi dikepala.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
d. Mata
Inspeksi : Sklera anemis, konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran
mata normal, ukuran pupil normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak
memakai kacamata, fungsi penglihatan normal, mata dapat membuka
spontan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi : Telinga simetris, pendengaran baik, bentuk dan ukuran
telinga normal, telinga dalam keadaan bersih, tidak ditemukan
pembengkakan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
f. Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, pernapasan cuping hidung, tidak
ada secret tidak ada pembengkakan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
g. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering, jumlah gigi lengkap, lidah bersih
mulut tidak ada sariawan, membrane mukosa pucat.
h. Leher
34
Inspeksi : bentuk leher simetris, normal, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan.
Palpasi : Teraba nadi karotis, tidak ada nyeri tekan.
i. Thorax
Inspeksi : bentuk Thorax simetris, normal, tidak ada benjolan dan
luka.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Suara paru sonor, irama jantung lebih cepat.
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
(ronkhi, wheezing, krepitasi), suara S1/S2 normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen.
Palpasi : Terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Suara timpani.
Auskultasi : Bising usus 12x/mnt.
k. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Gerak tangan dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan
otot 5 (bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan
pemeriksa dengan tahan penuh).
Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Gerak kaki dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan otot
5 (bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan
pemeriksa dengan tahan penuh).
Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
l. Kulit dan kuku
Inspeksi : Kulit lembab, turgor kulit baik, warna kulit kuning langsat,
kuku pendek dan bersih.
Palpasi : CRT 2 detik(normal).
m. Genitalia
Tidak terkaji
V. Terapi
35
a. Cefotaxime IV
b. Infus
VI. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
Pemeriksaan darah :Didapatkan peningkatan leukosit sebesar
12.800/mm3.
Pemeriksaan Urin :Terdapat leukosit dalam urin.
Pemeriksaan USG :Adanya bayangan tubular buntu dengan koleksi
cairan di sekitarnya.
Jenis Hasil
No Nilai normal (rujukan)
pemeriksaan (hari/tanggal)
36
37
4.2 Analisa Data dan Masalah
N ETIOLOGI MASALAH BATASAN KARAKTERISTIK dan
O DATA PENUNJANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
1 DS : Pasien mengeluh nyeri dibagian Peradangan Apendiks Nyeri Akut Nyeri Akut (00132)
perut kanan bawah. Batasan Karakteristik
1. Perubahan Selera Makan
DO :
Inflamasi 2. Perubahan pada parameter fisiologis
1. Nadi: 110x/mnt, 3. Diaforesis
4. Perilaku distraksi
2.Ekspresi klien tampak menahan nyeri.
Bengkak bernanah 5. Bukti nyeri dengan menggunakan
standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat
Nyeri akut mengungkapkannya
6. Perilaku ekspresif
7. Ekspresi wajah nyeri
8. Sikap tubuh melindungi
9. Putus Asa
37
10. Fokus menyempit
11. Sikap tubuh melindungi area nyeri
12. Perilaku protektif
13. Laporan tentang perilaku nyeri/
perubahan aktivitas
14. Dilatasi pupil
15. Fokus pada diri sendiri
16. Keluhan tentang intensitas
menggunakan standar skala nyeri
17. Keluhan tentang karakteristik nyeri
dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
38
DO : kebutuhan tubuh Batasan Karakteristik
1.Mual dan Muntah, Peradangan saluran 1. Berat badan 20% atau lebih di bawah
cerna rentang berat badan ideal
2.Saat MRS klien makan 1 kali
sehari 2. Bising usus hiperaktif
9. Kerapuhan kapiler
39
12. Ketidakmampuan memakan
makanan
2. Faktor ekonomi
40
3. Gangguan psikososial
4. Ketidakmampuan makan
6. Ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrient
41
menahan makan tinggi
3 DS : klien mengatakan nyeri Peradangan apendiks Hambatan mobilitas Hambatan Mobilitas Fisik (00085)
fisik
DO : Batasan Karakteristik
1.Untuk perawatan diri, toileting, dan Nyeri, Mual, Muntah 1. Dyspnea setelah beraktivitas
makan minum, klien dibantu keluarga,
2. Gangguan sikap berjalan
petugas, dan alat.
Kelemahan 3. Gerakan lambat
4. Gerakan spastik
6. Instabilitas postur
42
Penurunan Aktivitas 7. Kesulitan membolak-balik posisi
Harian
8. Keterbatasan rentang gerak
9. Ketidaknyamanan
Hambatan Mobilitas
10. Melakukan aktivitas lain sebagai
Fisik
pengganti pergerakan (misal,
meningkatkan perhatian pada
aktivitas orang lain, mengendalikan
prilaku)
43
4. DS: klien mengeluh nyeri dibagian Peradangan apendiks Risiko Infeksi Risiko Infeksi (00004)
perut kanan bawah.
Faktor Resiko
DO: Tubuh merespon 1. Gangguan peristalsis
2. Gangguan integritas kulit
1. Suhu: 38,5℃.
3. Vaksinasi tidak edekuat
2. Peningkatan jumlah leukosit sebesar Leukosit meningkat 4. Kurang pengetahuan untuk
12.800 mm3 menghndari patogen
5. Malnutrisi
Risiko infeksi 6. Obesitas
7. Merokok
8. Stasis cairan tubuh
9. Perubahan pH sekresi
10. Penyakit kronis
11. Penurunan kerja siliaris
12. Penurunan hemoglobin
13. Imonupresi
14. Prosedur invasif
15. Leukopenia
44
16. Pecah ketuban dini
17. Pecah ketuban lambat
18. Supresi respon inflamasi
19. Terpajan pada wabah
5. DS : Klien mengatakan mengalami Peradangan apendiks Resiko kekurangan Resiko Kekurangan Volume Cairan
mual dan muntah. volume cairan (00028)
DO : Faktor Resiko
Peradangan saluran
1. Agens farmaseutikal
1. Nadi : 110x/menit. cerna
2. Berier kelebihan cairan
Suhu : 38,5℃. 3. Berat badan ekstrem
4. Faktor yang mempengaruhi
2.Klien terlihat lemah karena Kerja sel parietal
kebutuhan cairan
mengalami mual dan muntah, meningkat
5. Gangguan mekanisme regulasi
3. Mukosa bibir kering. 6. Kehilangan cairan melalui rute
normal
7. Kehilangan volume cairan aktif
Asam lambung 8. Kurang pengetahuan tentang
45
meningkat kebutuhan cairan
9. Penyimpangan yang mempengaruhi
absorpsi cairan
10. Penyimpangan yang mempengaruhi
asupan cairan
Mual
11. Penyimpangan yang mempengaruhi
kelebihan cairan
12. Usia ekstrem
Muntah
Risiko kekurangan
volume cairan
46
4.3 Diagnosa
49
4.4 PERENCANAAN KEPERAWATAN
50
- Nyeri dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) dan ditingkatkan ke
skala 3 (sedang)
51
3. Hambatan mobilitas fisik TUJUAN : Bantuan Perawatan Diri 1. Mengetahui apa saja yang
berhubungan dengan dibutuhkan klien dalam
Setelah dilakukan tindakan yang 1. Monitor kebutuhan pasien
Fisik tidak bugar ditandai kegiatan kebersihan diri.
diinstruksikan perawat selama 3x24 terkait dengan alat-alat
dengan Penurunan 2. Membiasakan klien agar
jam klien diharapkan mampu kebersihan diri, alat bantu untuk
aktivitas harian. tidak selalu bergantung
melakukan aktivitas harian. berpakaian, berdandan,
pada orang lain.
eliminasi dan makan.
KRITERIA HASIL : 3. Melatih kemampuan klien
2. Dorong kemandirian pasien, tapi
dalam melakukan aktivitas
-Kinerja aktivitas fisik bantu ketika pasien tak mampu
sehari-hari.
dipertahankan pada skala 4 (sedikit melakukannya.
4. Lingkungan yang nyaman
terganggu) dan ditingkatkan pada 3. Ajarkan keluarga klien untuk
dapat mendukung
skala 5 (tidak terganggu). mendukung kemandirian dengan
kesembuhan klien.
membantu hanya ketika pasien
tak mampu melakukan
(perawatan diri).
4. Kolaborasikan dengan keluarga
klien untuk memberikan
lingkungan terapeutik.
52
4. Risiko Infeksi TUJUAN Perlindungan infeksi 1. Menghindari keparahan
berhubungan dengan apabila terjadi infeksi.
Setelah dilakukan tindakan yang 1. Monitor adanya tanda dan gejala
Agen cidera biologis 2. Menekan atau
diinstruksikan perawat selama 2x24 infeksi sistemik maupun lokal.
ditandai dengan memberantas
diharapkan terjadi penurunan 2. Instruksikan klien untuk
Peningkatan jumlah mikroorganisme penyebab
leukosit sebesar 1500-2000 atau meminum antibiotic yang
leukosit sebesar 12.800 penyakit.
lebih. diresepkan.
mm3. 3. Supaya kondisinya
3. Anjurkan klien istirahat.
KRITERIA HASIL : membaik.
4. Ajarkan klien dan keluarga
4. Mencegah hal-hal yang
- Peningkatan sel darah putih mengenal tanda dan gejala
tidak diinginkan.
dipertahankan pada skala 3 infeksi dan kapn harus
(cukup terganggu) dan melaporkannya ke pemberi
ditingkatkan ke skala 5 layanan kesehatan.
(sedikit terganggu)
5. Resiko berkurangnya TUJUAN 1. Monitor tanda – tanda vital 1. Merupakan indicator secara
volume cairan dini tentang hipolemia
Setelah dilakukan tindakan yang 2. Monitor intake dan output dan
berhubungan dengan 2. Menurunnya output dan
diinstruksikan perawat selama 2x24
53
adanya mual dan muntah diharapkan mual dan muntah dapat konsentrasi urine konsentrasi urine akan
berkurang. meningkatkan kepekaan
3. Beri cairan sedikit demi sedikit
atau endapan sebagai salah
KRITERIA HASIL : tapi sering.
satu kesan adanya dehidrasi
- Kelembapan membrane mukosa 4. Kolaborasikan dengan dokter dan membutuhkan
dipertahankan pada skala 4 (sedikit dalam pemberian cairan peningkatan cairan
terganggu) dan ditingkatkan ke intravena. 3. Untuk meminimalkan
skala 5 (tidak terganggu) hilangnya cairan dan
mengganti cairan yang
- Keseimbangan intake dan output
hilang.
dalam 24 jam dipertahankan pada
4. Sebagai salah satu upaya
skala 3 (cukup terganggu) dan
mengantisipasi terjadinya
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit
kekurangan cairan pada
terganggu)
klien.
54
4.5 CATATAN PERKEMBANGAN
55
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
56
tapi bantu ketika pasien tak O : Untuk perawatan diri, toileting, dan
mampu melakukannya. makan minum, klien masih dibantu
3. Mengajarkan keluarga klien untuk keluarga, petugas.
mendukung kemandirian dengan
A : Masalah teratasi sebagian
membantu hanya ketika pasien
tak mampu melakukan (perawatan P : Lanjutkan intervensi
diri).
4. Berkolaborasikan dengan
keluarga klien untuk memberikan
lingkungan terapeutik.
57
mengenal tanda dan gejala infeksi
dan kapn harus melaporkannya ke
pemberi layanan kesehatan.
58
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
59
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, A., A. Suchitra, dan D. Saputra. 2018. Hubungan Jumlah Leukosit Pre
Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada
Pasien Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 7(4): 491 – 497.
Handaya, A.Y. 2017. Deteksi Dini & Atasi 31 Penyakit bedah Saluran Cerna
(Digestif). Yogyakarta: Rapha Publishing.
60
Rukmono. 2011. Bagian Patologik Anatomik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sander, A.M. 2011. Apendisitis Akut : Bagaimana Seharusnya Dokter Umum dan
Perawat Dapat Mengenali Tanda dan Gejala Penyakit ini Lebih Dini.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Malang: 2(1)
Sjamsuhidayat R Dan Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi3.
Jakarta: EGC.
61