Anda di halaman 1dari 54

I.

Skenario
Seorang laki-laki 45 tahun, datang ke poliklinik dengan jalan pincang,
karena nyeri yang hebat pada sendi ibu jari kaki kanan. Dialami penderita saat
bangun pagi tadi, menurut penderita semalam ia masih sempat belanja di mall
bersama keluarga. Riwayat keluhan seperti sudah sering dialami penderita.

II. Kata/kalimat kunci


1. Laki-laki 45 tahun
2. Jalan pincang karena nyeri hebat pada sendi ibu jari kaki kanan
3. Dialami saat bangun pagi
4. Semalam belum merasakan keluhan
5. Riwayat keluhan sudah sering dialami

III. Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi, histologi dan fisiologi organ terkait !
2. Jelaskan definisi nyeri sendi !
3. Jelaskan penyebab-penyebab nyeri sendi !
4. Jelaskan patomekanisme dari nyeri sendi yang berhubungan dengan
skenario !
5. Jelaskan patomekanisme tiap gejala:
5.1 nyeri sendi pada ibu jari kaki kanan
5.2 nyeri pada pagi hari
5.3 nyeri berulang
6. Sebutkan faktor resiko penyebab nyeri sendi !
7. Bagaimana gambaran kelainan-kelainan sendi yang dikarenakan oleh
inflamasi dan gangguan mekanik ?
8. Jelaskan penyakit-penyakit apa saja yang memiliki gejala nyeri sendi
dalam bidang muskuloskeletal !
9. Apakah usia berpengaruh dengan gejala ?
10. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !
11. Buatkan tabel DD dan DS dari skenario !
12. Jelaskan penatalaksanaan, pencegahan dan komplikasi dari DS !

1
IV. Jawaban Pertanyaan
1. Anatomi, Histologi & Fisiologi Organ Terkait
1.1 Anatomi

Dari skenario, organ terkait adalah sendi yaitu sendi pada ibu jari kaki atau
Articulationes Metatarsophalangeae. Sendi tersebut berada diantara Os. Metatarsi
I dan Os. Phalanx Proximalis I, yang dihubungkan dengan Lig. Metatarsale
transversum profundum dan Lig. Collateralia.
Sendi-sendi jari kaki bisa dikelompokkan sebagai Articulationes
metatarsophalangeae dan Articulationes interphalangeae pedis proximales et
distales. Rentang pergerakan semua sendi jari tersebut dibatasi oleh Ligg.
collateralia yang ketat dan di inferior oleh Ligg. plantaria.

1.2 Histologi
Terdapat 3 tipe sendi:
1. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat bergerak
sedikit.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan
bebas.

2
 Sendi fibrosa
Sendi fiborsa tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan tulang yang lainnya dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa. Terdapat 3
tipe sendi firbrosa yaitu; suturan, sindesmosis & gomphosis.
 Sendi kartilaginosa
Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus
oleh rawan hyalin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada
2 tipe sendi kartilaginosa, yaitu;
1. Sinkondrosis  sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh rawan
hyalin.
2. Simfisis  sendi yang tulang-tulangnya memiliki sesuatu hubungan
fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis rawan hyalin yang
menyelimuti permukaan sendi.
 Sendi sinovial
Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan
hyalin.

1.3 Fisiologi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggta tubuh dapat bergerak
dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu
dengan ruas tulang lainya. Sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakan sesuai
dengan jenis persendian yang di perantarainya. Sendi merupakan tempat
pertemuan dua atau lebih tualng.
Sendi dapat di bagi menjadi 3 tipe, yaitu ;
 Sendi fibrosa, dimana terdapat pada lapisan kartilago antara tulang di
hubugkan dengan jaringan ikat fibrosa dan di bagi menjadi dua subtipe yaitu
sutura dan sindemosis
 Sendi kartilaginosa, dimana ujungnya di bungkus oleh kaartilago hialin,
disokong oleh ligament, sedikit pergerakan dan di bagi menjadi subtipe yaitu
sinkondrosis dan simpisis

3
 Sendi synovial, merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakan
memiiki rongga sendi dan permukaan sendinya di lapisi oleh kartilago hialin
kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,tidak meluas tetapi
terlipat sehingga dapat bergerak penuh.

2. Definisi Nyeri Sendi


Nyeri sendi adalah suatu akibat yang diberikan tubuh karena pengapuran
atau akibat penyakit lain. Rasa sakit pada bagian tubuh yang menghubungkan
tulang dengan tulang menyebabkan pergerakan dan kualitas hidup yang
terganggu. Dan nyeri sendi sendi dapat berlangsung dengan singkat atau lama.
Tingkat keparahan sakitnya pun juga bervariasi, mulai dari ringan, menengah,
hingga parah.
Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau
dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut.

3. Penyebab-Penyebab Nyeri Sendi


 Strainotot
 Avascular necrosis
 Kankertulang
 Patahtulang
 Osteoartritis
 Radangsendi
 Rakhitis
 Hemochromatosis
 Artritisreaktif
 Osteomielitis

4
4. Patomekanisme dari Nyeri Sendi yang Berhubungan dengan Skenario
4.1 Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik,
degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit.
Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen
dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.
Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit
berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta
berproliferasi.Respon ini dapat menggantikan jaringan 8 yang rusak,
mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk
menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang
rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit.Penyebab
penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan
mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon
kondrosit terhadap sitokin anabolik.

4.2 Perubahan Tulang.


Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan
sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-
rongga yang menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau
kartilago. Respon ini muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan
tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan
densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada
trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada
tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga – rongga terbentuk sebelum
peningkatan densitas tulang secara keseluruhan.

5
Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak
seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini berartikulasi
dengan permukaan tulang “denuded” dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai
dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat
mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat.
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan
perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan
yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi
sendi.Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan tulang rawan, tapi
dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler). Tonjolan
tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang mengalami
degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki
pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan
dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi.Pada sendi superfisial,
osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa
sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola karakter yang khas akan
pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis biasanya membentuk cincin
di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit 9
sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan
respon terhadap proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang
sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi
dan pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.

4.3 Jaringan Periartikuler.


Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari
synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat.
Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan
dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi.Semakin lama ligamen,
kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan

6
ROM mengakibatkan atropi otot.Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan
kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.

5. Patomekanisme tiap Gejala


5.1 Nyeri sendi pada ibu jari kaki kanan
Terdapat empat tahap yaitu :
1. Hiperurisemia asimtomatik. Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan
gejala-gejala selain peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien
hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.
2. Tahap artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitatan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan
sendi metatarofalangeal yang bersifat monoartikular yang dipicu oleh
pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stres emosional. Radang sendi
pada tahap ini sangat akut dan yang timbul sanagat cepat dalam waktu singkat.
Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang
hebat dan tidak dapat berjalan. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-
keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada seranagn akut berat
dapat sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
3. Tahap Interkritikal. Pada tahap ini terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut,
namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukan bahwa
proses peradangan tetap berlanjut, walau tanda keluhan. Keadaan ini dapat satu
atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
Manajemen yang tidak baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi
stadium menahun dengan pembentukan tofi.
4. Tahap artritis gout kronik/menahun. Peradangan kronik akibat kristal-
kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan
penonjolan sendi yang bengkak. Pada tahap ini juga biasanya disertai tofi yang
sering pecah, banyak, dan sulit sembuh dengan obat dan terdapat poliartikular.
Lokasi tofi yang paling sering pada kuping telinga, MTP-1, olekranon, tendo

7
achilles dan jari tangan atau kaki. Pada tahap ini kadang-kadang disertai batu
saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.

5.2 Nyeri pada pagi hari


Hal ini menandakan pasien sudah pada tahap ke dua pada penyakit artritis
gout yaitu tahap artritis gout akut, dimana radang sendi pada tahap ini sangat akut
dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala
apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
Bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa
hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.

5.3 Nyeri berulang


Pada penyakit artritis gout terjadi empat tahap sebelum penyakit tersebut
menjadi kronik dan pada setiap tahap terjadi rasa nyeri yang berulang dan mulai
dirasakan pada tahap pertama dan sering sekali berulang pada tahap ke dua
dimana terjadi rasa nyeri yang laur biasa dan singkat lalu berulang lagi.

6. Factor Resiko Penyebab Nyeri Sendi


 Umur: kerusakan sendi degenerative biasanya terjadi pada orang dewasa
yang lebih tua.
 Riwayat keluarga: orang-orang yang dekat anggota keluarga yang
diagnosis dengan nyeri sendi.
 Cedera: Cedera yang terjadi saat jalan ke mall bersama keluarga, atau
dari itu pernah mengalami kecelakaan, meningkatkan resiko penyakit
sendi degenerative.
 Obesitas (kegemukan): tambahan berat badan menempatkan tekanan
lebih pada berat bantalan sendi, seperti lutut, demikian juga obesitas
dapat menyebabkan arthritis.

8
7. Gambaran Kelainan-Kelainan Sendi yang Dikarenakan oleh Inflamasi
dan Gangguan Mekanik
7.1 Inflamasi
Disebabkan oleh adanya akumulasi cairan dengan karakteristik nyeri,
kemerahan, immobilitas, dan panas, contohnya seperti penyakit asam urat (gout).
Umumnya akan dirasakan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan di
sertai kaku sendi/nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah
melakukan aktivitas.

7.2 Gangguan Mekanik


Terjadi secara traumatis seperti tertusuk paku/jarum. Tidak memiliki
karakteristik seperti inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hialng
setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari.

8. Penyakit-Penyakit yang Memiliki Gejala Nyeri Sendi dalam Bidang


Muskuloskeletal
8.1 Artritis Septik
Artritis septik karena infeksi bacterial merupakan penyakit yang serius yang
cepat merusak kartilago hyal in artikular dan kehilangan fungsi sendi yang
ireversibel.
Diagnosis awal yang diikuti dengan terapi yang tepat dapat menghindari ter
jadinya kerusakan sendi dan kecacatan sendi. Insiden septik artritis pada populasi
umum bervariasi 210 kasus per 100. 000 orang pertahun. Insiden ini meningkat
pada penderita dengan peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 2838 kasus
per 100. 000 pertahun,
penderita dengan prosthesis sendi 4068 kasus/ 100. 000/ tahun. Puncak
insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun ( 5 per
100. 000/ tahun)
dan dewasa usia lebih dar i 64 tahun ( 8, 4 kasus/ 100. 000 penduduk/ tahun) .
2, 3 Kebanyakan arthritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan
poliartikular terjadi 1015% kasus.

9
Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 485 6%,
diikuti oleh sendi panggul 162 1%, dan pergelangan kaki 8%.
Kebanyakan kasus artritis bakterial terjadi akibat penyebaran kuman secara
hematogen ke sinovium baik pada kondisi bakteremia transien maupun menetap.
Penyebaran secara hematogen ini terjadi pada 55% kasus dewasa dan 9 0% pada
anak-anak. Sumber bakterimia adalah : (1) infeksi atau tindakan invasif pada
kulit, saluran nafas, saluran kencing, rongga mulut, (2) pemasangan kateter
intravaskular termasuk pemasangan vena sentral, kateterisasi arteri femoral
perkutaneus, (3) injeksi obat intravenous.
Kuman penyebab yang paling banyak adalah Staphylococcus aureus disusul
oleh Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes merupakan kuman yang
sering ditemukan dan sering pada penderita penyakit autoimun, infeksi kulit
sistemik, dan trauma. Pasien dengan riwayat intravenous drug abuse (IVDA),
usia ekstrim, imunokompromis sering terinfeksi oleh basil gram negatif yang
sering adalah Pseud omon as aerugin osadan Escheri chiacoli . Kuman anaerob
dapat juga sebagai penyebab hanya dalam jumlah kecil yang biasanya didapatkan
pada pasien DM dan pemakaian prostesis sendi.

8.1.1 Patogenesis
Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada
interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi
alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan
induksi respon inflamasi hospes.
Kolonisasi bakteri Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang
sangat penting untuk terjadinya infeksi sendi. S. aureus memiliki reseptor
bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada jaringan sendi
yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh faktor genetik, termasuh
regulator gen asesori (agr), regulator asesori stafilokokus (sar), dan sortase A.
Faktor v iru lensi bakteri Selain adhesin, bahan lain dari dinding sel bakteri
adalah peptidoglikan dan mikrokapsul polisakarida yang berperan mengatur
virulensi S. aureus melalui pengaruh terhadap opsonisasi dan fagositosis.

10
Mikrokapsul (kapsul tipis) penting pada awal kolonisasi bakteri pada ruang sendi
yang memungkinkan faktor adhesin stafilokokus berikatan dengan protein hospes
dan selanjutnya produksi kapsul akan ditingkatkan membentuk kapsul yang lebih
tebal yang lebih resisten terhadap pembersihan imun hospes. Jadi peran
mikrokapsul disini adalah resisten terhadap fagositosis dan opsonisasi serta
memungkinkan bakteri bertahan hidup intraseluler.
Respon imun hospes Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara
cepat berproliferasi dan mengaktifkan respon inflamasi akut. Awalnya sel sinovial
melepaskan sitokin proinflamasi termasuk interleukin-1β (IL-1β), dan IL6. Sitokin
ini mengaktifkan pelepasan protein fase akut dari hepar dan juga mengaktifkan
sistem komplemen.
Demikian juga terjadi masuknya sel polymorphonuclear (PMN) ke dalam
ruang sendi. Tumor necrosis f actorα (TNFα dan sitokin inflamasi lainnya penting
dalam mengaktifkan PMN agar terjadi fogistosis bakteri yang efektif. Kelebihan
sitokin seperti TNFα , IL-1β, IL-6, dan IL-8 dan macrophage colonystimulating f
actor dalam ruang sendi menyebabkan kerusakan rawan sendi dan tulang yang
cepat. Sel-sel fagosit mononoklear seperti monosit dan makrofag migrasi ke ruang
sendi segera setelah PMN, tetapi perannya belum jelas. Komponen lain yang
penting pada imun inat pada infeksi stafilokokus adalah sel natural killer (NK),
dan nitric ox ide (NO). Sedangkan peran dari limfosit T dan B dan respon imun
didapat pada artritis septik tidak jelas.7,17

8.1.2 Gambaran Klinis


Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri
lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan
kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam
ringan saja.Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan
demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 390C. Nyeri pada
artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan
gerakan aktif maupun pasif.

11
8.1.3 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah tepi Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan
neutrofil segmental, peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein (CRP).
Tes ini tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda tambahan dalam
diagnosis khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah
memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.9,13
 Pemeriksaan cairan sendi Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera
bila kecurigaan terhadap artritis septik, bila sulit dijangkau seperti pada sendi
panggul dan bahu maka gunakan alat pemandu radiologi. Cairan sendi tampak
keruh, atau purulen, leukosit cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3 predominan
PMN, sering mencapai 75%-80%. Pada penderita dengan malignansi,
mendapatkan terapi kortikosteroid, dan pemakai obat suntik sering dengan
leukosit kurang dari 30.000 sel/mm3. Leukosit cairan sendi yang lebih dari 50.000
sel/mm3 juga terjadi pada inflamasi akibat penumpukan kristal atau inflamasi
lainnya seperti artritis rheumatoid. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan cairan
sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk mencari adanya
kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga tidak menyingkirkan adanya
artritis septik yang terjadi bersamaan. 7,18 Pengecatan gram cairan sinovial harus
dilakukan, dan menunjukkan hasil positif pada 75% kasus artritis positif kultur
stafilokokus dan 50% pada artritis positif kultur basil gram negatif. Pengecatan
gram ini dapat menuntun dalam terapi antibiotika awal sambil menunggu hasil
kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi dilakukan terhadap kuman aerobik,
anaerobik, dan bila ada indikasi untuk jamur dan mikobakterium. Kultur cairan
sinovial positif pada 90% pada artritis septik nongonokokal.3,5
 Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR) Pemeriksaan Polymerase
chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi adanya asam nukleat bakteri dalam
jumlah kecil dengan sensitifitas dan spesifisitas hampir 100%. Beberapa
keuntungan menggunakan PCR dalam mendeteksi adanya infeksi antara lain : 1.
mendeteksi bakteri dengan cepat, 2. dapat mendeteksi bakteri yang mengalami
pertumbuhan lambat, 3. mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur, 4.
mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapatkan terapi, 5.

12
mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab. Tapi PCR juga mengalami
kelemahan yaitu hasil positif palsu bila bahan maupun reagen yang mengalami
kontaminasi selama proses pemeriksaan.1,7
 Pemeriksaan Radiolog i Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama
biasanya menunjukkan gambaran normal atau adanya kelainan sendi yang
mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi dan jaringan
lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.
Osteoporosis periartikular terjadi pada minggu pertama artritis septik. Dalam 7
sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi.

8.1.4 Diagnosis
Diagnosis klinis artritis septik bila ditemukan adanya sendi yang mengalami
nyeri, pembengkakan, hangat disertai demam yang terjadi secara akut disertai
dengan pemeriksaan cairan sendi dengan jumlah lekosit > 50.000 sel/mm3 dan
dipastikan dengan ditemukannya kuman patogen dalam cairan sendi.

8.1.5 Terapi
Tujuan utama penanganan artritis septik adalah dekompresi sendi, sterilisasi
sendi, dan mengembalikan fungsi sendi.Terapi atrhritis septik meliputi terapi
nonfarmakologi, farmakologi, dan drainase cairan sendi.
 Terapi non-farmakologi
Pada fase akut, pasien disarankan untuk mengistirahatkan sendi yang
terkena. Rehabilitasi merupakan hal yang penting untuk menjaga fungsi sendi dan
mengurangi morbiditas artritis septik. Rehabilitasi seharusnya sudah dilakukan
saat munculnya artritis untuk mengurangi kehilangan fungsi. Pada fase akut, fase
supuratif, pasien harus mempertahankan posisi fleksi ringan sampai sedang yang
biasanya cenderung membuat kontraktur. Pemasangan bidai kadang perlu untuk
mempertahankan posisi dengan fungsi optimal; sendi lutut dengan posisi ekstensi,
sendi panggul seimbang posisi ekstensi dan rotasi netral, siku fleksi 900, dan
pergelangan tangan posisi netral sampai sedikit ekstensi. Walaupun pada fase
akut, latihan isotonik harus segera dilakukan untuk mencegah otot atropi.
 Terapi farmakologi

13
Sekali artritis septik diduga maka segera dilakukan pengambilan sampel
untuk pemeriksaan serta pemberian terapi antibiotika yang sesuai dan segera
dilakukan drainase cairan sendi. Pemilihan antibiotika harus berdasarkan beberapa
pertimbangan termasuk kondisi klinis, usia, pola dan resisitensi kuman setempat,
dan hasil pengecatan gram cairan sendi.3,28 Pemilihan jenis antibiotika secara
empiris seperti pada tabel 1 yang dikutip dari panduan The British Society for
Rheumatology tahun 2006.
Tabel 1. Ringkasan rekomendasi pemberian antibiotika awal secara empirik pada
kasus dugaan artritis septik24

14
8.1.6 Profilaksis Antibiotika
Karena akibat lanjutan dari artritis septik yang berat (mortalitas, morbiditas,
dan kehilangan fungsi sendi), artritis septik yang menyebar via hematogen
merupakan masalah besar pada pasien-pasien dengan penyakit sendi. Penggunaan
profilaksis antibiotika untuk pencegahan artritis bakterial secara hematogen
melalui penyebaran hematogen transien masih kontroversial.31 Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh Krijnen dkk, profilaksis antibiotika pada kasus infeksi kulit
merupakan efektif-biaya pada pasien dengan penyakit sendi yang kepekaannya
tinggi. Pada pasien dengan risiko tinggi seperti artritis rheumatoid dan
penggunaan prostesis pada sendi besar, profilaksis tidak hanya efektif tetapi juga
mengurangi biaya secara keseluruhan. Sedangkan infeksi saluran kencing dan
saluran nafas merupakan risiko rendah terjadinya septik artritis. Profilaksis efektif
pada kasus ini bila penderita sangat berisiko mangalami arhtritis bakterial seperti
pemakaian prostesis pada sendi panggul atau lutut, adanya penyakit komorbid,
artritis rheumatoid, dan usia 80 tahun atau lebih.
Berdasarkan panduan dari Belanda, profilaksis yang digunakan adalah
amoksisilin/asam klavulanat untuk mengatasi artritis bakterial untuk berbagai
sumber infeksi. Pilihan lain adalah golongan sefalosporin. Tidak diketahui
antibiotika mana sebagai profilaksis yang lebih baik. Dosis amoksisilin/asam
klavulanat sebagai profilaksis adalah 2000/200 mg intravenus sebelum tindakan
invasif, 3x 500/125 mg sehari selama 10 hari pada kasus infeksi, dan 3000/750
mg per oral sekali sebelum tindakan di bidang dental. Efikasi profilaksis ini
adalah 90%, dengan kejadian efek samping 0.01% mengalami reaksi non fatal dan
0,002% mengalami reaksi fatal.

8.1.7 Prognosis
Walaupun dengan terapi yang cepat dan tepat pada artritis septik tetapi
prognosisnya masih buruk. Pada studi yang dilakukan oleh Kaandorp dkk pada
154 pasien (dewasa dan anak-anak), 33% kasus dengan keluaran sendi yang buruk
yaitu dengan amputasi, arthrodesis, bedah prostetik, atau perburukan fungsional
yang berat, mortalitas berkisar 2-14%.

15
8.2 Artritis Gout / Pirai
Atritis Gout adalah suatu kumpulan gejala yang timbul akibat adanya
deposisi kristalmono sodium urat pada jarigan atau akibat supersaturasi asam urat
di dalam cairan ekstraseluler. Istilah tersebut perlu dibedakan
dengan hiperurisemia, yaitu peninggian kadar asam urat serum lebh dari 7,0 mg/dl
pada laki-laki dan 6,0 mg/dl pada perempuan. Hiperurisemia adalah gangguan
metabolisme yang mendasari terjadinya gout.
Disebut atritis gout apabila serangan inflamasi terjadi pada artikular atau
periartikular seperti bursa dan tendon. Tingginya kadar asam urat serum juga
dapat menyebabkan kelainan pada ginjal, deposisi pada jarigan lainnya, serta
berkaitan dengan jejadian dan mortalitas kardiovaskuler.

8.2.1 Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam
darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di
dalam sendi. Keterkaitan antara gout dengan hiperurisemia yaitu adanya produksi
asamurat yang berlebih, menurunya eksresi asam urat melalui ginjal atau mungkin
karena keduanya.

8.2.2 Epidemiologi
Prevalensi atritis gout di Amerika Serikat sekitar 13.6 kasus per 1000
lelaki dan 6,4 kasus per 1000 perempuan. Prevalensi ini berada di tiap negara,
berkisar antara 0,27% di Amerika hingga10,3% di Selandia Baru. Peningkatan
insidensgout dikaitkan dengan perubahan pole diet dan gaya hidup, peningkatan
kasus obesitas dan sindrom metabolik.

8.2.3 Gejala klinik


- radiologi : tidak spesifik pada kondisi awal penyakit, swelling pada Kaku
pagi hari ± 1 jam, terutama saat bangun tidur atau setelah lama tidaK
beraktivitas
- Poliarthritis (arthritis pada 3 daerah persendian atau lebih)
- Arthritis pada persendian tangan

16
- Arthritis simetris
- Pembengkakan pergelangan tangan bisa mengakibatkan
terjadinya sindroma terowongan karpal
- Lelah dan lemah terutama menjelang sore hari
- Di belakang lutut yang terkena, bisa terbentuk kista, yang apabila pecah
bisa menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada tungkai sebelah bawah
- Bisa terjadi demam ringan dan kadang terjadi peradangan pembuluh darah
(vaskulitis)
- Nodul rheumatoid
- Faktor rheumatoid serum positif
- Perubahan gambaran radiologis

8.2.4 PemeriksaanPenunjang
- Pemeriksaan laboratorium serum : Serum urat darah, asam urat urin 24
jam
- Pemeriksaan analisis cairan sendi :
- Temuan kristal monosodium urat
- Cairan sendi sesuai kondisi inflamasi (leukosit 5.000-80.000/mm)
- Pemeriksaan sekitar sendi.

17
8.2.5 Prognosis
Rata-rata, setelah serangan awal, diramalkan 62% yang tidak diobati akan
mendapat serangan ke 2 dalam 1 tahun, 78% dalam 2 tahun, 89% dalam 5 tahun
serta 93% dalam 10 tahun.Seiring perjalanan waktu, pasien yang tidak diobati
dengan serangan berulang akanmempunyai periode interkritikal yang lebih
pendek, meningkatnya juml ah sendi yang terserang, dan meningkatnya disability.
Diperkirakan 10-20% pasien dengan pengendalian yang jelek atau tidak
diobatiakan mengalami perkembangan tofi dan 29% nefrolitiasis pada kurang
lebih 11tahun setelah serangan awal.

8.2.6 Penatalaksanaan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
OAINS di gunakan untuk memungkinkan stabilisasi membran lisomal,
menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin,
enzim lisomal, dan enzim lainnya), menghambat migrasi sel ke tempat
peradangan, menghambat proliferasi selular, menetralisasi radikal oksigen,
menenkan rasa nyeri.
Yang paling banyak digunakan adalah aspirin dan ibuprofen.
Obat ini mengurangi pembengkakan pada sendi yang terkena dan meringankan
rasa nyeri.
Aspirin merupakan obat tradisional untuk artritis rematoid; obat yang lebih
baru memiliki lebih sedikit efek samping tetapi harganya lebih mahal. Dosis awal
adalah 4 kali 2 tablet (325 mgram)/hari. Telinga berdenging merupakan efek
samping yang menunjukkan bahwa dosisnya terlalu tinggi. Gangguan pencernaan
dan ulkus peptikum, yang merupakan efek samping dari dosis yang terlalu tinggi,
bisa dicegah dengan memakan makanan atau antasid atau obat lainnya pada saat
meminum aspirin.
Misoprostol bisa membantu mencegah erosi lapisan lambung dan
pembentukan ulkus gastrikum, tetapi obat ini juga menyebabkan diare dan tidak
mencegah terjadinya mual atau nyeri perut karena aspirin atau obat anti
peradangan non-steroid lainnya.

18
Obat slow-acting
Obat slow-acting kadang merubah perjalanan penyakit, meskipun perbaikan
memerlukan waktu beberapa bulan dan efek sampingnya berbahaya.
Pemakaiannya harus dipantau secara ketat.
Obat ini biasanya ditambahkan jika obat anti peradangan non-steroid
terbukti tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika
penyakitnya berkembang dengan cepat.
Kortikosteroid
Kortikosteroid (misalnya prednison) merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan di bagian tubuh manapun.Kortikosteroid efektif pada
pemakaian jangka pendek dan cenderung kurang efektif jika digunakan dalam
jangka panjang, padahal artritis rematoid adalah penyakit yang biasanya aktif
selama bertahun-tahun. Untuk menghindari resiko terjadinya efek samping, maka
hampir selalu digunakan dosis efektif terendah
Imunosupresif
Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin dan
cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis rematoid yang berat.
Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan kortikosteroid dosis rendah.
Efek sampingnya berupa penyakit hati, peradangan paru-paru, mudah
terkena infeksi, penekanan terhadap pembentukan sel darah di sumsum tulang dan
perdarahan kandung kemih (karena siklofosfamid).
Selain itu azatioprine dan siklofosfamid bisa meningkatkan resiko terjadinya
kanker.
Metotreksat diberikan per-oral (ditelan) 1 kali/minggu, digunakan untuk
mengobati artritis rematoid stadium awal. Siklosporin bisa digunakan untuk
mengobati artritis yang berat jika obat lainnya tidak efektif.
Pendidikan
Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat
alamiah penyakit dan penatalaksanaan AR kepada pasien merupakan hal yang
amat penting untuk dilakukan. Dengan penerangan yang baik mengenai

19
penyakitnya, pasien AR diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan
emosional, motivasi, dan kognitif yang terganggu akibat penyakitnya.
Peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakitnya telah terbukti akan
meningkatkan motivasinya untuk melakukan latihan yang dianjurkan, sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami.
Terapi lainnya
Bersamaan dengan pemberian obat untuk mengurangi peradangan sendi,
bisa dilakukan latihan-latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang
dan kadang pembedahan.

8.3 Artritis Reumatoid


Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit
autoimun sistemik. RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang
etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi
sinovitis. Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai
dengan keterlibatan sendi yang simetris. Penyakit RA ini merupakan kelainan
autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan
mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis).

8.3.1 Epidemiologi
Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia.
Dalam buku ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan prevalensi RA
bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup etnik dalam
suatu negara. Misalnya, masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan suku-suku
Chippewa di Amerika Utara dilaporkan memiliki rasio prevalensi dari berbagai
studi sebesar 7%. Prevalensi ini merupakan prevalensi tertinggi di dunia. Beda
halnya, dengan studi pada populasi di Afrika dan Asia yang menunjukkan
prevalensi lebih rendah sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012). Prevalensi RA di India
dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Di Cina, Indonesia dan
Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik didaerah urban ataupun rural. Hasil
survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2%
di daerah rural dan 0,3% di daerah urban.

20
Prevalensi RA yang hanya sebesar 1 sampai 2 % diseluruh dunia, pada
wanita di atas 50 tahun prevalensinya meningkat hampir 5%. Puncak kejadian RA
terjadi pada usia 20-45 tahun. Berdasarkan penelitian para ahli dari universitas
Alabama, AS, wanita yang memderita RA mempunyai kemungkintan 60% lebih
besar untuk meninggal dibanding yang tidak menderita penyakit tersebut.

8.3.2 Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya
dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan.
a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini
memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
b. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini.
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA.
d. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T
mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis.
e. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok

21
8.3.3 Faktor Resiko Artritis Reumatoid
Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain jenis kelamin
perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur lebih tua, paparan
salisilat dan merokok. Resiko juga mungkin terjadi akibat konsumsi kopi lebih
dari tiga cangkir sehari, khusunya kopi decaffeinated. Obesitas juga merupakan
faktor resiko

8.3.4 Manifestasi Klinis


RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling
sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan
lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti
oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi.
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular
dan manifestasi ekstraartikular.
 Manifestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi,
bursa, dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan
sendi, serta hidrops ringan. Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama
kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai
pada RA kronik. Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi
manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala
asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset terjadinya. Distribusi sendi yang
terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidak semua sendi proporsinya sama,
beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya sendi sendi
kecil pada tangan
 Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA. Secara umum,
manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi
ekstraartikular pada RA, meliputi:
a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda
dan gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan
(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara

22
umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal
pada kerusakan sendi.
b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level
tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut,
dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru,
pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan
diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren.
c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary
sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca
(dry eyes) atau xerostomia.
d. Paru, contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan
penyakit paru interstitial.
e. Jantung, pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang
disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti
arteri koreoner atau disfungsi diastol.
f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan
penyakit RA yang sudah kronis.
g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated
trombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dan
nodular RA sering disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada
penderita RA tahap akhir.
h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih
besar dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell
lymphoma sercara luas.

8.3.5 Diagnosa Artritis Reumatoid


Untuk menegakkan diagnosa RA ada beberapa kriteria yang digunakan,
yaitu kriteria diagnosis RA menurut American College of Rheumatology (ACR)
tahun 1987 dan kriteria American College of Rheumatology/European League
Against Rheumatism (ACR/EULAR) tahun 2010.

23
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosa RA antara lain,
pemeriksaan serum untuk IgA, IgM, IgG , antibodi anti-CCP dan RF, analisis
cairan sinovial, foto polos sendi, MRI, dan ultrasound.

8.3.6 Penatalaksanaan
 Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid
Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi
komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan
suplementasi minyak ikan cod), kompres panas dan dingin serta massase untuk
mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran menggunakan sinar
inframerah. Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan
relaxasi progressive.
 Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid
Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year
2000”, Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu:
1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan sendi.
2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD.
Kelompok obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan
mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan
harus di monitor dengan hati-hati.
3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala
simptomatis dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki
konsekuensi jangka panjang yang serius.

4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil


untuk pasien dengan penyakit sistemik.

5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin


inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam
terapi RA.

24
 Terapi Bedah
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi
ruptur tendo. Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi
sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat
bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari.

8.3.7 Komplikasi
Komplikasi RA umumnya tidak bersifat fatal. Namun penyakit ini bersifat
progresif sehingga keterbatasan dan nyeri sendi dapat semakin berat bila tidak
diobati.

8.3.8 Prognosis
Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat membahayakan pasien.
Sekitar 40% pasien rheumatoid arthritis ini menjadi cacat setelah 10 tahun. Akan
tetapi, hasilnya sangatlah bervariasi. Beberapa pasien menunjukkan progresi yang
nampak seperti penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, sedangkan pasien
lain mungkin menunjukkan progresi penyakit yang kronis. Prognosis yang buruk
dapat dilihat dari hasil tes yang menunjukkan adanya cedera tulang pada tes
radiologi awal, adanya anemia persisten yang kronis dan adanya antibodi anti-
CCP Rheumatoid arthritis yang aktif terus-menerus selama lebih dari satu tahun
cenderung menyebabkan deformitas sendi serta kecacatan. Morbiditas dan
mortalitas karena masalah kardiovaskular meningkat pada penderita rheumatoid
arthritis. Secara keseluruhan, tingkat mortalitas pasien rheumatoid arthritis
adalah 2,5 kali dari populasi umum.

8.4 Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi.

25
8.4.1 Epidemiologi
Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara
dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145
jiwa yang menderita osteoartritis lutut. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi
penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan
provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di
Jawa Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% Prevelensi OA
lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan
12.7% pada wanita. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut di Indonesia
menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan terhadap dampak OA akan
semakin besar karena semakin banyaknya populasi yang berusia tua.

8.4.2 Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer
dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya
tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi
ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA
yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan
dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit
sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder.

8.4.3 Faktor Resiko


 Usia
Osteoartritis adalah salah satu patologi yang tidak dapat dihindari seiring
dengan bertambahnya usia, diakibatkan oleh degenerasi permukaan sendi dan
pemakaiannya. Pemakaian yang tidak adekuat adalah penyebab utama degenerasi
permukaan sendi. Penderita osteoartritis secara umum memiliki porsi tubuh yang
lebih kuat, dan densitas tulang yang lebih tebal, yang menyebabkab penderita
osteoartritis memiliki insidensi yang sangat rendah bersamaan menderita patah
tulang rapuh atau akibat osteoporosis. Sebaliknya, belum jelas kenapa penderita

26
osteoporosis memiliki lapisan sendi yang tebal dan fungsi sendi yang baik hingga
usia 80 – 90 tahunan.
 Beban Pada Sendi
Permukaan sendi yang normal pada lutut dirancang untuk dapat menerima
beban yang normal atau fisiologis selama hidup, namun beban yang berlebih
dapat meningkatan resiko terjadinya osteoartritis. Sebagai contoh; trauma, berat
badan yang bertambah saat kehamilan, obesitas, kesemuanya dapat menyebabkan
terjadinya osteartritis di kemudian hari. Para pekerja berat seperti penambang,
tukang angkat di pelabuhan dan petani memiliki insidensi yang lebih tinggi untuk
mengalami osteoartiris panggul dan lutut.
 Faktor Genetik
Pernyataan bahwa osteoartritis dapat diturunkan dalam keluarga, baik
apakah itu dengan faktor genetika atau lingkungan keluarga yang sama, belum
dapat dipastikan secara objektif. Pada beberapa tahun terakhir ini banyak
penelitian yang mencari tahu hubungan osteoartritis secara genetik dalam
keluarga. Sebagai contoh kekurangan dari collagen tipe II yang dijumpai pada
keluarga Finnish di Amerika.

8.4.4 Manifestasi Klinis


OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan
pada sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,
distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri
terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa
berkurang dengan istirahat.
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari
ketika setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang
sendi rawan.

27
- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan
sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal
(DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal
Phalangeal (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-
lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.
- Tanda – tanda peradangan : Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi
( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan )
dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini
sering dijumpai pada OA lutut.
- Perubahan gaya berjalan : Gejala ini merupakan gejala yang
menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian
pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan
dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.

8.4.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik. Gambaran
Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut ).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

8.4.6 Penatalaksanaan Osteoartritis


Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya
OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

28
 Terapi non-farmakologis
Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap
terpakai.
Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh
karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan
untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih.
 Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-
manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid, Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut,
penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi
daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam
penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas
dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan
inhibitor COX-2.
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin
sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.

29
 Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari.

8.4.7 Komplikasi
Komplikasi dari Osteoartritis adalah osteonekrosis spontan sendi lutut,
bursitis, artropati mikrokristal (sendi lutut dan tangan)

8.4.8 Prognosis
Prognosis pada pasien dengan osteoarthritis bergantung pada sendi yang
terlibat dan pada kondisi tingkat keparahan.

8.5 Reactive Arthritis


Reactive arthritis (ReA) atau sindrom Reiter merupakan Dari Reactive
salah satu bentuk atau varian dari spondiloartropati seronegatif. ReA
didefinisikan sebagai suatu kondisi peny inflamasi yang steril, setelah adanya
infeksi ekstraartikular Pada terutama infeksi urogenital dan enterik. Banyak studi
yang ReA telah dilakukan untuk memahami bagaimana patogenesa maup
terjadinya ReA, dan diduga adanya reaksi imun baik sp ata serologis maupun
seluler terhadap suatu patogen untul penyebab, meskipun patogen tersebut tidak
dapat prote diidentifikasi lagi di jaringan maupun cairan sinovial dan li Insidens
lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda eksp(20-40 tahun), tidak ada
perbedaan pada laki-laki dan perempuan. Suatu studi prospektif di Swedia
mendapatkan insidens ReA adalah 28. kasus 100.000 penduduk, lebih apop
tinggi dibandingkan insiden RA(24/100.000). Pada studi cytoc studi yang lain
seperti di Yunani, Finlandia, dan Norwegia, rata-rata didapatkan 3,5-10 kasus
per 100.000 penduduk. infek Angka kejadian ini juga dipengaruhi oleh
karakteristik(pro populasi tertentu, seperti ReA yang lebih sering ditemukan pada
populasi Eskimo Alaska, mikr ditemukan lebih banyak pada kelompok dewasa.

30
8.5.1 Patogenesis
Dari berbagai organisme yang telah terbukti menjadi pemicu terjadinya
ReA, Chlamydia sp merupakan penyebab paling sering, dan juga paling sering
diamati. Pada jaringan/cairan sinovial, atau darah tepi penderita ReA dapat
ditemukan Chlamydia DNA, mRNA, rRNA. maupun Chlamydia like-cells.
Menetapnya Chlamydia sp atau komponennya, karena kemampuan organisme ini
untuk menurunkan ekspresi major outer membrane protein, meningkatkan
ekspresi heat shock protein(HSP) dan lipopolysaccharide(LPS). Selain itu juga
menurunkan ekspresi major his tocompatibility complex(MHC) antigen pada
permukaan sel yang terinfeksi, menginduksi apoptosis sel-T dengan cara
merangsang produksi lokal tumor necrosing factor NTNF), serta menghambat
apoptosis sel host dengan menurunkan pelepasan ocrome C dan menghilangkan
protein kinase C-delta. Hingga saat ini masih menjadi pertanyaan bagaimana
infeksi sebelumnya dapat menyebabkan inflamasi dan erosi(proses autoimun)
pada persendian tanpa adanya organisme yang viable. Selain adanya komponen
mikroorganisme yang menetap, juga diduga adanya ar mimicry yang
menyebabkan reaktivitas silang sel ost dengan antigen microbial Analisa pada
tikus yang terinfeksi S. typhimurium ternyata menghasilkan perubahan peptida
tertentu yang homolog dengan peptida dari DNA C. trachomatis. HLA-B27 juga
dianggap ri berperan pada mekanisme molecular mimicry, dimana struktur
antigeniknya dapat menyerupai protein dari k mikroorganisme pencetus. Proses
inflamasinya melibatkan fibrablas sinovial yang menimbulkan diferensiasi dan
aktifasi osteoklas. Sebagaimana kelompok spondiloartropati seronegatif ne yang
lain, kaitan ReA dengan HLA-B27 telah banyak dianalisa, namun masih belum
dapat dibuktikan adanya hubungan yang kuat seperti pada kasus ankilosing
spondilitis. Kecuali dua hal yang telah diketahui berhubungan dengan HLA-B27,
yaitu sel imun dengan HLA-B27 ternyata kurang efektif kemampuannya
membunuh salmonella dibandingkan sel kontrol, dan adanya perangsangan LPS
yang menghasilkan peningkatan sekresi TNF. Selain itu dianalisa juga besarnya
peran sel T CD8+ yang berhubungan dengan molekul MHC kelas termasuk HLA-
B27. observasi pada kelompok individu dengan defisiensi sel T CD4+ termasuk

31
acquired immune deficiency syndrome(AIDS), ternyata masih terdapat
manifestasu ReA.

8.5.2 Gambaran klinis


Karakteristik klinis dari ReA adalah oligoartritis asimetrik terutama pada
ekstrimitas bawah, meskipun pada 20% kasus dapat berupa poliartritis.
Keterlibatan daerah dipe panggul dan ekstrimitas atas sangat jarang. Sendi yang
terlibat mengalami bengkak, hangat dan nyeri sehingga menyerupai gambaran
artritis septik. Aspirasi dan analisa cairan sendi akan membedakan kedua keadaan
tersebut. Gejala khas yang lain yaitu entesitis(inflamasi pada insersi pir
ligamen/tendon ke tulang), terutama tendinitis achilles dan fasiitis plantaris.
Keluhan sakit pinggang tulang belakang Riv dan bokong ditemukan pada lebih
dari 50% pasien, tapi sel tidak progresif seperti pada ankilosing spondilitis .
Beberapa manifestasi ekstraartikular dapat membantu See penegakan diagnosis,
terutama pada keadaan dimana HL infeksi pemicunya tidak diketahui.
Keratoderma blenoragika adalah ruam papuloskuamosa yang mengenai telapak
tangan dan kaki. Gambaran klinis dan histopatologinya menyerupai psoriasi
pustular, termasuk arth adanya distropi kuku. Balanitis sirsinata adalah ulkus
yang dangkal di batang atau glans penis, berupa plak dan sang hiperkeratotik.
Dapat ditemukan eritema maupun ulkus arth yang tidak nyeri di palatum durum
atau lidah, lebih jarang di uvula, palatum mole atau tonsil. Sedangkan uveitis
info anterior akut dapat ditemukan pada 20% kasus, dengan berb keluhan mata
merah, nyeri, berair, kabur dan fotofobia. Gejala sistemik seperti demam dan
malaise, atau keterlibatan organ lain seperti ginjal dan jantung lebih TAT jarang
ditemukan. Perjalanan penyakitnya diperkirakan akan mereda dalam jangka
waktu 3-6 bulan. kecuali pada Pilih sekitar 20% kasus yang menetap sampai
lebih dari 12 bulan, sebagian besar berhubungan dengan HLA-B27 positif.

8.5.3 Diagnosis
Hingga saat ini belum ada kriteria diagnosis ReA yang Sedan dengan baik,
tetapi pada tahun 1996 the 3rd sirsin International Workshop Reactive Arthritis
telah topika menyepakati kriteria untukReA, yaitu didapatkannya dua gambaran :

32
1. Inflamasi akut arthritis, sakit pinggang inflamasi, atau entesitis
2. Bukti adanya infeksi 4-8 minggu sebelumnya Bukti adanya infeksi diperoleh
dari hasil tes laboratorium dan seperti kultur dari feses, urin, atau
swaburogenital, maupun ditemukannya antibodi terhadap patogen. Pemeriksaan
nya kul laboratorium yang lain menunjukkan proses inflamasi yaitu peningkatan
laju endap darah(LED) dan C-reactive protein(CRP). Diagnosis semakin kuat
dengan adanya sih. suseptibilitas genetik HLA-B27, dan hal ini ditemukan pada
30-60% kasus. Jika dilakukan pemeriksaan analisa cairan sinovial didapatkan
gambaran inflamasi ringan sampai berat sedangkan pada biopsi sinovial juga
menunjukkan adanya reaksi inflamasi. Penunjang radiologis dapat diharapkan rik
gambaran entesitis atau sakroilitis dari pemeriksaan ultrasonografi, foto polos,
MRI atau CT scan.

8.5.4 Tatalaksana
Pilihan pertama tata non-steroidal(OAINS), yang pada banyak keadaan
memperbaiki keluhan arthritis, entesitis dan sinovitis akut Selain itu juga perlu
disarankan untuk menghindari aktifi yang berlebihan pada sendi yang terlibat.
Pada monoartritis dapat diberikan injeksi kortikosteroid intraartikular(pada
tempat-tempat yang aman untuk dilakukan injeksi. ng Sedangkan untuk
keratoderma blenoragika, balanitis 3rd sirsinata dan uveitis anterior digunakan
kortikosteroid topikal yang ringan, seperti golongan hidrokortison valerat. ua
Pilihan berikutnya pada keadaan sinovitis yang menetap adalah penggunaan
sulfasa dan metotreksat, seperti REFER RA. sistemik dianggap tidak banyak
memberikan manfaat klinis. Inman R Patogenesa ReA yang berkaitan dengan
Stor pemicu infeksi sebelumnya, menimbulkan pertanyaan rheu penggunaan
antibiotika. Beberapa studi 200 menggunakan siprofloksasin 2x500 mgatau
lymecyclin 3x300 tiga bulan, mendapatkan manfaat perbaikan Toivane ang
signifikan hanya pada ReA dengan pencetus 200 Chlamidya. Penggunaan
antibiotika ini dianggap hanya David mampu mencegah penyebaran infeksinya,
terutama pada kasus yang dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya, RC Kel
dan dianggap tidak mempengaruhi peralanan penyakit 200 ReA.

33
8.5.5 Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar sembuh total setelah
beberapa bulan. Hanya beberapa kasus menjadi kronik dan menetap lebih lama,
atau terjadi Sieper rekurensi dengan pencetus infeksi yang baru atau faktor stress
non-spesifik. Pada beberapa studi juga didapatkan sekitar 20-70% kasus, pada
follow-up selanjutnya oli diketahui mengalami masalah di persendian termasuk 19
osteoartritis.

8.6 Kristal Artropati Selain Gout (Pseudogout)


Sampai dengan tahun 1960, penyebab radang sendi akibat p kristal
monosodium urat (MSU crysta) dikenal dengan k artritis gout. Namun berkat
kemajuan pemeriksaan analisis cairan sendi, diketahui banwa selain kristal MSU
juga ditemukan suatu kristal yang tidak sama dengan kristal MSU menyebabkan
suatu penyakit yang mempunyai gejala-gejala keradangan sendi yang mirip
dengan gout (pseudogout), dikenal sebagai calcium pyrophosphate dehidrogenase
crystal (CPPD dengan rumus kimia Ca P,0, 2H,0. Istilah pseudogout dipakai
untuk menggambarkan serangan radang akut yang mirip gout dan sering tampak
pada pasien-pasien dengan penimbunan kristal CPPD.
Penimbunan kristal CPPD hanya ditemukan di sekitar Penimbunan Lip
sendi dan ditandai dengan kalsifikasi rawan sendi, meniskus, sinovium, dan
jaringan sekitar sendi. Identifikasi kristal CPPD alam cairan sinovial atau jaringan
sekitar sendi penting untuk membedakan antara penyakit akibat deposisi kristal
CPPD dengan keradangan sendi akibat penimbunan kristal dan penyakit
degeneratifsendi lainnya. Istilah chondro calcinosis didasarkan atas ditemukannya
kristal kalsium pada pemeriksaan radiologis sebagai radiolusen di sekitar sendi.
CPPD tidak EP terbatas hanya pada rawan sendi, oamun kristal CPPD dapat
tertinibun pada synovial lining, ligamentum-liga- mentum, tendon-tendon otot,
dan jarang pada jaringan se lunak periartikular seperti tofus pada artritis gout
kronik jar Beberapa kristal yang telah dikenal selain kristal MSU dan CPPD
adalah kelompok apatite like crystal yang menyebabkan peradangan sendi yaitu
basic calcium phos- ya phate (BCP), meliputi carbonate subtituted a us alcium

34
phosphate tricalcium phosphate la (whitlockite), dan dicalcium phosphate
dihidrate (brush- ite) (Lihat tabel 1). Kristal ini merupakan bentuk kristal
periarticular patologik yang menyebabkan radang sendi mirip dengan peradangan
sendi gout dan pseudogout. Selanjutnya kelompok ini dikenal sebagai apatit atau
BCP.

8.6.1 Epidemiologi
Laporan mengenai data epidemiologi penyakit radang kristal (artropati
kristal) sangat jarang. Pseudogout sering ditemukan pada umur SU pertengahan
dan umur yang lebih tua, data yang pemah ang dilaporkan menyatakan bahwa 10-
15% mengenai mereka yang berusia 65-7otahun dan akan meningkat 30-60%
pada usia di atas 80 tahun, perempuan lebih sering dibanding ite, ate laki laki
dengan perbandingan 2-3:1. Penelitian-penelitian prevalensi dari CPPD hanya
berdasarkan gambaran stal radiologis dan patologi dari kondrokalsinosis. Pada
suatu penelitian radiologis, prevalensi kondrokalsinosis pada pemi tular populasi
umum sekitar 0,9 per 1000 penduduk. Kondrokalsinosis meningkat sesuai dengan
peningkatan umur dan umumnya asimptomatik. Hubungan pem pirol antara
CPPD dengan osteoartritis masih kontroversi Suatu CPP penelitian kobort pasien

35
70 tahun, pada awal penelitian insiden kondrokalsinosis 7,8%, pada follow up 7-
10 tahun krist kemudian dengan pemeriksaan radiologis, tidak deng
memperlihatkan peningkatan risiko kejadian osteoartritis, kofa krisi Prevalensi
penyakit timbunan kristal kalsium hidroksiapatit (HA) masih belum diketahui,
demikian pula men dari kelompok BCP lain. Kejadian radang sendi akibat kela
penimbunan kristal HA pernah dilaporkan pada pasien umur 30 tahun, di mana
biasanya jarang terjadi osteoartritis. disel Berdasarkan data-data epidemiologi di
atas maka rawa pembahasan tentang kristal artropati selain gout dibatasi Bepa
pada penjelasan mengenai radang sendi akibat penimbunan fago kristal CPPD dan
kelompok BCP.

8.6.2 Etiologi
Pseudogout merupakan sinovitis mikroknstalin yang dipicu selam oleh
penimbunan kristal CPPD dan dihubungkan dengan meru kalsifikasi hialin serta
fibrokartilago. Ditandai dengan gambaran radiologis berupa kalsifikasi rawan
sendi di mana Man sendi lutut dan sendi-sendi besar lainnya merupakan predileksi
untuk terkena radang.

8.6.3 Patogenesis
Penyebab dari pseudogout adalah timbunan kristal CPPD di dalam struktur
sendi. Penyebab penimbunan dari kristal ini belum diketahui secara pasti. Kristal
yang terbentuk akan memicu proses fagositosis, selanjutnya akan melepaskan
enzim-enzim lisosom yang akan m keradangan. Pembentukan kristal CPPD pada
kartilago disebabkan peningkatan kadar kalsium atau pirofosfat inorganik (PP)
dari perubahan di dalam matriks yang mencetuskan pembentukan kristal atau dari
kombinasi keduanya. Episode akut serangan artritis pseudogout timbul karena
terjadinya pelepasan kristal CPPD dari deposit-de- posit yang terdapat dalam
fibrokartilago dan kartilago hialin yang mekanismenya meliputi kelarutan parsial
dari kristal atau perubahan matriks kartilago sekitarnya, keduanya dapat
mempercepat pelepasan kristal ke dalam ruang sendi. Pada pasien denganknstal
CPPD, biasanya tidak tegadi peningkatan kadar plasma PPi dan peningkatan
ekskresi ep melalui urin. Konsentrasi PPi cairan sinovial meningkat ins pada

36
beberapa sendi pasien dengan kristal CPPD Sumber utama PPi secara biologis
adalah berasal dari sa pemecahan nukleotida trifosfat atau berhubungan dengan
senyawa seperti uridin difosfoglukose pada kartilago . Tenembaun dalam
penelitiannya mengatakan bahwa pembentukan PPi oleh karena adanya ATP dan
ekstrak tulang rawan pasien deposisi CPPD mempengaruhi Komposisi ion matriks
juga pembentukan kristal CPPD, di mana ion ferro menghambat pirofosfatase, ion
ferri menurunkan pembentukan kristal CPPD in vitro dan memperlambat
degradasi intraselular kristal CPPD. Sedangkan hipomagnesemia dihubungkan
dengan kondrokalsinosis dimana magnesium adalah kofaktor untuk pirofosfatase
dan meningkatkan kelarutan kristal CPPD, sehingga bila terjadi defisiensi akan
menurunkan hidrolisis PPi dan dapat memperlambat kelarutan kristal. Kerusakan
sendi akibat penimbunan kristal CPPD disebabkan oleh faktor fisis dan perubahan
kimia pada rawan sendi yang mempermudah pembentukan kristal. Bepasnya
kristal CPPD a ruang sendi diikuti oleh fagosirosis neutrofil dari kristal dan
lepasnya substansi inflamasi, di samping itu neutrofil akan membebaskan peptida
yang bersifat suatu kemotaktik untuk neutrofil yang memperbebat proses
keradangan. CPPD juga dapat mengaktivasi faktor Hagemen yaitu kinin dan
bradikinin yang mengaktivasi plasminogen menjadi plasmin. selanjutnya akan
mengkativasi siklus komplemen yang merupakan mediator untuk inflamasi akut.

8.6.4 Manifestasi klinis


Gambaran klinis pasien dengan penimbunan kristal CPP dapat asimtomatik
atau dengan gejala-gejala keradangan sendi yang nyata (Lihat Tabel 2).

37
Pseudogout memberikan serangan akut atau subakut resi episodik dan
dapat menyerupai penyakit gout, di mana kat inflamasi sinovium merupakan
gejala yang khas. Menurut McCarty artritis CPPD akut disebut pseudogout,
karena dari sangat menyerupai gout. Pada saat serangan akut didapatkan adanya
gan pembengkakan yang sangat nyeri, kekakuan dan panas igo. wa lokal sekitar
sendi yang sakit dan disertai eritema. Gambaran tersebut sangat menyerupai gout.
Serangan akut dapat pula diprovokasi oleh tindakan operasi, dan dapat bersifat tim
self-limiting, kri Sekitar 5% dari pasien dengan penimbunan kristal CPPD
memberikan gambaran klinis seperti artritis pseudoreumatoid. Gejala-gejalanya
mirip dengan gambaran artritis reumatoid, seperti melibatkan beberapa sendi
bersifat simetris, kekakuan pagi hari, penebalan sinovium, D dan peningkatan laju
endap darah, dan sekitar 10% pasien dengan penimbunan kristal CPPD
mempunyai titer faktor reumatoid serum yang rendah. Hal ini biasa akan
mengacaukan diagnosis dengan artritis reumatoid. Penimbunan CPPD pada tulang
belakang khususnya pada segmen servikal akan bermanifestasi klinis berupa nyeri
tengkuk, kekakuan, dan kadang-kadang disertai demam, sehingga menyerupai
meningitis. Resnik, dkk, sekitar 91%pasien CPPD servilkal, akan mengalami

38
kelainan vertebra servikal seperti hilangnya diskus intervertebral, vertebra
servikal, destruksi vertebra, pseudo-angkilosing spondilitis.

8.6.5 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan darah tidak ada yang spesifik, laju endap darah meninggi
selama fase akut, leukosit PMN sedikit meninggi. Sekitar 20% pasien dengan
timbunan kristal cPPD ditemukan hiperurisemia dan 5% disertai kristal MSU
Pemeriksaan cairan sinovium dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa dapat
terlihat bentuk kristal seperti kubus (Rhomboid), atau batang pendek bersifat
birefringece positif lemah. Pada keadaan lain dapat berbentuk jarum seperti kristal
MSU, Kedua bentuk kristal ini bersifat birefringence pada pemeriksaan kristal
dengan menggunakan mikroskop polarisasi cahaya.

8.6.6 Pemeriksaan Radiologi


Gambaran radiologis timbunan kristal cPPD dapat perlihatkan gambaran
berupa Peng bintik atau garis-garis radioopak yang sering ditemukan di meniskus
fibrokartilago sendi lutut. Dapat pula berupa aspir kalsifikasi pada sendi radio-
ulner distal, simfisis pubis, glenoid serta anulus fibrous diskus intervertebralis
Pemeriksaan skrining dapat dilakukan dengan pemeriksaan diagn foto pada sendi
lutut (dalam keadaan tanpa beban) dengan posisi antero-posterior (AP), foto
pelvis posisi AP untuk mglh melihat sekitar simfisis pubis dan panggul, dan posisi
dosis teta postero-anterior dari pergelangan tangan.

8.6.7 Diagnosis
Pseudogout dicurigai bila didapatkan adanya serangan Juga radang sendi
yang bersifat rekuren, episodik, ditandai dengan sinovitis mikrostalin dan
didukung dengan pseu penemuan pemeriksaan radiologis yang memperlihatkan
adanya kondrokalsinosis.
Mc Carty, mengajukan kriteria diagnosis untuk timbunan kristal CPPD yang
didasarkan atas gambaran kristal dan radiologis (Tabel 3).

39
8.6.8 Pengobatan
Pada serangan akut sendi besar dapat dilakukan aspirasi sekaligus
dilanjutkan dengan pemberian steroid intraartikular. Tindakan ini di samping
bertujuan untuk IS mengurangi tekanan intra artikular juga sebagai tindakan
diagnostik untuk pemeriksaan kristal. Pemberian OAINS berupa fenilbutazon
dosis 400-600 k mghari untuk beberapa hari dapat bermanfaat, indometasin si
dosis 75-150 mg/hari atau dengan OAINS lainnya, dengan tetap memperhatikan
efek samping oAnNS pada saluran cerna dan pemberian pada usia lanjut. Kolkisin
efektif menghambat pelepasan faktor-faktor kemotaktik seperti sel-sel neutrofil
dan mononuklir dan juga menghambat ikatan sel neutrofil dengan endotel.
Pemberian kolkisin intravena efektif untuk pengobatan pseudogout, sedangkan

40
kolkisin oral sebaik pada pengobatan gout dibanding pseudogout (primer), tapi
untuk pencegahan serangan dapat digunakan kolkisin oral.
Mengistirahatkan sendi penting selama serangan akut dan latihan fisik
dilakukan setelah serangan akut bertujuan geja memperbaiki ketegangan otot dan
lingkup gerak sendi untuk menghindari kontraktur. kel Radang sendi akibat
timbunan kristal Basic Calcium Phosphate Penimbunan kelompok basic calcium
phasphate (BCP) dar ditemukan pada jaringan sendi, kulit, pembuluh darah arteri
ma dan jaringan lainnya. Pada sistem muskuloskletal, kristal dapat ditemukan
pada tendon otot, diskus intervertebral kapsul sendi, sinovium, dan kartilago.
Umumnya kalsifikasi RE berbentuk tunggal, dapat pula multipel. Dari kelompok
ini yang terbanyak ditemukan adalah kristal hidroksiapatit Fin (HA) Timbunan
HA merupakan faktor penting pada kejadian artropati kronik destruktif yang
sangat berat, terjadi pada usia lanjut dan sering teriadi pada sendi lutut dan bahu.
Meskipun penyakit ini jarang, namun manifestasi klinis yang kadang-kadang
mirip dengan OA, maka perlu difikirkan kemungkinan kristal HA dan
golongannya. Peranan kristal BCP dalam patogenesis penyakit sendi belum
diketahui, Hipotesis yang dikemukakan, kristal BCP H dapat mengakibatkan
peradangan sendi, dan memicu teriadinya radang sendi, Menggunakan inikroskop
elektron, kristal HA mempunyai ukuran 5-120 um, berbentuk bundar atau
gumpalan tidak beraturan, tidak bersifat birefringence.

9. Apakah Usia Berpengaruh dengan Gejala?


Iya sangat berpengaruh. Dikarenakan semakin bertambahnya usia
bertambah pula kemungkinan penderitanya. Sebagai proses penuaan normal,
sebab insidens bertambah dengan meningkatnya usia.

10. Langkah- langkah penegakan diagnosis


 Anamnesis
- Identitas pasien : Nama, alamat, pekerjaan
- Keluhan utama : Nyeri sendi

41
Merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya menjelaskan
lokasi nyeri serta puctum maximumnya, karena mungkin sekali nyeri
tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan keluhan yang disebabkan
pleh penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang
disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi.
Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak
timbul pagi hari merupakan tanda mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi
akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku
sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah
melakukan aktivitas.
 Pada artritis rheumatoid nyeri yang berat biasanya pada pagi hari,
membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari.
 Osteoartritis nyeri paling hebat pada malam hari, pagi hari terasa lebih
ringan dan mambaik pada siang hari.
 Pada artritis gout nyeri yang terjadi berupa sersngan yang hebat pada
waktu bangun pagi hari sedangkan malam hari sebelumnya pasien belum
merasakan apa- apa, rasa nyeri biasanya self limiting dan sangat responsif
dengan pengonatan.
- Keluhan penyerta : bengkak sendi dan deformitas, kaku sendi, dan gejala
sistemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu, dan
mudah terangsang. Kadang- kadang pasien mengeluh hal yang tidak
spesifik seperti merasa tidak enak badan, pada orang usia lanjut sering
disertai kekacauan mental.
- Menggalai penyakit keluarga dan lingkungan dengan mananyakan
apakah ada anggota keluarga yang menderita/ pernah menderita penyakit/
gangguan yang sama.
 Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan gaya berjalan (GAIT)
Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase yaitu
1. Heel strike phase : lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang
berlawanan yang terdiri dari flexi sendi koksea dan ekstensi sendi lutut.

42
2. Loading/stance phase : pelvis bergerak secara simetris dan teratur
melakukan rotasi kedepan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada
heel strike phase.
3. Toe off phase : sendi koksea ekstensi dan tumit mulai terangkat dari
lantai
4. Swing phase : sendi lutut flexi diikuti dorsoflexi sendi talokruralis.
Gaya berjalan abnormal terdiri dari :
1. Antalgic gait : berjalan pincang, pasien bergerak lebih ceoat pada sisi
yang sakit, dengan berkurangnya fase stance
2. Trendelenburg gait : condong ke aral lateral pada sisi dimana tubuh
bertumpu (kelemahan otot gluteus medius)
3. Spastic gait : kelainan cara berjalan dimana tungkai bawah bergerak
dengan kaku, jari- jari kaki saat berjalan diseret
4. Wadling gait : kelainan cara berjalan dimana langkah tubuh dengn
garakan selang seling yang berlebihan disertai peninggian hip joint,
berjalan seperti bebek
- Sikap/ postur tubuh
Diperhatikan bagaimana cara pasien mengtur bagian badan yang sakit.
Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikular yang
tinggi oleh karena itu pasien akan berusaha menguranginya dengan
mengatur sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah
fleksi.
- Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan
lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas
tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak)
atau tidak dapat dikoreksi (misalnya retriksi kapsul sendi atau kerusakan
sendi).
- Perubahan kulit
Kelinan kulit sering menyertai penyakit rematik atau penyakit kulit
sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering

43
ditemukan antara lain psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan
disertai deskuamasi pada kulit sekitar sendi menunjukan adanya
inflamasi periartikuler yang sering pula merupakan tanda artritis septik
atau artritis kristal.
- Bengkak sendi
Dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang
- Nyeri raba
Nyeri raba kapsular/ artikular terbatas pada daerah sendi merupakan
tanda artropati atau penyakit kapsular. Nyeri raba periartikuler agak jauh
dari batas daerah sendi merupakan tanda bursitis dan entesopati.
- Evaluasi sendi satu persatu misalnya kaki (dalam skenario disebutkan
nyeri sendi pada ibu jari kaki kanan)
Yang dimaksud dengan kaki yaitu mid foot yang terdiri dari 5 tulang-
tulang tarsal selain talus dan kalkaneus dan fore foot mempunyai struktur
melengkung ke dorsal yang memungkinkan penyebaran berat badan ke
kalkaneus di posterior dan ke-2 tulang sesamoid pada tulang metatarsal I
dan kaput metatarsal II-V di anterior. Nyeri pada tumit sering disebabkan
oleh platar, spur, sedangkan peradangan pada MTP I, sering disebabkan
oleh artritis gout.
 Pemeriksaan labolatorium
a. Artrosintesis (aspirasi cairan sendi)
Indikasi :
Indikasi diagnosis :
- Membantu diagnosis artritis
- Memberikan konfirmasi diagnosis klinis
- Selama pengobatan artritis septik, artrosentesis dilakukan secara serial
untuk menghitung jumlah leukosit, pengecatan gram dan kultur cairan
sendi.
Indikasi terapeutik :
- Artrosentesis saja

44
1. Evakuasi kristal untuk mengurangi inflamasi pada pseudogout akut dan
crystal induced artritis yang lain
2. Evakuasi serial pada artritis septik untuk mengurangi destruksi sendi
- Pemberian kortikosteroid intaartikular
1. Mengontrol inflamasi steril pada sendi, bila obat anti inflamasi nin
steroid telah gagal, kemungkinan akan gagal atau merupakan
kontraindikasi
2. Mempersingkat periode nyeri pada artritis gout
3. Menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat
4. Membantu terapi fisik pada kontraktur sendi
Kontraindikasi :
Kontaindikasi diagnostik
1. Infeksi jaringan lunak yang menutupi sendi
2. Baktereriemi
3. Secara anatomis tidak bisa dilakukan
4. Pasien tidak kooperatif
Kontraindikasi terapeutik
1. Kontraindikasi diagnostik
2. Instabilitas sendi
3. Nekrosis avaskuler
4. Artritis septik
b. Analisis cairan sendi
 Pemeriksaan makroskopik
- Bekuan
Cairan sinovia sedikit sekali kandungan protein pembekuan seperti
fibrinogen, protombin, faktor V, faktor VII dan tromboplastin jaringan.
Sehingga cairan sinovia tidak akan membeku. Tetapi pada kondisi
inflamasi “membran dialisat” sendi enjadi rusak sehingga protein dengan
berat molekul yang lebih besar seperti protein pembekuan akan merobos
masuk ke cairan sinovia, sehingga cairan sinovia pada penyakit sendi

45
inflamasi bisa membeku dan kecepatan terbentuknya bekuan bekorelasi
dengan derajat inflamasi sinovia.
- Volume
Sendi umumnya hanay mengandung sedikit cairan sendi, bahkan sendi
besar sperti lutut hanya mengandung 3-4 ml cairan sinovia
- Viskositas
Cairan sendi normal sangat kental karena tingginya konsentrasi polimer
hyaluronat. Asalam hyaluronat merupakan komponen non protein utama
cairan sinovia dan berperan penting pada lubrikasi pada caairan sinovia.
Viskositas meripakan penilaian tidak langsung dari konsentrasi asam
hyaluronat pada cairan sinovia.
- Warna dan kejernihan
Cairan sendi normalnya tidak berwarna seperti air atau putih telur. Pada
sendi inflamasi jumlah leukosir dan eritrosit pada cairan sinovia
meningkat. Eritrosit pada sinovia selanjutnya akan mengalami kerusakan
yang akan memberikan warna kekuningan (xantochrome) pada cairan
sendi inflamasi. Leukosit akan membuat warna pada cairan sendi
menjadi putih sehingga semakin tinggi jumlah laukosit cairan sendi akan
berwarna putih atau krem seperti pada artritis septik. Selain dipengarui
oleh jumlah eritrosit dan leukosit warna cairan sendi juga dipengarui oleh
kristal yang ada dalamcairan sendi.
 Pemeriksaan mikroskopik
- Jumlah dan hitung jenis leukosit
Pemeriksaan jumlah dan hitung jenis leukosit sangat membantu dalam
mengelompokan cairan sendi. Paling tidak pemeriksaan ini dapat
membedakan kelompok inflamasi dan non inflamasi. Pada cairan sendi
kelompok II seperti artritis rheumatoid jumlah laukosit umunya 3000-
50.000 sel/ml, sedang oada kelompok III jumlah leukosit biasanya diatas
50.000/ml. Pada cairan sendi normal umunya PMN kurang dari 25%,
sedang pada kelompok inflamasi PMN umumnya lebih dari 70%
(inflamasi kelompok II PMN > 70% kelompok III >90% )

46
- Kristal
Pemeriksaan kristal sebaiknya dilakukan pada sediaan basah segera
setelah aspirasi cairan sendi. Kristal monosodium urat dapat diperiksa
dengan mikroskop cahaya biasa, tetapi untuk pemeriksaan yang lebih
baik memerlukan mikroskop polarisasi. Kristal MSU berbentuk batang
dengan ukuran sekitar 40 um (4 kali leukosit). Kristal ini sangat
berpendar sehingga pada pada mikroskop polarisasi tampak sangat
terang. Pada mikriskop polarisasi yang ditambahkan kompresor merah,
MSU akan berwarna kuning bila ahra kristal paralel dan berwarna biru
bila arah kristal tegak lurus dengan aksis dari slow vibration dari
kompensator.
 Pemeriksaan mikrobiologi
Artritis septik harus selalu dipikirkan terutama pada artritis inflamasi
yang terjadi bersama dengan infeksi di tempat lain (endokarditis, selutis,
pneumonia), sebelumnya terdpat kerusakan sendi serta pasien- pasien
diabetes dan pasca transplantasi. Pada pengelompokan cairan sendi,
artritis septik termasuk kelompok III, yang biasanya jumlah leukosirnya
lebih dari 50.000/ml. Tetapi kadang- kadang cairan sendi septik dapat
memberi gambaran sebagai kelompok II, sebaliknya cairan sendi
kelompok III dapat juga terjadi pada artritis inflamasi non infeksi seperti
gout dan pseudogout. Pada umumnya pemeriksaan dengan pengecatan
gram dan kultur bakteri cukup untuk analisis cairan sendi, tetapi beberapa
pengecatan dan biakan pada media khusus sangat membantu pada
kondisi tertentu seperti misalnya untuk mycobacterium tuberculosis dan
jamur.
 Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos
Pemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian besar
pemeriksaan pencitraan penyakit- penyakit rematik walaupun mungkin
setelah itu skan dilakukan pemeriksaan MRI. Biayanya murah dan
resolisi spatial tinggi, sehingga detil trabekula dan erosi kecil tulang

47
dapat dilihat dengan baik. Jika di perlukan, resolusi dapat diangkatkan
dengan dengan teknik pembesaran. Resolusi kontransnya memang tidak
sebaik CT Scan dan MRI. Keterbatas ini terutama dirasakan jika ingin
mengevaluasi jaringan lunak. Meskipun foto polos merupakan sarana
yang berguna untuk menilai pengaruh masa jaringan lunak terhadap
tulang yang berdekatan atau untuk mendeteksi kalsifikasi dalam jaringan
lunak, teknik ini tidak cocok untuk mengevaluasi jaringan lunak.
2. CT-Scan
CT-Scan merupakan teknik yang sangat baik untuk mengevaluasi
penyakit degenatif diskus intervertebralis dan kemungkinan herniasi
diskus pada orang tua. CT-Scn bermanfaat untuk mengevaluasi struktur
didaerah dengan anatomi yang kompleks dimana struktur yang saling
berhimpitan menyulitkan pandangan pada foto konvensional. Misalnya
koalisi talokakaneus yang tidak dapat dilihat pada foto konfensional,
sakroilitis (terutama yang disebabkan infeksi ) dan kolap capu femoris
akibat osteonekrosis yang memerlukan joint replacement. Sendi
stemiklavicular yang sangat sulit di lihat dengan foto konvensional cukup
jelas terlihat dengan CT- Scan.
3. MRI
MRI membawa keuntungan bagi pencitraan muskuloskeletal karna
kesanggupannya memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak
dapat di perlihatkan oleh pemeriksaan radiologi konvensional. Struktur
jaringan lunak sendiri seperti meniskus dan ligamen crusiatum lutut dapat
di perlihatkan dengan jelas. Jaringan sinovium juga dapat dilihat,
terutama dengan menggunakan bahan kontras paramagnetik intavena
seperti gadolinium. Demikian juga kelainan lain seperti efusi sendi,
kistapoplitea, gangliona, kista meniskus dan burusitis dapat dilihat
dengan jelas dengan integritas tendo dapat dilihat. MRI makin populer
untuk mengevaluasi ligamen antara tulang- tulang carpal dan
fibrokartilago triangular.
4. USG (Ultrasonografi)

48
Pada beberapa pusat pemeriksaan telah terbukti bahwa USG dapat
mendeteksi robekan rotator cuff dengan tepat. Hasilnya juga baik dalam
mengevaluasi penumpukan cairan seperti efusi sendi, kista poplitea dan
ganglioma, sehingga dapat dipakai untuk menuntun aspirasi cairan sendi
maupun ditempat lain tendo yang terletak superfisial seperti tendi achiles
dan patela dapat diperiksa untuk kemungkinan adanya robekan. USG
tampak menjajikan untuk evaluasi osteoporosis. Hantaran gelombang
melalui tulang memberikan informasi tentang struktur mikrotrabekula
yang berkaitan dengan kekuatan tulang, tetapi tidak dapat deinilai
langsung dengan teknik radiografi. Informasi ini saling melengkapi
dengan informasi tentang komposisi mineral tulang dan mengevaluasi
resiko fraktur pada pasien. USG juga telah dipakai untuk menilai sifat
permukaan rawan sendi.

11. Tabel DD dan DS dari Skenario


Kata Kunci DS DD
AG OA RA
Laki-laki ++ +/- +/-

Umur 45 tahun + + +

Nyeri sendi ibu jari kaki + + +/-

Penderita semalam belanja + - -


di mall
Riwayat nyeri berulang + + +

12. Pencegahaan, Penatalaksaan dan Komplikasi dari DS (Artritis Gout)


12.1 Pencegahan
 Merubah pola hidup
 Jika anda kelebihan berat badan,cobalah untuk menurunkannya karena
hal ini dapat membantu menurunkan kadar asam urat.Namun jangan

49
sampai memberlakukan diet yang justru meningkatkan kadar asam
urat,seperti diet tinggi protein atau diet starvation.
 Makanlah dengan bijaksana,kadar asam urat yang tinggi dapat turun
dengan menghindari asupan tinggi protein dan makanan yang kaya
dengan purin,seperti jeroan(hati,ginjal,limpa,usus,paru,otak,dll)dan
makanan laut.juga hindari makanan yang tinggi ekstrak ragi.
 Jika anda adalah seorang peminum alkohol,kami tidak menyarankankan
untuk mengurangi tapi sebaiknya berhenti total.
 Jika anda suka minum minuman ringan bergula,terutama yang
mengandung fruktosa,sebaiknya kurangi atau berhenti sama sekali.
 Jika anda mengkonsumsi obat,periksalah apakah obat itu menyebabkan
peningkatan kadar asam urat
 Hindari dehidrasi dan perbanyak minum air putih
 Selalu periksa tekanan darah anda.penyakit asam urat banyak terjadi pada
orang yang memiliki tekanan darah tinggi.
 Suplemen vitamin C
Sebuah penelitian pada tahun 2009 menunjukkan bahwa vitamin C dapat
menguragi resiko serangan asam urat,46.994 orang telah mengalami
kemajuan setelah beberapa tahun.di bandingkan dengan pria yang hanya
mengonsumsi vitamin C kurang dari 250 mg perhari.
 Allopurinol untuk mencegah asam urat
Allopurinolmerupakan obat yang umum di gunakan untuk mencegah
seranagn asam urat.Namun Ullopurinol bekerja dengan menurunkan
serangan asam urat dan bukan sebagai obat penghilang rasa sakit.

12.2 Penatalaksanaan
 Non farmako
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi,
pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan dini agar
tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain.Tujuan terapi meliputi
terminasi serangan akut; mencegah serangan di masa depan; mengatasi rasa sakit

50
dan peradangan dengan cepat dan aman; mencegah komplikasi seperti
terbentuknya tofi, batu ginjal, dan arthropati destruktif. Pengelolaan gout sebagian
bertolakan karena adanya komorbiditas, kesulitan dalam mencapai kepatuhan
terutama jika perubahan gaya hidup diindikasikan,efektivitas dan keamanan terapi
dapat bervariasi dari pasien ke pasien. Namun, dengan intervensi awal,
pemantauan yang cermat, dan pendidikan pasien, prognosisnya baik.
 Farmako
Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik (menggunakan obat-
obatan). Medikamentosa pada gout termasuk:
1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINs).
OAINS dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout
secara efektif. Efek samping yang sering terjadi karena OAINS adalah iritasi pada
sistem gastroinstestinal, ulserasi pada perut dan usus, dan bahkan pendarahan
pada usus. Penderita yang memiliki riwayat menderita alergi terhadap aspirin atau
polip tidak dianjurkan menggunakanobat ini. Contoh dari OAINS adalah
indometasin. Dosis obat ini adalah 150- 200 mg/hari selama 2-3 hari dan
dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu berikutnya.
2. Kolkisin
Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam
waktu 48 jam pada sebagian besar pasien. Kolkisin mengontrol gout secara efektif
dan mencegah fagositosis kristal urat oleh neutrofil, tetapi seringkali membawa
efek samping, seperti nausea dan diare.
Dosis efektif kolkisin pada pasien dengan gout akut berhubungan dengan
penyebab keluhan gastrointestinal. Obat ini biasanya diberikan secara oral pada
awal dengan dosis 1 mg, diikuti dengan 0,5 mg setiap dua jam atau dosis total 6,0
mg atau 8,0 mg telah diberikan. Kebanyakan pasien, rasa sakit hilang 18 jam dan
diare 24 jam; peradangan sendi reda secara bertahap pada 75-80% pasien dalam
waktu 48 jam. Pemberian kolkisin dosis rendah dapat menurunkan efek samping
gastro-intestinal ataupun efek toksisitas dari kolkisin itu sendiri. AGREE (Acute
Gout Flare Receiving Kolkisine Evaluation) membandingkan efektivitas
pemberian kolkisin dalam dosis tinggi (4,8 mg dalam 6 jam) dan dalam dosis

51
rendah (1,8 mg dalam 1 jam) dalam sebuah studi acak. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kolkisin dosis rendah lebih superior dalam hal efikasi
maupun tingkat keamanannya dibandingkan kolkisin dosis tinggi. Pemberian
kolkisin lebih dari 1,8 mg dalam 1 jam (AUC0 43.8 nanograms x jam/ml) akan
meningkatkan efek sampingnya tanpa meningkatkan efek klinisnya.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan yang
lansung disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari steroid antara lain
penipisan tulang, susah menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Steroids digunakan pada penderita gout yang tidak bisa
menggunakan OAINS maupun kolkisin.Prednison 20-40 mg per hari diberikan
selama tiga sampai empat hari. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap
selama 1-2 minggu. ACTH diberikan sebagai injeksi intramuskular 40-80 IU, dan
beberapa dokter merekomendasikan dosis awal dengan 40 IU setiap 6 sampai 12
jam untuk beberapa hari, jika diperlukan. Seseorang dengan gout di satu atau dua
sendi besar dapat mengambil manfaat dari drainase sendi diikuti dengan injeksi
intraartikular dengan 10-40 mg triamsinolon atau 2-10 mg deksametason,
kombinasi dengan lidokain.

12.3 Komplikasi
 Komplikasi Penyakit Asam Urat
Ada beberapa masalah kesehatan lainnya yang bisa muncul akibat penyakit
asam urat, terlebih jika kondisi ini diabaikan atau tidak diobati. Beberapa contoh
komplikasi akibat asam urat di antaranya adalah penyakit batu ginjal, munculnya
benjolan-benjolan di bawah kulit yang disebut tofi, dan kerusakan sendi, dan
masalah psikologis.
 Penyakit batu ginjal
Asam urat di dalam tubuh dikeluarkan dalam bentuk air seni melalui ginjal.
Adakalanya asam urat tersebut menciptakan endapan-endapan di dalam ginjal,
terlebih jika kadarnya yang tinggi. Jika ukuran endapan masih kecil, maka tubuh

52
akan membuangnya secara alami melalui saluran kemih. Namun jika ukurannya
terlalu besar, maka bisa menimbulkan penyakit batu ginjal.
Selain sensasi seperti selalu ingin buang air kecil, penderita penyakit batu
ginjal biasanya akan merasakan sakit saat buang air kecil akibat terganggunya
aliran urine. Jika tidak segera ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan infeksi di
dalam sistem kemih. Menurut data, sekitar 10-25 persen penderita penyakit asam
urat turut mengalami masalah batu ginjal. Dokter biasanya akan memberikan obat
yang dapat melarutkan batu ginjal dan menurunkan kadar keasaman dalam urine.
Selain itu, penderita batu ginjal juga disarankan untuk minum banyak air untuk
mengeluarkan endapan-endapan asam urat.
 Munculnya benjolan-benjolan tofi
Tofi adalah gumpalan-gumpalan kecil berwarna putih atau kuning di balik
kulit yang terbentuk dari akumulasi kristal-kristal asam urat. Benjolan tofi
biasanya muncul pada lutut, siku, jari kaki dan jari tangan, lengan, tumit, atau
bahkan telinga.
Biasanya tofi muncul pada penderita penyakit asam urat parah atau yang
sudah lama tidak ditangani. Namun ada juga tofi yang muncul pada orang yang
bahkan belum pernah mengalami serangan penyakit asam urat. Meski sering kali
tidak menimbulkan rasa sakit, rutinitas sehari-hari (misalnya berpakaian atau
makan) bisa terganggu jika tofi tumbuh di jari tangan.
Kemunculan tofi menjadi sinyal bahwa pengobatan penyakit asam urat tidak
bisa ditunda-tunda lagi dan harus segera dilakukan. Jika kadar asam urat berhasil
diturunkan, tofi akan berangsur-angsur mengecil seiring larutnya kristal-kristal
natrium urat. Namun sebaliknya jika terus dibiarkan, maka tofi akan membesar
dan pada akhirnya menimbulkan rasa sakit. Tofi yang meradang tersebut bahkan
bisa pecah dan mengeluarkan cairan menyerupai pasta gigi yang terdiri dari
campuran nanah dan kristal-kristal urat. Segera konsultasikan kepada dokter jika
tubuh Anda ditumbuhi tofi berukuran besar atau terasa menyakitkan. Apabila
dianggap perlu, dokter akan melakukan pembedahan untuk membuang tofi
tersebut.

53
 Kerusakan pada sendi
Kristal-kristal natrium urat yang terus menumpuk dan membentuk tofi di
dalam sendi lambat laun bisa merusak sendi. Bukan hal yang mustahil jika
kerusakan sendi secara permanen bisa terjadi apabila kondisi ini tidak kunjung
ditangani. Jika sendi sudah rusak, maka operasi terpaksa harus dilakukan oleh
dokter untuk memperbaiki atau menggantinya.
 Masalah psikologis
Perubahan suasana hati dan stres bisa saja dialami oleh penderita penyakit
asam urat. Bukan hanya karena nyeri luar biasa yang dirasakan, tapi juga efek dari
kondisi ini yang membuat rutinitas sehari-hari menjadi terganggu. Jika diabaikan,
maka tidak mustahil bisa mengarah kepada depresi. Maka dari itu, sebelum
muncul masalah psikologis yang lebih serius, segera temui dokter jika Anda
adalah penderita penyakit asam urat dan Anda merasa stres dengan kondisi yang
dialami.

54

Anda mungkin juga menyukai