OLEH :
NIM : R024181008
Gangguan Fungsional Paru-Paru Berupa Sesak Napas E.C Sindrom Obstruktif Pasca
Tuberkulosis Sejak 5 Bulan Yang Lalu” pada bagian Balai Besar Kesehatan Paru
Mengetahui,
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun akhirnya dapat menyelesaikan
penyusunan laporan studi kasus dengan judul “Manajemen Fisioterapi
Gangguan Fungsional Paru-Paru Berupa Sesak Napas E.C Sindrom
Obstruktif Pasca Tuberkulosis Sejak 5 Bulan Yang Lalu”.
Penyusunan laporan studi kasus ini merupakan salah satu tugas pada
pelaksanaan Program Studi Pendidikan Profesi Fisioterapi Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin. Melalui penyusunan laporan ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman lebih tentang patofisiologi dan penatalaksanaan
fisioterapi kardiopulmonal pada kasus Sindrom Obstruktif Pasca Tuberkulosis
yang ditemui penyusun pada saat melakukan praktek lapangan yang akan
bermanfaat pada masa yang akan datang.
Dalam penyusunan laporan studi kasus ini, banyak ditemui tantangan dan
hambatan yang mendasar. Namun semua itu dapat terselesaikan dengan baik
berkat dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini sudah selayaknya penyusun menyampaikan rasa terima kasih
kepada para instruktur klinis di Unit Fisioterapi Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat Makassar dan edukator klinis yang telah membimbing dalam
penyusunan laporan studi kasus ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa laporan
studi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya dan membuka
diri untuk segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat
dilakukan perbaikan untuk pencapaian hasil yang lebih baik. Akhirnya, penyusun
berharap semoga laporan studi kasus dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, September 2019
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................
ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................
iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
v
DAFTAR TABEL.............................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. Latar Belakang..........................................................................
B.Anatomi Paru-Paru.....................................................................
.......................................................................................................
C.Fisiologi Paru-Paru.....................................................................
.......................................................................................................
BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS...............
3
A.Kerangka/Mind Mapping Teori..................................................
15
B.Definisi Sindrom Obtrukstif Pasca Tuberkulosis.......................
15
C.Etiologi.......................................................................................
15
D.Epidemiologi..............................................................................
16
E.Patomekanisme...........................................................................
18
4
F.Klasifikasi dan Derajat SOPT.....................................................
19
G.Manifestasi Klinis......................................................................
18
H.Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis.....................................
20
I.Diagnosis Banding.......................................................................
20
J.Penatalaksanaan Fisioterapi........................................................
20
K.Kerangka/Mind Mapping Teknologi Fisioterapi........................
20
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI..........................................................
22
A.Data Pasien Umum....................................................................
22
B.Pemeriksaan CHARTS...............................................................
22
C.Diagnosis Fisioterapi..................................................................
28
D.Problem Fisioterapi....................................................................
28
E.Tujuan Penanganan Fisioterapi..................................................
28
F.Intervensi Fisioterapi..................................................................
28
G.Evaluasi Fisioterapi....................................................................
31
H.Modifikasi Fisioterapi................................................................
31
I.Home Program.............................................................................
31
5
J.Kemitraan....................................................................................
32
K.Dokumentasi..............................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
33
LAMPIRAN.....................................................................................................
35
6
DAFTAR GAMBAR
7
DAFTAR TABEL
8
BAB I
PENDAHULUAN
dunia. Pada tahun 2015, 10,4 juta orang jatuh sakit disebabkan Tuberkulosis.
Lebih dari 95% kematian akibat Tuberkulosis terjadi pada penduduk negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah. Enam negara menyumbang 60% dari kasus
Selatan ( WHO, 2015 ). Tuberkulosis terjadi di setiap bagian dunia. Pada tahun
2015, jumlah terbesar kasus Tuberkulosis baru terjadi di Asia, dengan 61% dari
kasus baru, diikuti oleh Afrika, dengan 26% dari kasus baru. Pada 2015, 87% dari
kasus TB baru terjadi di 30 negara beban Tuberkulosis yang tinggi (WHO, 2015).
selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak,
dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas,nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise (rasa tidak nyaman), berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan (Rikesdas, 2013). Dilihat dari hasil
dunia. Tuberkulosis paru ini juga meninggalkan gejala sisa yang dinamakan
sisa akibat TB yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan
kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK).
Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan faal paru yaitu
sesak napas, batuk berdahak dan batuk darah. Penelitian lainnya menunjukkan
bahwa puncak terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjaadi dalam
serta berperan sebagai penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun.
Deteksi dini SOPT dengan uji faal paru pada pasien pasca TB berperan untuk
perubahan postur tubuh, berat badan menurun dan gerak lapang paru menjadi
tidak maksimal bila tidak segera dilakukan penanganan atau tindakan fisioterapi.
rasa nyaman dan melegakan saluran pernapasan, serta yang terakhir adalah
kedalaman inspirasi dan ekspirasi yang pada akhirnya akan memperbaiki fungsi
2010). Oleh karena itu, kami sebagai mahasiswa Profesi Fisioterapi Universitas
di samping kanan dan kiri mediastinum, dan terpisah satu sama lain oleh
permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara (Faiz &
mengapung di air, dan sangat elastis. Permukaan paru-paru halus, bersinar, dan
masing-masing daerah dibatasi oleh garis-garis yang lebih ringan (fisura). Paru
kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas, tengah,
dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus (Drake, 2012).
Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang terdiri dari bagian puncak
(apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan. Puncak (apeks
atas dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis
memisahkan paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari
lobus kiri hati, lambung, dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih
tinggi daripada di sisi kiri, kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari yang
di sebelah kiri. Basis pulmonalis paru turun selama inspirasi dan naik selama
pulmonalis masuk dan keluar paru. Ligamentum pulmonal adalah lipatan ganda
dimana di sebelah kanan lebih cekung karena adanya hati (Snell, 2012).
Otot Pernapasan dan Mekanisme Kerja Otot Pernapasan Otot skelet selain
inspirasi, yang terdiri dari otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot
normal dan tenang (quiet breathing), tidak ada otot pernapasan yang bekerja
selama ekspirasi, hal ini akibat dari daya lenting elastis paru dan dada. Namun
pada keadaan tertentu, di mana terjadi peningkatan resistensi jalan nafas dan
memberikan efek tarikan ke arah inferior yang sangat kuat terhadap costa
bagian bawah, pada saat yang bersamaan otot ini dan otot abdominal lain
eksternal berkontraksi, tulang kosta dan sternum akan tertarik ke atas, karena
dada bagian atas akan membesar dan memperbesar diameter transversal rongga
dada bagian bawah. Pada saat inspirasi ini, diafragma berkontraksi sehingga
permukaan pleura (dalam keadaan normal negatif) menjadi lebih negatif: -2.5
menjadi -6 mmHg, lalu jaringan elastis pada paru akan meregang, dan paru
akan mengembang memenuhi kapasitas rongga dada. Pada saat ini tekanan
udara di alveolus adalah -1,5 mmHg (lebih rendah dari tekanan atmosfir).
eksternal akan relaksasi. Tulang kosta dan sternum akan turun. Lebar dan
panjang rongga dada akan berkurang. Kapasitas rongga dada akan berkurang.
Tekanan antar permukaan pleura menjadi kurang negatif: dari -6 menjadi -2
mmHg. Jaringan elastis paru akan kembali ke keadaan semula. Tekanan udara
pada alveolus saat ini adalah +1,5 mmHg (lebih tinggi dari tekanan udara).
Pada keadaan pernafasan paksa, tepatnya saat inspirasi, otot cuping hidung
dan otot glotis akan berkontraksi untuk membantu masuknya udara ke dalam
paru-paru. Otot pada leher akan berkontraksi, tulang kosta pertama akan
bergerak ke atas (dan sternum bergerak naik dan ke depan). Pada saat ekspirasi
kosta akan menurun lebih dari pernafasan normal. Otot abdominal juga
pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara
yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Namun dalam keadaan
ekstrim atau olah raga, siklus pernapasan memerlukan sekitar 1500 cc udara
hiperventilasi maksimal dalam satu menit, atau dengan kata lain Kapasitas
Vital (KV) ditambah Volume Residual (VR). Jadi nilai Kapasitas Total Paru-
500 cc volume udara pernapasan atau disebut kapasitas tidal. Dari 500 cc udara
pernapasan yang digunakan untuk alveolus hanya sebesar 350 cc saja, sisanya
yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc
merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi
bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah
secara aktif tertarik keluar oleh pengerutan dinding dada, dan sekat rongga
tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernafasan dan
pengembangan paru dan rangka dada. Volume udara normal dalam paru
bergantung pada bentuk dan ukuran tubuh. Posisi tubuh juga mempengaruhi
volume dan kapasitas paru, biasanya menurun bila berbaring, dan meningkat
bila berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu
berbaring dan peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring, yang
berhubungan dengan pengecilan ruang yang tersedia untuk udara dalam paru-
paru.
Fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru
nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru
restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai
Tuberkulosis
Mikrobakterium Tuberkulosis
(TB)
Sindrom
Reaksi Inflamasi > BatukObstruktif
dan
Pasca Tuberkulosis
sekresi mucus berlebih >
penyempitan saluran(SOPT)
nafas >
obtruktif
2.2 Definisi
saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberkulosis dengan lesi paru
yang minimal yang masih sering ditemukan pada pasien pasca Tuberkulosis dalam
praktik klinik (Irawati, 2013). Kerusakan paru yang terjadi pada penyakit saluran
ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki
gambaran klinis mirip penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Shetty, 2010).
Hilangnya fungsi paru paling tinggi terjadi pada 6 bulan saat diagnosis
2015).
2.3 Etilogi
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahundalam lemari es).Hal ini terjadi
karena kuman bersifat dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi
dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
oksigennya.Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer
basil mikobakterium.
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
J powh 2001) :
aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
9. Petugas kesehatan
SOPT disebabkan oleh bekas dari luka akibat infeksi TB paru. Jadi,
semakin luas jaringan paru yang rusak akibat infeksi kuman TB, semakin luas
bekas luka yang ditimbulkan. Gampangnya, jika pasien datang dengan TB paru
meninggalkan bekas yang luas sehingga keluhan yang dirasakan juga semakin
berat.
2.4 Epidemiologi
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI
8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima
negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan
Pakistan. Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di
Satu negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya,
bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain, masuk
Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4
Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada faktor
risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei
ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak
2.5 Patomekanisme
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan faal paru berupa
(Menezes, 2007).
matang, dan memberi respons lebih baik terhadap antigen. Limfosit T supresi (TS)
imunitas terganggu sehingga timbul anergi dan prognosis jelek. Pada makrofag
kerusakan pada membran sel dan dinding sel M. tuberculosis. Beberapa hasil
tetap terjadi proses infeksi yang dapat mendestruksi matriks alveoli. Diduga
Sasaran oksidasi adalah protein jaringan ikat, sel epitel, sel endotel, dan
anti protease. Sel neutrofil melepas beberapa protease, yaitu:1) Elastase, yang
paling kuat memecah elastin dan protein jaringan ikat lain sehingga sanggup
potensinya lebih rendah dan dilepas bersama elastase; 3) Kolagenase, cukup kuat
tetapi hanya bisa memecah kolagen tipe I, bila sendiri tidak dapat menimbulkan
mengaktifkan proenzim elastase dan bekerja sama dengan elastase (Aida, 2006).
peningkatan beban oksidan ekstraseluler yang tinggi dengan merusak sel terutama
2006).
diaktifkan untuk jangka lama, akibatnya beban proteolisis dan beban oksidasi
sangat meningkat untuk waktu lama sehingga destruksi matriks alveoli cukup luas
menuju kerusakan paru menahun (kronik) dan gangguan faal paru yang akhirnya
sesak napas, 3) penurunan ekspansi sangkar toraks. Gejala lainnya adalah demam
tidak tinggi atau meriang, dan penurunan berat badan (Widoyono, 2008).
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-
Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
3. Sesak bernafas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak
terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
1. Anamnesis
Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara pemeriksa
sejak kapan, apakah ada batuk dan berapa lama, apakah ada dahak dan
(SPS).
a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
lobus bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya kalsifikasi.
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g. Bayangan milier (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000).
penyakit.
Sumber : Herchline,2013
bagan alur).
c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
al., 2000).
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
1. Pneumonia
konsolidasi dan eksudat dan disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
1. Breathing Exercise
Breathing exercise merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengurangi sesak napas dan mengurangi kerja dari suatu pernapasan, yang
dalam air minum dengan menggunakan pipa hisap. Latihan ini berfokus
pada pengontrolan inspirasi dan ekspirasi juga dengan pola ekspirasi yang
(Subroto, 2010).
pada trunk dan extremitas yang dilakukan dengan deep breathing yang
gerakan kompleks dari anggota gerak atas selain itu antara sternum,
3. Coughing exercise
Coughing exercise atau batuk efektif merupakan suatu metode batuk
mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal dari jalan
napas dan area paru. Selain itu coughing exercise menekankan inspirasi
2012).
4. IR (Infra Red)
- Auskultasi
- Fremitus
- Perkusi
- Lingkar thoraks
- NYHA, MET,HRS-A, Meningkatkan kemampuan
Indeks Barthel, Skala aktivitas fisik individu
Borg, dan Six Minutes
Walking Test
MANAJEMEN FISIOTERAPI
11. Kata dokter apa hasil dari foto Kata dokter hasil foto saya yaitu TB Aktif
dan pemeriksaan laboratorium ? Lesi luas tapi itu sudah lama ketika di
pelomonia, dan labnya normal, dan TB nya
sudak tidak ada sekarang
12. Apakah nafsu makan dan tidur Pola makan saya lancar, namun porsi saya
bapak saat ini terganggu sedikit, saya bisa makan dan minum
sendiri, dan untuk pola tidur saya juga baik.
12. Apakah Buang air Kecil dan Buang air Kecil dan Buang air Besar lancar
Buang air Besar saat ini
terganggu?
13. Bagaimana perasaan Bapak Saya merasa khawatir. Saya ingin segera
setelah terkena penyakit ini? cepat sembuh dan bisa kembali beraktifitas
seperti sebelumnya.
14. Bagaimana perhatian keluarga Keluarga memberi perhatian dan selalu
dan teman saat ini? merawat dengan baik serta memberikan apa
yang dibutuhkan.
15. Apakah ada riwayat penyakit Tidak ada
lain?
16. Apakah masih ada keluhan lain? Batuk sesekali saja
Asymmetric
a. Inspeksi Stat
3. Asymmetric
a. Inspeksi Statis
1) Tampak Anterior
a) Wajah tampak cemas, namun tidak terlihat tampak kepayahan
respirasi
b) Warna bibir dalam batas normal
c) Tidak tampak sianosis pada ujung jari
d) Bentuk thorax : excavatum
e) Tampak shoulder simetris
f) SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior) dan Knee simetris
2) Tampak Posterior
a) Tampak shoulder simteris
b) SIPS (Spina Iliaca Posterior Superior) dan Poplitea Simetris
3) Tampak Lateral
a) Tampak protraksi shoulder
b. Inspeksi Dinamis
Pola jalan dalam batas normal namun terkesan lambat, pola napas
tampak lambat dan dalam.
c. Palpasi
Tabel 3.2 Palpasi
Karakteristik Dekstra Sinistra
Suhu Normal Normal
Oedem (-) (-)
Kontur kulit Normal Normal
6. Spesific Test
a. Zona Latihan
DNL = DNI +(30%-40%)(220-Usia-DNI)
Batas bawah Batas atas
DNL = 85+ 30%(220- 56- 85) DL= 85+ 40%(220- 56- 85)
DNL = 85+30% (79) DL = 85+40% (79)
DNL = 108,7 DL = 116,6
Batas denyut nadi latihan untuk pasien adalah antara 108 - 116 x/m.
b. Fremitus
Hasil : didapatkan getaran yang simetris antara paru
kanan dan kiri
Interpretasi : dalam batas normal
c. Perkusi
Hasil : semua lapang paru terdengar bunyi resonant atau
sonor
Interpretasi : Normal
d. Auskultasi
Hasil : semua lapang paru terdengar bunyi Vesikuler
Interpretasi : Normal
e. Pamp Hundle Movement Test
Hasil : Lobus dekstra dan sinistra mengembang secara
simetris.
Interpretasi : Normal
f. Bucket hundle Movement Test
Hasil : Lobus dekstra dan sinistra mengembang secara
simetris.
Interpretasi : Normal
g. Tes Panjang Otot (muscle length test)
m. Sternocleidomastoideus dalam batas normal
m. Pectoralis mayor dalam batas normal
m. Pectoralis minor indikasi mengalami pemendekan
m. upper trapezius dalam batas normal
h. Lingkar Thoraks
Tabel 3.4 Lingkar Thoraks
Pengukuran Inspirasi (cm) Ekspirasi (cm) Selisih (cm)
Upper lobe 95 92 3
Middle lobe 96 95 1
Lower lobe 95 93 2
Sumber : Data Primer, 2019
Interpretasi : Penurunan kemampuan ekspansi thorak
i. METs
Hasil :3
Interpretasi : berjalan dengan kecepatan +/- 3 km/jam
j. Pemeriksaan Indeks Barthel
Hasil : 94
Interpretasi : ketergantungan ringan
k. Skala Borg ( Derajat Sesak)
Hasil :2
Interpretasi : sesak ringan
l. HRS-A
Hasil : 23
Interpretasi : kecemasan sedang
m. Pemeriksaan Radiologi (Tahun lalu)
Kesan:
- TB Paru aktif lesi luas
n. Pemeriksaan Laboratorium
Tes Cepat Metabolik :
Sewaktu : -
Pagi : -
Sewaktu: -
BTA hasil negative
Interpretasi : TB sudah tidak ada
3.3 Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu: “Gangguan Fungsional Paru-Paru
Berupa Sesak Napas E.C Sindrom Obtruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) Sejak 5
bulan yang Lalu”.
3.4 Problem Fisioterapi
1. Problem Primer : sesak napas
2. Problem Sekunder : kecemasan, pemendekan otot pectoralis minor,
penurunan ekspansi thorak, gangguan postur.
3. Problem Kompleks : gangguan ADL aktivitas berat.
3.5 Tujuan Penanganan Fisioterapi
1. Tujuan jangka panjang:
Mengoptimalkan kemampuan ADL
3 Ekspansi thorax Selisih inspirasi Upper : 3, Middle : Upper : 3, Middle : Ada peningkatan
dan ekspirasi 1, Lower : 2 2. Lower : 3
3.8 Modifikasi
Dari hasil evaluasi pasien maka dilakukan modifikasi berupa peningkatan
dosis Breathing Exercise yaitu 8 hitungan, 3 repetisi menjadi 10 hitungan, 5
repetis, Bugnet exercise dengan dosis yang juga di tingkatkan.
3.9 Home Program
Pasien diedukasi untuk melakukan latihan di rumah seperti beberapa
bentuk latihan pernapasan dan latihan jalan sesuai toleransi pasien untuk
meningkatkan kebugaran pasien.
3.10 Kemitraan
Melakukan kolaborasi atau kemitraan dalam rangka memberikan layanan
prima kepada pasien, di antaranya dengan Dokter Paru, Dokter patologi
klinik, Dokter radiologi, Ilmu gizi, Apoteker, Perawat, dan Psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z., Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam:Sudoyo, A., W., dkk. Buku Ajar
Ilmu penyakit Dalam Jilid III. Ed 5. Jakarta : FKUI; 2230-2239.
Depkes RI, 2006, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan.
https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/buku-saku-lintas-diareedisi-
2011.pdf. Diakses: 23 Agustus 2019.
Fakultas Kedokteran UI, 2000, Kardiologi; Gagal Jantung, In: Mansjoer, A., Triyanti,
K., Savitri, R., Wardhan, W.I. & Setyowulan, W., edisi ketiga, Kapita
Kedokteran, Yogyakarta
Herchline, T.E., 2013. Tuberculosis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview [Accesed 23 Agustus
2019].
Irawati Anastasia. 2013. Naskah Publikasi Kejadian Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis di RSU Dr. Soedarso Pontianak. (Thesis). Pontianak: Fakultas
kedokteran Universitas Tanjung PuraSubroto, 2011.
LAMPIRAN
Hamilton Rating Scale for Anxiety
No. Kelompok Gejala
Masing- masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore) antara 0-4,
yang artinya adalah:
a. Nilai 0 = tidak ada gejala / keluhan
b. Nilai 1 = gejala ringan / satu dari gejala yang ada
c. Nilai 2 = gejala sedang / separuh dari gejala yang ada
d. Nilai 3 = gejala berat / lebih dari separuh dari gejala yang ada
e. Nilai 4 = gejala berat sekali / semua dari gejala yang ada
Masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu:
Total nilai (skore):
a. < 14 = tidak ada kecemasan
b. 14 – 20 = kecemasan ringan
c. 21 – 27 = kecemasan sedang
d. 28 – 41 = kecemasan berat
e. 42 – 56 = kecemasan berat sekali / panik
Indeks Barthel
Nilai
No Aktivitas
Bantuan Mandiri
1 Makan 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15
tempat tidur dan sebaliknya
3 Kebersihan diri, mencuci 0 5
muka, menyisir, mencukur dan
menggosok gigi
4 Aktivitas di toilet 5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan mendarat (jika tidak 10 15
mampu) dengn kursi roda
7 Naik-turun tangga 5 10
8 Berpakaian dan bersepatu 5 10
9 Mengontrol BAB 5 10
10 Mengontrol BAK 5 10
Jumlah 100
Penilaian :
0-20 : Ketergantungan penuh
21-61 : Ketergantungan berat/sangat
62-90 : Ketergantungan moderat
91-99 : Ketergantungan ringan.
100 : Mandiri