Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi
yang banyak ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas
dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu
melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada
derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas penderita.
Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya
usia yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali
lebih banyak menderita OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan
OA lebih banyak 2 kali dibandingkan wanita kulit putih.
Pada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik maupun radiologi didapatkan
peningkatan jumlah kasus OA lutut. Menurut The Framingham Osteoarthritis
Study gambaran radiologik OA lutut yang berat (grade III dan IV menurut
kriteria Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu
11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 70-79 tahun dan 19,4%
pada usia lebih dari 80 tahun. Wanita yang mempunyai gambaran radiologik
osteoarthritis berat adalah 10,6% pada umur kurang dari 70 tahun, 17,6% pada
umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada laki-
laki 12,8% pada umur kurang dari 70 tahun, 18,2% pada umur 70-79 tahun dan
17,9% pada umur lebih dari 80 tahun. Prevalensi radiologik OA akan meningkat
sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan gambaran
radiologik yang berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA lutut yang berat
mencapai 20%.
Dari aspek rehabilitasi medik, penyakit sendi degeneratif, dapat menimbulkan
kecacatan fisik dalam beberapa tingkat, yaitu, tingkat impairmen (kerusakan
sendi, terutama yang menyebabkan keluhan nyeri), tingkat disabilitas (adanya
kecacatan fisik, sehingga terganggunya activity of daily living), dan handikap
(tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibat hambatan psikologis,
sosial, dan vokasional oleh karena kecacatan fisik yang dideritanya).

1
Sebagian besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara
farmakologis. Pemberian latihan juga sudah umum diberikan pada pasien OA,
tetapi masih banyak difokuskan hanya pada impairmen lokal di sekitar sendi yang
terkena seperti kelemahan otot, keterbatasan luas gerak sendi, dan nyeri. Padahal
manajemen yang efektif seharusnya juga memperhatikan keterbatasan fungsional
dan disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA.4 Oleh
karena itu pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas latihan secara holistik untuk
pasien OA lutut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kasus


1. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
adanya kerusakan atau gangguan pada kartilago artikuler, tulang
subcondral, permukaan sendi, sinovium, dan jaringan paraartikuler,
dengan karakteristik menipisnya kartilago secara progresif, disertai
dengan pembentukan tulang baru pada tepi sendi atau osteofit dan
trabekula subchondral.
Osteoarthritis merupakan bentuk radang sendi yang serius, salah
satu jenis rematik atau rasa sakit di tulang. Osteoartritis bermula dari
kelainan pada tulang rawan sendi, seperti kolagen dan proteoglikan.
Akibat dari kelainan pada sel-sel tersebut, tulang rawan akhirnya
menipis dan membentuk retakan-retakan pada permukaan sendi.
Rongga kecil akan terbentuk di dalam sumsum dari tulang di bawah
tulang rawan tersebut, sehingga tulang yang bersangkutan menjadi
rapuh. Tubuh kita akan berusaha memperbaiki kerusakan tersebut,
tetapi perbaikan yang dilakukan oleh tubuh tidak memadai,
mengakibatkan timbulnya benjolan pada pinggiran sendi atau osteofit
yang terasa nyeri. Pada akhirnya, permukaan tulang rawan akan
berubah menjadi kasar dan berlubang-lubang sehingga sendi tidak lagi
bisa bergerak secara halus. Semua komponen yang ada pada sendi
mengalami kegagalan dan terjadi kekakuan sendi.
Ada dua macam osteorthritis yaitu :
a. Osteoarthritis Primer : dialami setelah usia 45 tahun, sebagai akibat
dari proses penuaan alami, tidak diketahui penyebab pastinya,
menyerang secara perlahan tapi progresif, dan dapat mengenai
lebih dari satu persendian. Biasanya menyerang sendi yang

3
menanggung berat badan seperti lutut dan panggul, bisa juga
menyerang punggung, leher, dan jari-jari.
b. Osteoarthritis Sekunder: dialami sebelum usia 45 tahun, biasanya
disebabkan oleh trauma (instabilitas) yang menyebabkan luka pada
sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar),
akibat sendi yang longgar, dan pembedahan pada sendi. Penyebab
lainnya adalah faktor genetik dan penyakit metabolik.
2. Anatomi Biomekanik Knee Joint
a. Anatomi
Sendi lutut dibentuk oleh tiga persendian yaitu tibiofemoralis,
patellofemoralis, tibiofibularis. Sendi lutut disusun oleh tulang femur,
tulang patella, tulang tibia dan tulang fibulla. Pada ujung distal tulang
femur teridiri atas dua kondilus besar yaitu, kondilus lateral dan
kondilus medial. Kedua kondilus tersebut memiliki panjang berdeba
dimana bila dilihat dari depan kondilus medial nampak lebih panjang
dari pada kondilus lateral. Perbedaan panjang kedua kondilus tersebut
berpengaru pada rotasi dan penguncian sendi lutut.
Sendi lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus
sebagai penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara lain
otot quadriceps femoris (vastus medialis, vastus intermedius, vastus
lateralis, rectus femoris). Keempat otot tersebut bergabung sebagai
grup ekstensor sedangkan grup fleksor terdiri dari otot gracilis,
sartorius dan semi tendinosus. Gerak rotasi pada sendi lutut dipelihara
oleh otot-otot grup fleksor baik grup medial/ endorotasi (m.semi
tendinosus, semi membranosus, sartorius, gracilis, popliteus) dan grup
lateral eksorotasi (m.biceps femoris, m.tensor fascialata).

4
Grup otot fleksor dan grup lateral rotasi pada sendi lutut sebagai
stabilisasi juga diperkuat oleh beberapa ligamen, yaitu ligamen
cruciatum anterior dan posterior yang berfungsi untuk menahan
hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan (eksorotasi).
Ligamen cruciatum posterior berfungsi untuk menahan bergesernya
tibia ke arah belakang. Pada gerakan endorotasi kedua ligamen
cruciatum menyatu, yang mengakibatkan kedua permukaan sendi
tertekan, sehingga saling mendekat dan kemampuan bergerak antara
tibia dan femur berkurang. Pada gerakan eksorotasi, kedua ligamen
cruciatum saling sejajar, sehingga pada posisi ini sendi kurang stabil.
Di sebelah medial dan lateral sendi lutut terdapat ligamen collateral
medial dan lateral. Ligamen collateral medial menahan gerakan valgus
serta eksorotasi, sedangkan ligamen collateral lateral hanya menahan
gerakan ke arah varus. Kedua ligamen ini menahan bergesernya tibia
ke depan dari posisi fleksi lutut 90 derajat.

5
Hubungan yang simetris antara condylus femoris dan condylus tibia
dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibrocartilago yang melekat
pada kapsul sendi. Meniscus medialis berbentuk seperti cincin terbuka
“C” dan meniscus lateralis berbentuk cincin “O”. Meniscus ini akan
membantu mengurangi tekanan femur atas tibia dengan cara
menyebarkan tekanan pada cartilago articularis dan menurunkan
distribusi tekanan antara kedua condylus, mengurangi friksi selama
gerakan berlangsung, membantu kapsul sendi dan ligamentum
dalam mencegah hiperekstensi lutut dan mencegah capsul sendi
terdorong melipat masuk ke dalam sendi.
b. Biomekanik Knee Joint
Secara biomekanik, pada sendi lutut beban yang diterima dalam
keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi
oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di
bagian sentral sendi lutut.
1) Osteokinematika
Osteokinematika merupakan gerakan yang terjadi diantara dua
tulang yang merupakan gerakan fisiologis sendi. Sendi lutut
merupakan hinge joint dengan gerak rotasi ayun dalam bidang
sagital sebagai fleksi-ekstensi. Pada ekstensi terakhir terjadi rotasi

6
eksternal tibia yang dikenal closed rotation phenomenon. Pada
gerakan fleksi nilai LGS normal 1300-1400 dengan soft end feel,
oleh penekanan jaringan lunak. Pada hiperekstensi ROM berkisar

antara 50-100 dengan hard end feel, oleh pembatasan tulang.


Pembatasan tulang dalam gerakan putaran pada bidang rotasi
dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi antara 300–350,
sedangkan untuk eksorotasi antara 400-450 dari posisi awal mid
posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 900.
2) Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan
sliding berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke
arah belakang dan sliding-nya ke depan, saat gerakan ekstensi
femur rolling kearah depannya sliding-nya ke belakang. Jika tibia
bergerak fleksi ataupun ekstensi maka rolling maupun sliding
terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi
menuju ventral.
3. Etiologi Osteoarthritis
Penyebab pastinya OA lutut belum diketahui, namun berikut ini
adalah factor pencetus atau predisposisi dari osteoarthritis adalah :
a. Usia, Umumnya ditemukan pada usia lanjut (diatas 50tahun).
Karena pada lansia pembentukkan kondrotin sulfat (substansi dasar
tulang rawan) berkurang dan terjadi fibrosis tulang rawan.
b. Obesitas, kelebihan berat badan (kegemukan) akan menyebabkan
pembebanan yangberlebihan pada sendi yang banyak menumpu
berat badan,
c. Jenis kelamin, pada usia 55 tahun keatas wanita lebih berisiko
karena berhubungan denganmenopause, pada menopause wanita
mengalami penurunan hormon terutamaestrogen, sedangkan fungsi
hormon estrogen salah satunya adalah membantusintesa kondrosit
dalam matriks tulang, dan jika estrogen menurun makasintesa
kondrosit menurun sehingga sintesa proteoglikan dan kolagen

7
jugamenurun dan aktifitas lisosom meningkat, hal ini lah yang
menyebabkan OA banyak terjadi pada wanita,
d. Aktifitas fisik dan pekerjaan, adanya stressyang berkepanjangan
pada lutut seperti pada olahragawan dan pekerjaan yangtelalu
banyak menumpu pada lutut seperti membawa beban atau berdiri
yangterus menerus, mempunyai resiko lebih besar terkena OA
lutut, riwayat traumalangsung maupun tidak langsung dan
immobilisasi yang lama,
e. Penyakit sendi lain.
4. Patofisiologi Osteoarthritis
Perubahan yang terjadi pada OA adalah ketidakrataan rawan sendi
disusul ulserasi dan hilangnya rawan sendi sehingga terjadi kotak
tulang dengan tulang dalam sendi disusul dengan terbentuknya kista
subkodral, osteofit pada tepi tulang dan reaksi radang pada membrane
sinovial.Pembengkakan sendi, penebalan membran sinovial dan
kapsul sendi, serta teregangnya ligament menyebabkan
ketidakstabilan dan deformitas. Otot disekitar sendi menjadi lemah
karena efusi sinovial dan disuse atropy pada satu sisi dan spasme otot
pada sisi lain.
Perubahan biomekanik ini disertai dengan biokimia dimana terjadi
gangguan metabolisme kondrosit, gangguan biokimia matrik akibat
terbentuknya enzim metalloproteinase yang memecah proteoglikan
dan kologen.Meningkatkan aktivitas subtansi p sehingga
meningkatkan nociceptor dan menimbulkan nyeri.
5. Gambaran klinis Osteoarthritis
Gambaran klinis OA bervariasi, tergantung pada sendi yang
terkena, lama dan intensitas penyakitnya, serta respon pasien terhadap
penyakit yangdideritanya.Keluhan terbanyak adalah nyeri. Secara
klinis OA dapat dibagimenjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Sub Klinis, pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis
lainnya. Kelainan hanya terbatas pada tingkat seluler dan

8
biokimiawi rawansendi, seperti dapat ditemukan peningkatan
jumlah air, pembentukan bulla /blister dan fibrilasi serabut -
serabut jaringan ikat collagen pada tulangrawan sendi.
b. Manifes, kerusakan rawan sendi bertambah luas dan biasanya
pasien datang ke dokter dengan keluhan nyeri, timbul adanya nyeri
pada saatbergerak (pain of motion) dan rasa kaku pada permukaan
gerak, pada fotorontgen tampak penyempitan ruang sendi (joint
space) dan sclerosis tulangsubkondral.
c. Dekompensata, pada tingkatan ini rawan sendi telah rusak
samasekali, kadang terjadi deformitas akibat destruksi lokal rawan
sendi, dan jugadapat terjadi kontraktur. Stadium ini disebut
jugasurgical state, ditandai dengan timbul rasa nyeri pada saat
istirahat (pain ofrest) dan pembatasan lingkup gerak sendi lutut
(LGS).

B. Tinjauan tentang Pengukuran Fisioterapi


1. Pengukuran Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap
orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya. Pengukuran nyeri yang digunakan yaitu VAS.
VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang
pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai
dari “tidak nyeri, ringan, sedang, atau berat.
Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah gariz horizontal
atau vertical, panjang 10 sentimeter (100 mm). pasien menandai garis
dengan memberikan sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang
dirasakan pasien saat ini, dalam 24 jam terakhir.
Dengan menggunakan sebuah penggaris atau mistar, skor VAS
ditentukan dengan mengukur jarak (milimeter) diatas garis 10 cm dari

9
titik “tidak nyeri” ke titik yang ditandai oleh pasien, dengan range
skor dari 0-100 mm. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan
intensitas nyeri lebih besar. Sebagai alat ukur, VAS jelas bersifat
subjektif, menghasilkan data interval dengan nilai-nilai rasio yang
subjektif pula.
2. Pengukuran Kekuatan Otot
Kekuatan otot merupakan salah satu varibel penting dalam
pemeriksaan dan evaluasi kebugaran fisik. Kekuatan otot
dipengaruhi oleh factor rangsangan sarar, besar recruitment,
peregangan dan jenis atau tipe otot itu sendiri. Otot yang
sering diperiksa sebagai sampel kekuatan otot adalah otot kaki atau
tungkai dan otot tersebut menyebabkan timbulnya gangguan medis
seperti osteoartritis, kifosis, skoliosis dan lordosis punggung.
Pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran MMT.
Manual Muscle Testing (MMT) adalah salah satu usaha untuk
menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam
mengontraksikan otot atau group otot secara voluntary. MMT standar
sebagai ukuran kekuatan tidak akan sesuai atau cocok untuk seseorang
yang tidak dapat mengkontraksikan ototnya secara aktif dan
disadari.Dengan demikian, seseorang yang mengalami gangguan
sisten syaraf pusat yang memperlihatkan spastisitas otot tidak cocok
untuk dilakukan MMT. Adapun nilai kekuatan otot, yaitu :
No Nilai Keterangan
1 Nilai 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
2 Nilai 1 Adanya kontraksi otot dan tidak ada pergerakan
sendi
3 Nilai 2 Adanya kontraksi otot dan adanya pergerakan
sendi full ROM
4 Nilai 3 Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi
full ROM dan mampu melawan gravitasi

10
5 Nilai 4 Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi
full ROM, mampu melawan gravitasi dan
tahanan minimal
6 Nilai 5 Mampu melawan tahanan maksimal

3. Pengukuran Fungsional/Disabilitas
Kemampuan Fungsional merupakan Kemampuan klien/pasien
dalam melakukan aktivitas spesifik dalam hubungannya dengan
rutinitas kehidupan sehari-hari ataupun waktu sengganggnya yang
terintegrasi dalam lingkungan aktivitasnya. Pengukuran yang
dilakukan yaitu Skala JETTE.

C. Tinjauan tentang Intervensi Fisioterapi


1. Short Wave Diathermy
Short Wave Diathermy (SWD) adalah Suatu alat terapi yang
menggunakan pemanasan yang pada jaringan dengan merubah energi
elektromagnet menjadi energi panas. Short Wave Diathermy biasa
disebut dengan Diathermy gelombang pendek. Berfungsi untuk
memanaskan jaringan dan pembuluh darah dengan gelombang pendek,
sehingga peredaran darah menjadi lancar.
Penggunaan energy elektromagnetik denyut dikembangkan dari
penggunaan gelombang pendek yang menghasilkan pemanasan
melalui konversi energy elektromagnetik frekuensi tinggi menjadi
energy panas di jaringan pasien. Frekuensi yang paling sering
digunakan adalah 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 m. SWD
mampu meningkatkan suhu jaringan otot. Pada suatu studi, suhu
jaringan meningkat sebanyak 4ºC.
Indikasi pada OA, SWD sering direkomendasikan tetapi belum
menunjukkan efektivitas dalam mengurangi nyeri, kekakuan, fungsi,
atau penurunan inflamasi, walaupun terdapat inflamasi kecil pada
osteoarthritis.

11
2. Massage
Masase adalah pemijatan atau pengurutan pada bagian badan
tertentu dengan tangan atau alat-alat khusus untuk melancarkan
peredaran darah sebagai cara pengobatan atau untuk menghilangkan
rasa capek.
3. ROM Exercise
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.
4. Static kontraksi
Static kontraksi merupakan rentang gerak aktif yang digunakan
untuk meletih kelenturan dan kekuatan otot dengan cara
mengontraksikan otot-otot secara aktif. Static kontraksi merupakan
mobilisasi dini, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk
mempertahankan kemandirian.
5. Contract Relax
Adalah suatu tehnik yang menggunakan kontraksi isotonik yang
optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan
dengan rileksasi otot tersebut
6. Terapi Manual
Manual therapy berasal dari kata manus (tangan) dan therapy
(pengobatan) sehingga secara umum dapat didefinisikan sebagai
terapi yang terutama mempergunakan tangan. Manual therapy
berfokus pada struktur dan sistem dalam tubuh seperti tulang,
persendian, jaringan lunak, peredaran darah, limfe dan saraf. Tujuan
utama dari manual therapy adalah untuk memfasilitasi proses
penyembuhan alami tubuh. Salah satu cara yang dilakukan yaitu Roll
glide distal patella

12
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Anamnesis umum
1. Nama : Tn. L
2. Jenis kelamin : Laki-Laki
3. Umur : 58 tahun
4. Agama : Islam
5. Alamat : Sungguminasa
B. Anamnesis Khusus (History Taking)
1. Keluhan utama : Nyeri dibagian lutut sebelah kanan
2. Riwayat perjalanan penyakit :
Keluhan nyeri kepala dialami oleh pasien sejak ±3 minggu yang
lalu. Pasien mengeluh lutut kanan terasa nyeri terutama pada pagi
hari saat bangun tidur, rasa nyeri semakin berat saat melakukan
aktivitas naik turun tangga dan berjalan jauh. Pasien ada riwayat
asam urat.
Pemeriksaan Vital Sign :
1. Tekanan Darah : 120/100 mmHg
2. Denyut Nadi : 100x / menit
3. Pernapasan : 22x / menit
4. Suhu : 36, 4 ̊C
C. Inspeksi/Observasi
1. Statis : Posisi berdiri tidak normal (penumpuan berat badan cenderung
ke satu sisi), kurva vertebra normal. Saat dipalpasi ada oedem dan
warna kulit disekitar lutut seperti memar.
2. Dinamis : Cara berjalan pasien tidak normal, penumpuan berat badan
cenderung ke sisi kanan. Pasien datang tanpa bantuan tongkat atau
kursi roda.
D. Pemeriksaan Fungsi Dasar

13
1. Tes gerak aktif
- Fleksi knee : Nyeri, ROM terbatas
- Ekstensi knee : Tidak nyeri
- Endorotasi : Sedikit nyeri
- Eksorotasi : Sedikit nyeri
2. Tes gerak pasif
- Fleksi knee : Nyeri, springy end feel
- Ekstensi knee : Tidak nyeri, hard end feel
- Endorotasi : Sedikit nyeri, elastic end feel
- Eksorotasi : Sedikit nyeri, elastic end feel
3. TIMT
- Fleksi knee : Nyeri, tahanan minimum
- Ekstensi knee : Tidak nyeri, tahanan maksimum
- Endorotasi : Sedikit nyeri, tahanan maksimum
Eksorotasi : Sedikit nyeri, tahanan maksimum
E. Pemeriksaan Spesifik atau pengukuran fisioterapi
1. Palpasi
a. Tidak ada peningkatan Suhu
b. Oedema ada
c. Ada nyeri tekan pada ligamen patella dan sisi medial lutut
2. Orientasi Tes/Quick Tes
a. Test ballottement
Tes ini dilakukan untuk melihat apakah ada cairan didalam lutut.
Pada pemeriksaan posisi tungkai full ekstensi.
Prosedur : recessus suprapatellaris dikosongkan dengan menekannya
satu tangan, dan sementara itu dengan jari tangan lainnya patella
ditekan ke bawah. Dalam keadaan normal patella itu tidak dapat
ditekan ke bawah; dia sudah terletak di atas kedua condyli dari femur.
Bila ada (banyak) cairan didalam lutut maka patella sepertinya
terangkat yang memungkinkan adanya sedikit gerakan. Kadang-
kadang terasa seolah-olah mengetik pada dasar yang keras itu.

14
b. Tes laci sorong
Tujuan : shif anterior untuk mengetahui kelainan pada ligamen
cruciatum anterior begitu juga sebaliknya.
Tes laci sorong ada dua macam yaitu,
1) Tes laci sorong ke depan, Dimana tes ini dapat dikombinasikan
dengan berbagai posisi kaki, baik posisi eksoroasi maupun
endorotasi. Tes laci sorong ke depan, posisi kaki eksorotasi
ditujukan untuk ligament cruciatum anterior dan capsul
posteromedial dan dengan posisi endorotasi ditujukan untuk
ligament cruciatum anterior dan capsul posterolateral. Untuk
kaki sedikit eksorotasi dan endorotasi ditujukan untuk ligament
cruciatum anterior.

2) Tes laci sorong ke belakang, posisi kaki eksorotasi ditujukan


untuk ligament cruciatum posterior dan capsul posterolateral

15
dan dengan posisi kaki endorotasi ditujukan untuk ligament
cruciatum posterior dan capsul posteromedial. Untuk posisi
kaki sedikit eksorotasi dan endorotasi ditujukan untuk ligament
curciatum posterior.
Prosedur : Pasien berbaring terlentang dengan satu tungkai
lurus dan satu tungkai yang di tes dalam keadaan fleksi lutut,
dimana telapak kaki masih menapak pada bidang. Kedua
tangan terapis memfiksasi pada bagian distal sendi lutut
kemudian memberikan tekanan dan dorongan.

c. Hipermobilitas varus
Tes ini ditujukan untuk mengetahui stabilitas dari sendi lutut oleh
ligament collateral lateral. Pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cara full ekstensi dan fleksi 30°
Prosedur : Pasien berbaring terlentang dengan salah satu
tungkai yang hendak diperiksa berada di luar bed, salah satu tangan
terapis berada sisi median sendi lutut, dan tangan yang lain berada
di sisi luar sendi pergelangan kaki untuk memberikan tekanan
kearah dalam.

16
d. Hipermobilitas valgus
Tes ini ditujukan untuk mengetahui lesi ligament collateral medial.
Prosedur :cara pemeriksaannya sama dengan tes
hipermobilitas varus, hanya saja salah satu tangan terapis berada di
sisi lateral sendi lutut dan tangan yang lain berada di sisi dalam
sendi pergelangan kaki yang berfungsi untuk memberikan tekanan
kea rah luar.

3. JPM pada Knee


a. Traction Tibia
Tujuan : memeriksa kapsul, apakah itu sumber rasa sakit.

Prosedur : minta pasien duduk dibangku dengan kaki


menggantung di tepi, palpasi garis gabungan dengan satu tangan
anda dan bawa lutut ke 30° fleksi, dan ambil tepat diatas malleolus
dan kemudian kaki pasien bersandar di paha fisioterapis lalu
lakukan sedikit traksi.

17
4. MMT

Otot Dextra Sinistra

Fleksor Hip 5 5

Ekstensor Hip 5 5

Abductor Hip 5 5

Adductor Hip 5 5

Fleksor Knee 4 5

Ekstensor Knee 4 5

Plantarfleksi Ankle 5 5

Dorsofleksi Ankle 5 5

5. ROM
Dextra Sinistra

Aktif S = 0 o -0-120o Aktif S = 0 o -0-130o

Pasif S = 0 o -0-125o Pasif S = 0 o -0- 135o

18
6. VAS
VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai
intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan
pembacaan skala 0–100 mm dengan rentangan makna:
Skala vas Interprentasi

>0 -<10 mm Tidak nyeri

≥ 10-30 mm Nyeri ringan

≥ 30-70 mm Nyeri sedang

≥70-90 mm Nyeri berat

≥90-100 mm Nyeri sangat berat

Nyeri diam :2
Nyeri tekan :5
Nyeri gerak :6
7. Skala JETTE
Indeks functional Jette Lutut kanan Lutut kiri

Berdiri dari posisi duduk


 Nyeri 3 1
 Kesulitan 4 1
 Ketergantungan 1 1

Berjalan 15 meter
 Nyeri 4 1
 kesulitan 4 1
 ketergantungan 2 1

Naik turun tangga 3 trap


 Nyeri 4 1
 Kesulitan 4 1
 Ketergantungan 2 1

19
Keterangan : Nilai

 Nyeri 1 = tidak nyeri


2 = nyeri ringan
3 = nyeri sedang
4 = sangat nyeri

 Kesulitan 1 = sangat mudah

2 = agak mudah

3 = tidak mudah/ tidak sulit

4 = agak sulit

5 = sangat sulit

 Ketergantungan 1 = tanpa bantuan

2 = butuh bantuan dengan alat

3 = butuh bantuan orang

4 = butuh bantuan orang dan


alat

5 = tidak dapat melakukan

F. Diagnosa Fisioterapi

“Gangguan aktivitas fungsional knee akibat Osteoarthritis”

20
G. Problematik Fisioterapi dan Bagan ICF

Problematik Fisioterapi

Anatomical impairment : Fungtional limitation : Participation retriction :

Nyeri Pasien mengalami Pasien masih mampu


kesulitan saat hendak melakukan aktifitas di
Ada Oedem berpindah posisi dari masyarakat
Keterbatasan ROM duduk ke berdiri

Pasien tidak bisa


berjalan jauh

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi


1. Jangka Pendek
a. Mengurangi Nyeri
b. Mengurangi Oedema
c. Menambah ROM
2. Jangka Panjang
Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien
I. Program Intervensi
1. Short Wave Diathermy
a. Tujuan : Untuk memanaskan jaringan dan pembuluh darah
dengan gelombang pendek, sehingga peredaran darah menjadi
lancar.
b. Teknik : posisikan pasien senyaman mungkin. Pasang SWD
sejajar diatas bagian yang sakit. Putar tombol ON untuk
menghidupkan SWD dan beri intensitas sesuai kasus dan
toleransi terhadap pasien dengan durasi 8 menit. Setelah selesai
tekan tombol OFF untuk mematikan alat SWD.
c. Dosis :

21
F : 2 kali seminggu
I : 50 Watt
T : 8 menit
T : Continues
2. Massage
Tujuan : melancarkan peredaran darah
Teknik : gerakan mengusap dengan menggunakan telapak tangan atau
bantalan jari tangan. Gerakan ini dilakukan sesuai dengan peredaran
darah menuju jantung maupun kelenjar-kelenjar getah bening. Manfaat
gerakan ini adalah merelaksasi otot dan ujung-ujung syaraf.
3. ROM Exercise
Tujuan : untuk menambah ROM
a. Fleksi Knee
persiapan pasien : Pasien baring terlentang, lalu tangan fisioterapis
meraba garis sendi pada knee dan tangan yang satunya mengambil
tepat di atas pergelangan kaki pasien, lakukan gerakan fleksi sejauh
mungkin hingga menyentuh pantat pasien.

b. Ekstensi Knee
Persiapan pasien : pasien baring terlentang tangan fisioterapis
memfiksasi femur dan tangan yang satunya berada di atas
pergelangan kaki, lalu lakukan gerakan full ekstensi secara pasif.

22
c. Rotasi eksternal-Internal
Persiapan pasien : pasien tidur terlentang dengan kaki lurus serta
rileks. Lalu fisioterapis memfiksasi paha bagian belakang dan
tangan yang satunya memegang kaki pasien tepatnya di atas sendi
pergelangan kaki. Bawa kaki pasien ke arah fleksi dan lakukan
esternal-internal rotasi

23
4. Static kontraksi
Tujuan : untuk menjaga tonus otot dan menjaga kekuatan otot
Teknik : pasien dalam keadaan tidur terlentang kemudian tangan
fisioterapi yang kanan diletakkan dibawah lutut pasien bersamaan
dengan itu kaki di dorsofleksikan kemudian pasien disuruh menekan
tangan fisioterapis.
Dosis :
F : 3x seminggu
I : 8x hitungan/30x repetisi
T : kontrasi isometric konsentrik
T : Toleransi pasien
5. Contract Relax
Tujuan : perbaikan rileksasi/penguluran pola antagonis
Persiapan pasien : Pasien diposisikan tidur telentang di atas bed.
Pelaksanaan terapi : Lakukan gerakan pasif atau aktif pada pola gerak
agonis hingga batas keterbatasan gerak atau hingga LGS dimana nyeri
mulai timbul. Kemudian Pasien diminta untuk menggerakkan kearah
antagonis dengan kontraksi isotonic (dengan aba-aba Dorong tangan
saya !) kemudian diikuti dengan rileksasi dengan pola antagonis
tersebut, tunggu hingga benar benar rileks. Lalu gerakan secara pasif
atau aktif kearah pola agonis. Lakukan secara berulang.

24
6. Terapi Manual (Roll Glide Distal Patella)
Tujuan : untuk menambah ROM flexi knee
a. Posisi pasien dan posisi awal tungkai :
Posisi 1 : supine lying dan ekstensi knee dan terdapat bantal atau
handuk kecil dibawah knee atau di fossa poplitea.
Posisi 2 : supine lying dan fleksi knee 45o dengan sanggahan
bantalan kecil di bawah telapak kaki
b. Posisi fisioterapis : samping bed atau disamping kaki pasien yang
akan di intervensi menghadap kearah caudal.
c. Peletakan tangan fisioterapis :
Posisi 1 : tangan kanan mengenggam patella dari arah proximal
patella dan tangan kiri berada di atas tangan kanan.
Posisi 2 : satu tangan mengenggam patella dari arah proximal
patella dan satu tangan memegang proximal tibia (tuberositas
tibia).
d. Teknik pelaksanaan : genggam patella pasien, lalu gerakan pelan-
pelan ke arah dorsal, kemudian diikuti oscilasi.

25
J. Evaluasi
Evaluasi Sebelum Sesudah

Nyeri Masih Nyeri Mulai Kurang

Oedema Ada Berkurang

ROM Terbatas Mulai membaik

26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai
kerusakan tulang dan sendi, berupa disintegrasi dan perlunakan progresif
yangdiikuti pertambahan pertumbuhan tepi tulang dan tulang rawan sendi
lutut(osteofit) serta fibrosis pada kapsul sendi lutut.
Penyebab pastinya OA lutut belum diketahui, berikut ini adalah factor
pencetus atau predisposisi dari osteoarthritis adalah (1) usia, (2)
obesitas,kelebihan berat badan (kegemukan) akan menyebabkan pembebanan
yangberlebihan pada sendi yang banyak menumpu berat badan, (3) jenis
kelamin.
Intervensi yang dilakukan berupa :
1. Short Wave Diathermy
2. Massage
3. ROM Exercise
4. Static kontraksi
5. Contract Relax
6. Terapi Manual

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Herry Isbagio, Bambang SH . Masalah dan Penanganan Osteoarthritis Sendi


lutut. Cermin Dunia Kedokteran. 1995.
2. Ansar dan Sudaryanto. 2011. Biomekanik Osteokinematika dan
Arthokinematika. Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Makassar.
3. Aras, Djohan. Hasnia Ahmad., dan Andy Ahmad. 2016. The New Concept of
Physical Therapist Test and Measurement. Makassar : PhysioCare Publishing
4. Carpenito, L. J. 2000. Mobilisasi Dini. Diakses melalui : USU digital library.
5. Hayes, Karen W. Kathy D. Hall. 2016. Agens Modalitas untuk Praktik
Fisioterapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015. 100-110.
6. K untono, H. Purbo. 2005. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Osteo
Athritis. Temu Ilmiah I u I. K ediri
7. Pudjianto. M askun. 2002. Sendi Lutut Pelatihan Terapi Manipulasi. Jurusan
Fisioterapi. POLTEKKES Surakarta.
8. Brodeur R. 1995. The Audible Release Assosiated with Joint Manipulation. J
Manipultion Phyisio Ther 18 (3) : 155-64. PMID 7790795
9. https://adhiyatmamade.wordpress.com/

28
A. Algoritma Assesment Fisioterapi
Nama pasien : Tn. L Umur : 58 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki

History Taking :

Keluhan nyeri kepala dialami oleh pasien sejak ±3 minggu yang lalu. Pasien
mengeluh lutut kanan terasa nyeri terutama pada pagi hari saat bangun tidur, rasa
nyeri semakin berat saat melakukan aktivitas naik turun tangga dan berjalan jauh.
Pasien ada riwayat asam urat.

Inspeksi :

Statis : Ekspresi wajah meringis, posisi berdiri tidak normal (penumpuan berat
badan cenderung ke satu sisi), kurva vertebra normal. Saat dipalpasi ada oedem
dan warna kulit disekitar lutut seperti memar.
Dinamis : Cara berjalan pasien tidak normal, penumpuan berat badan cenderung
ke sisi kanan. Pasien datang tanpa bantuan tongkat atau kursi roda.

Pemeriksaan Fisik

Quick Tes MMT

Palpasi JPM VAS SKALA JETTE

Diagnosis :

Gangguan aktivitas fungsional pada lutut akibat


Osteoarthritis

29

Anda mungkin juga menyukai