Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi
degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi,
termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA merupakan bentuk yang
paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika
Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga
mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80%
penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari
mereka yang memiliki gejala. Di Amerika Serikat, pasien yang dirawat di rumah sakit
untuk osteoarthritis meningkat dari 322.000 pada tahun 1993 menjadi 735.000 pada 2006.

Prevalensi OA di dunia diperkirakan berjumlah 9,6% laki-laki dan 18% perempuan


yang berumur ≥ 60 tahun.4 World Health Organization (WHO) melaporkan OA diderita
oleh 27,4 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara.5 Osteoartritis lutut berdasarkan bukti
radiografi diderita oleh 14,1% laki-laki dan 22,8% wanita yang berusia ≥ 45 tahun pada
populasi Amerika dan Eropa.4 Prevalensi OA lutut di Indonesia secara radiografi
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.6 Insidensi OA lutut di RSU dr.
Soedarso pada periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2009 sebanyak 196
pasien,7 sedangkan insidensi OA lutut di RSU dr. Soedarso dari tahun 2011 – 2012
mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2011 tercatat 362 kasus dan pada tahun 2012
tercatat 453 kasus.

Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan
penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun.
Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian
yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang
berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang
menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi
sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi
tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun.
Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia .
Pada tahap awal nyeri terjadi terutama saat aktifitas menumpu berat badan dalam
waktu yang lama seperti naik turun tangga, nyeri meningkat secara progresif dari hari ke
hari. Nyeri juga dirasakan saat istirahat dan dimalam hari. Pada tahap selanjutnya, nyeri
dan kekakuan terjadi setelah duduk lama seperti menonton film. Kekakuan biasanya
berhubungan saat memulai gerakan dan cenderung hilang setelah beberapa menit. Gejala
sendi terkunci dan tiba-tiba tertekuk (giving way) dapat juga terjadi saat adanya
kerusakan meniskus dan ligamen sebagai stabilitas sendi, sehingga dapat meningkatkan
resiko jatuh.

Dilihat dari aspek fisioterapi, OA dapat menimbulkan berbagai tingkatan gangguan


yaitu impairment seperti menurunnya kekuatan otot, keterbatasan luas gerak sendi,
adanya nyeri, dan tingkat functional limitation seperti gangguan berjalan, berlari, dan naik
turun tangga. Usaha pengurangan nyeri atau modulasi nyeri adalah kegiatan yang banyak
dilakukan oleh fisioterapi klinis sekaligus membawa mereka berhadapan dengan banyak
masalah seperti impairment, functional limitation dan disability dari setiap pasien yang
berbeda-beda. fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bergerak dalam
kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta meningkatkan derajat kesehatan dengan
mengurangi nyeri, meningkatkan ROM, meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas sendi
pada kasus Osteoarthritis dengan menggunakan modalitas terapi dan Terapi Manual.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kasus


1. Anatomi dan Fisiologi Knee Joint

Gambar. 2.1 Tulang Pembentuk Knee Joint

Sendi lutut dibentuk oleh tulang femur, tulang tibia fibula dan tulang
patella.

a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan tersebar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokantor mayor dan
trokantor minor, di bagian unjung membentuk persendian lutut, terdapat dua
tonjolan yang disebut kondilus medianus dan kondilus lateralis. Diantara
kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang disebut dengan fossa kondilus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang bentuknya lebih kecil, pada bagian
pangakal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangakan kaki dan terdapat taju yang disebut tulang
malleolus medianus.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha
yang membentuk persendian lutut dengan tulang femur pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut tulang malleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur.
Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah
hanya jarak patella dan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan
otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada kondisi 90
derajat kedudukan patella diantara kedua kondilus femur dan saat ekstensi
maka patella terletak pada permukaan anterior femur.

Knee Joint terdiri atas 2 sendi, yaitu tibiofemoral joint dan patellofemoral
joint.

a. Tibiofemoral Joint
Tibiofemoral joint yang biasa disebut knee joint, merupakan biaxial
modified hinge joint dengan 2 meniskus sebagai bantalan sendi. Dataran
medial tibia lebih besar daripada dataran lateral tibia, yang masing-masing
memiliki meniskus fibrocartilaginous. Meniskus berfungsi memperbaiki
kongrueni-tas (sebangun) permukaan sendi.
Meniskus melekat pada kapsul sendi melalui ligamen coronary. Meniskus
medialis sangat melekat pada kap-sul sendi serta ligamen collateral medial,
ligamen cruciatum anterior, dan otot semi-membranosus. Oleh karena itu
sangat mudah injury ketika terjadi pukulan lateral pada knee.
Tibiofemoral joint dibentuk oleh 2 condylus asimetris yang konveks pada
ujung distal femur, yang bersendi dengan 2 dataran tibia yang konkaf pada
ujung proksimal tibia. Condylus medial lebih panjang daripada lateral
sehingga memberikan kontribusi ter-hadap mekanisme penguncian di knee.
Kedua meniskus berbentuk 2 halfmoon, berfungsi sebagai shock
absorber. Regio knee joint memiliki banyak bursa berfungsi untuk
mengurangi gaya friksi. Dibagian dorsal terdapat fossa poplitea yg dibentuk
oleh tendon biceps femoris, tendon semimembranosus-semitendinosus, & 2
caput gastrocnemius.
Di fossa poplitea terdapat nervus tibialis posterior dan vena-arteri
poplitea. Stabilitas anterior-posterior sendi diperkuat oleh ligamen cruciatum
posterior & anterior.
Stabilitas medial sendi diperkuat oleh ligamen collateral medial (tibialis)
dan stabilitas lateral sendi diperkuat oleh ligamen collateral lateral
(femoralis). Terdapat pes anserine pada sisi medial knee joint, yaitu dibentuk
oleh otot sartorius, gracilis & semitendinosus yg sama-sama melekat pada
permukaan anteromedial proksimal tibia.

Gambar. 2.2 Tibiofemoral Joint

b. Patello Femoral Joint


Patellofemoral (knee cap joint) dibuat dari dua tulang yaitu tulang
tempurung lutut (patellar) dan tulang paha (femur).Sendi patellofemoral
adalah struktur yang unik dan kompleks yang terdiri dari unsur-unsur statis
(tulang dan ligamen) dan elemen dinamis (sistem neuromuskular). Patella
memiliki konfigurasi segitiga dengan puncaknya diarahkan secara inferior.
Lebih lanjut, ia berartikulasi dengan trochlea, permukaan artikulasi distal
femur, yang merupakan permukaan artikulasi utama dari sendi
patellofemoral.
Sendi dengan jenis modified plane joint dan terletak diantara tulang femur
dan patella. Sendi ini berfungsi membantu 26 mekanisme kerja dan
mengurangi friction quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur
mengikuti pola ulur gerak lurusmelengkung ke medial-lurus. Gerak geser
patella ke proksimal dan ke distal saat ekstensi dan fleksi. Saat ekstensi
disertai gerak geser patella ke medial hingga kembali lurus.

Gambar. 2.3 Patello Feoral Joint

Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen.


Ligamen-ligamen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen cruciatum
yang dibagi menjadi dua yaitu ligamen cruciatum anterior dan ligamen
cruciatum posterior. Ligamen collateral yang juga dibagi menjadi dua bagian
yaitu ligamen collateral medial dan ligamen collateral lateral.
Gambar. 2.4. Ligamen kolateral sendi lutut A. Tampakan lateral B. Tampakan medial
(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

Ligamen cruciatum merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut.


Dinamakan ligamen cruciatum karena saling menyilang antara satu dengan
yang lain. Ligamen ini berada pada bagian depan dan belakang sesuai dengan
perlekatan pada tibia. Fungsi ligamen ini adalah menjaga gerakan pada sendi
lutut, membatasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan rotasi pada posisi
ekstensi, juga menjaga gerakan slide ke depan dan ke belakang femur pada
tibia dan sebagai stabilisasi bagian depan dan belakang sendi lutut.

a. Ligamen crusiatum anterior


Ligamen cruciatum anterior membentang dari bagian anterior fossa
intercondyloid tibia melekat pada bagian lateral condylus femur yang
berfungsi untuk mencegah gerakan slide tibia ke anterior terhadap femur,
menahan eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut, mencegah hiperekstensi lutut
dan membantu saat rolling dan gliding sendi lutut.

b. Ligamen crusiatum posterior


Ligamen cruciatum posterior merupakan ligamen yang lebih pendek
dibanding dengan ligamen cruciatum anterior. Ligamen ini berbentuk kipas
membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas dari fossa
intercondyloid tibia dan melekat pada bagian luar depan condylus medialis
femur. Ligamen ini berfungsi untuk mengontrol gerakan slide tibia ke
belakang terhadap femur, mencegah hiperekstensi lutut dan memelihara
stabilitas sendi lutut.
c. Ligamen Colateral medial
Ligamen collateral medial merupakan ligamen yang lebar, datar dan
membranosus bandnya terletak pada sisi tengah sendi lutut. Ligamen ini
terletak lebih posterior di permukaan medial sendi tibiofemoral yang melekat
di atas epicondylus medial femur di bawah tuberculum adduktor dan ke
bawah menuju condylus medial tibia serta pada medial meniscus. Ligamen
ini sering mengalami cidera dan fungsinya untuk menjaga gerakan ekstensi
dan mencegah gerakan ke arah luar.
d. Ligamen Colateral lateral
Ligamen collateral lateral merupakan ligamen yang kuat dan melekat di
atas epicondylus femur dan di bawah permukaan luar caput fibula. Fungsi
ligamen ini adalah untuk mengawasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan
ke arah medial. Dalam gerak fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral
lutut.

Tulang-tulang pembentuk sendi dihubungkan satu dengan lainnya


oleh selubung yang disebut kapsula artikularis sebagai pembungkus yang
mengelilingi permukaan-permukaan sendi dan membungkus rapat ruang
sendi yang terdapat diantara tulang-tulang tersebut. Lapisan luar kapsila
arikularis (lamina fibrosa) merupakan salah satu struktur penting yang
mengikat tulang-tulang pembentuk sendi. Lamina fibrosa dapat menahan
regangan yang kuat. Lapisan dalam kapsula artikularis (lamina synovial)
dibentuk oleh membrane synovial yang mensekresikan cairan synovial
(synovia) ke dalam ruang sendi ujung articular tulang masanya membesar
danmempunya lapisan luar tulang yang tipis tetapi padat (kompakta),
disebelah dalamnya terdapat anyaman tulang spongiosa. Kapsul sendi lutut
ini termasuk jaringan fibrosus yang avascular sehingga jika cidera sulit
proses penyembuhan.
a. Cartilago articularis/tulang rawan
Pada sebagian besar sendi orang dewasa berjenis cartilago hyaline dan
merupakan jaringan yang avascular, alymphatic dab aneural yang menutupi
permukaan pesendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang subchondral.
Fungsi dari cartilago articularis adalah sebagai bantalan penutup tulang pada
sendi synovial, yang memungkinkan menahan tekanan pada permukaan
persendian, mentransmisikan dan mendrirtibusikan beban yang meningkat,
dan mempertahankan kontak dengan tahanan gesek minimal.

Gambar.2.5.Kartilago

b. Meniscus

Meniscus merupakan jaringan lunak, menisces pada sendi lutut adalah


meniscus lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah (1) penyebaran
pembebanan (2) peredam kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan
rotasi (4) mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap
oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.

Gambar.2.6.Meniscus

(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)

c. Bursa

Bursa adalah kantong yang berisi cairan yang berfungsi menjaga agar
tidak terjadi gesekan secara langsung mungkin otot dengan otot, otot dengan
tulang dan otot dengan kulit. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi
lutut antara lain : (1) bursa popliteus, (2) bursa suprapatellaris, (3) bursa
infrapatellaris, (4) bursa subcutan prapatelaris, (5) busra sub patellaris.(Dr.
A.N. de Wolf, J.M.A.Mens ; 1994, 98)

Gamba.2.7. Membran sinovial dan bursa sendi lutut


2. Biomekanik Knee Joint
a. Osteokinematika
1) Tibiofemoral Joint
Tibiofemoral joint termasuk kedalam sendi biaxial bicondyloid
dengan 2 pasang gerakan (2 DKG) yaitu fleksi – extensi dan exorotasi –
endorotasi, sedangkan gerak pasif yang terjadi adalah valgus – varus
knee.
ROM fleksi knee adalah 0o – 120o (gerak aktif) dan 0o – 140o
(gerak pasif), sedangkan ROM extensi/hiperextensi knee adalah 0o –
5o/10o. Pada akhir ekstensi, ligamen collateral lateral dan medial serta
ligamen cruciatum menjadi tegang/terulur. Sedangkan pada
hiperekstensi, ligamen popliteal oblique menjadi tegang/terulur untuk
memproteksi knee joint. Pada akhir fleksi, ligament patellaris terulur
(tegang) yang disertai dengan tendon quadri-ceps femoris.
Otot yang bekerja pada gerakan fleksi knee adalah group otot
hamstring yang dibantu oleh caput medial dan lateral gastrocnemius,
sedangkan otot yang bekerja pada gerakan extensi knee adalah group otot
quadriceps femoris.
Otot hamstring dapat mempengaruhi rotasi tibia terhadap femur.
Dalam aktivitas closed kinematik chain, otot hamstring dapat bekerja
mengekstensikan knee dengan menarik tibia. Otot gastrocnemius juga
berfungsi sebagai fleksor knee, tetapi fungsi utamanya adalah saat knee
menumpuh berat badan maka otot gastrocnemius menopang kapsul
bagian posterior melawan gaya hiperekstensi. Begitu pula otot popliteus
yang menopang kapsul sendi bagian posterior dan bekerja untuk
melepaskan penguncian pada knee. Group otot pes anserinus (sartorius,
gracilis, semitendinosus) memberikan stabilitas medial knee joint dan
mempengaruhi rotasi tibia dalam closed kinematik chain.
Patella dapat memperbaiki lever/pengungkit dari gaya otot
quadriceps melalui peningkatan jarak tendon quadriceps dari axis knee
joint. Efek lever yang paling besar adalah dari 60o ke 30o ekstensi dan
cepat menurun dari 15o ke 0o full ekstensi. Puncak gaya/kekuatan otot
quadriceps terjadi antara 70o dan 50o. Selama latihan open kinematik
chain, dianjurkan memberikan tahanan maksimum sampai akhir ekstensi
penuh agar gaya kontraksi otot quadriceps relatif kuat sampai akhir
ekstensi penuh. Dalam closed kinematik chain, otot quadriceps femoris
dibantu oleh kerja otot hamstring dan solues untuk menarik tibia ke
posterior. Selama fase menumpuh berjalan (stance phase), otot quadriceps
akan mengontrol besarnya fleksi knee dan menyebabkan ekstensi knee.
ROM exorotasi knee adalah 0o – 40o, sedangkan ROM endorotasi
knee adalah 0o – 30o. Exorotasi dan endorotasi hanya terjadi pada posisi
knee fleksi karena pada posisi fleksi knee ligamen cruciatum dan
collateral menjadi kendur sedangkan pada posisi ekstensi knee ligamen
collateral dan cruciatum menjadi tegang serta terjadi penguncian. Pada
akhir endorotasi, ligamen collateral lateral menjadi tegang/terulur dan
ligamen cruciatum saling terpisah. Endorotasi yang berlebihan
menyebabkan meniskus lateral robek. Pada akhir external rotasi, ligamen
collateral medial menjadi tegang dan ligamen cruciatum saling
bersilangan. External rotasi yang berlebihan menyebabkan meniskus
medial robek.
Group otot pes anserinus sangat berperan pada gerakan endorotasi
knee, sedangkan tensor fascia latae beserta traktus iliotibialis berperan
pada gerakan exorotasi knee yang dibantu oleh otot biceps femoris.
Pada tibiofemoral joint dapat terjadi gerak valgus dan varus knee
secara pasif. Valgus knee dapat menyebabkan ligamen collateral medial
teregang/terulur. Varus knee dapat menyebabkan ligamen collateral
lateral teregang/terulur. Jika valgus knee disertai dengan exorotasi knee
dapat menyebabkan ligamen collateral medial dan meniskus medial
teregang (overstretch). Jika varus knee disertai dengan endorotasi knee
dapat menyebabkan ligamen collateral lateral dan meniskus lateral
teregang (overstretch).
Rotasi dapat terjadi antara condylus femur dan dataran tibia selama
derajat akhir ekstensi knee. Mekanisme ini dikenal sebagai locking atau
screw-home mechanism (mekanisme penguncian) yaitu :
a) Ketika tibia bebas (open kinematik chain), akhir gerakan ekstensi akan
menghasilkan rotasi tibia kearah external terhadap femur sehingga terjadi
locking/screw-home (penguncian). Untuk melepaskan penguncian maka
tibia dirotasikan kearah internal.
b) Ketika tibia terfiksir (closed kinematik chain), akhir ekstensi akan
menghasilkan rotasi femur kearah internal (condylus medial slide lebih
jauh kearah dorsal daripada condylus lateral) sehingga terjadi
locking/screw-home (penguncian).
c) Pada closed kinematik chain, secara bersamaan hip menjadi ekstensi. Jika
seseorang mengalami gangguan pada ekstensi hip maka locking knee tidak
dapat terjadi.
d) Dalam closed kinematik chain, pada saat knee tidak terkunci maka femur
berotasi kearah lateral/eksternal. Tidak terkuncinya knee secara tidak
langsung terjadi ketika fleksi hip dan secara langsung dipengaruhi oleh
aksi otot popliteus.

2) Patellofemoral Joint
Patellofemoral joint merupakan sendi plane nonaxial yang hanya
menghasilkan gerak slide. Patella hanya terjadi slide disepanjang sulcus
intercondylaris selama gerakan fleksi – extensi knee. Pada saat fleksi
patella akan slide kearah caudal, dan pada saat extensi maka patella akan
slide ke cranial atau kembali ke posisi awal. Jika gerakan patella
terganggu/terbatas, maka dapat mempengaruhi ROM fleksi knee dan
memberikan kontribusi terhadap laju ekstensor pada aktif ekstensi knee.
Alignment patella memiliki sudut yang dikenal dengan “Q angle”
(sudut Q). Q angle adalah sudut yang dibentuk oleh 2 garis yang saling
memotong; garis pertama dari SIAS ke mid-patella, dan garis kedua dari
tuberculum tibia ke mid-patella (normalnya 15o). Q angle
menggambarkan jalur lateral atau efek haluan busur (bowstring) terhadap
otot quadriceps dan tendon patellaris. Terdapat 3 gaya yang
mempertahankan sudut Q atau alignment patella yaitu :
a) Lateral fiksasi patella dihasilkan oleh iliotibial band dan retinaculum
lateral.
b) Pada sisi medial patella diperkuat oleh tarikan aktif dari otot vastus
medialis yang oblique.
c) Ligament patellaris memfiksasi patella kearah inferior melawan tarikan
aktif otot quadriceps kearah superior.

Gambar 2.8. Q-angle (sudut Q) dan abnormalitas Q-angle

Sudut Q dapat mengalami kelainan atau terjadi mal-alignment


patella dimana terjadi problem jalur patella yang disebabkan oleh :
a) Peningkatan sudut Q ; akibat genu valgus, pronasi kaki, pelvis yang lebar,
peningkatan anteversi femur, atau external torsion tibia.
b) Ketegangan otot dan fascial, yaitu :
(1) Ketegangan iliotibial band dan retinaculum lateral dapat mencegah
medial slide dari patella.
(2) Ketegangan plantarfleksor ankle akan menghasilkan pronasi kaki
ketika dorsifleksi ankle, sehingga menyebabkan medial torsion dari
tibia dan pergeseran ke lateral secara fungsional dari tuberositas tibia
hubungannya dengan patella.
(3) Ketegangan otot rectus femoris dan hamstring dapat mempengaruhi
mekanikal knee, sehingga menyebabkan kompensasi.
c) Lemahnya kapsular retinaculum medial atau otot vastus medialis yang
oblique :
(1) Otot vastus medialis mengalami kelemahan akibat disuse atau
terinhibisi karena bengkak/nyeri sendi sehingga stabilitas medial
jelek.
(2) Adanya muscle imbalance dari kontraksi otot antara vastus medialis
dan vastus lateralis.
(3) Kelemahan otot vastus medialis akan meningkatkan pergeseran ke
late-ral dari patella.
Patella akan mengalami kompresi pada saat closed kinematik
chain dengan berbagai aktivitas. Kompresi pada bagian posterior patella
melawan femur dapat meningkat dengan tajam pada sudut 30o fleksi knee.
Mendekati 30o fleksi knee, kompressi pada patella sekitar besarnya berat
tubuh. Jika derajatnya meningkat (> 30o) seperti pada aktivitas naik turun
tangga maka kompresi pada patella terjadi sekitar 3 x berat tubuh.
Kompresi pada patella menjadi 8 x berat tubuh selama aktivitas squat dan
deep-knee-bending.

Gambar 2.9. Gerakan patellofemoral joint.


b. Arthrokinematik
1) Tibiofemoral Joint
a) Tulang femur berbentuk konveks dengan dua condylus yang tidak
simetris pada ujung distal femur, dimana condylus medial lebih
panjang daripada lateralis sehingga dapat menghasilkan mekanisme
penguncian lutut.
b) Tulang tibia berbentuk konkaf dengan dua dataran tibia pada ujung
proksimal tibia beserta meniscus fibrokartilago. Dataran medial
lebih besar daripada dataran lateral.
c) Pada open kinematik chain (kinematika terbuka), dataran tibia
bergerak dengan slide dalam arah yang sama dengan gerak
angularnya.
d) Pada closed kinematik chain (kinematika tertutup), condylus femur
bergerak slide dalam arah yang berlawanan dengan gerak
angularnya.
Tabel 2.1.
Hubungan gerak angular dengan arthrokinematikanya

Gerakan angular tibia Arthrokinematika dataran tibia terhadap


condylus femur
 Fleksi Posterior
 Ekstensi Anterior

Tabel 2.2.
Hubungan gerak angular dengan arthrokinematikanya

Gerakan angular femur Arthrokinematika condylus femur terhadap


dataran tibia
 Fleksi Anterior
 Ekstensi Posterior
Gambar 2.6. Arthrokinematikan condylus femur terhadap dataran tibia

2) Patellofemoral joint
Telah dijelaskan diatas bahwa patellofemoral joint hanya
menghasilkan gerak slide saat terjadi fleksi – ekstensi knee. Selain itu,
dapat dilakukan gerak slide secara pasif pada patella yaitu medial slide
dan lateral slide untuk melihat keutuhan cartilago sendi dan mobilitas
patella.
3. Patologi
a. Defenisi Osteoarthritis Knee
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada
struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis
dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian,
dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.
Osteoarthritis (OA) merupakan sindroma klinis nyeri sendi yang disertai
dengan berbagai derajat limitasi fungsi dan berkurangnya quality of life.
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-
sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa
memburuknya tulang rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari
perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis maupaun patologis yang
terjadi pada perendian
b. Etiologi
Osteoarthritis dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder. OA primer
disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak
ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya perubahan
degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau
degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks metabolik tertentu (Robbins,
2007).
1) Osteoarthritis Primer
(a) Tidak diketahui penyebabnya
(b) Diduga akibat perubahan intrinsic dalam jaringan itu sendiri
(c) Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses
penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai
mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang
responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi
oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada
orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang
tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada
lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan
resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang
sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang
cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang,
sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini
secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap
OA.
(d) Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa
prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada
laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya
hormon pada perempuan pasca menopause.
(e) Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain
untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen,
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial
pada osteoartritis.

2) Osteoarthritis Sekunder
(a) Adanya malaligment seperti genu valgus dan varus dapat memicu
berkembangnya Osteoarthritis Knee dan lebih rentan pada genu
varus.
(b) Sebagian besar berawal dari perubahan mekanik sendi. Dapat
disebabkan oleh trauma seperti cedera ligament, meniscus, fraktur
yang mengakibatkan perbedaan panjang tungkai, repetitive
mikrotrauma, aktivitas pekerjaan berat atau olahraga yang melibatkan
knee joint
(c) Berat badan berlebihan dapat memicu berkembangnya
osteoarthritis knee yang lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki-laki berhubungan dengan varus deformitas.
Overweight cenderung menghasilkan kelelahan otot secara dini
sehingga menyebabkan terjadinya abnormal kinematik knee joint
dan memicu perkembangan osteoarthritis knee.
c. Klasifikasi
Ada lebih dari satu klasifikasi artritis. Dua dari yang umum adalah sistem
Kellgren - Lawrence Grading dan Outerbridge. Sistem Kellgren dan
Lawrence didasarkan pada xrays dan terdiri dari Normal, Grade I, Grade II,
Grade III dan Grade IV.Hal ini berdasarkan dari ada tidaknya ciri khas dari
osteoarthritis, yaitu; Joint space narrowing bone terlihat pada rontgen tapi
ligamen tulang rawan yang mencakupnya tidak. Persendian normal tampak
memiliki ruang antar tulang. Setiap penurunan ruang menandakan penipisan
tulang rawan penutup.
Osteophytes - proyeksi dari tulang kecil yang terbentuk di sekeliling
persendian. Dianggap sebagai akibat dari tubuh yang mencoba untuk
meningkatkan luas permukaan persendian untuk mengurangi tekanan.
Osteophytes inilah yang menyebabkan terbatasnya rentang gerak dan dapat
menyebabkan rasa sakit.
Sclerosis – yang berarti 'pengerasan' dan merupakan tanda osteoarthritis,
yang terlihat sebagai peningkatan daerah putih di tulang pada persendian
 Grade I : penyempitan ruang sendi, bisa terdapat osteophytes
 Grade II: terlihat ada osteophytes yang kecil ,bisa terdapat penyempitan
 Grade III: osteophyte berukuran sedang dan multiple, penyempitan ruang
sendi, beberapa sclerotic area, bisa terdapat deformasi tulang
 Grade IV: osteophyte luas dan multiple, penyempitan ruang sendi yang
parah, sclerosis dan terjadi deformitas
The Outerbridge Classification juga menilai dari Grade 0-IV.
Namun lebih mengacu pada kondisi yang terlihat melalui athroskopi
daripada dari rontgen
 Grade 0 : Normal
 Grade I : pelunakan dan pembengkakan dari persendian kartilago
 Grade II : penebalan dari sebagian fissura sendi
 Grade III: penebalan seluruhya dari fissura sendi
 Grade IV: erosi keseluruhan kartilago sendi

d. Tanda dan Gejala


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan
Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

1) Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang
melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih
tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan
menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga
dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa
sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (
sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal
ini menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di
dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band.
2) Hambatan gerakan sendi
Terjadi kesulitan atau rasa kaku saat akan memulai gerakan pada
kapsul, ligamen, otot, dan permukaan sendi lutut. Kekakuan gerak sendi
(joint stiffness) terjadi oleh rasa nyeri sendi mengakibatkan retreksi
kapsul sendi. Selain itu, timbulnya osteofit dan penebalan kapsuler,
spasme otot serta nyeri membuat pasien tidak mau melakukan gerakan
secara maksimal sampai batas normal, sehingga mengakibatkan
keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut. Keterbatasan gerak tersebut
bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola
kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi
(Kuntono,2011).
3) Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam
diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi
hari.
4) Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
5) Pembesaran sendi ( deformitas )
OA Genu yang berat akan menyebabkan destruksi kartilago,
tulang, dan jaringan. Deformitas varus terjadi bila adanya kerusakan pada
kompartemen medial dan kendornya ligamentum collateral lateral, serta
variasi subluksasi karena perpindahan titik tumpu pada lutut atau
diakibatkan oleh pembatasan adanya osteofit yang besar (Kuntono, 2011)
6) Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
7) Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat
dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini
tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
8) Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
9) Kelemahan Otot Quadriceps dan Atrofi Otot Sekitar Sendi Lutut
Terjadi karena aktivasi nociceptor pada tanduk belakang medulla
spinalis yang menginhibisi sel motor neuron pada tanduk depan medulla
spinalis. Otot quadriceps mendapat persarafan somatik dari segmental
lumbal 4 yang sesegmen dengan persarafan somatik sensoris sendi lutut.
Apabila nyeri dan kekakuan sendi berlangsung lama, maka otot
quadriceps akan menunjukan atrofi (Kuntono, 2011).
10) Instabilitas Sendi Lutut
Instabilitas ini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan otot sekitar
sendi lutut dan juga oleh kendornya ligamen sekitar lutut. Selain itu juga
terjadi akibat menurunnya fungsi propioseptor di dalam merespon reaksi
artrokinematik pada setiap perubahan posisi (Kuntono, 2011).

e. Proses Patologi Gangguan Gerak


Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh
khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi
sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan
inflamasi cairan sendi (Tjokroprawiro, 2007). Dengan kata lain terdapat satu
keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan
keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi,
akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi
yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut.
Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses
patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik.
Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk tidak
mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari
menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi
khondrosit. Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan
dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan
keseimbangan sintesis dan degradasi.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone
angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel
yang dapat menghantarkan rasa sakit.
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler
akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya
osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla
spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami peradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan
retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan
tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan
kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan
jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini
memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.

Gambar.2.10. Osteoartritis

B. Tinjauan tentang Assesmen dan Pengukuran Fisioterapi


Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi seharusnya selalu
memulai dengan melakukan assesment yaitu dimulai dengan pengkajian data
(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik, dan lain lain), kemudian
dilanjutkan dengan tujuan terapi, penatalaksanaan fisioterapi serta tindak lanjut dan
evaluasi.
Dalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan
problematika pasien dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan, dan dilanjutkan
dengan menentukan diagnosa fisioterapi.

1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan
dengan mengadakan tanyajawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis)
ataupun kepada keluarga pasien atau orang yang mengetahui tentang perjalanan
penyakit pasien secara langsung (hetero anamnesis). Dengan dilakukannya
anamnesis ini maka akan diperoleh informasi penting untuk membuat diagnosis.
Anamnesis dikelompokkan menjadi dua, yaitu anamnesis umum dan anamnesis
khusus.
a. Anamnesis Umum
Anamnesis umum terdiri dari data pribadi pasien yang berupa nama, umur,
jenis kelamin, agama, pekerjaan dan alamat.
b. Anamnesis Khusus
Suatu pemeriksaan yang mengacu pada keluhan local yang menyangkut
tentang keluhan atau gejala yang dialami pasien. Data yang diperoleh berupa
keluhan pasien, letak atau lokasi keluhan, bagaimana awal terjadinya pasien
mengalami keluhan tersebut, berapa lama pasien mengalami keluhan
tersebut, serta aktivitas yang memperingan dan memperberat pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari :
a. Inspeksi/Observasi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati pasien
secara langsung untuk mengidentifikasi tanda-tanda dari keluhan yang pasien
alami. Pemeriksaan inspeksi terbagi atas dua, yaitu inspeksi statis dan
inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah penilaian atau pemeriksaan dimana
pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah pemeriksaan
yang dilakukan dimana pasien dalam keadaan bergerak.

b. Vital Sign
Pemeriksaan tanda-tanda vital berupa tekanan darah, denyut jantung,
frekuensi pernapasan dan temperatur.
c. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang bagian tubuh pasien yang akan diperiksa atau yang dikeluhkan
pasien. Bertujuan untuk mengetahui adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu
lokal, tonus, oedema dan perubahan bentuk.
3. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
a. Gerak Aktif
Gerak aktif merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien secara
mandiri.
b. Gerakan Pasif
Gerakan pasif merupakan gerakan yang dibantu oleh terapis, pasien dalam
keadaan diam (rileks) dan fisioterapis yang seutuhnya menggerakan tubuh
pasien.
c. TIMT (Test Isometrik Melawan Tahanan)
Gerakan isometrik melawan tahanan merupakan gerakan aktif namun
mendapatkan tahanan dari terapis dan dari gerakan ini tidak menimbulkan
gerakan atau perubahan lingkup gerak sendi.
4. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi
a. VAS (Visual Analog Scale)
VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien
rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai “tidak nyeri,
ringan, sedang, atau berat”.
Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal atau
vertical, Panjang 10 cm (100 mm), seperti yang diilustrasikan pada gambar.
Pasien menandai garis dengan memberikan sebuah titik yang mewakili
keadaan nyeri yang dirasakan pasien saat ini, dalam 24 jam terakhir.
Dengan menggunakan sebuah penggaris atau mistar, skor VAS ditentukan
dengan menentukan jarak di atas gari 10 cm dari titi “tidak nyeri”ke titik yang
ditandai oleh pasien, dengan range skor dari 0-100 mm. Skor yang lebih
tinggi mengindikaskan intensitas nyeri lebih besar. Sebagai alat ukur, VAS
jelas bersifat subjective, menghasilkan data interval dengan nilai-nilai rasio
yang subjective pula.
b. MMT (Manual Muscle Testig)
Test kekuatan otot digunakan untuk menentukan fungsi capability dari
suatu otot atau sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan serta
kemampuannya sebagai stabilisator aktif dan support.
Kecurigaan adanya penurunan kekuatan otot dapat ditest dan diukur
melalui pendekatan Manual Muscle Testing (MMT) sebagai langkah mudah
untuk menentukan otot atau gerakan yang dipengaruhi dan level weaknes
yang terjadi.
MMT adalah sebuah metode untuk menilai fungsi dan kekuatan dari
individual otot dan sekelompok otot berdasarkan kemampuan dalam
menghasilkan suatu gerakan terkait gaya gravitasi dan tahanan manual
melalui ROM yang ada.
Niali 0 Tidak ada kontraksi atau tonus otot sama sekali
Nilai 1 Terdapat gerakan atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan
sama sekali
Nilai 2 Mampu melakukan gerakan namun belum bisa melawan
gravitasi
Nilai 3 Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh
dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan
minimal
Nilai 4 Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat
melawan tahanan sedang
Nilai 5 Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan
maksimal.
Tabel.2.1 Kriteria Nilai Kekuatan Otot
c. Test Stabilitas Sendi Lutut
1) Fluctuation Test
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pembengkakan pada knee. Kedua
tangan fisioterapis mendorong kearah patella secara bersamaan. Jika
terdapat gelembung pada patella maka terjadi kelainan (ada cairan di
dalam sendi).

2) Patellar Apprehension Test


Untuk mengetahui adanya bursitis atau cairan pada patella di bagian
medial dan lateral patella.

d. Joint Range of Motion (ROM)


Joint Range of Motion adalah lengkungan yang terbentuk melalui gerakan
aktif dan pasif pada sendi atau serangkaian sendi dengan menghasilkan sudut
gerak.
Fisioterapis menggunakan tes dan pengukuran Joint-ROM untuk menilai
biomekanik dan arthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas
dan karakteristik gerakan. Kehilngan Joint-ROM dikaitkan dengan gangguan
fungsi dalam banyak kasus. Respon dimonitoring pada saat istirahat, selama
kegiatan, dan setelah aktivitas yang dapat mengindikasikan kehadiran atau
beratnya impairment, activity limitation, dan participation restriction. Test
dan pengukuran ROM dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
Goniometer.
e. Pengukuran Kemampuan Fungsional
WOMAC merupakan salah satu instrumen outcome OA yang sering
digunakan, terutama pada OA lutut. WOMAC menghasilkan nilai
algofungsional yang dapat diperoleh melalui kuesioner untuk mengukur nyeri
sendi dan disabilitas pasien OA lutut. Instrumen ini terdiri atas tiga subskala
yaitu nyeri, kekakuan, dan keterbatasan fungsi fisik.

C. Tinjaun tentang Intervensi Fisioterapi


1. Infra Red
Pemberian sinar Infra Red dapat digunakan dalam memberikan efek
pengurangan nyeri, rileksasi otot dan melancarkan peredaran darah. Efek panas
yang ditimbulkan oleh Infra Red dapat memperlancar peredaran darah sehingga
pemberian nutrisi dan kebutuhan jaringan akan O2 terpenuhi dengan baik dan
dapat menaikkan suhu atau temperatur jaringan sehingga dengan demikian bisa
menghilangkan spasme dan rileksasi pada otot juga meningkatkan kemampuan
otot untuk berkontraksi.
2. Interferential Current
Arus interferensi merupakan hasil penggabungan dari dua arus frekuensi
menengah yang masing-masing mempunyai frekuensi yang berbeda akan
menimbulkan frekuensi dengan amplitude yang mengalami modulasi Amplitude
Modulation Frequency (AMF) atau sering dikenal dengan frekuensi terapi. AFM
ialah frekuensi dimana terjadi perubahan besaran amplitude (intensitas arus)
secara ritmis. Amplitudo merupakan hasil selisih antara frekuensi I dan frekuensi
II. Frekuensi menengah yang sering digunakan adalah 2000-5000 Hz. Arus
interferensi lebih nyaman, hal ini disebabkan durasinya yang sangat pendek dan
tidak menimbulkan efek kimia di bawah elektroda atau menghasilkan muatan
listrik netral (zero Neutral Charge) sehingga tidak mudah mengeksitasi
nosiseptor.
Efek terapeutik Interferential yang ditimbulkan yaitu mengurangan nyeri
hal ini dikarenakan arus interfential dapat merangsang saraf berdiameter besar.
Aktivitas saraf berdiameter besar dapat menimbulkan kode impuls nyeri yang
dibawa oleh nosisensorik.

3. Ultrasound
Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran
mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang
digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5–5 MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu. Ultra Sound memiliki tiga
efek antara lain, yaitu efek mekanik, efek panas, dan efek biologis.
a. Efek Mekanik
Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka akan
menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam jaringan sama dengan
frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi variasi tekanan dalam
jaringan. Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik yang
sering disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek
terapeutik yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat
diharapkan sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu
proses inflamasi fisiologis.
b. Efek Panas
Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek “friction” yang
hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan tidak sama tergantung dari nilai
“acustic independance”, pemilihan bentuk gelombang, intensitas yang
digunakan dan durasi pengobatan. Area yang paling banyak mendapatkan
panas adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit dan otot serta periosteum.
Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang diserap dan dipantulkan.
Agar efek panas tidak terlalu dominan digunakan intermitten ultrasound yang
efek mekanik lebih dominan dibandingkan efek panas.
Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur sebesar 0,07 derajat
Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan pada sebuah model jaringan otot.
Jadi tanpa adanya efek regulasi dari sirkulasi darah.
c. Efek Biologis
Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang merupakan refleks
fisiologis dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas. Efek biologis yang
ditimbulkan oleh ultrasound antara lain :
1) Meningkatkan sirkulasi darah
2) Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan
3) Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau bermielin tebal.
4) Rileksasi Otot
5) Meningkatkan Permeabilitas Membran
6) Mempercepat proses penyembuhan jaringan
7) Mengurangi Nyeri
4. Mobilisasi With Movement
Mobilisasi With Movement (MWM) merupakan teknik manual terapi
yang secara luas digunakan untuk manajemen nyeri dan peningkatan luas gerak
sendi pada muskuloskeletal. Pemberian MWM merupakan terapi yang
menggunakan gerakan aktif co-contraction yang ikombinasi dengan kontrol
gerakan dari terapis dengan prinsip tanpa nyeri saat metode diaplikasikan
sehingga memberikan suatu bentuk latihan aktif dengan perbaikan keseimbangan
otot dan merangsang redukasi propriosepsi gerak dan memberikan peregangan
kapsul sendi, melepaskan perlekatan intraseluler kapsuloligamentair sendi
sekaligus memberikan pumping reaksi untuk sirkulasi kapiler dan cairan
persendian sehingga terjadi perpindahan atau sirkulasi sisa metabolisme
penyebab nyeri, saat pemberian latihan akan diperoleh pengaruh terhadap
peningkatan kadar air dan matriks sekaligus memberikan kestabilan gerak
persendian dan mengurangi resiko terjadinya cedera berulang pada jaringan.
Selain itu, intervensi ini dapat meningkatkan mobilitas dan fungsi sendi serta
menurunkan rasa nyeri sehingga pola gerak sendi lutut kembali normal
(Mulligan, 2004).
5. Traksi
Traksi adalah suatu bentuk mobilisasi berupa tarikan yang membuat kedua
permukaan sendi saling menjauh, dalam hal ini traksi sendi tibiofemoral adalah
traksi ke arah distal searah sumbu longitudinal tulang tibia. Sedangkan teknik
gerakan oscillasi merupakan suatu bentuk gerakan pasif pada sendi yang dengan
amplitudo kecil atau besar dan diaplikasikan pada semua jarak gerakan dan dapat
dilakukan ketika permukaan sendi dikompressi. Teknik tersebut terdiri dari
gerakan fisiologis dan gerakan asesoris.
Traksi oscillasi memiliki efek terapeutik teknik mobilisasi yang menyebabkan
terjadinya pergerakan cairan sinovial serta membawa zat-zat gizi pada bagian
yang bersifat avaskuler di kartilago artikular dan juga di intraartikular
fibrokartilago. Teknik mobilisasi ini membantu menjaga pertukaran zat-zat gizi
serta mencegah nyeri dan efek degenerasi statik saat sendi mengalami
pembengkakan atau nyeri dan keterbatasan gerak.
6. Hold Relax
Hold Relax adalah teknik kontraksi isometrik resisted yang difasilitasi
oleh gaya yang sesuai, diikuti oleh relaksasi dan selanjutnya gerakan kedalam
ROM yang baru.
Hold Relax memiliki prinsip latihan yang dinamakan Reciprocal
Innervation (reciprocal inhibition), yaitu kontraksi otot akan diikuti secara
simultan oleh inhibisi otot antagonist. Reciprocal innervation merupakan bagian
yang penting dari gerakan yang terkoordinasi. Teknik relaksasi dapat
menggunakan prinsip ini. Hold Relax terdiri atas dua metode, yaitu direct method
dan indirect method. Direct method adalah kontraksi group otot yang terbatas
(spasme/tightness)  post-isometric relaxation, sedangkan indirect method
adalah kontraksi otot yang berlawanan dari group otot yang terbatas
(spasme/tightness)  antagonistic inhibition.
Efek terapeutik yang ditimbulkan yaitu dengan adanya kontraksi otot
antagonis akan berdampak terstimulusnya Golgi Tendo Organs sehingga
membangkitkan mekanisme inhibitory, akibatnya menghambat kekuatan impuls
motorik yg menuju otot antagonis. Penurunan impuls motorik pada otot antagonis
tersebut berdampak melemahnya kontraksi otot antagonis sehingga hambatan
kinerja otot agonis menjadi turun, akibatnya gerakan ke agonis menjadi lebih
mudah dan lebih luas. Di samping itu, penurunan kontraksi antagonis berarti
penurunan ketegangan otot sehingga stimulus pada nociseptor (organ penerima
rangsang nyeri) juga menurun, akibatnya tidak membangkitkan nyeri.
7. Walking Exercise
Agar pasien dapat secara mandiri melakukan ambulasi maka latihan
berjalan secara bertahap. Diawali dengan latihan jalan tanpa menumpu berat
badan atau non weigh bearing, baik menggunakan alat bantu walker maupun
ditingtaktan dengan pemakaian kruk dengan metode jalan swing yang terdiri dari
swing to swing through. Latihan ini bertujuan agar pasien dapat melakukan
ambulasi secara mandiri tanpa bantuan orang lain, walaupun ambulasi masih
menggunakan alat bantu, tanpa menapakkan kaki sebagai penyangga tubuh.

Anda mungkin juga menyukai