Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS

oleh:

Kelompok 7/B17

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS

(disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepererawatan Bedah )

Dosen Pengampu: Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB

Diusulkan oleh:

Kelompok 7/B17

Rizqi Diana Safitri 172310101059 Angkatan 2017


Rizkiana Rasman 172310101069 Angkatan 2017
Nadilla Putriadi 172310101079 Angkatan 2017
Riky Ahmad Fahrezi 172310101097 Angkatan 2017
Bintari Yuli Nuraziza 172310101108 Angkatan 2017

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan karunia-Nya


sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS”. Makalah ini digunakan
untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Bedah Fakultas
Keperawatan Universitas Jember. Kami juga tidak lupa akan kontribusi berbagai
pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp. Kep. MB selaku penanggung jawab mata
kuliah Keperawatan Bedah .
2. Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp. Kep. MB selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Bedah.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Dengan segala kerendahan hati kami selaku penyusun makalah ini


menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami senantiasa mengharapkan adanya kritik maupun saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini dan karya tulis
selanjutnya. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 11 April 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover................................................................................................................ i
Halaman Sampul............................................................................................ ii
Kata Pengantar............................................................................................... iii
Daftar Isi.......................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................ 2
1.4 Manfaat.............................................................................................. 3
BAB 2. KONSEP DASAR.............................................................................. 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi....................................................................... 4
2.2 Definisi Apendisitis........................................................................... 6
2.3 Epidemiologi Apendisitis.................................................................. 8
2.4 Etiologi Apendisitis........................................................................... 8
2.5 Patofisiologi Apendisitis.................................................................... 9
2.6 Pathway Apendisitis.......................................................................... 11
2.7 Menifestasi Kliniks Apendisitis......................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan................................................................................. 14
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.......................................... 15
3.1 Pengkajian.......................................................................................... 15
3.2 Pathway Pre-Op dan Post-Op Apendisitis......................................... 26
3.3 Diagnosa Keperawatan...................................................................... 28
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN........................................................... 29
4.1 Pengkajian.......................................................................................... 29
4.2 Analisa Data....................................................................................... 37
4.3 Diagnosa Keperawatan...................................................................... 49
4.4 Perencanaan Keperawatan................................................................. 50
4.5 Catatan Perkembangan...................................................................... 56

iv
BAB 5. Penutup............................................................................................... 60
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 60
5.2 Saran.................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 61

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan salah satu kasus peradangan akut pada apendiks


vermiformis yang memiliki panjang sekitar 7 sampai 15cm yang
menyebabkan rasa nyeri pada abdomen dan memerlukan tindakan bedah untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang berbahaya. Menurut World Health
Organization (2004), insidensi Apendisitis di Asia mencapai 4,8% penduduk
dari total populasi. Hasil survey angka yakni terdapat 11 kasus disetiap 1000
orang di Amerika berusia 10 sampai 30 tahun dengan perbandingan laki – laki
dan perempuan 1,4 : 1 (Annisa A., dkk., 2018). Menurut Departemen
Kesehatan RI (2006), angka kejadian apendisitis di Indonesia menempati
urutan tertinggi ke empat dari seluruh penyakit abdomen terbanyak setelah
dyspepsia, gastritis dan duodenitis. Angka kejadian apendisitis di Indonesia
diperkirakan berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi, sering terjadi pada laki –
laki dengan usia 10 – 19 tahun. Pada tahun 2015 – 2016 di Sumatera Barat
khususnya RSUP Dr. M Djamil Padang terdapat 199 kasus apendisitis (Annisa
A., dkk., 2018).

Perjalanan dari mulai timbulnya gejala menuju perforasi terjadi begitu


cepat sehingga 20% kasus perforasi apendiks terjadi selama 48 jam, bahkan
dapat 36 jam setelah timbulnya gejala. Terjadinya perforasi apendiks ditandai
dengan tingginya leukosit darah saat mengakkan diagnosis, lamanya
penanganan saat gejala muncul, dan gejala demam tinggi lebih dari 38,5℃
(Annisa A., dkk., 2018). Untuk kasus apendisitis tanpa perforasi, angka
kejadian infeksi pasca bedang kurang dari 5 %. Sedangkan, dengan terjadinya
perforasi, angka kejadiannya meningkat menjadi 20%. Meningkatnya angka
mortalitas dan morbiditas juga dikarenakan keterlambatan diagnosis. Sekitar
11,2% - 30% keterlambatan diagnosis berakibat perforasi intestinal. Maka dari
itu, hal ini menunjukkan bahwa timbulnya perforasi sangat cepat sehinga
memerlukan perhatian yang lebih serta penanganan yang tepat dari para
tenaga medis. Penanganan yang paling tepat dan baik yakni tindakan bedah
yang disebut dengan apendiktomi. Selain apendiktomi sebagai langkah untuk

1
menurunkan mortalitas dan morbiditas dapat juga dilakukannya pemberian
antibiotik selama tidak terjadi resistensi dan sesuai dengan pola kuman
penyebab dari apendisitis tersebut (Annisa A., dkk., 2018). Namun perlu juga
diperhatikan saat melakukan anamnesis, pemerikasaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya yang tidak kalah penting
yakni hispatologi karena apendiks sering kali menjadi tempat peradangan akut
dan kronik. Terkadang juga ditemukan parasit, tuberkulosis dan tumor
sehingga dokter dan para tenaga medis lainnya harus memberikan terapi yang
lebih spesifik (Indra dan Sony, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana review anatomi dan fisiologi Apendisitis?
2. Apakah definisi Apendisitis?
3. Apakah epidemiologi terjadinya Apendisitis?
4. Bagaimana etiologi Apendisitis?
5. Bagaimana patofisiologi Apendisitis?
6. Bagaimana pathway Apendisitis?
7. Bagaimana menifestasi klinik dari Apendisitis?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Apendisitis?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Apendisitis?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang nyata tentang penyakit apendisitis dan agar mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada
klien yang mengalami apendisitis.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar apendisitis yang terdiri
dari :
definisi apendisitis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, tanda dan
gejala, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan medis.

2
b. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami apendisitis dengan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.

1.4 Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Memberikan informasi dan masukan – masukan untuk meningkatkan
kesehatan, menciptakan kenyamanan dan kepuasan klien.
2. Bagi Bidang Keperawatan
Sebagai sumber bacaan yang diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan perawat tentang pentingnya mengutamakan kesehatan yang
diberikan kepada klien terutama yang mengalami apendisitis agar lebih
berkualitas dan professional.
3. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang apendisitis sehingga
nantinya dapat mengkaji permasalahan tentang apendisitis.
4. Bagi Klien
Memberikan informasi sehingga klien dapat mengetahui hal – hal apa saja
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terhadap apendisitis.

3
BAB 2. KONSEP DASAR

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kisaran 3cm-
15cm dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Apendiks
terletak di regio iliaca dextra dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior
abdomen pada sepertiga lateral dan duapertiga medial garis yang
menghubungkan spina
iliaca anterior superior dan
umbilicus atau Apendikss
terletak pada region 7 1 2 3
inguinal kanan dan terletak
pada kuadran 3 kanan
4 5 6
bawah.
Posisi anatomi apendiks
7 8 9
menentukan gejala dan

2
1

3 4

letak ari spasme otot ketika apendiks mengalami peradangan. Didalam


abdomen, dasar apendiks mudah ditemukan dengan mencari taeniac coli
caccum dan mengikutinya sampai dasar apendix, tempat taeniac coli bersatu
membentuk tunica muscularis longtudional yang lengkap. Secara klinis letak
apendiks yakni pada daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat pada daerah Mc. Burney dalam dilakukannya bedah radang

4
usus buntu dapat dilakukan dengan incisi Mc Burney pada titik Mc Burney
(2,5-5cm di atas media spina iliaca anterior superior) dan arahnya
miring/oblique. Untuk posisi appendiks yakni laterosekal (di lateral kolon
asendens), di daerah inguinal (membelok ke arah di dinding abdomen pelvis
minor) (Harjadi W., 2009).

Apendiks mengandung jaringan limfoid yang memproduksi,


menyimpan, atau memproses limfosit. Jaringan limfoid berada ditempat
strategis untuk menghambat masuknya microorganisme sebelum
microorganisme tersebut menyebar lebih jauh. Apendiks menghasilkan lendir
1-2ml per hari. Lendir tersebut dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada
patogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT
(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendisitis, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil
sekali jika dibandingkn dengan jumlahnya di saluran cerna di seluruh tubuh
(Zuriati, 2016)

Gambar. Anatomi dan Fisisologi Apendisitis

5
2.2 Definisi Apendisitis
Apendisitis atau biasa dikenal dengan radang usus buntu merupakan
peradangan pada appendix (usus buntu), yang merupakan organ berbentuk
tabung sepanjang 3.5 inci yang memanjang dari usus besar. Apendisitis
merupakan tindakan darurat yang hampir selalu membutuhkan pembedahan
untuk menghilangkan appendix yang meradang. Jika tidak segera diberikan
penanganan, maka appendix yang telah meradang dapat pecah dan
menumpahkan berbagai substansi infeksius ke dalam rongga perut. Hal ini
dapat menyebabkan peritonitis, peradangan serius pada selaput pembungkus
rongga perut (peritoneum), yang dapat berakibat fatal hingga menyebabkan
kematian bila tidak segera mendapat pertolongan (Craig, 2018).
Sjamsuhidajat (2004) mengklasifikasikan apendisitis kedalam dua jenis
yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut timbul dengan gejala radang mendadak pada
apendiks, terdapat rangsang peritonieum lokal, serta nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Hal ini juga diikuti dengan keluhan mual,
muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik Mc.Burney dan mengalami nyeri somatik atau
nyeri yang dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Menurut Rukmono
(2011) Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Appendisitis yang terjadi karena adanya proses peradangan di
mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Hal ini akan
mengakibatkan sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan
meningkatnya tekanan dalam lumen sehingga terganggunya aliran limfe,
penebalan mukosa appendiks, edema, dan kemerahan. Gejala Appendiks
akut sederhana yaitu nyeri pada umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise dan demam ringan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Appendisitis Akut Purulenta adalah appendisitis yang terjadi
karena aliran vena terbendung pada dinding apendiks dan trombosis yang
disebabkan bertambahnya tekanan dalam lumen dan juga adanya edema.

6
Hal ini menjadikan iskemia semakin parah dan edema pada apendiks.
Serta adanya mikroorganisme yang berinvasi di usus besar ke dalam
dinding apendiks karena infeksi serosa dan menyebakan serosa suram
terlapisi oleh eksudat dan fibrin. Tanda-tanda Appendisitis Akut Purulenta
yakni adanya rangsangan pada peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan pada saat gerak aktif dan
pasif terasa nyeri.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Apendisitis Akut Gangrenosa karena adanya bertambahnya
tekanan dalam lumen terus-menerus, terganggunya aliran darah arteri yang
menyebabkan infark dan gangren. Pada kasus ini akan terdapat
mikroperforasi dan meningkatnya cairan peritoneal secara purulen.Tanda-
tanda Apendisitis Akut Gangrenosa yaitu supuratif dan adanya gangren
pada bagian tertentu, dinding apendiks dapat berwarnaungu, hijau,
keabuan atau merah kehitaman.
d. Apendisitis Infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah radang apendiks yang menyebabkan
terbentuknya gumpalan massa flegmon yang saling melekat karena proses
radang yang menyebar dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum.
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses adalah proses radang apendiks karena adanya
massa lokal berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari
sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum atau abses. Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Komplikasi utama apendisitis
yakni perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi abses yang akan
teraba massa dikuadran kanan bawah, terjadi 24 jam setelah awitan nyeri
yang ditandai dengan peningkatan suhu (37,7℃), nyeri tekan abdomen,
malaise (Suzanne, S. C., 2002).

7
2. Apendisitis kronik
Penegakan diagnosa Apenditis kronik yaitu apabila pasien
mengalami nyeri selama lebih dari 2 minggu. Radang Apenditis kronis
dibagi menjadi 2 yaitu makroskopik dan mikroskopik. apendisitis kronik
mikroskopik yaitu adanya fibrosis pada seluruh dinding apendiks, adanya
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Apendisitis kronik
dapat menjadi akut lagi , hal ini disebut dengan apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang terbentuk jaringan ikat.
2.3 Epidemiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan salah satu operasi darurat yang paling umum
dilakukan, dan merupakan penyebab nyeri perut yang paling umum. Negara
Amerika Serikat melaporkan 250.000 kasus apendisitis setiap tahunnya.
Kejadian apendisitis akut telah menurun terus menerus sejak terakhir
dilaporkan pada 1940an, dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per
100.000 populasi. Apendisitis terjadi pada 7% populasi di Amerika Serikat,
dengan insidensi 1.1 kasus per 1000 orang per tahun (Craig, 2018).
Negara-negara di benua Asia dan Afrika melaporkan insiden apendisitis
lebih rendah dikarenakan budaya di beberapa Negara baik di Asia dan Afrika
yang mengharuskan makan-makanan tinggi serat.
Jenis kelamin laki-laki lebih dominan dibanding perempuan, dengan rasio
3:2 pada remaja dan dewasa muda. Pada orang dewasa, kejadian apendisitis
kurang lebih 1.4 kali lebih besar pada pria dibanding wanita (Craig, 2018).
2.4 Etiologi Apendisitis
Peradangan pada apendiks terjadi sebagai akibat dari infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang berkembang biak dengan cepat, sehingga
mengakibatkan apendiks meradang, bengkak, hingga bernanah. Adapun
faktor yang menyebabkan seseorang mengalami apendisitis menurut Ansari
(2018) yaitu :
1. Penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntuk akibat
infeksi di saluran cerna atau bagian tubuh lainnya
2. Tinja yang menyumbat ronga apendiks

8
3. Pertumbuhan parasit yang cepat dan banyak sehingga menyumbat
rongga apendiks
4. Cidera pada perut
5. Tumor pada saluran cerna atau pada daerah usus
6. Gaya hidup buruk dengan mengonsumsi makananan rendah serat

2.5 Patofisiologi Apendisitis

Patofisiologi dasar apendisitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks


yang diikuti dengan adanya infeksi. Obstruksi lumen appendiks karena
adanya hiperplasia folikel di submukosa. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya apendisitis katar pada anak-anak. Pada 35 % pasien, fekalit pada
orang dewasa yang menyebabkan obstruksi lumen (Lee, 2017).

Obstruksi akan diikuti oleh sekresi mukus sehingga terjadinya tekanan


intraluminal serta pertumbuhan bakteri meningkat dan berlebihan. Mukus
pada lumen akhirnya menjadi pus dan meningkatkan tekanan intraluminal.
Hal ini yang menyebabkan distensi apendiks dan nyeri viseral pada daerah
epigastrik atau periumbilikus karena apendiks dipersarafi oleh pleksus saraf
torakal sepuluh atau T10 (Satria, 2015).

Meningkatnya tekanan intraluminal terus-menerus, mengakibatkan


obstruksi aliran limfe sehingga adanya edema pada dinding apendiks.
Stadium atau fase ini dikenal denga apendisitis akut atau fokal. Patofisiologi
apendiks ini juga mengakibatkan inflamasi hebat, pada permukaan serosa
apendiks terbentuk eksudat pada permukaan serosa dari. Saat eksudat
telahsampai di peritoneum parietal akan menyebabkan gejala klasik
apendisitis yaitu nyeri yang lebih intens dan terlokalisasi pada abdomen
kuadran kanan bawah (Lee, 2017). Meningkatnya tekanan intraluminal juga
akan menyebabkan obstruksi vena, yang menjadi sebab edema dan iskemia
apendiks. Oleh karena itu, hal ini juga yang memudahkan apendisitis akut
supuratif yakni invasi bakteri ke dinding apendiks. Peningkatan tekanan
intraluminal yang terusterjadi terus-menerus menyebakan vena trombosis
dan gangren dan perforasi yang disebabka kegagalan arteri (Lee, 2017).

9
Perforasi akan menyebabkan pelepasan cairan dan bakteri dari apendiks
untuk menginflamasi rongga abdomen dan juga peritonitis atau inflamasi
pada permukaan peritoneum. Lokasi dan luas peritonitis berdasarkan pada
berapa banyak cairan usus yang tumpah (Satria,2015). Nyeri dapat berkurang
apabila tubuh dapat menutup perforasi atau megurangi gejala. Namun, pasien
tetap merasa nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah, penurunan nafsu
makan, perubahan pola defekasi, dan demam intermiten. Jika tubuh tidak
dapat menutup perforasi maka akan terjadi peritonitis difus (Lee,2017).
Berdasarkan komplikasi, apendisitis diibagi menjadi dua jenis, yaitu
apendisitis sederhana yakni appendsitis yang tidak terdapat gangren, perforasi
atau abses dan apendisitis komplikata yakni appendisitis yang terdapat
komlikasi gangren, perforasi, dan abses (Satria, 2015).

10
2.6 Pathway Apendisitis

apendiks

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa tumor


limfoid apendiks

obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Tekanan intraluminal nyeri

Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri pada


dinding apendiks

Apendisitis

perionitis Trombosis vena intramural

Pembengkakan dan iskemia


pembedahan
ansietas
perforasi
Luka insisi
Resiko kekurangan Pembatasan intake cairan
vol. Cairan tubuh
Nyeri
Resiko kekurangan
Resiko infeksi vol. Cairan tubuh

11
2.7 Manifestasi Klinis Apendisitis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita apendisitis menurut Craig
(2018) adalah :
1. Sakit pada perut bagian bawah
2. Mual dan muntah
3. Diare atau konstipasi (18% pasien mengeluhkannya)
4. Tidak dapat buang gas (kentut)
5. Kehilangan nafsu makan
6. Kadang terjadi demam
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penderita appendicitis menurut Handayana
(2017), antara lain:
a. Jumlah leukosit
Jumlah leukosit pada penderita apendisitis berkisar 12.000-18.000/
mm. leukosit semakin tinggi sebagai bentuk fisiologis tubuh melindungi
dari mikroorganisme yang menyerang.
b. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin dilakukan untuk melihat hasil sedimen. Hasil
sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit yang melebihi
normal ketika apendiks sedang meradang. Nilai Hb (hemoglobin) Nampak
normal, dan laju endap darah dapat meningkat apabila terjadi apendisitis
infiltrate. Pemeriksaan urin ini juga sebagai penunjang apakah pasien
penderitabatu ginjal.
c. USG
USG digunkan untuk mendeteksi appendisitis serta kompikasi
yang ditimbulkan appendisitis. Komplikasi dapat berupa abses, kantong
nanah, dan infiltrat disekitar appendiks. Pada penderita apendisitis akut,
diameter apendiks yaitu 7 mm atau lebih.

12
Gambar. Apendiks normal Gambar. Apendiks Akut
d. Appendikogram,
Appendikogram merupakan alat ini akan menunjukkan tidak
adanya bahan kontras pada lumen apendiks jika pasie menderita
appendisitis.

Gambar. Apendikogram
e. CT-Scan
CT-Scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa apendisitis dengan sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%.
Ct- scan biasanya digunakakan pada pasien obesitas, presentasi klinis tidak jelas,
dan curigai adanya abscess. Diagnosis apendiks dapat ditegakkan apabila apendiks
berdilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya.

Gambar. CT-Scan
apendisitis

13
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Oswari (2000) Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
penderita apendisitis meliputi:
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
(Oswari,2000).
2. Tindakan Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks.
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainase (Oswari, 2000).
Pada kasus appendisitis simpel dilakukan pembedahan 5 sampai 8
cm pada perut kanan bawah untuk melakukan pengikatan dan
pemotongan appendiks yang mengalami radang. Pada appendisitis
kompikata maka dilakukan tindakan pembedahan 15 sampai 20 cm
pada perut bagian tengah atau laparotomi untuk melakukan pencucian
rongga perut menggunakan cairan steril dan juga melakukan
pemotongan serta pengikatan appendiks (Handayana, 2017).
Appendisitis simpel dan appendiks kompikata juga dapat ditangani
dengan menggunakan tindakan invasif laparoskopi. Tindakan ini
sangat efisien karena hanya membutuhkan pembedahan dengan irisan
yang cukup kecil di 3 titik dan menggunakn kamera, monitor, serta
alat khusus. Laparoskopi memiliki keuntungan yakni irisan lebih
kecil, nyeri yang dialami lebih ringan, waktu rawat inap dan
penyembuhan lebih cepat (Handayana, 2017).

14
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Identitas Klien

Nama: -

Umur: -

Alamat : -

Agama : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

Diagnosa Medik: Apendisitis

Keluhan Utama: Pada klien dengan apendisitis keluhan yang sering muncul
adalah nyeri yang berawal di bagian ulu hati dan mempunyai gejala mirip sakit
maag, lalu nyeri berpindah di bagian perut kanan bawah dan menetap disana.

Riwayat Kesehatan, meliputi:


a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan terutama berkaitan dengan masalah
apendisitis dari mulai keluhan awal yang pada umumnya terjadi nyeri pada
ulu hati di awal gejala dan berpindah ke perut kanan bawah. Pada
pengkajian ini juga disertakan gejala-gejala lain yang mnyertainya yaitu
seperti, mual, muntah, dan demam.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Fokus pengkajian adalah proses terjadinya apendisitis. Kebiasaan hidup serta
riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lalu harus dikaji secara
mendalam untuk menentukan program terapi sekaligus penanganan yang
sesuai bagi pasien.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit diturunkan secara genetic ataupun tidak
namun berpotensi mendukung terjadinya apendisitis. Beberapa kondisi

15
seperti perbedaan genetic dalam melawan infeksi bakteri, kebiasaan pola
makan dalam suatu keluarga, norma dan presepsi keluarga terhadap
kesehatan, serta lingkungan tempat hidup suatu keluarga dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi apendisitis.

Pola Kesehatan Fungsional (12 Pola Gordon)


a. Pola Persepsi Sehat
Pola persepsi sehat berarti pemahaman pasien terkait kesehatan dan
masalah kesehatan yang meliputi pengalaman, fungsi kognitif dan nilai-
nilai yang di anut.
Diharapkan setelah apendisitis dioperasi dan sembuh klien dapat
mengubah presepsi kesehatan yang mungkin saja masih kurang tepat
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
b. Manajemen Kesehatan
Pengelolaan manajemen kesehatan harus dikaji sebelum maupun sesudah
klien dioperasi. Setelah dilakukan pengkajian manajemen kesehatan,
perawat dapat melakukan pendampingan berupa pemberian informasi
yang dapat membantu klien melakukan hal yang tepat ketika gejala-
gejala apendisitis maupun gejala abnormal yang ditimbulkan akibat
operasi apendisitis muncul.
Pengkajian lain meliputi pengelolaan sumberdaya, akses ke fasilitas
kesehatan, transportasi maupun asuransi atau sumber pembiayaan jika
terjadi masalah kesehatan pasca pembedahan.
c. Pola Nutrisi Metabolik
Lakukan pengukuran status nutrisi sebelum dilakukan apendisitis.
Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan
prosedur. Pada pasien dengan obesitas maka banyak lemak menumpuk
sehingga mempersulit pembedahan.
Sesudah prosedur pembedahan apendisitis. Jika pasien mengalami
kekurangan mutrisi maka proses penyembuhan pasca pembedahan akan
lebih lama. Jika pembedahan telah dilakukan, maka kaji status nutrisi
secara berkala untuk meningkatkan proses rehabilitasi serta menjaga
supaya berat badan dalam batas normal. Status nutrisi yang baik akan

16
mempercepat proses penyembuhan luka sehingga proses rehabilitasi
dapat segera dilakukan.
d. Pola Eliminasi
Pola eliminasi pada orang yang menderita apendisitis pada umumnya
terjadi diare saat BAB dan nyeri ketika buang air, dan terdapat leukosit
pada urinnya.
Pengkajian pola eliminasi pasca pembedahan harus dilakukan untuk
menilai kondisi siste urinary maupun sistem digestif yang mungkin akan
mengalami perubahan akibat prosedur pembedahan maupun anastesi.
Selain itu, beberapa jam pertama pasca anastesi, urin output harus
dipantau secara berkala demi mencapai keseimbangan cairan.
e. Pola Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sehari-hari sebelum dilakukan pembedahan biasanya
mengalami banyak permasalahan, hal ini berkaitan dengan rasa tidak
nyaman akibat nyeri dikarenakan apendisitis serta gejala lain dari
apendisitis seperti mual, muntah dan diare yang dapat menyebabkan
kelemahan sehingga dapat mengganggu aktivitas fisik. Sehingga
memungkinkan menggaggu dalam melakukan aktivitas fisik.
Jika prosedur apendiktomi telah dilakukan, maka aktivitas fisik harus
dibatasi terlebih dahulu sampai kondisi benar-benar pulih dan luka bekas
apendisitis tertutup dengan rapi.
f. Pola Tidur-Istirahat
Pada pasien dengan apendisitis akan mengalami masalah tidur berkaitan
dengan nyeri pada daerah perut kanan bawah sehingga pada umumnya
membuat klien sulit tidur. Tidur akan bekualitas jika nyeri mereda atau
pasien dapat mengontrol rasa nyerinya.
Pada pasien yang telah mengalami pembedahan akan mendapatkan
analgesic sampai nyeri hilang karena telah terjadi proses penyembuhan.
Sehingga pasien jarang mengalami masalah tidur.
g. Pola Persepsi-Kognitif
Fokus pengkajian aspek ini adalah kemampuan pasien dalam mengambil
keputusan penanganan atas apa yang dirasakannya. Seperti pengambilan
keputusan datang ke layanan kesehatan ketika mendapati masalah dalam

17
kesehatannya.
h. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Masalah yang sering muncul pada pasien adalah pasien merasa
terganggu perannya dalam melakukan fugsinya di dalam keluarganya.
i. Pola Hubungan
Pada umumnya apendisitis tidak sampai mengganggu pola hubungan
sesorang
j. Pola Aktivitas Seksual
Klien dengan apendisitis umumnya akan mengalami nyeri pada perut
kanan bawah sehingga sangat memungkinkan menganggu aktivitas
berhubungan seksual.
Setelah klien menjalani apendisitis masih butuh beberapa hari untuk
pemulihan jika klien ingin berhubungan seksual.

k. Pola Stress dan Koping

Sebelum pembedahan maka akan timbul stressor terkait prosedur


pembedahan. Selain itu klien akan merasakan stress, karena merasakan
nyeri akibat apendisitis dalam beberapa waktu.
l. Pola Keyakinan
Perlu dikaji adanya nilai-nilai keyakinan yang bertentangan dengan nilai-
nilai keperawatan modern dalam pemberian intervensi keperawatan. Jika
ditentukan keyakinan yang dapat memperburuk klien, perawat harus
memberikan penjelasan dengan konflik minimal dan menanamkan bina
hubungan saling percaya sehingga pasien mampu mencapai tujuan yang
sama.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum klien dengan apendisitis sebelum dioperasi biasanya
menampakkan ekspresi kesakitan karena nyeri dan kelemahan akibat gejala
yang menyertai apendisitis seperti mual, muntah, demam, dan diare sehingga
membuat klien lemah.

18
Setelah dioperasi keadaan umum klien pada umumnya lebih baik karena
gejala penyerta apendisitis seperti mual, muntah, demam dan diare sudah tidak
ada.

b. TTV
Suhu : biasanya terjadi demam ringan.

RR :biasanya dapat mengalami peningkatan, namun bisa saja normal.

Nadi : pada umumnya mengalami peningkatan dikarenan nyeri.

TD : pada orang apendisitis umumnya menurun berhubungan stressor


fisik maupun psiko yang dialami.

c. Kepala
Pada umumnya klien apendisitis sebelum operasi ekspresi wajah
mengerang kesakitan ketika nyeri perutnya kambuh. Rambut bewarna
hitam, persebaran rambut merata dan berminyak, tidak ada benjolan/tumor ,
tidak ada lesi dikepala. Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.

Setelah dioperasi, wajah lebih terlihat bugar, ekspresi lebih terlihat tenang
karena sumber nyeri yaitu apendisitis telah teratasi, namun ekspresi dapat
terlihat kesakitan ketika ada masalah dengan luka bekas incisi.

d. Mata
Pada umumnya sklera penderita apendisitis anemis, konjungtiva anemis hal
ini berhubungan dengan keadaan tubuh klien yang tidak bugar serta akibat
gejala penyerta apendisitis, posisi dan kesejajaran mata normal, ukuran
pupil normal, ada reaksi dengan cahaya, fungsi penglihatan normal, mata
dapat membuka spontan. Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.

Setelah dilakukan operasi diharapkan konjungtiva tidak anemis, sclera tidak


anemis, tidak ada nyeri ketika dipalpasi, penglihatan normal.

e. Telinga
Pada klien apendisitis sebelum maupun sesudah operasi umumnya tidak
ada masalah dengan telinga yang berhubungan dengan apendisitis sehingga
keadaan telinga simetris, pendengaran baik, bentuk dan ukuran telinga

19
normal, telinga dalam keadaan bersih, tidak ditemukan pembengkakan.
Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.

f. Hidung
Pada umumnya kelien dengan apendisitis sebelum maupun setelah operasi
ketika dilakukan inspeksi pada hidunt bentuk hidung simetris, pernapasan
cuping hidung, tidak ada secret tidak ada pembengkakan.

Ketika di palpasi tidak ada nyeri tekan.

g. Mulut
Pada klien dengan dehidrasi mukosa bibir kering, sedangkan klien dengan
tidak mengalami dehidrasi mukosa bibit lembab, bibir bewarna pink.

h. Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, normal, tidak ada pembesaran kelenjar

tiroid, tidak ada pembengkakan.

i. Thorax
Inspeksi : bentuk Thorax simetris, normal, tidak ada benjolan dan luka.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Suara paru sonor, irama jantung lebih cepat.

Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan (ronkhi,
wheezing, krepitasi), suara S1/S2 normal.

j. Abdomen
Pada klien dengan apendisitis ketika dilakukan pemeriksaan di daerah
abdomen pada umumnya akan memperoleh hasil seperti berikut:

Inspeksi : Distensi abdomen.

Palpasi : Terdapat nyeri tekan didaerah titk Mc. Burney. Atau terdapat
nyeri tekan pada regio 7 abdomen di daerah iliaka dextra. Kemudian dapat
pula dengan pemeriksaan Rovsing’s Sign yang dilakukan dengan melakukan
penekanan dari kuadran kiri bawah hingga kuadran kanan bawah dan akan

20
timbul nyeri pada kuadran kanan bawah pada pasien apendisitis (Asripa,
2018).

Perkusi : Suara timpani.

Auskultasi : Terjadi penurunan bising usus atau tidak ada bising usus.

Gambar. Rovsing’s Sign

k. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Gerak tangan dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan otot 5
(bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan pemeriksa
dengan tahan penuh).

Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.

Ekstremitas Bawah

Inspeksi : Gerak kaki dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan otot 5


(bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan pemeriksa
dengan tahan penuh). Namun ketika dilakukan Obturator Sign dengan cara
kaki pasien diangkat dan lutunya di flexikan 90 derajat tegak lurus. Lalu

21
kaki pasien di tarik ke arah pemeriksa untuk memberikan efek rotasi
internal pada femur didapatkan nyeri pada daerah adomen kanan bawah,
hal ini menjadi salah satu dugaan awal bahwa klien mengalami apendisitis
(Asripa, 2018).

Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.

Gambar. (1)Obturator Sign

Kemudian ada pemeriksaan Psoas Sign yang dilakukan dengan penarikan


otot psoas mayor dengan cara pasien dalam keadaan terlentang, posisi
pasien miring ke kiri, pemeriksa menahan bokong pasien dengan tangan
kiri, tarik kaki pasien kearah pemeriksa dengan menggunakan tangan kanan
atau pasien diminta hiperekstensi pada paha didapatkan nyeri diakibatkan
dari apendiks yg meradang melekat pada otot psoas mayor (Asripa, 2018).

Gambar. (2)Psoas Sign

22
l. Kulit dan kuku
Pada klien dengan dehidrasi turgor kulit buruk yaitu 3< detik, kulit kering
dan CRT 2< detik. Pada klien dengan tidak dehidrasi turgor kulit <3 detik
dan CRT <2 detik.

m. Genitalia

Pemeriksaan Penunjang Apendisitis


Untuk menegakkan diagnostic penyakit apendisitis selain dari hasil
anamnesa atas keluhan yang dirasakan klien, pemeriksaan penunjang juga penting
dilakukan untuk meyakinkan selakaligus memvalidkan diagnosa apendisitis. Serta
menentukan penanganan yang tepat.
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosi antara
10.000-20.000/mL dan netrofil di atas 75%.
2. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih
tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
3. C. Reactive Protein (CRP) adalah sintesis sekresi fase akut hati sebagai
respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendistis didapatkan
peningkatan kadar C. Reactive Protein (CRP).
4. Tes urine pada apendisitis biasanya dilakukan untuk melihat ada atau
tidaknya leukosit didalam urine. Keberadaan leukosit menandakan
adanya infeksi di tubuh. Hal ini yang membuat apendisitis mempunyai
gejala yang hampir sama dengan penyakit infeksi saluran kemih.
b. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dan apendisitis.
2. Pemeriksaan CT Scan pada abdomen untuk menilai inflamasi dan
apendisitis.
3. Apendikogram Suatu teknik radiografi untukmenunjukkan anatomi
appendiksmenggunakan media kontras positifBarium Sulfat yang
dapat membantumelihat terjadinya sumbatan atau skibala.

c. Skor Alvarado

Sistem skoring sederhana untuk membantu menegakkan diagnosis


apendisitis akut dan terdapat beberapa skoring yang telah diajukan namun

23
hingga sekarang yang paling banyak digunakan yakni skoring Alvarado.
Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 untuk
mendiagnosis pasien apendisitis. Dalam skoring ini, terdapat 8 parameter
yang umumnya didapatkan pada pasien apendisitis 3 gejala, 3 tanda, dan 2
pemeriksaan laboratorium, serta sering dibuat menjadi akronim
MANTRELS (Sarah, W. B., 2017). Diagnosis Apendisitis dari skor
Alvarado yaitu:
a. Pasien dengan skor ≤3,kemungkinan bukan apendisitis (unlikely
appendicitis).
b. Pasien dengan skor 4-6, mungkin apendisitis (possible appendicitis).
c. Pasien dengan skor 6-8, kemungkinan besar apendisitis (probable/likely
appendicitis).
d. Pasien dengan skor 9-10, pasti apendisitis (definite appendicitis).

Keterangan :

Migration => Migrasi rasa nyeri ke region perut kanan bawah.

Anorexia => nafsu makan menurun atau tidak ada sama sekali.

Nausea => mual- mual dan/atau mual muntah.

Tenderness => nyeri tekan region perut kanan bawah.

Rebound pain => nyeri lepas.

Elevation of temperature => suhu aksila >37,5℃.

Leukocytosis => leukosit >10.000 sel/µl.

24
Shift to the left => hitung jenis leukosit didominasi oleh sel PMN
(polimorfonuklear) atau menandakan adanya fase akut dari suatu proses
imunologi (infeksi, inflamasi akut, ataupun nekrosis aku

25
3.2 Pathway Pre-Op Apendisitis
Peradangan Apendiks

Peradangan Saluran Cerna Inflamasi

Kerja Sel Parietal Meningkat Bengkak Bernanah

Asam Lambung Meningkat

Nyeri Akan Melakukan Resiko


Mual Akut Prosedur Infeksi
Apendiktomi
Ketidaknyamanan Penyakit Fisik
Muntah
Fisik
Ansietas
Resiko Distres
Tidur Terganggu Spiritual
Kehilangan Cairan Kelemahan Selera Makan
Tubuh Menurun
Fisik Tidak Bugar Insomnia
Ketidakseimbangan
Resiko Resiko Nutrisi Kurang Dari
Ketidakseim Kekuranga Penurunan Kebutuhan Tubuh
bangan n Volume Aktivitas Harian
Elektrolit Cairan

Hambatan Mobilitas Fisik 26


Pathway Post-Op Apendisitis

Apendisitis

Apendiktomi

Bekas Luka Operasi

Nyeri Akut Resiko Infeksi

Hambatan
Mobilitas Fisik

27
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan Pre-op Apendisitis


Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien penyakit
apendisitis pre-op dengan meliputi:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri.
b. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan yang akan dialami
ditandai dengan gelisah.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan ditandai dengan selera makan menurun.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar ditandai
dengan penurunan aktivitas harian.
e. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik ditandai dengan
tidur tidak memuaskan.
f. Risiko Infeksi berhubungan dengan agen cidera biologis ditandai dengan
peningkatan jumlah leukosit.
g. Risiko ketidakseimbangan elektrolit behubungan dengan muntah ditandai
dengan kelemahan.
h. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif

2. Diagnosa Keperawatan Post-op Apendisitis


Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien penyakit
apendisitis post-op dengan meliputi:
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi
ditandai dengan ketidaknyamanan.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan incisi.

28
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. M laki-laki usia 30 tahun mengeluh nyeri pada daerah ulu hati dan
berpindah ke daerah perut kanan bawah, demam, serta mual muntah sejak 4 hari
lalu sehingga dirujuk ke rumah sakit oleh seorang dokter umum di Kota Batu.
Hasil pemeriksaan laboratorium awal didapatkan peningkatan leukosit sebesar
12.800/mm3 dan pada pemeriksaan urine didapatkan leukosit (+). Dokter yang
menangani Tn. M berinisiatif melakukan USG diperut kanan bawah dan
didapatkan adanya bayangan tubular buntu dengan koleksi cairan di sekitarnya
yang lebih mengarah kepada suatu apendisitis. Dari hasil yang didapatkan
membuat dokter yang menangani Tn. M mengongsulkan ke spesialis bedah.

TD: 90/60 mmHg. Nadi : 110x/menit.

RR: 22x/menit. Suhu : 38,5℃.

Keadaan umum: lemah, ekspresi Tn. M yang kesakitan,

4.1 Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn. M. No. RM : 11299.
Umur : 30 Tahun. Pekerjaan : Guru.
Jenis Kelamin : Laki-Laki. Status perkawinan : Kawin.
Agama : Islam. Tanggal MRS :23 Okt 2018,
Jam 11:30.
Pendidikan : Sarjana. Tanggal Pengkajian: 23 okt 2018,
Jam 13:00.
Alamat : Jalan Kutilang no 9. Sumber Informasi : Pasien dan
Keluarga.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien Mengatakan nyeri pada ulu hati dan berpindah ke perut kanan
bawah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang

29
Klien pada awalnya mengeluh nyeri pada bagian ulu hati disertai
mual muntah sehingga diberi obat gastiritis oleh dokter umum yang
bertugas di puskesmas desanya, namun setelah 2 hari nyeri tidak
kunjung hilang dan berpindah ke perut kanan bawah dan ketika
dibawa kembali ke puskesmas dokter puskesmas merujuknya ke
rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
a. Penyakit Yang Pernah Dialami
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini.
Klien tidak pernah masuk rumah sakit.
b. Alergi (Obat, makanan, plester, dll)
Tidak ada alergi
c. Imunisasi
Tidak terkaji
d. Kebiasaan/pola hidup/life style
Klien tidak terlalu suka makan sayur
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota yang mengalami peyakit
turunan
Genogram
X X X X

30
Keterangan :
: Laki-laki : Garis Menikah

: Perempuan : Garis Keturunan

: Meninggal : Tinggal serumah

: Pasien

III. Pengkajian Keperawatan Pola Gordon


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Klien menerima penyakitnya dengan ikhlas dan menganggapnya sebagai
cobaan dari Tuhan.
2. Pola nutrisi/ metabolik
Nutrisi Di Rumah Di Rumah Sakit
Nutrisi
Makan 3 kali sehari dengan Susah makan karena
porsi sedang (± 8 tidak selera makan
sendok makan), nasi, akibat dari mual dan
lauk. nyeri perut yang
dirasakannya.
Minum
Air putih ±8 gelas/hari Air putih ±5
(±1500 cc) gelas/hari

3. Pola eliminasi
Pola eliminasi Di Rumah Di Rumah Sakit
BAB Klien mengatakan Pola eliminasi pasien
bahwa pola eliminasi menjadi 1-2 x sehari
BAB klien sebelum dan terkadang disertai
klien sakit yaitu 1x/ 2 diare
hari dengan warna
kuning kecoklatan,
bau khas, tekstur
padat, dan klien tidak

31
membutuhkan alat
bantu untuk BAB.
BAK
Setelah masuk rumah
Klien mengatakan
sakit frekuensi BAK
bahwa pola eliminasi
klien menurun
BAK sebelum klien
menjadi 3 kali sehari
masuk ke rumah sakit
dengan warna kuning
frekuensinya adalah 4
jernih, ada keluhan
kali sehari dengan
nyeri saat BAK pada
warna kuning jernih,
bagian perut kanan
tidak ada satupun
bawah, dan juga tidak
keluhan saat BAK,
menggunakan alat
dan klien juga tidak
bantu BAK.
menggunakan alat
bantu BAK.
4. Pola aktivitas & latihan saat di rumah sakit
Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilitas di tempat tidur V

Berpindah V

Ambulasi / ROM V

32
Ket:
0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu
petugas/keluarga, 3: dibantu alat, 4: mandiri

5. Pola tidur & istirahat


Di Rumah Di Rumah Sakit
Klien tidur ± 8 jam Klien tidur 5 jam
dalam sehari perhari dan sering
Istirahat Tidur
menggunakan kasur, terbangun karena
bantal, dan nyeri pada bagian
penerangan gelap perut.

6. Pola kognitif & perceptual


Fungsi Kognitif dan Memori : klien mampu mengingat masa lalunya.
Fungsi dan keadaan indera : klien mampu menggunakan seluruh
inderanya dengan baik.

7. Pola persepsi diri


Tidak terkaji

8. Pola seksualitas & reproduksi


Tidak terkaji

9. Pola peran & hubungan


Klien setiap harinya berperan sebagai kepala rumah tangga dengan 2 anak,
hubungan dengan istri dan anak baik. Dengan adanya penyakit yang
diderita klien saat ini membuat klien terganggu saat melakukan
aktivitasnya.

10. Pola manajemen koping-stress


Tidak Terkaji

11. Sistem nilai & keyakinan


Klien beragama islam dan termasuk orang yang taat beribadah.

IV. Pemeriksaan Fisik

33
a. Keadaan Umum
Klien lemah, kesadaran compos mentis GCS E4V5M6.
b. TTV
TD: 90/60mmHg. Nadi : 110x/menit.
RR: 22x/menit. Suhu : 38,5℃.
Interpretasi : Tekanan darah pasien rendah, frekuensi nadi pasien
meningkat(takikardia), RR pasien dalam batas normal, suhu pasien
meningkat(demam).
c. Kepala
Inspeksi : Ekspresi wajah mengerang kesakitan ketika nyeri perutnya
kambuh. Rambut bewarna hitam, persebaran rambut merata dan
berminyak, tidak ada benjolan/tumor , tidak ada lesi dikepala.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
d. Mata
Inspeksi : Sklera anemis, konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran
mata normal, ukuran pupil normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak
memakai kacamata, fungsi penglihatan normal, mata dapat membuka
spontan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi : Telinga simetris, pendengaran baik, bentuk dan ukuran
telinga normal, telinga dalam keadaan bersih, tidak ditemukan
pembengkakan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
f. Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, pernapasan cuping hidung, tidak
ada secret tidak ada pembengkakan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
g. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering, jumlah gigi lengkap, lidah bersih
mulut tidak ada sariawan, membrane mukosa pucat.
h. Leher

34
Inspeksi : bentuk leher simetris, normal, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan.
Palpasi : Teraba nadi karotis, tidak ada nyeri tekan.
i. Thorax
Inspeksi : bentuk Thorax simetris, normal, tidak ada benjolan dan
luka.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Suara paru sonor, irama jantung lebih cepat.
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
(ronkhi, wheezing, krepitasi), suara S1/S2 normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen.
Palpasi : Terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Suara timpani.
Auskultasi : Bising usus 12x/mnt.
k. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Gerak tangan dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan
otot 5 (bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan
pemeriksa dengan tahan penuh).
Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Gerak kaki dekstra, sinistra seimbang dengan kekuatan otot
5 (bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan
pemeriksa dengan tahan penuh).
Palpasi : Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
l. Kulit dan kuku
Inspeksi : Kulit lembab, turgor kulit baik, warna kulit kuning langsat,
kuku pendek dan bersih.
Palpasi : CRT 2 detik(normal).
m. Genitalia
Tidak terkaji
V. Terapi

35
a. Cefotaxime IV
b. Infus
VI. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
Pemeriksaan darah :Didapatkan peningkatan leukosit sebesar
12.800/mm3.
Pemeriksaan Urin :Terdapat leukosit dalam urin.
Pemeriksaan USG :Adanya bayangan tubular buntu dengan koleksi
cairan di sekitarnya.

Jenis Hasil
No Nilai normal (rujukan)
pemeriksaan (hari/tanggal)

1. Hematologi Nilai Satuan 23 Okt 2018

Hb 12,0-14,0(P), 13,0-16,0(L) gr/dl 13,9

Leucosit 4.000-11.000 ul 12.800

Trombosit 150.000-450.000 ul 238.000

Eritrosit 4,0-5,0(P), 4,5-5,5(L) juta/ul 4.73

Hematokrit 40-50(P), 45-55(L) % 42

2. Hitung Jenis Nilai Satuan 23 Okt 2018

Basophil 0,0-1,0 % 0,20

Eosinophil 1,0-2,0 % 0,35

Neutrophil 54,0-62,0 % 85,80

Limfosit 20,0-40,0 % 8,80

Monosit 2,0-8,0 % 5,20

36
37
4.2 Analisa Data dan Masalah
N ETIOLOGI MASALAH BATASAN KARAKTERISTIK dan
O DATA PENUNJANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

1 DS : Pasien mengeluh nyeri dibagian Peradangan Apendiks Nyeri Akut Nyeri Akut (00132)
perut kanan bawah. Batasan Karakteristik
1. Perubahan Selera Makan
DO :
Inflamasi 2. Perubahan pada parameter fisiologis
1. Nadi: 110x/mnt, 3. Diaforesis
4. Perilaku distraksi
2.Ekspresi klien tampak menahan nyeri.
Bengkak bernanah 5. Bukti nyeri dengan menggunakan
standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat
Nyeri akut mengungkapkannya
6. Perilaku ekspresif
7. Ekspresi wajah nyeri
8. Sikap tubuh melindungi
9. Putus Asa

37
10. Fokus menyempit
11. Sikap tubuh melindungi area nyeri
12. Perilaku protektif
13. Laporan tentang perilaku nyeri/
perubahan aktivitas
14. Dilatasi pupil
15. Fokus pada diri sendiri
16. Keluhan tentang intensitas
menggunakan standar skala nyeri
17. Keluhan tentang karakteristik nyeri
dengan menggunakan standar
instrumen nyeri

Faktor yang Berhubungan


1. Agens cedera biologis
2. Agens cedera kimiawi
3. Agens cedera fisik
2 DS : klien mengatakan tidak selera Peradangan apendiks Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang
makan dikarenakan mual dan nyeri nutrisi kurang dari Dari Kebutuhan Tubuh (00002)
perut yang dirasakannya.

38
DO : kebutuhan tubuh Batasan Karakteristik

1.Mual dan Muntah, Peradangan saluran 1. Berat badan 20% atau lebih di bawah
cerna rentang berat badan ideal
2.Saat MRS klien makan 1 kali
sehari 2. Bising usus hiperaktif

3. Cepat kenyang setelah makan

Kerja sel parietal 4. Diare


meningkat
5. Gangguan sensasi rasa

6. Kehilangan rambut berlebihan


Asam lambung
7. Kelemahan otot pengunyah
meningkat
8. Kelemahan otot untuk menelan

9. Kerapuhan kapiler

10. Kesalahan informasi


Mual
11. Kesalahan persepsi

39
12. Ketidakmampuan memakan
makanan

13. Kram abdomen


Muntah
14. Kurang informasi

15. Kurang minat pada makanan

16. Membrane mukosa pucat

17. Nyeri abdomen


Selera makan menurun
18. Penurunan berat badan dengan
asupan makan adekuat
Ketidakseimbangan
19. Sariawan rongga mulut
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh 20. Tonus otot menurun

Faktor yang Berhubungan


1. Faktor biologis

2. Faktor ekonomi

40
3. Gangguan psikososial

4. Ketidakmampuan makan

5. Ketidakmampuan mencerna makanan

6. Ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrient

7. Kurang asupan makanan

8. Perilaku makan terganggu

9. Persepsi makan terganggu

10. Pubertas premature

11. Rata – rata aktivitas fisik harian


kurang dari yang dianjurkan untuk
usia dan jenis kelamin

12. Sering makan kudapan

13. Skor perilaku tidak menolak dan

41
menahan makan tinggi

14. Takut kekurangan suplai makanan

15. Ukuran porsi lebih besar dari yang


dianjurkan

16. Waktu tidur pendek

3 DS : klien mengatakan nyeri Peradangan apendiks Hambatan mobilitas Hambatan Mobilitas Fisik (00085)
fisik
DO : Batasan Karakteristik

1.Untuk perawatan diri, toileting, dan Nyeri, Mual, Muntah 1. Dyspnea setelah beraktivitas
makan minum, klien dibantu keluarga,
2. Gangguan sikap berjalan
petugas, dan alat.
Kelemahan 3. Gerakan lambat

4. Gerakan spastik

Fisik tidak bugar 5. Gerakan tidak terkoordinasi

6. Instabilitas postur

42
Penurunan Aktivitas 7. Kesulitan membolak-balik posisi
Harian
8. Keterbatasan rentang gerak

9. Ketidaknyamanan
Hambatan Mobilitas
10. Melakukan aktivitas lain sebagai
Fisik
pengganti pergerakan (misal,
meningkatkan perhatian pada
aktivitas orang lain, mengendalikan
prilaku)

11. Penurunan kemampuan melalakukan


ketrampilan motoric halus

12. Penurunan kemampuan


melalakukan ketrampilan motoric
kasar

13. Penurunan waktu reaksi

14. Tremor akibat bergerak

Faktor yang Berhubungan

43
4. DS: klien mengeluh nyeri dibagian Peradangan apendiks Risiko Infeksi Risiko Infeksi (00004)
perut kanan bawah.
Faktor Resiko
DO: Tubuh merespon 1. Gangguan peristalsis
2. Gangguan integritas kulit
1. Suhu: 38,5℃.
3. Vaksinasi tidak edekuat
2. Peningkatan jumlah leukosit sebesar Leukosit meningkat 4. Kurang pengetahuan untuk
12.800 mm3 menghndari patogen
5. Malnutrisi
Risiko infeksi 6. Obesitas
7. Merokok
8. Stasis cairan tubuh
9. Perubahan pH sekresi
10. Penyakit kronis
11. Penurunan kerja siliaris
12. Penurunan hemoglobin
13. Imonupresi
14. Prosedur invasif
15. Leukopenia

44
16. Pecah ketuban dini
17. Pecah ketuban lambat
18. Supresi respon inflamasi
19. Terpajan pada wabah

5. DS : Klien mengatakan mengalami Peradangan apendiks Resiko kekurangan Resiko Kekurangan Volume Cairan
mual dan muntah. volume cairan (00028)

DO : Faktor Resiko
Peradangan saluran
1. Agens farmaseutikal
1. Nadi : 110x/menit. cerna
2. Berier kelebihan cairan
Suhu : 38,5℃. 3. Berat badan ekstrem
4. Faktor yang mempengaruhi
2.Klien terlihat lemah karena Kerja sel parietal
kebutuhan cairan
mengalami mual dan muntah, meningkat
5. Gangguan mekanisme regulasi
3. Mukosa bibir kering. 6. Kehilangan cairan melalui rute
normal
7. Kehilangan volume cairan aktif
Asam lambung 8. Kurang pengetahuan tentang

45
meningkat kebutuhan cairan
9. Penyimpangan yang mempengaruhi
absorpsi cairan
10. Penyimpangan yang mempengaruhi
asupan cairan
Mual
11. Penyimpangan yang mempengaruhi
kelebihan cairan
12. Usia ekstrem

Muntah

Risiko kekurangan
volume cairan

46
4.3 Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologis ditandai dengan


Nyeri pada daerah ulu hati dan berpindah ke daerah perut kanan bawah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Kurang asupan makanan ditandai dengan Selera makan menurun.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Fisik tidak bugar ditandai
dengan Penurunan aktivitas harian
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan Agen cidera biologis ditandai dengan
Peningkatan jumlah leukosit sebesar 12.800 mm3
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif ditandai dengan muntah.

49
4.4 PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL

1. Nyeri akut berhubungan TUJUAN: Manajemen Nyeri


dengan Agen cidera
Setelah dilakukan tindakan yang 1. Observasi adanya petunjuk 1. Untuk mengetahui apa yang
biologis ditandai dengan
diinstruksikan perawat selama 2x24 nonverbal mengenai dirasakan klien.
Nyeri pada daerah ulu
jam nyeri yang dirasakan dapat ketidaknyamanan.
hati dan berpindah ke 2. Menghindari faktor yang
berkurang. 2. Kurangi atau eliminasi faktor
daerah perut kanan dapat menyebabkan nyeri dan
yang dapat mencetuskan atau
bawah. KRITERIA HASIL : meningkatkan nyeri.
meningkatkan nyeri.
3. Untuk menurunkan nyeri yang
- Klien dapat mengenali apa yang 3. Ajarkan pengunaan teknik
dialami.
terkait dengan gejala nyeri nonfarmakologi (relaksasi,
4. Membantu meredakan nyeri.
dipertahankan pada skala 3 terapi music)
(kadang-kadang menunjukkan) 4. Kolaborasikan penggunaan
ditingkatkan ke skala 4 (sering analgesik dengan tim kesehatan
menunjukkan) lain.

50
- Nyeri dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) dan ditingkatkan ke
skala 3 (sedang)

2. Ketidakseimbangan TUJUAN: Pemberian Makan


nutrisi kurang dari
Setelah dilakukan tindakan yang 1. Catat asupan,dengan tepat. 1. Mengetahui intake
kebutuhan tubuh
diinstruksikan perawat selama 2x24 2. Ciptakan lingkungan yang makanan klien
berhubungan dengan
jam selera makan bertambah menyenangkan selama makan. 2. Untuk mendukung
Kurang asupan makanan
3. Berikan informasi diet yang kenyamanan klien.
ditandai dengan Selera KRITERIA HASIL :
disarankan. 3. Informasi mengenai diet
makan menurun.
- Hasrat atau keinginan untuk 4. Kolaborasikan dengan ahli gizi yang tepat dapat
makan dipertahankan pada skala 3 mengenai pemenuhan nutrisi membantu klien dan
(cukup terganggu) dan ditingkatkan klien. keluarga dalam memilih
ke skala 4 (sedikit terganggu) makanan.
4. Pemilihan nutrisi yang
- Frekuensi mual dipertahankan
tepat dapat mendukung
pada skala 3 (sedang) dan
pemulihan kondisi klien.
ditingkatkan ke skala 4 ( ringan)

51
3. Hambatan mobilitas fisik TUJUAN : Bantuan Perawatan Diri 1. Mengetahui apa saja yang
berhubungan dengan dibutuhkan klien dalam
Setelah dilakukan tindakan yang 1. Monitor kebutuhan pasien
Fisik tidak bugar ditandai kegiatan kebersihan diri.
diinstruksikan perawat selama 3x24 terkait dengan alat-alat
dengan Penurunan 2. Membiasakan klien agar
jam klien diharapkan mampu kebersihan diri, alat bantu untuk
aktivitas harian. tidak selalu bergantung
melakukan aktivitas harian. berpakaian, berdandan,
pada orang lain.
eliminasi dan makan.
KRITERIA HASIL : 3. Melatih kemampuan klien
2. Dorong kemandirian pasien, tapi
dalam melakukan aktivitas
-Kinerja aktivitas fisik bantu ketika pasien tak mampu
sehari-hari.
dipertahankan pada skala 4 (sedikit melakukannya.
4. Lingkungan yang nyaman
terganggu) dan ditingkatkan pada 3. Ajarkan keluarga klien untuk
dapat mendukung
skala 5 (tidak terganggu). mendukung kemandirian dengan
kesembuhan klien.
membantu hanya ketika pasien
tak mampu melakukan
(perawatan diri).
4. Kolaborasikan dengan keluarga
klien untuk memberikan
lingkungan terapeutik.

52
4. Risiko Infeksi TUJUAN Perlindungan infeksi 1. Menghindari keparahan
berhubungan dengan apabila terjadi infeksi.
Setelah dilakukan tindakan yang 1. Monitor adanya tanda dan gejala
Agen cidera biologis 2. Menekan atau
diinstruksikan perawat selama 2x24 infeksi sistemik maupun lokal.
ditandai dengan memberantas
diharapkan terjadi penurunan 2. Instruksikan klien untuk
Peningkatan jumlah mikroorganisme penyebab
leukosit sebesar 1500-2000 atau meminum antibiotic yang
leukosit sebesar 12.800 penyakit.
lebih. diresepkan.
mm3. 3. Supaya kondisinya
3. Anjurkan klien istirahat.
KRITERIA HASIL : membaik.
4. Ajarkan klien dan keluarga
4. Mencegah hal-hal yang
- Peningkatan sel darah putih mengenal tanda dan gejala
tidak diinginkan.
dipertahankan pada skala 3 infeksi dan kapn harus
(cukup terganggu) dan melaporkannya ke pemberi
ditingkatkan ke skala 5 layanan kesehatan.
(sedikit terganggu)

5. Resiko berkurangnya TUJUAN 1. Monitor tanda – tanda vital 1. Merupakan indicator secara
volume cairan dini tentang hipolemia
Setelah dilakukan tindakan yang 2. Monitor intake dan output dan
berhubungan dengan 2. Menurunnya output dan
diinstruksikan perawat selama 2x24

53
adanya mual dan muntah diharapkan mual dan muntah dapat konsentrasi urine konsentrasi urine akan
berkurang. meningkatkan kepekaan
3. Beri cairan sedikit demi sedikit
atau endapan sebagai salah
KRITERIA HASIL : tapi sering.
satu kesan adanya dehidrasi
- Kelembapan membrane mukosa 4. Kolaborasikan dengan dokter dan membutuhkan
dipertahankan pada skala 4 (sedikit dalam pemberian cairan peningkatan cairan
terganggu) dan ditingkatkan ke intravena. 3. Untuk meminimalkan
skala 5 (tidak terganggu) hilangnya cairan dan
mengganti cairan yang
- Keseimbangan intake dan output
hilang.
dalam 24 jam dipertahankan pada
4. Sebagai salah satu upaya
skala 3 (cukup terganggu) dan
mengantisipasi terjadinya
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit
kekurangan cairan pada
terganggu)
klien.

54
4.5 CATATAN PERKEMBANGAN

DIAGNOSA IMPLEMENTASI PARAF EVALUASI

Nyeri akut berhubungan 1. Mengobservasi adanya petunjuk ∂ JAM :


dengan Agen cidera biologis nonverbal mengenai
Rizqi S : Pasien mengatakan masih merasa nyeri
ditandai dengan Nyeri pada ketidaknyamanan.
pada daerah kanan bawah perut.
daerah ulu hati dan berpindah 2. Mengurangi faktor yang dapat
ke daerah perut kanan bawah. mencetuskan atau meningkatkan Pasien mengatakan skala nyeri 4
nyeri.
O : TD: 100/70 mmHg,
3. Mengajarkan pengunaan teknik
nonfarmakologi (relaksasi, terapi Nadi: 110x/menit,
music)
Suhu: 38℃.
4. Berkolaborasi dengan tenaga
medis dalam pemberian obat- Pasien masih tampak meringis
obatan analgesic. menahan nyeri.

A : Masalah teratasi sebagian

55
P : Lanjutkan intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi 1. Mencatat asupan,dengan tepat. ∂ JAM:


kurang dari kebutuhan tubuh 2. Memberikan lingkungan
Rizqi S : Pasien mengatakan sudah sedikit
berhubungan dengan Kurang menyenangkan selama makan.
selera makan, berkurangnya mual dan
asupan makanan ditandai 3. Memberikan informasi diet yang
nyeri perut yang dirasakannya.
dengan Selera makan disarankan.
menurun. 4. Berkolaborasikan dengan ahli gizi O : Pasien makan 2 kali sehari (± 8
mengenai pemenuhan nutrisi klien. sendok makan).

Pasien masih tampak meringis


menahan nyeri.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

Hambatan mobilitas fisik 1. Memonitor kebutuhan pasien ∂ JAM:


berhubungan dengan Fisik terkait dengan alat-alat kebersihan
Rizqi S : Pasien mengatakan sudah sedikit
tidak bugar ditandai dengan diri, alat bantu untuk berpakaian,
berkurang nyeri perut dirasakannya.
Penurunan aktivitas harian. berdandan, eliminasi dan makan.
2. Mendorong kemandirian pasien,

56
tapi bantu ketika pasien tak O : Untuk perawatan diri, toileting, dan
mampu melakukannya. makan minum, klien masih dibantu
3. Mengajarkan keluarga klien untuk keluarga, petugas.
mendukung kemandirian dengan
A : Masalah teratasi sebagian
membantu hanya ketika pasien
tak mampu melakukan (perawatan P : Lanjutkan intervensi
diri).
4. Berkolaborasikan dengan
keluarga klien untuk memberikan
lingkungan terapeutik.

Risiko Infeksi berhubungan 1. Memonitor adanya tanda dan ∂ JAM:


dengan Agen cidera biologis gejala infeksi sistemik maupun
Rizqi S : Pasien mengatakan masih merasa nyeri
ditandai dengan Peningkatan lokal.
pada daerah kanan bawah perut.
jumlah leukosit sebesar 2. Menganjurkan klien untuk
12.800 mm3. meminum antibiotic yang O : Jumlah leukosit sebesar 11.000 mm3
diresepkan.
A : Masalah teratasi sebagian
3. Menganjurkan klien istirahat.
4. Mengajarkan klien dan keluarga P : Lanjutkan intervensi

57
mengenal tanda dan gejala infeksi
dan kapn harus melaporkannya ke
pemberi layanan kesehatan.

Resiko berkurangnya volume 1. Memonitor tanda – tanda vital ∂ JAM:


cairan berhubungan dengan
2. Memonitor intake dan output dan Rizqi S : klien mengatakan keadaannya lebih
adanya mual dan muntah
konsentrasi urine bugar dari pada sebelumnya namun
masih lemas.
3. Memberi cairan sedikit demi sedikit
tapi sering. O : klien masih nampak lemah.

4. Mengkolaborasikan dengan dokter A : Masalah teratasi sebagian


dalam pemberian cairan intravena.
P : Lanjutkan intervensi

58
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Apendisitis merupakan peradangan pada appendix (usus buntu), yang


merupakan organ berbentuk tabung sepanjang 3.5 inci yang memanjang dari
usus besar. Apendisitis merupakan tindakan darurat yang hampir selalu
membutuhkan pembedahan untuk menghilangkan appendix yang meradang.
Jika tidak segera diberikan penanganan, maka appendix yang telah meradang
dapat pecah dan menumpahkan berbagai substansi infeksius ke dalam rongga
perut. Hal ini dapat menyebabkan peritonitis, peradangan serius pada selaput
pembungkus rongga perut (peritoneum), yang dapat berakibat fatal hingga
menyebabkan kematian bila tidak segera mendapat pertolongan (Craig, 2018).
Peradangan pada apendiks terjadi sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan
oleh bakteri yang berkembang biak dengan cepat, sehingga mengakibatkan
apendiks meradang, bengkak, hingga bernanah.

5.2 Saran

1. Sebaiknya seorang perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan


baik dan sesuai dengan standart asuhan keperawatan dan perawat dapat
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.
2. Perawat harus membantu klien dengan mempersiapkan prosedur
pembedahan jika dilakukan pembedahan agar tidak terjadi komplikasi
lebih lanjut.

59
DAFTAR PUSTAKA

Amalina, A., A. Suchitra, dan D. Saputra. 2018. Hubungan Jumlah Leukosit Pre
Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada
Pasien Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 7(4): 491 – 497.

Ansari, P. 2018. Appendicitis. https://www.msdmanuals.com/professional/


gastrointestinal-disorders/acute-abdomen-and-surgical
gastroenterology/appendicitis [diakses pada 11 April 2019 pukul 11.00].

Asripa. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. M Dengan Apendisitis Di


Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Kec. Lengayang Kab. Pesisir Selatan.
KTI. Bukit Tinggi: Program Studi DIII Keperawatan Stikes Perintis Padang.

Craig, S. 2018. Appendicitis. https://emedicine.medscape.com/article/773895-


overview#a5 [dikses pada 11 April 2019 pukul 10.58].

Handaya, A.Y. 2017. Deteksi Dini & Atasi 31 Penyakit bedah Saluran Cerna
(Digestif). Yogyakarta: Rapha Publishing.

Humaera, Ranti. 2016. Hubungan Ketidakcukupanserat Terhadap Kejadian


Apendisitis di Bandar Lampung. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.

Kurniawan, I. dan S. Sugiharto. 2018. Gambaran histopatologi pada pasien -


pasien dengan diagnosis apendisitis di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta
tahun 2013 – 2014. Tarumanagara Medical Journal. 1(1): 96 – 102.

Lee, S.L. 2017. Inflammation of Vermiform Appendix. Medscape.


https://emedicine.medscape.com/article/195652-overview [Diakses Pada 14
Maret 2019 Pukul 1:05].

Oswari, E. 2000. Bedah Dan Perawatannya. Edisi 3. Jakarta : balai penerbit


FKUI.

60
Rukmono. 2011. Bagian Patologik Anatomik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Sander, A.M. 2011. Apendisitis Akut : Bagaimana Seharusnya Dokter Umum dan
Perawat Dapat Mengenali Tanda dan Gejala Penyakit ini Lebih Dini.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Malang: 2(1)

Satria, R.E. 2015. Keakuratan Pediatric Appendicitis Scoredalam Menegakkan


Diagnosis Apendisitis Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan. Thesis. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Sjamsuhidayat R Dan Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi3.
Jakarta: EGC.

Suzanne, S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner Dan


Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Zuriati, R. 2016. Karakteristik Penderita Apendisitis Akut Di Rsud Palembang


Bari. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang

61

Anda mungkin juga menyukai