Anda di halaman 1dari 58

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF TERHADAP

INVOLUSI UTERI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS TELAGA

PROPOSAL PENELITIAN

DEVI SARASWATI
NIM. C01418032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022
PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Penelitian : Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap Involusi Uteri


Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga
Nama : Devi Saraswati
NIM : C01418032
Program Studi : Ilmu Keperawatan

Disetujui Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ns. Harismayanti, S.Kep., M.Kep Ns. Ani Retni, S.Kep., M.Kep


NBM: 1150469 NIDN: 0927058601

Mengetahui

Dekan Ketua
Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan

Dr. Salahudin Pakaya, S.Ag., MH Ns. Harismayanti, S.Kep., M.Kep.


NBM: 829973 NBM: 1150469

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas semua berkat dan
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul
“Hubungan Pemberian ASI Ekskulsif Terhadap Involusi Uteri di Wilayah Kerja
Puskesmas Telaga”. Penulis menyadari dalam penulisan hasil penelitian ini
masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan
maupun dalam pembahasan materi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
kemampuan penulis. Sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun mudah-mudahan dikemudian hari dapat memperbaiki
segala kekurangan yang ada.
Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
selesainya proposal Ini berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak oleh
karena itu sepantasnya penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
mendalam kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo Prof. Dr. Abdul. Kadim
Masaong, M.Pd
2. Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Gorontalo dalam Bidang
Akademik Prof. Dr. Hj. Moon Otoluwa, M.Hum
3. Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Gorontalo dalam Bidang
Administrasi Umum, Keuangan, Perencanaan dan Sumber Daya Dr.
Salahudin Pakaya, MH.
4. Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Gorontalo dalam Bidang
Kemahasiswaan, Al-Islam Kemuhammadiyahan & Kerja Sama Dr. Apris
Ara Tilome, S.Ag., M.Si
5. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo Dr.
Salahudin Pakaya, MH.
6. Ketua Jurusan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo Ns.
Andi Akifa Sudirman, S.Kep., M.Kep.
7. Ketua Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
Ns. Harismayanti, S.Kep., M.Kep dan selaku Pembimbing 1 yang telah
banyak membantu dan memberikan bimbingan, serta masukan dalam
menyelesaikan hasil penelitian ini.

ii
8. Ns. Ani Retni, S.Kep., M.Kep selaku Pembimbing 2 yang telah banyak
membantu dan memberikan bimbingan, serta masukan dalam
menyelesaikan hasil penelitian ini.
9. Dr. Ibrahim Paneo, M.Kes selaku penguji saya yang telah banyak
memberikan saran dan bimbingan selama proses ujian berlangsung.
10. Seluruh Staf Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Gorontalo yang telah banyak membantu dalam penyelesaian studi.
11. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan hasil penelitian ini dengan sebaik
mungkin, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
penulis sangat membutuhkan dan menghargai masukan ataupun saran guna
penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini. Akhir kata, semoga ini
bermanfaat bagi penulis dan rekan-rekan mahasiswa lainnya.

Gorontalo, Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................................ i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1 Konsep ASI Ekslusif ................................................................................... 7
2.2 Konsep Involusi Uteri ................................................................................ 15
2.3 Penelitian Relevan .................................................................................... 19
2.4 Kerangka Teori ......................................................................................... 21
2.5 Kerangka Konsep ..................................................................................... 22
2.6 Hipotesis................................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 23
3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 23
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................... 23
3.4 Populasi dan Sampel ................................................................................ 24
3.5 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 24
3.6 Teknik Pengolahan Data........................................................................... 25
3.7 Teknik Analisa Data .................................................................................. 26
3.8 Hipotesis Statistik ..................................................................................... 26
3.9 Etika Penelitian ......................................................................................... 26
3.10 Alur Penelitian .......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 19
Tabel 2. Definisi Operasional ............................................................................. 23

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori ................................................................................ 21
Gambar 2. Kerangka Konsep............................................................................. 22
Gambar 3. Alur Penelitian .................................................................................. 28

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Surat Permohonan Menjadi Responden ......................................... 33
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ....................................... 34
Lampiran 3. Surat Pengambilan Data Awal........................................................ 35
Lampiran 4. SOP Pengukuran Tinggi Fundus Uteri........................................... 36
Lampiran 5. Instrument Penelitian...................................................................... 38

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komponen involusio adalah penurunan fundus uteri (Sari et al.,
2017). Ketika involusi berlangsung, pada tempat implantasi plasenta ditemukan
banyak pembuluh darah yang terbuka sehingga resiko perdarahan post partum
sangat besar. Hal ini terjadi jika otot-otot pada uterus tidak berkontraksi dengan
baik untuk menjepit pembuluh darah yang terbuka (Wahyuni & Nurlatifah, 2017).
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Kemenkes RI, 2018)
diperoleh informasi pelayanan kesehatan masa nifas dimulai dari 6 jam sampai
42 hari setelah melahirkan. Terdapat 93,3% ibu bersalin yang mendapat
pelayanan nifas pertama pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan
(Kunjungan Nifas 1/KF1), periode 4 sampai 28 hari setelah melahirkan
(Kunjungan Nifas 2/ KF2) sebesar 66,9% dan periode 29 sampai 42 hari setelah
melahirkan (Kunjungan Nifas 3/ KF3) sebesar 45,2%. Akan tetapi angka nasional
untuk KF lengkap yang dicapai baru sebesar 40,3%. Menurut Depkes RI
diperkirakan 14 juta kasus perdarahan dalam setiap tahunnya dan paling sedikit
128.000 wanita mengalami perdarahan. Penyebab dari perdarahan pasca
persalinan antara lain atonia uteri (50- 60%) yang disebabkan proses persalinan
yang lama, retensio plasenta (16-17%) yang disebabkan karena implantasi
plasenta, retensio plasenta (23-24%), laserasi jalan lahir (4-5%) karena robekan
jalan lahir yang lebar serta karena kelainan pembekuan darah.
Berdasarkan Data Dinas Kabupaten Gorontalo, pada tahun 2018 tercatat
jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 90,3% dan
yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas sebanyak 77,5% dari jumlah ibu
bersalin. Selain itu di Kabupaten Gorontalo perdarahan post partum mempunyai
peringkat yang tinggi salah satu penyebab perdarahannya adalah Atonia Uteri
atau tidak adanya kontraksi pada uterus dan sekitar 8% seluruh kehamilan
mengalami komplikasi perdarahan pasca partum. Khusus untuk Puskesmas
Telaga, tahun 2021 jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan
sebanyak 100 orang dan yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas
sebanyak 85 orang.

1
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia meliputi dua hal utama yaitu,
pelayanan kesehatan dasar dimana dilaksanakan di puskesmas, puskesmas
pembantu, puskesmas, keliling, dan pelayanan lainnya di wilayah kerja
puskesmas selain rumah sakit dan selanjutnya ada pelayanan kesehatan rujukan
yang umumnya dilaksanakan di rumah sakit. Di Indinonesia sistem rujukan telah
dirumuskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 001 tahun 2012
tentang Rujukan Pelayanan Kesehatan yaitu suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal
balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal.
Artinya, rujukan dilakukan dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal (antara unit-unit yang setingkat
kemampuannya). (Paneo, 2020).
Jumlah ibu yang mengalami perdarahan post partum merupakan salah
satu penyebabnya adalah atonia uteri. Bila uterus pada ibu post partum
mengalami kegagalan dapat menyebabkan subinvolusio yang sering disebabkan
oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus sehingga proses
involusi uterus tidak berjalan normal atau terhambat. Bila uterus pada ibu post
partum mengalami kegagalan dapat menyebabkan sesuatu yang disebut
subinvolusio yang sering disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta
dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan normal atau
terhambat. Bila subinvolusio tidak tertangani akan menyebabkan perdarahan
yang berlanjut atau postpartum haemorrhage hingga kematian. Baik di negara
maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu
banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan
kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan.
Percepatan involusi uteri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, usia ibu,
paritas, menyusui eksklusif, mobilisasi dini dan inisiasi menyusui dini (IMD)
(Wulandari, 2017).
Upaya untuk mengantisipasi perdarahan post partum dapat dilakukan
dengan pemberian atau juga dengan menstimulasi keluarnya oksitosin. Hormon
oksitosin sangat berperan dalam proses involusi uterus. Proses involusi akan
berjalan dengan bagus jika kontraksi uterus kuat. Oksitosin dapat diperoleh
dengan berbagai cara baik melalui oral, intra-muscular, pemijatan yang

2
merangsang keluarnya hormon oksitosin maupun dengan menyusukan bayinya
secara kontinu (Nuraini et al., 2019).
Menyusui sebagai salah satu pendukung pencegahan sangat berperan
penting karena selain mempunyai manfaat yang besar bagi bayi dan ibu juga
mempunyai efek samping yaitu memperbaiki involusi uteri (Wulan & Patonah,
2010). Proses menyusui membantu mempercepat pengembalian rahim kebentuk
semula dan mengurangi perdarahan. Hal ini disebabkan adanya isapan bayi
pada payudara dilanjutkan melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang
mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk mengkontraksi
saluran ASI pada kelenjar air susu juga merangsang uterus untuk berkontraksi
sehingga mempercepat involusio uteri. Rangsangan psikis merupakan refleks
dari mata ibu ke otak, mengakibatkan oksitosin dihasilkan, sehingga air susu ibu
dapat dikeluarkan dan pula sebagai efek sampingan memperbaiki involusi uterus
(Marati & Aziza, 2018). Oleh karena itu upaya mempertahankan kontraksi uterus
melalui menyusui merupakan bagian penting dalam perawatan post partum
(Nuraini et al., 2019).
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh (Marati & Aziza, 2018)
bahwa hubungan menyusui eksklusif dengan involusi uteri didapatkan hasil yaitu
adanya hubungan menyusui eksklusif dengan involusi uteri pada ibu postpartum
karena saat menyusui terjadi kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi yang
memberikan ketenangan bagi ibu dan bayi. Hentakan kaki, kepala, jilatan dan
isapan bayi membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin secara
alamiah sehingga uterus berkontraksi. Keberhasilan ini didukung oleh kondisi ibu
dan bayi, serta kesadaran motivasi yang tinggi dari pasien.
Sebagaimana Allah SWT telah menjelaskan dalam potongan dalam QS. Al-
Baqarah Ayat 233 yang berbunyi :
َ‫عة‬
َ ‫ضا‬ َّ ‫ضع ِل َمنكَامِ لَي ِن ا َ َرا َد يُّتِ َّماَن‬
َ ‫الر‬ ِ ‫ن ََوال َوال ِٰدتُ ْ َحولَينِاَو ََلدَ ُهنَّيُر‬
Artinya : “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua
tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna.”
Maksud dari ayat diatas dimana Allah SWT menganjurkan untuk menyusui
anaknya yang artinya memberikan ASI. Namun setiap ibu memiliki kondisi tubuh
yang berbeda. Banyak yang bisa menyusui anaknya dengan ASI ekslusif tapi tak
sedikit yang kesulitan memproduksi ASI.

3
Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Telaga dari
hasil wawancara terdapat 3 ibu postpartum involusi uteri tidak normal dimana
tinggi fundus uteri berada lebih dari setengah pusat sympisis sehingga proses
yang dialami ibu cenderung lambat dan tidak sesuai dengan pola normal proses
involusi, dengan umur ibu yang masih reproduktif namun tidak memberikan ASI
pada bayinya dan 2 ibu postpartum mengalami involusi uteri sesuai dengan hari,
baik yang ibu dengan umur reproduktif maupun umur yang berisiko dan
memberikan ASI secara eksklusif sehingga mengalami percepatan penurunan
uteri sesuai hari, dimana pada waktu bayi baru lahir tinggi fundus uteri sudah
setinggi pusat atau 2 jari dibawah pusat, dan pada usia 1 minggu setelah post
partum sudah berada di pertengahan pusat.
Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian
tentang “Pengaruh Pemberian Asi Ekslusif Terhadap Involusi Uteri Di Wilayah
Kerja Puskesmas Telaga”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di identifikasi
permasalahan sebagai berikut :
1. Penyebab dari perdarahan pasca persalinan antara lain atonia uteri (50-
60%) yang disebabkan proses persalinan yang lama, retensio plasenta (16-
17%) yang disebabkan karena implantasi plasenta, retensio plasenta (23-
24%), laserasi jalan lahir (4-5%) karena robekan jalan lahir yang lebar serta
karena kelainan pembekuan darah.
2. Berdasarkan Data Dinas Kabupaten Gorontalo, pada tahun 2018 tercatat
jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 90,3%
dan yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas sebanyak 77,5% dari
jumlah ibu bersalin. Selain itu di Kabupaten Gorontalo perdarahan post
partum mempunyai peringkat yang tinggi salah satu penyebab
perdarahannya adalah Atonia Uteri atau tidak adanya kontraksi pada
uterus dan sekitar 8% seluruh kehamilan mengalami komplikasi
perdarahan pasca partum
3. Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Telaga dari
hasil wawancara terdapat 3 ibu postpartum involusi uteri tidak normal
dimana tinggi fundus uteri berada lebih dari setengah pusat sympisis
sehingga proses yang dialami ibu cenderung lambat dan tidak sesuai

4
dengan pola normal proses involusi, dengan umur ibu yang masih
reproduktif namun tidak memberikan ASI pada bayinya dan 2 ibu
postpartum mengalami involusi uteri sesuai dengan hari, baik yang ibu
dengan umur reproduktif maupun umur yang berisiko dan memberikan ASI
secara eksklusif sehingga mengalami percepatan penurunan uteri sesuai
hari, dimana pada waktu bayi baru lahir tinggi fundus uteri sudah setinggi
pusat atau 2 jari dibawah pusat, dan pada usia 1 minggu setelah post
partum sudah berada di pertengahan pusat.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana hubungan pemberian ASI ekslusif terhadap
involusi uteri di wilayah kerja Puskesmas Telaga?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Terhadap Involusi Uteri Di
Wilayah Kerja Puskesmas Telaga.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas
Telaga
2. Untuk menganalisis hubungan pemberian ASI ekslusif terhadap involusi
uteri di wilayah kerja Puskesmas Telaga.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan serta dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam pendidikan dengan kondisi nyata di
masyarakat, dan menjadi sumber informasi mengenai pertolongan pertama pada
orang yang tersedak.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Puskesmas
Data atau informasi hasil penelitian ini dapat memberikan serta
meningkatkan kualitas pelayanan pada ibu hamil/nifas dalam mencegah
terjadinya subinvolusi uteri.

5
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam proses belajar bagi institusi pendidikan
serta pengembangan ilmu pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif
terhadap involusi uteri pada ibu post partum.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Dapat menambah wawasan dan sebagai pengalaman dan pembelajaran
bagi peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait masalah yang
berkaitan pemberian ASI eksklusif terhadap involusi uteri pada ibu post
partum.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ASI Ekslusif


2.1.1 Definisi ASI Ekslusif
ASI adalah makanan utama bagi bayi yang mengandung tinggi kalori dan
nutrisi, makanan ini sangat dibutuhkan terutama oleh bayi baru lahir pada masa
awal kehidupan untuk tumbuh dan berkembang hingga usia 6 bulan sampai 2
tahun. ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (Sinaga, 2017).
Air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta
mempunyai nilai paling tinggi dibanding susu formula dan Asi sangata
menguntungkan ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan ekonomi
mamupun sosio-psikologis. Selain itu ASI merupakan susu alami dan formulanya
tidak dapat ditiru dengan sempurna, komposisi air susu sangat cocok dengan
nutrisi bayi yang baru lahir (Linda, 2019).
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu
setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi
berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih
dari 2 tahun. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat
bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya.
Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya
pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6
bulan (Rahman, 2017).
2.1.2 Jenis-jenis ASI
1. Kolostrum
Kolostrum yaitu ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga
setelah bayi lahir. Komposisi kolostrum lebih banyak mengandung protein,
kadar lemak dan karbohidrat lebih sedikit, vitamin larut lemak lebih tinggi,
dan volume berkisar 150-300 ml/24 jam. Kolostrum berupa cairan agak
kental berwarna kekuning-kuningan, agak kasar karena mengandung
butiran lemak dan sel-sel epitel. Kolostrum befungsi sebagai pembersih
selaput usus BBL (Bayi Baru Lahir) sehingga saluran pencernaan siap

7
untuk menerima makanan, mengandung protein tinggi terutama globulin
sehingga memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi, mengandung
antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit
infeksi (Fatimah, 2017).
2. Transitional Milk (ASI peralihan)
Air susu ibu peralihan adalah susu ibu yang dihasilkan setelah keluarnya
kolostrum. Air susu ibu peralihan ini dikeluarkan antar 8-20 hari, dimana
kadar lemak, laktosa dan vitamin larut air lebih tinggi, dan kadar protein,
mineral lebih rendah, serta mengandung lebih banyak kalorin dari pada
kolostrum. Namun ada juga yang mengatakan bahwa air susu ibu peralihan
ini baru terjadi pada minggu ke 3 sampai minggu ke 5.
3. Mature Milk (ASI matang)
ASI matang adalah air susu ibu yang dihasilkan sekitar 21 hari setelah
melahirkan dengan volume bervariasi antara kurang lebih 300-850 ml/ hari
tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Ada juga yang
mengatakan bahwa matur milk ini baru dimulai pada minggu ke-3 sampai
minggu ke 5. Mature milk mengandung sekitar 90% air yang diperlukan
untuk memelihara hidrasi bayi, dan 10% karbohidrat, protein, lemak untuk
perkembangan bayi. Jika di panas kan tidak akan mengumpal. ASI matang
memiliki dua tipe yaitu (Rahmawati, 2019):
a. Foremilk
Jenis ini dihasilkan pada awal menyusui yang mengandung air,
vitaminvitamin dan protein, kadar lemaknya, warnanya kelihatan lebih
kebiruan dibandingkan hind-milk. Diproduksi lebih banyak dan
mengandung banyak protein laktosa dan nutrisi lainnya.
b. Hind-milk
Hind-milk mengandung lemak tinggi dan sangat diperlukan untuk
pertambahan berat bayi. Hind-milk ini warnanya lebih putih dari pada
foremilk, karena kandungan lemaknya 2-3 kali lebih tinggi dari pada
lemak foremilk.
2.1.3 Komposisi ASI
ASI dapat dikatakan suatu emulsi dalam larutan protein, laktosa, vitamin,
dan mineral yang sangat berfungsi sebagai makanan untuk bayi. Oleh sebab itu,
ASI dalam jumlah yang cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6

8
bulan pertama kelahiran. Adapun komposisi zat gisi dari ASI adalah (Suciyanti,
2021):
1. Karbohidrat
Karbohidrat yang ada dalam ASI berbentuk laktosa (gula susu) yang
jumlahnya tidak terlalu bervariasi setiap harinya, dan jumlahnya lebih
banyak ketimbang dalam pendamping ASI. Jumlah rasio laktosa yang ada
dalam ASI dan PASI adalah 7:4, sehingga ASI terasa lebih manis
dibandingkan pendamping ASI. Pada saat yang sama didalam usus,
laktosa diubah menjadi asam laktat yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri berbahaya dan membantu menyerap kalsium serta mineral lainnya.
2. Protein
Protein yang terkandung dalam ASI adalah kasein dan whey. Protein
kasein agak susah di cerna dibandingkan whey. Protein dalam ASI adalah
lebih banyak whey yaitu (60%) dari pada kasein sebab itu tidak
memberatkan pencernaan bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi lebih
banyak mengandung kasein dari pada whey. Kandungan kesein yang
cukup tinggi akan membentuk gumpalan yang keras didalam lambung bayi
sehingga memberatkan kerja pencernaan bayi. Selain itu, ASI juga
mengandung asam amini sistin dan taurin yang tidak terdapat didalam susu
sapi, kedua asam amino ini diperlukan untuk pertumbuhan otak sang bayi.
ASI lebih banyak mengandung asam amino yang berfungsi sebagai
pembentuk protein. Asam amino taurin merupakan sebagai salah satu
contoh asam amino yang berperan untuk perkembangan otak karena
terdapat banyak asam amino yang terdapat pada jaringan otak yang
berkembang. ASI juga mengandung banyak nukleotida yang berfungsi
sebagai peningkatan pertumbuhan dan kematangan usus, meningkatkan
penyerapan besi, serta membantu perkembangan bakteri baik dalam usus.
Asam amino taurin dan nukleotida dalam ASI lebih baik dari pada yang
terdapat didalam susu sapi.
3. Lemak
Kandungan total lemak yang terkandung dalam ASI pada ibu bervariasi
satu sama lain, dan berbeda dari satu fase menyusui kefase menyusui
yang berikutnya. Pada dasarnya kandungan lemak rendah kemudian
meningkat jumlahnya. Baik itu ASI maupun susu sapi menganduk lemak

9
yang cukup tinggi namun berbeda dalam susunan asam lemaknya. Lemak
dalam ASI lebih banyak mengandung asam lemak yang tak jenuh,
sedangkan lemak susu sapi lebih banyak asam lemak rantai panjang dan
asam lemak jenuh, penyerapan asam lemak tak jenuh oleh bayi lebih cepat
jika dibandingkan dengan asam lemak jenuh dan berantai panjang.
Tingginya kadar lemak yang ada dalam ASI berfungsi untuk mempercepat
pertumbuhan jaringan otak selama masa bayi. Lemak pada ASI yaitu terdiri
dari omega 3 dan omega 6 yang diketahui berfungsi untuk membantu
perkembangan jaringan otak bayi. Asam lemak panjang seperti asam
dokosaheksanoik (DHA) dan arakidonat (ARA) juga terdapat didalam ASI
untuk membantu pertumbuhan jaringan saraf dan retina mata. Diketahui
jumlah lemak pada kolstrum lebih sedikit dari ASI tetapi asam lemak
panjangnya lebih banyak. Asam lemak jenuh dan tak jenuh pada ASI juga
seimbang.
4. Mineral
Mineral yang terkandung dalam ASI merupakan yang terlengkap. Meskipun
kadarnya relatife rendah tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai
berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium didalam ASI merupakan mineral
yang sangat stabil dan mudah diserap tubuh serta berjumlah sangat
sedikit. Kurang lebih 75% dari zat besi yang terdapat dalam ASI dapat
diserap oleh usus, lain halnya dengan zat besi yang bisa diserap dalam
pendamping ASI hanya berjumlah 5-10%. ASI dapat menyediakan semua
vitamin larut didalam air yang dibutuhkan bagi bayi bila makanan yang
dikonsumsi ibu mencukupi. Vitamin yang larut dalam air ialah: tiamin (B1),
riboflavin (B12), niasin, piridoksin (B6), folasin (asam folat) vitamin E, serta
vitamin K yang larut dalam lemak.
5. Laktosa
Laktosa merupakan karbohidrat yang ada dalam ASI sebagai sumber
energi, meningkatkan absorbsikalsium dan merangsang pertumbuhan
lactobacillus bifidus. Didalam laktosa dipecah menjadi glukosa dan
galaktosa oleh enzim laktase dalam usus halus. Hasil dari pemecahan ini
laktosa akan masuk ke dalam aliran darah sebagai nutrisi.

10
6. Karnitin
Selama tiga minggu awal menyusui kandungan karnitin tinggi didalam ASI
tetapi kandungan karnitin kolostrum akan lebih besar dari pada ASI.
Karnitin ini berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan
pembentukan energy pada bayi .
7. Vitamin
Terdapat vitamin A, D, E, dan K sebagai vitamin yang tidak larut dalam air.
Vitamin A Berfungsi untuk membantu pembentukan pigmen penglihatan,
pertumbuhan normal sebagian sel tubuh, serta siklus normal berbagai jenis
sel epitel yang berbeda. Vitamin E Berfungsi untuk antioksidan dan
mencegah terjadinya hemolysis yang dapat mencegah hiperbilirubinia pada
neonatus. ASI hanya mengandung sedikit vitamin D akan tetapi dengan
menjemur bayi dibawah sinar matahari sudah memenuhi kadar vitamin D
yang dibutuhkan. Fungsi dari vitamin ini sendiri yaitu untuk penyerapan
Ca2+ di usus dan mencegah penyakit tulang. Vitamin K berfungsi sebagai
salah satu faktor pembekuan untuk meminimalisir pendarahan. Vitamin K
dalam ASI sedikit, tetapi bisa terpenuhi dengan pemberian vitamin secara
oral ataupun suntik. Serta terdapat vitamin yang larut dalam air berupa
vitamin B, C, dan asam folat. Kadar vitamin B1, B2 cukup tinggi didalam
ASI tetapi kadar vitamin B6, B12, dan asam folat rendah pada ibu yang gizi
buruk.
8. Laktoferin
Laktoferin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
berbahaya yaitu dengan mencegah penyerapan zat besi pada bakteri yang
berbahaya dan mengembangkan bakteri sehat. Laktoferin ini terdapat pada
kolostrum dengan kadar yang tinggi.
9. Lactobacillus dan Lisozim
Berfungsi untuk menghambat mikroorganisme dan meghancurkan bakteri
berbahaya dan keseimbangan bakteri dalam 19 usus.
10. Anti bodi
ASI sendiri mengandung sel limfosit T, limfosit B, makrofag, serta
neutrophil, yang berfungsi menghancurkan pathogen mikroorganisme
patogenik. IgA sekretorik, yaitu jenis antibodi khusus yang tinggi dalam
ASI. IgA sekretorik berfungsi sebagai pembatu untuk melindungi antibodi

11
dari kerusakan karena getah asam lambung bayi dan enzim-enzim
pencernaan. Anti bodi ini lebih tinggi kadarnya pada kolostrum.
2.1.4 Manfaat ASI
Adapun manfaat ASI eksklusif (Sholihah, 2017), yaitu:
1. Manfaat Bagi Bayi: ASI sebagai nutrisi dimana ASI sebagai makanan
tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia
6 bulan, ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung
berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit, ASI
meningkatkan kecerdasan karena mengandung asam lemak yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial
lebih pandai, ASI meningkatkan jalinan kasih sayang sehingga dapat
menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,
kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik, Mempercepat
pertumbuhan bayi prematur, Mencegah penyakit Necrotizing Enterocolitis
atau NEC (Farizki, 2020).
2. Manfaat Bagi Ibu: Mengurangi perdarahan setelah melahirkan, Mengurangi
terjadinya anemia akibat kekurangan zat besi karena menyusui
mengurangi perdarahan, Menjarangkan kehamilan karena menyusui
merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil,
Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat
membantu rahim ke ukuran sebelum hamil, Lebih cepat langsing kembali
karena menyusui membutuhkan energi maka tubuh akan mengambilnya
dari lemak yang tertimbun selama hamil, Meningatkan kesehatan ibu,
Mempercepat bentuk rahim kembali ke keadaan sebelum hamil,
Mengurangi risiko terkena kanker payudara, kanker indung telur (ovarium)
dan kanker endoterium, Mengurangi stres dan kegelisahan (Farizki, 2020).
3. Manfaat untuk keluarga: Tidak perlu membuang uang untuk membeli susu
formula, Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit
(hemat) dalam perawatan kesehatan, Penjarangan kelahiran karena efek
kontrasepsi MAL dari ASI eksklusif, Memberikan ASI pada bayi (menyusui)
berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap sedia (Rahman,
2017).

12
2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Ekslusif
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga
2. Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif, dikarenakan
pendidikan menjadi salah satu pondasi untuk sarana mencerna informasi
dan pengetahuan. Responden yang memiliki pendidikan tinggi dan memiliki
pekerjaan serta cukup banyak mendapatkaninformasibiasanyamemberikan
ASI eksklusif hal ini tidak lepas dari dukungan tempatkerja dan keluarga
Tingkat Pendidikan ibu dan sikap ibu dapat mendukung keberhasilan ASI
Eksklusif pada bayi, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin banyak
pengetahuan ibu yang dapat mengembangkan sikap ibu terhadap
keberhasilan ASI Eksklusif.
3. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik- tidak baik,
dan sebagainya). Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
4. Pekerjaan
Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara eksklusif
selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan. Dengan
adanya cuti hamil selama 3 bulan juga dapat membantu ibu untuk dapat
memberikan ASI eksklusif, ditambah dengan pengetahuan yang benar
tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI yang baik dan dukungan
lingkungan kerja seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberika ASI
dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan
memerah ASI yang baik dan dukungan lingkungan kerja seorang ibu yang
bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif.

13
5. Budaya
Mitos tentang pemberian ASI bagi bayi, misal ibu yang menyusui anaknya
bisa menurunkan kondisi fisik dirinya merupakan suatu mitos yang sulit
diterima oleh akal sehat. Demikian halnya dengan kekhawatiran ibu yang
menganggap bahwa produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan makanan
bayi, yang akhirnya ibu mencari alternatif lain dengan memberi susu
pendamping/tambahan (R. Putri, 2021).
6. Paritas
Ibu dengan jumlah persalinan lebih dari satu kali akan mengalami
peningkatan ASI pada hari keempat postpartum jauh lebih tinggi
dibandingkan ibu yang baru melahirkan pertama kali (Khalifahani, 2021).
2.1.6 Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif
Langkah-langkah terpenting dalam persiapan keberhasilan dalam
pemberian ASI eksklusif adalah sebagai berikut (Sutiono, 2019):
1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan
2. Mempelajari ASI dan tata laksana menyusui
3. Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya
4. Memilih tempat melahirkan yang :sayang ibu
5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara
eksklusif
6. Mencari ahli persoalan menyususi seperti klinik laktasi
7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.
2.1.7 Tanda Bayi Cukup ASI
Tanda Bayi Cukup ASI Masih banyak ibu yang meragukan apakah ASI
yang diberikan kepada kepada bayi yang telah cukup atau tidak. Banyak ibu
beranggapan jika bayi tertidur pada saat menyusui maka bayi sudah bisa
dikatakan cukup ASI. Bayi dikatakan cukup ASI bisa menunjukan tanda-tanda
sebagai berikut: 1. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal
mendapatkan ASI 8-10 kali pada 2-3 minggu. 2. Kotoran berwarna kuning
dengan frekuensi sering dan warna menjadi lebih muda pada hari kelima setelah
lahir. 3. Bayi akan buang air kecil (BAK) setidaknya 6-8 kali sehari. 4. Ibu dapat
mendengarkan saat bayi menelan ASI. 5. Payudara terasa lebih lembek yang
menandakan ASI telah habis. 6. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa
kenyal. 7. Pertumbuhan Berat Badan (BB) bayi dan Tinggi Badan (TB) sesuai

14
dengan grafik pertumbuhannya. 8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan
motoriknya sesuai dengan rentang usianya. 9. Bayi kelihatan puas, sewaktu-
waktu saat lapar bangun dan tidur dengan cukup (Andini, 2019).
2.2 Konsep Involusi Uteri
2.2.1 Definisi Involusi Uteri
Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari suatu organ setelah
organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah
melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan
kembali ke bentuk asal. Selain uterus, vagina, ligament uterus dan otot dasar
panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil (Mustika, 2018).
Involusi uteri atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi
uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan
semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uteri melibatkan reorganisasi dan
penanggalan desidua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat
implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan
tempat uterus, warna dan jumlah lochea (Krisnawati, 2021).
Involusi uteri adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil dalam
bentuk dan posisinya. Proses ini dimulai setelah melahirkan. Plasenta lahir
karena kontraksi otot polos involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus
yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus, involusi peurperium terbatas
pada uterus dan hanya terjadi pada organ dan struktur lainnya (Fadhillah, 2021).
2.2.2 Proses Involusi Uteri
Menurut (Amelia, 2018) proses involusi uteri ada tiga tahap, antara lain
sebagai berikut:
1. Iskemia myometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2. Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
sempat mengendur hingga panjangnya 10 kali lipat dari semula dan lebar 5
kali dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai

15
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
3. Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh
perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali
menjadi organ pelvic.
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri
1. Mobilisasi Dini
Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setalah anak
lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena
adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus
yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus
menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus
yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan,
sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil. (Labamondo,
2019).
2. Status Gizi
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan
jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu postpartum maka
pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok
infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap
penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan
nefrotik, pada ibu postpartum dengan status gizi yang baik akan mampu
menghindari seragan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa
nifas dan mempercepat proses involusi uteri.
3. Menyusui
Pada proses menyusui ada refleks let down dari isapan bayi merangsang
hipofise posterior mengeluarkan hormone oxytosin yang oleh darah
hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berontraksi
sehingga proses involusi uterus terjadi.

16
4. Usia
Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan,
dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan
elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta
karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada
proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus.
5. Paritas
Paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu teregang
memerlukan waktu yang lama. Terjadi involusi uteri bervariasi pada ibu
post partum multipara dan primipara.
6. Senam Nifas
Senam nifas merupakan sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk
mempercepat pemulihan keadaan ibu selama masa nifas. Tujuan senam
nifas membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu, mempercepat
proses involusi uteri dan pemulihan fungsi alat kandungan.
7. Relaksasi
Relaksasi merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu seseorang
menjadi rileks dan tenang, dimana efek dari kondisi ini akan berpengaruh
terhadap ibu dan lingkungannya. Kemudian otak menerima masukan baru
yang menimbulkan reaksi positif pada tubuh sehingga hormone oksitosin
akan muncul serta uterus dapat berkontraksi dengan baik. Kontraksi uterus
yang baik dapat mengontrol perdarahan setelah melahirkan dan mencegah
terjadinya subinvolusi uterus (Amelia, 2018).
2.2.4 Pengukuran Involusi Uterus
Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lochea (Krisnawati, 2021).
1. Tinggi Fundus Uterus (TFU). Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama
persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga
dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas
implantasi plasenta. Pada hari pertama ibu nifas tinggi fundus uteri kira-kira
satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima nifas uterus menjadi 1/3
jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas
symphisis. Tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari. Secara berangsur-

17
angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum
hamil.
2. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri meliputi:
a. Penentuan lokasi/letak uterus. Dilakukan dengan mencatat apakah
fundus berada diatas atau dibawah umbilikus dan apakah fundus
berada digaris tengah abdomen/bergeser ke salah satu sisi.
b. Penentuan ukuran/tinggi uterus. Pengukuran tinggi fundus uteri dapat
dilakukan dengan menggunakan meteran atau pelvimeter. Untuk
meningkatkan ketepatan pengukuran sebaikanya dilakukan oleh orang
yang sama. Dalam pengukuran tinggi uterus ini perlu diperhatikan
apakah kandung kemih dalam keadaan kosong atau penuh dan juga
bagaimana keadaan uterus apakah dalam keadaan kontraksi atau
rileks.
c. Penentuan konsistensi uterus. Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu
uterus keras teraba sekeras batu dan uterus lunak dapat dilakukan,
terasa mengeras dibawah jari- jari ketika tangan melakukan masasse
pada uterus. Dalam mengkaji konsistensi perhatikan juga apa ada rasa
nyeri. Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi
tersebut disebut subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan infeksi dan
tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus sehingga proses involusi
uterus tidak berjalan dengan normal atau terlambat, bila sub involusi
uterus tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan
yang berlanjut atau post partum hemorrhage. Ciri-ciri sub involusi atau
proses involusi yang abnormal diantaranya: tidak secara progresif
dalam pengembalian ukuran uterus. Uterus teraba lunak dan kontraksi
buruk, sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang konsisten,
perdarahan pervaginam abnormal seperti perdarahan segar, lochea
rubra banyak, persisten dan berbau busuk.
3. Prosedur Pengkajian Tinggi Fundus Uteri
a. Persiapan alat :
1) Sebuah bantal
2) Matras atau kasur
3) Pita centimeter

18
b. Persiapan dan pemeriksaan pasien :
1) Ibu diminta untuk berkemih karena kandung kemih yang penuh
akan menyebabkan atonia uteri.
2) Posisikan ibu datar di tempat tidur dengan kepala diletakkan pada
posisi yang nyaman dengan sebuah bantal, karena posisi
terlentang mencegah terjadinya kesalahan pengkajian pada tinggi
fundus.
3) Tentukan kekerasan dan konsistensi uterus
4) Ukur tinggi fundus uteri dengan menggunkan metlin
5) Catat hasil pengukuran
2.3 Penelitian Relevan
Tabel 1. Penelitian Yang Relevan

Peneliti Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan


(Ginting Pengaruh Design Hasil pada penelitian Pada Metode
et al., Inisiasi pada bahwa ini penelitian ini peneltian yang
2020) Menyusu penelitian ada pengaruh Inisiasi variabel digunakan
Dini ini Menyusu Dini dependen berbeda.
Terhadap menggun terhadap involusi yang diteliti Tempat
Involusi akan uterus pada ibu sama yaitu penelitian
Uterus quasi postpartum, terjadi mengenai berbeda yaitu
Pada Ibu eksperim penurunan involusi involusi pada
Postpartum en design uterus karena uterus pada penelitian ini di
di Klinik dengan pemberian Inisiasi ibu post Klinik Tutun
Tutun pendekat Menyusu Dini partum. Sehati
Sehati an static terhadap ibu Pada
group postpartum yang penelitian ini
comparis secara otomatis akan variabel
on/postte merangsang keluarnya independen
st only hormone oksitosin yang diteliti
control yang akan yaitu inisiasi
group merangsang uterus menyusudi
designs. untuk berkontraksi, dini.
sehingga terjadi lah Jumlah
penurunan uterus. populasi yaitu
sebanyak 20
ibu.

(Marati & Hubungan Desain Hasil penelitian bahwa Pada Metode


Aziza, Menyusui penelitian hubungan menyusui penelitian ini peneltian yang
2018) Eksklusif ini adalah eksklusif dengan variabel digunakan
dengan analitik. involusi uteri dependen berbeda.
Involusi Rancanga didapatkan hasil yaitu yang diteliti Tempat
Uteri pada n adanya hubungan sama yaitu penelitian
Ibu penelitian menyusui eksklusif mengenai berbeda yaitu
Postpartum ini dengan involusi uteri involusi pada
di Kota menggun pada ibu postpartum uterus pada penelitian ini
Bandar akan karena saat menyusui ibu post Kota Bandar

19
Lampung pendekat terjadi kontak kulit ke partum. Lampung.
an cross kulit antara ibu dan Desain Pada
sectional bayi yang memberikan penelitian penelitian ini
ketenangan bagi ibu yang variabel
dan bayi. Hentakan digunakan independen
kaki, kepala, jilatan sama yaitu yang diteliti
dan isapan bayi analitik yaitu inisiasi
membantu dengan menyusudi
merangsang rancangan dini.
pengeluaran hormon cross Jumlah
oksitosin secara sectional populasi yaitu
alamiah sehingga sebanyak 40
uterus berkontraksi. ibu.
Keberhasilan ini
didukung oleh kondisi
ibu dan bayi, serta
kesadaran motivasi
yang tinggi dari
pasien.

(R. H. Inisiasi Desain Hasil penelitian ini Pada Metode


Putri et Menyusu penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini peneltian yang
al., 2020) Dini Dan menggun penatalaksanaan IMD variabel digunakan
Pencapaian akan akan sangat dependen berbeda.
Involusi metode membantu proses yang diteliti Tempat
Uterus kuantitatif involusi uterus, sama yaitu penelitian
Pada Ibu dengan sehingga IMD dapat mengenai berbeda yaitu
Postpartum pendekat dijadikan standar involusi pada
an quasi prosedur operasional uterus/ penelitian ini di
eksperim dalam melakukan BPM A dan B.
en dalam pertolongan Pada
dua persalinan, terutama penelitian ini
kelompok bagi fasilitas variabel
(independ kesehatan dan tenaga independen
ent pair). kesehatan yang belum yang diteliti
melaksanakan IMD yaitu inisiasi
saat menolong menyusui di
persalinan. dini.
Referensi Jumlah
populasi
berbeda

20
2.4 Kerangka Teori

Pemberian ASI Eksklusif

Ibu Post Partum

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri :


1. Mobilisasi Dini
2. Status Gizi
3. Menyusui
4. Usia
5. Paritas
6. Senam Nifas
7. Relaksasi

Proses involusi uteri terjadi melalui:


1. Iskemia Miometrium
2. Autolysis
3. Efek oksitoksin

Inovolusi Uteri

Penuruan tinggi fundus


uterus (TFU) lebih cepat

Gambar 1. Kerangka Teori


Sumber : (Amelia, 2018), (Labamondo, 2019)

21
2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian ASI Involusi Uteri


Eksklusif

Keterangan :
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
= Hubungan

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini yaitu “Ada Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Involusi Uteri Di Wilayah Kerja Puskesmas
Telaga”.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini bersifat kuantitatif untuk menguji teori-teori tertentu dengan
cara meneliti hubungan antar variabel. Desain penelitian ini menggunakan
survey analitik, penelitian akan melakukan pengukuran terhadap variabel bebas
yaitu pemberian ASI eksklusif, untuk variabel terikatnya yaitu involusi uteri.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana penelitian
ini dilakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu)
yang bertujuan utuk mengetahui apakah ada pengaruh dalam pemberian ASI
eksklusif terhadap involusi uteri pada ibu post partum.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga dan
akan berlangsung pada bulan November tahun 2022.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel
lain. Dalam penelitian ini variabel independen adalah pemberian ASI eksklusif.
Sedangkan variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain. Maka variabel dependen dalam penelitian ini adalah involusi uteri.
3.3.1 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Ukur Skala


Operasional
Pemberian Perilaku ibu 1. Ibu yang memberikan ASI Kuesioner Nominal
ASI memberikan eksklusif pada bayinya
Ekslusif hanya air susu ibu dari lahir
tanpa makanan 2. Tidak meberikan ASI
lainnya sejak bayi eksklusif pada bayinya
lahir umur 0-6
minggu

Involusi Suatu proses 1 = normal, TFU tidak berada Lembar observasi Ordinal
Uteri mengecilnya 1/2 pusat symphisis (≤ 6 cm mengukur Tinggi
uterus pada ibu dari pinggir symphisis), Fundus Uteri
setelah dengan lochia serosa dengan
melahirkan dilihat 2= tidak normal, TFU berada menggunakan
dari perubahan lebih dari 1/2 pusat syimpisis pita centimeter
tinggi fundus uteri (> 6 cm dari pinggir atas
symphisis) dengan lochia
sanguilenta/ rubra

23
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang memiliki anak usia 0-6
minggu yang berjumlah 32 ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Telaga.
3.4.2 Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh nifas yang
melakukan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Telaga.
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis teknik total sampling dimana pengambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan populasi. Alasan mengambil total sampling karena jumlah populasi
yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya,
dengan memperhatikan dua kriteria, yaitu :
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang memberikan ASI esklusif sejak lahir sampai dilakukan
penelitian
b. Ibu post partum/melahirkan normal di wilayah kerja Puskesmas Telaga
c. Ibu yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eklusi
a. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
b. Responden ibu menderita gangguan kejiwaan, atau tidak dapat
berkomunikasi.
c. Ibu yang sedang sakit pada saat penelitian
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Data primer adalah tehnik pengumpulan data secara langsung oleh
penelitian dengan responden atau subjek dengan cara tanya jawab sepihak
secara sistematik (Rahmawati, 2019). Data primer yang dilakukan oleh penelitian
dalam penelitian ini dengan mengumpulkan data langsung terhadap responden
dengan melakukan wawancara, lembar kuesioner dan observasi.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara tidak
langsung. Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan cara melihat riwayat

24
persalinan dan tanggal persalinan responden melalui data dari Puskesmas
Telaga.
3.5.3 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar identitas responden
yang terdiri dari nama ibu, pendidikan, pekerjaan, usia, dan terkait pemberian
ASI eksklusif. Peneliti menggunakan pita centimenter untuk mengobservasi
involusi uterus dengan mengukur tinggi fundus uteri dengan hasil ukur normal
bila TFU berada dipusat simpisis dan tidak normal bilan TFU berada lebih tinggi
dari pertengahan pusat simpisis.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang akan dilakuan pada prinsipnya melalui tahap-tahap
sebagai berikut (Wibowo, 2018):
1. Editing yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner, apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas,
relevan, dan konsisten.
2. Coding yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat
entri data.
3. Scoring yaitu memberikan skor terhadap item-item pertanyaan dari variabel
bebas dan variabel terikat.
4. Processing memasukkan data yaitu setelah semua kuesioner terisi penuh
dan benar, serta sudah melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya
adalah memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis.
Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner
ke paket program komputer.
5. Cleaning merupakan kegaiatan pengecekan kemabali data yang sudah di
entry apakah ada kesalahan atau tidak. Yaitu mengecek kembali data-data
yang telah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak.
6. Tabulating yaitu mengelompokkan data ke dalam tabel yang dibuat sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian.

25
3.7 Teknik Analisa Data
Setelah dilakukan pentabulasian maka dilakukan analisis data dengan
menggunakan program yang disesuaikan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan distribusi dan frekuensi
atau besarnya proporsi dari variabel independen dan variabel dependen
sehingga dapat diketahui variabel dari masing-masing variabel. Tabel distribusi
frekuensi ini menggambarkan jumlah dan presentasi dari variabel yang ada.
Variabel yang disajikan yaitu kararkteristik responden meliputi usia, pemberian
ASI eksklusif, dan involusi uteri pada ibu post partum.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah statistik yang dapat digunakan untuk menerangkan
keeratan hubungan antara dua variabel (Batubara, 2018). Analisis data bivariat
ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian ASI ekskusif
terhadi involusi uteri pada ibu post partum dengan menggunakan uji statistik Chi
square. Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis penelitian
berasarkan tingkat signifikasi 95% dan tingkat kesalahan α=5% atau 0,05.
3.8 Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Dikatakan tidak berpengaruh jika mempunyai nilai p ≥ 0,05 maka Ha ditolak
dan H0 diterima artinya tidak terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif
terhadap involusi uteri di wilayah kerja Puskesmas Telaga.
Ha : Dikatakan berpengaruh jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 maka Ha diterima dan
H0 ditolak artinya terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
involusi uteri di wilayah kerja Puskesmas Telaga.
3.9 Etika Penelitian
Kode etik penelitian merupakan pedoman untuk setiap kegiatan penelitian
yang melibatkan pihak peneliti atau subjek penelitian dengan pihak yang akan
diteliti dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil penelitian
tersebut. Etika peneltian mencakup perilaku peneliti atau perilaku peneliti
terhadap subjek yang diteliti dan sesuatu yang akan dihasilkan oleh peneliti bagi
masyarakat. Prinsip etika penelitian adalah sebagai berikut (Tianingsih, 2020):

26
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Sebelum melakukan pengambilan data penelitian, calon responden diberi
penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.
Responden yang bersedia untuk diteliti telah menandatangani lembar
persetujuan menjadi responden.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
responden dalam pengolahan data penelitian. Peneliti menggunakan inisial
responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua data yang sudah diisi oleh responden dijamin kerahasian
identitasnya oleh peneliti, seperti nama dan alamat yang tidak akan
dipublikasikan. Sehingga hanya data-data tertentu yang ditampilkan untuk
kebutuhan pengolahan data.
4. Right to Justice (Keadilan)
Setiap responden memiliki perlakuan yang sama mulai dari tahap
persiapan, pelaksanaan dan terminasi, tanpa adanya membedakan antara
responden satu dengan yang lainnya.

27
3.10 Alur Penelitian

Surat Permohonan Data Awal Informasi Jumlah


Pemasukan Judul Kepada Dinas Kesehatan Populasi Sesuai
Kab. Gorontalo Penelitian

Surat Permohonan Penelitian di


Kesbangpol Kab. Gorontalo untuk Melakukan Penelitian
melakukan penelitian di wilayah kerja
Puskesmas Telaga

Penelitian

Informed Consent

Tidak Bersedia Bersedia

Kerahasiaan Mengisi Lembar Kuesioner

Pengumpulan Data Dan


Pengolahan Data Menggunakan
Spss

Hasil Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Puskesmas telaga adalah puskesmas yang berada di
Kecamatam Telaga Kabupaten Gorontalo yang tidak jauh letaknya
dari ibu Kota Provinsi Gorontalo. Secara adminstratif puskesmas
Telaga memiliki suatu wilayah kerja yang terdiri dari empat desa yaitu
desa bulila, hulawa, luhu, dan desa mongolato.
Puskesmas telaga dibangun dari tahun 1952 yang pertama di
kenal dengan nama balai pengobatan. Bangunan puskesmas telaga
berdiri pada tanah seluas 1717 M2 dengan luas gedung atau
bangunan 909 M2. Pemimpim pertama puskesmas telaga yaitu bapak
jasin harun pada tahun 1952 sampai dengan 1972. Di tahun 2015
dipimbin oleh bapak Ismail T. Akase, SKM., M.Kes dan sekarang
tahun 2022 puskesmas telaga ditetapkan sebgai ujung tombak dalam
upaya pembangunan kesehatan khususnya di wilayah kecamatan
telaga. Jumlah tenaga medis di puskesmas telaga kabupaten
gorontalo terdiri dari dokter umum 1 orang, dokter gigi 1 orang. Enaga
keperawatan dari bidan perawat. Tenaga kepereawatan pada tahun
2020 sebanyak 27 orang yang terdiri dari tenaga bidan sebanyak 9
orang, tenaga perawat 16 orang serta tenaga perawat gigi 2 orang.
Tenaga bidan terdiri dari lulusan DIV kebidanan dan DIII kebidanan.
Perawat terdapat lulusan S1 Keperawatan, lulusan DIII keperawat dan
lulusan sekolah perawat kesehatan (SPK).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Karakteristik Responden
Tabel 3. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Usia Responden di
Puskesmas Telaga.
Presentase
No Karakteristik Frekuensi
(100%)
1. 17-25 Tahun 19 57,6
2. 26-35 Tahun 10 30,3
3. 36-55 Tahun 4 12,1
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2022
Berdasarkan tabel tersebut distribusi responden berdasarkan
usia terbanyak yaitu 17-25 Tahun sejumlah 19 responden (57,6%)
4.2.2 Analisis Univariat
Tabel 4. Distribusi Berdasarkan ASI Eksklusif Responden di
Puskesmas Telaga.
Presentase
No Karakteristik Frekuensi
(100%)
1. Asi Ekslusif 15 45,5
2. Tidak Asi Ekslusif 18 54,4
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2022
Berdasarkan tabel tersebut distribusi responden berdasarkan
Asi Ekslusif sejumlah 15 responden (45,5%) dan berdasarkan Tidak
Asi Ekslusif sejumlah 18 responden (54,4%).
Tabel 5. Distribusi Berdasarkan Involusi Uteri Responden di
Puskesmas Telaga.
Presentase
No. Karakteristik Frekuensi
(100%)
1. Tidak Normal 13 39,4
2. Normal 20 60,6
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2022
Berdasarkan tabel tersebut distribusi responden berdasarkan
Involusi Uteri tidak Normal sejumlah 13 responden (39,4%) dan
berdasarkan Involusi Uteri Normal sejumlah 20 responden (60,6%).
4.2.3 Analisis Bivariat
Tabel 6. Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap Involusi Uteri di
Wilayah Kerja Puskesmas Telaga
Involusi Uteri
Tidak TOTAL
Asi Ekslusif Normal P-Value
Normal
N % N % N %
Tidak 9 60 6 40 15 100
0,038
Ya 4 22,2 14 77,8 18 100
Total 13 39,4 20 60,6 33 100
Sumber: Data Primer 2022
Berdasarkan tabel tersebut hasil penelitian dari 15 responden
(100%) Tidak Asi Ekslusif dengan Involusi Uteri Tidak Normal
sejumlah 9 responden (60%) dan Normal Sejumlah 6 responden
(40%). Hasil penelitian dari 18 responden (100%) Asi Ekslusif dengan
Involusi Uteri tidak normal sejumlah 4 responden (22,2%) dan
involusi normal sejumlah 14 responden (77,8%).
Hasil uji statistik di dapatkan nilai Chi-Square p= 0,038 dengan
α ≤ 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara pemberian ASI Ekslusif terhadap Involusi Uteri di Wilayah
Kerja Puskesmas Telaga
4.3 Pembahasan
4.3.1 Karakteristik Responden
1. Berdasarkan tabel 3. distribusi responden berdasarkan usia
terbanyak yaitu 17-25 Tahun sejumlah 19 responden (57,6%)
Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai
kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan
kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena
proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang sangat
bagus pada usia-usia tersebut. Namun pada usia yang kurang
dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal dikarenakan organ
reproduksi yang belum matang sehingga pengawasan
postpartum pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun harus
lebih maksimal.
Usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat
dimana tingkat kesuburan seorang wanita sedang dalam masa
puncakyang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang
baik. Hasil penelitian Apriyanti menyatakan bahwa usia ibu 20-
35 tahun merupakan kelompok reproduksi yang paling ideal
dari aspek kesehatan, bila ditinjau dari tugas dan
perkembangan manusia maka usia tersebut adalah masa
dewasa awal yang merupakan masa usia produktif. Pada usia
lebih dari 35 tahun elastistisitas otot uterus berkurang., sering
terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran di
karenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun,
menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Hasil penelitian
dari Liana.D menyatakan bahwa usia sangat erat kaitannya
dengan penurunan tinggi fundus uteri, semakin tua umur
seseorang maka semakin berkurang fungsi reproduksinya yang
ratarata dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah
melahirkan lebih dari satu kali. Pada ibu yang usianya lebih tua
proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses penuaan,
dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak.
Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak,
protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan
penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan
menghambat involusi uterus
4.3.2 Analisis Univariat
1. Berdasarkan tabel 4 distribusi responden berdasarkan Asi
Ekslusif sejumlah 15 responden (45,5%) dan berdasarkan
Tidak Asi Ekslusif sejumlah 18 responden (54,4%).
ASI adalah makanan utama bagi bayi yang mengandung
tinggi kalori dan nutrisi, makanan ini sangat dibutuhkan
terutama oleh bayi baru lahir pada masa awal kehidupan untuk
tumbuh dan berkembang hingga usia 6 bulan sampai 2 tahun.
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (Sinaga,
2017).
Air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok bagi
bayi serta mempunyai nilai paling tinggi dibanding susu formula
dan Asi sangata menguntungkan ditinjau dari berbagai segi,
baik segi gizi, kesehatan ekonomi mamupun sosio-psikologis.
Selain itu ASI merupakan susu alami dan formulanya tidak
dapat ditiru dengan sempurna, komposisi air susu sangat cocok
dengan nutrisi bayi yang baru lahir (Linda, 2019).
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk
jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin
sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat
diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2
tahun. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat
meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan
pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan
lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI
bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6
bulan (Rahman, 2017).
2. Berdasarkan tabel 5 distribusi responden berdasarkan Involusi
Uteri tidak Normal sejumlah 13 responden (39,4%) dan
berdasarkan Involusi Uteri Normal sejumlah 20 responden
(60,6%).
Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari
suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya,
misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. Involusi uteri
adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali
ke bentuk asal. Selain uterus, vagina, ligament uterus dan otot
dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil
(Mustika, 2018).
Involusi uteri atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga
dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan
semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uteri melibatkan
reorganisasi dan penanggalan desidua/endometrium dan
pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai
tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat
uterus, warna dan jumlah lochea (Krisnawati, 2021).
Tinggi Fundus Uterus (TFU). Setelah bayi dilahirkan,
uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan
retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh
darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta.
Pada hari pertama ibu nifas tinggi fundus uteri kira-kira satu jari
bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima nifas uterus menjadi 1/3
jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar
diraba di atas symphisis. Tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap
hari. Secara berangsur- angsur menjadi kecil (involusi) hingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri meliputi: a. Penentuan
lokasi/letak uterus. Dilakukan dengan mencatat apakah fundus
berada diatas atau dibawah umbilikus dan apakah fundus
berada digaris tengah abdomen/bergeser ke salah satu sisi. b.
Penentuan ukuran/tinggi uterus. Pengukuran tinggi fundus uteri
dapat dilakukan dengan menggunakan meteran atau
pelvimeter. Untuk meningkatkan ketepatan pengukuran
sebaikanya dilakukan oleh orang yang sama. Dalam
pengukuran tinggi uterus ini perlu diperhatikan apakah kandung
kemih dalam keadaan kosong atau penuh dan juga bagaimana
keadaan uterus apakah dalam keadaan kontraksi atau rileks. c.
Penentuan konsistensi uterus. Ada 2 ciri konsistensi uterus
yaitu uterus keras teraba sekeras batu dan uterus lunak dapat
dilakukan, terasa mengeras dibawah jari- jari ketika tangan
melakukan masasse pada uterus. Dalam mengkaji konsistensi
perhatikan juga apa ada rasa nyeri. Bila uterus mengalami atau
terjadi kegagalan dalam involusi tersebut disebut subinvolusi.
Subinvolusi sering disebabkan infeksi dan tertinggalnya sisa
plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak
berjalan dengan normal atau terlambat, bila sub involusi uterus
tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan
yang berlanjut atau post partum hemorrhage. Ciri-ciri sub
involusi atau proses involusi yang abnormal diantaranya: tidak
secara progresif dalam pengembalian ukuran uterus. Uterus
teraba lunak dan kontraksi buruk, sakit pada punggung atau
nyeri pada pelvik yang konsisten, perdarahan pervaginam
abnormal seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak,
persisten dan berbau busuk.
4.3.3 Analisis Bivariat
1. Hubungan pemberian asi eksklusif terhadap involusi uteri di
wilayah kerja puskesmas Telaga.
Berdasarkan tabel 6 hasil penelitian dari 15 responden
(100%) Tidak Asi Ekslusif dengan Involusi Uteri Tidak Normal
sejumlah 9 responden (60%) dan Normal Sejumlah 6
responden (40%). Hasil penelitian dari 18 responden (100%)
Asi Ekslusif dengan Involusi Uteri tidak normal sejumlah 4
responden (22,2%) dan involusi normal sejumlah 14 responden
(77,8%).
Hasil uji statistik di dapatkan nilai Chi-Square p= 0,038
dengan α ≤ 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara pemberian ASI Ekslusif terhadap Involusi
Uteri di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga
Hal ini sejalan dengan teori yang ada bahwa manfaat
pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses
persalinannya, Pemberian ASI selama beberapa hari pertama
membuat rahim berkontraklsi dengan cepat dan memperlambat
perdarahan (hisapan pada putting susu merangsang
dikeluarkannya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi
rahim). Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk
mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi
merasa nyaman (Suherni, 2009).Pada proses menyusui ada
reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior
mengeluarkan hormon oktosin yang oleh darah hormon ini
diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi
sehingga proses involusi uterus terjadi (Prawirohardjo, 2022).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Friske Wulan, Siti Fatonah dengan judul penelitian Pengaruh
Menyusui Terhadap Penurunan Tinggi Fundusuteri Pada Ibu
Post Partum Primigravidadi RSUD Dr. R. Sosodoro Djati
Koesoemo Bojonegoro menunjukkan data bahwa salah satu
keuntungan dari menyusui bagi ibu menyebabkan uterus
berkontraksi sehinggapengembalian uterus ke keadaan
fisiologis lebih cepat, namun menyusui itu sendiri
jugadipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah pekerjaan,ibuyang bekerja tidak bisa
memberikan ASI secara eksklusif sehingga akan
mempengaruhi sekresi hormon dan produksi ASI, sehingga
pelaksanaan menyusui di lakukan kurang maksimal.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas, menurut
peneliti cakupan menyusui eksklusif di Puskesmas Telaga
Cukup Baik, karena sebagian responden menyusui secara
eksklusif. Dengan demikian manfaat menyusui eksklusif sangat
besar baik bagi ibu ataupun bayinya. Oleh karena itu perlu
adanya dukungan dari keluarga serta penyuluhan dari petugas
kesehatan khususnya bidan, sehingga kualitas pelayanan
terhadap ibu dan bayi tetap optimal, penelitian ini juga dapat
meningkatkan kesadaran dan memotivasi responden untuk
melaksanakan menyusui eksklusif. Dengan demikian peniliti
berharap pelayanan bagi ibu postpartum khusus nya menyusui
eksklusif adalah menjadi salah satu prioritas yang di terapkan
Puskesmas Telaga.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, M. A. (2018). Efektifitas Senam Nifas Dan Teknik Relaksasi Terhadap


Involusi Uteri Pada Pasca Salin Normal Di Pmb Afriana, Am.Keb Kec.
Medan Dena. Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri Medan Jurusan.

Andini, E. Al. (2019). Air Susu Ibu ( Asi ) Dan Upaya Keberhasilan Menyusui. Cv.
Mine.

Batubara, F. I. R. M. (2018). Hubungan Karakteristik Ibu Dan Dukungan Sosial


Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukaraya Pancur Batu. Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri
Medan.

Fadhillah, A. D. (2021). Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uteri.


Polikteknik Yakpermas Banyumas, 1–46.

Farizki, H. (2020). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Dukungan Suami


Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Asi Ekslusif Di Desa Bagi Wilayah
Kerja Puskesmas Madiun Kabupaten Madiun. Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun.

Fatimah, S. (2017). Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Ibu Dengan


Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Turi. Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan, 104.

Ginting, D. Y., Nirwana, S., & Sara, A. M. (2020). Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini
Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Postpartum. Jurnal Kebidanan Kestra.

Paneo, Ibrahim (2020). JKN dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat.


Gorontalo

Kemenkes Ri. (2018). Riset Kesehatan Dasar Nasional.

Khalifahani, R. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian


Asi Dan Mp-Asi Terhadap Resiko Kejadian Stunting Di Kelurahan Pondok
Kelapa Jakarta Timur Skripsi. Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan

29
Universitas Binawan, 105.

Krisnawati, R. (2021). Pengaruh Penggunaan Bengkung Atau Stagen Terhadap


Proses Involusi Uterus Ibu Nifas Di Pmb Wilayah Kerja Puskesmas Ketahun
Kabupaten Bengkulu Utara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu, 3(March), 6.

Labamondo, I. (2019). Pengaruh Senam Nifas Terhadap Penurunan Tinggi


Fundus Uteri Pada Ibu Post Partum Di Klinik Kartika Jaya. Polteknik
Kesehatan Kalimantan Timur.

Linda, E. (2019). Asi Eksklusif (T. Wiryanto (Ed.)). Yayasan Jamiul Fawaid.

Marati, U., & Aziza, N. (2018). Hubungan Menyusui Eksklusif Dengan Involusi
Uteri Pada Ibu Postpartum Di Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 14(1), 116.

Mustika, R. (2018). Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Involusi Uterus


Pada Ibu Post Partum Hari Ke Tujuh Di Klinik Pratama Anna Tembung Dan
Di Klinik Pratama Mutia Bandar Khalifah. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Ri Medan Jurusan Kebidanan Medan.

Nuraini, I., Nungrum, N. P., & Iswati, R. S. (2019). Pengaruh Menyusui Secara
Eksklusif Terhadap Involusi Uteri Pada Ibu Nifas. Kebidanan Indonesia,
10(1), 49–55. 182

Putri, R. (2021). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Menyusui Terhadap


Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Ratu
Agungkota Bengkulu. Repository Politeknik Kesehatan Bengkulu, 1–67.

Putri, R. H., Surmiasih, S., Kameliawati, F., & Afifah, H. (2020). Inisiasi Menyusu
Dini Dan Pencapaian Involusi Uterus Pada Ibu Postpartum. Faletehan
Health Journal, 7(03), 149–154. Https://Doi.Org/10.33746/Fhj.V7i03.136

Rahman, N. (2017). Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Pemberian Asi Ekslusif Di


Wilayah Kerja Puskesmas Jumpandang Baru Kecamatan Tallo Kota
Makassar. Journal Of Physics: Conference Series, 111(1), 1–101.

30
Rahmawati, T. (2019). Hubungan Jenis Persalinan Dan Dukungan Keluarga
Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Rsu Sundari Medan. Institut Kesehatan
Helvetia Medan, 1–120.

Sari, R. K., Iswandari, N. D., & Arifin, S. (2017). Hubungan Frekuensi Dan Durasi
Menyusui Dengan Proses Involusi Uteri Pada Ibu Nifas Dengan Persalinan
Normal Dalam 24 Jam Pertama Di Rsud. Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin. Stikes Sari Mulia Banjarmasin, 4–9.

Sholihah, N. (2017). Hubungan Dukungan Tempat Kerja Dengan Pemberian Asi


Eksklusif Pada Ibu Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon Ii
Kabupaten Bantul. Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta, 1–115.

Sinaga, E. L. S. (2017). Hubungan Keletihan Ibu Post Partum Dengan Motivasi


Pemberian Asi Pada Ibu Postpartum 7-14 Hari Di Posyandu Wilayah Kerja
Puskesmas Muara Enim. Universitas Airlangga Surabaya, 19–24.

Suciyanti. (2021). Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Asi Eksklusif Pada


Bayi Usia 6 Bulan Keatas Di Wilayah Kerja Puskesmas Ponre Kabupaten
Bone. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Sutiono, A. (2019). Hubungan Pemberian Asi Esklusif Dengan Motorik Kasar


Bayi 0-2 Tahun Di Posyandu Wijayakusuma Dusun Gambyak Keraskulon
Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun,
1–9. Https://Doi.Org/.1037//0033-2909.I26.1.78

Tianingsih, N. R. (2020). Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Tingkat


Tumbuh Kembang Anak. Universitas Muhammadiyah Magelang.
Http://Eprintslib.Ummgl.Ac.Id/Id/Eprint/2517

Wahyuni, N., & Nurlatifah, L. (2017). Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Involusi Uterus Pada Masa Nifas Diwilayah Kerja Puskesmas Mandala
Kabupaten Lebak Propinsi Banten Tahun 2016. Jurnal Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 4(2), 167–176.

Wibowo, A. Y. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi


Eksklusif Pada Bayi 6-12 Bulan Di 10 Desa Wilayah Puskesmas Senaning

31
Universitas Muhammadiyah Pontianak.

Wulan, F., & Patonah, S. (2010). Pengaruh Menyusui Terhadap Penurunan


Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Post Partum Primigravida Di Rsud Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Asuhan Kesehatan Jurnal Ilmiah Ilmu
Kebidanan Dan Keperawatan, 1(1), 27–32.

Wulandari, A. S. (2017). Hubungan Umur Ibu Dan Inisiasi Menyusu Dini (Imd)
Dengan Involusi Uteri Di Rsu Pku Muhammadiyah. Akultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, 1(1), 1–12.

32
Lampiran 1. Surat Permohonan Menjadi Responden

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
Alamat :Jl. Prof. DR. H. Mansoer Pateda, Desa Pentadio Timur Kab. Gorontalo
Website :http://www.umgo.ac.id/Email : info@umgo.ac.id Tlp./fax(0435) 881135881136

Kepada
Yth Calon Responden Penelitian
Di –
Tempat

Dengan Hormat,
Saya yang bertandatangan di bawah ini adalah mahasiswa Program
Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
Nama : Devi Saraswati
NIM : C01418035
Alamat : Pentadio
Akan melaksanakan penelitian dengan judul “Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif Terhadap Involusi Uteri Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga”.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi semua
responden. Kerahasiaan responden akan dijaga dan hanya akan digunakan
untuk kepentingan penelitian. Apabila responden menyetujui maka mohon
kesediannya untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden.
Atas perhatian dan ketersediaannya, sebagai responden. Peneliti
mengucapkan terimakasih.

Gorontalo, 2022
Peneliti

Devi Saraswati

33
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
Alamat :Jl. Prof. DR. H. Mansoer Pateda, Desa Pentadio Timur Kab. Gorontalo
Website :http://www.umgo.ac.id/Email : info@umgo.ac.id Tlp./fax(0435) 881135881136

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Saya yang bertanda tangan dan bertanggung jawab dengan pertanyaan di
bawah ini :
Nama/Inisial :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dari


penelitian yang berjudul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Involusi
Uteri Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga”. Saya akan menjadi responden yang
kooperatif dalam memberikan data yang nyata tanpa ada unsur paksaan dari
pihak manapun.

Gorontalo, 2022
Responden

(….....…………………)

34
Lampiran 3. Surat Pengambilan Data Awal

35
Lampiran 4. SOP PENGUKURAN TINGGI FUNDUS UTERI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGUKURAN


TINGGI FUNDUS UTERI

Pengertian Mengukur TFU pada puncak fundus dengan ukuran centimeter


dari umbilicus atas atau bawah
Tujuan 1. Menetukan tinggi fundus uteri
2. Mengetahui proses involusi uterus
Indikasi Ibu post partum
Prosedur A. Persiapan Alat
1. Sebuah bantal
2. Matras atau kasur
3. Pita centimeter
4. Lembar observasi
B. Pelaksanaan
1. Persiapan pasien
a. Ibu diminta untuk berkemih terlebih dahulu karena
kandung kemih yang penuh dapat penyebabkan atonia
uteri.
b. Memposisikan ibu ditempat yang datar dengan kepala
diletakkan pada posisi yang nyaman dengan sebuah
bantal, karena dengan posisi terlentang mencegah
terjadinya kesalahan pengkajian tinggi fundus uteri.
2. Menentuan kekerasan uterus dengan cara:
a. Meletakkan tangan pada uterus bagian bawah.
Menggunakan bagian pinggir tangan yang lain untuk
melakukan palpasi perut sampai menemukan lokasi
atas fundus.
b. Merasakan apakah fundus keras. Fundus yang keras
merupakan tanda bahwa uterus berkontraksi dan
perdarahan tidak akan terjadi.
c. Uterus dengan kontraksi yang tidak keras, kuat dan
sentral terjadi apabila fundus terletak lebih tinggi

36
daripada umbilicus dan teraba lunak yang disebut
boggy, hal ini menunjukkan adanya infeksi.
3. Menetukan tinggi fundus uteri
a. Ukur bagian atas fundus dengan menggunakan pita
centimeter (cm) agar mendapat hasil yang akurat.
Tinggi fundus memberikan informasi tentang
perkembangan involusi uterus.
b. Mencatat tinggi fundus uteri dalam ukuran centimeter
(cm) dimuai dari observasi pertama sampai observasi
terakhir. Lakukan pencatatan secara permanen.
C. Evaluasi
1. Menanyakan kepada ibu seberapa paham dan mengerti
tentang involusi uterus
2. Menanyakan pengeluaran lochea
3. Simpulkan hasil kegiatan
D. Dokumentasi
Catat hasil tindakan pada lembar observasi (tanggal, jam,
identitas, kegiatan, dan hasil pengamatan)

37
Lampiran 5. Instrument Penelitian

INSTRUMENT PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP INVOLUSI UTERI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TELAGA

A. Identitas Responden
Nama Ibu :
Tanggal Persalinan :
Jam Persalinan :
Alamat :
Pemberian ASI ekslusif : Ya Tidak

B. Lembar Observasi Hasil Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri

No. Post partum hari ke TFU dalam cm


1.
2.
3.
4.
5.

38
Frequencies

[DataSet0]

Statistics
Usia Asi Ekslusif Involusi Uteri
N Valid 33 33 33
Missing 0 0 0

Frequency Table

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 17-25 Tahun 19 57,6 57,6 57,6
26-35 Tahun 10 30,3 30,3 87,9
36-55 Tahun 4 12,1 12,1 100,0
Total 33 100,0 100,0

Asi Ekslusif
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 15 45,5 45,5 45,5
Ya 18 54,5 54,5 100,0
Total 33 100,0 100,0

Involusi Uteri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Normal 13 39,4 39,4 39,4
Normal 20 60,6 60,6 100,0
Total 33 100,0 100,0

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Asi Ekslusif * Involusi Uteri 33 100,0% 0 0,0% 33 100,0%

Asi Ekslusif * Involusi Uteri Crosstabulation


Count
Involusi Uteri
Tidak Normal Normal Total
Asi Ekslusif Tidak 9 6 15
Ya 4 14 18
Total 13 20 33

CROSSTABS
/TABLES=Asi_Ekslusif BY Involusi_Uteri
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED ROW COLUMN TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Asi Ekslusif * Involusi Uteri 33 100,0% 0 0,0% 33 100,0%

Asi Ekslusif * Involusi Uteri Crosstabulation


Involusi Uteri
Tidak Normal Normal Total
Asi Ekslusif Tidak Count 9 6 15
Expected Count 5,9 9,1 15,0
% within Asi Ekslusif 60,0% 40,0% 100,0%
% within Involusi Uteri 69,2% 30,0% 45,5%
% of Total 27,3% 18,2% 45,5%
Ya Count 4 14 18
Expected Count 7,1 10,9 18,0
% within Asi Ekslusif 22,2% 77,8% 100,0%
% within Involusi Uteri 30,8% 70,0% 54,5%
% of Total 12,1% 42,4% 54,5%
Total Count 13 20 33
Expected Count 13,0 20,0 33,0
% within Asi Ekslusif 39,4% 60,6% 100,0%
% within Involusi Uteri 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 39,4% 60,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 4,891 1 ,027
b
Continuity Correction 3,436 1 ,064
Likelihood Ratio 4,992 1 ,025
Fisher's Exact Test ,038 ,031
Linear-by-Linear 4,743 1 ,029
Association
N of Valid Cases 33
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,91.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Asi Ekslusif 5,250 1,151 23,937
(Tidak / Ya)
For cohort Involusi Uteri = Tidak 2,700 1,036 7,037
Normal
For cohort Involusi Uteri = ,514 ,264 1,002
Normal
N of Valid Cases 33

Anda mungkin juga menyukai