PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi
degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi,
termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA merupakan bentuk yang
paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika
Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga
mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80%
penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari
mereka yang memiliki gejala. Di Amerika Serikat, pasien yang dirawat di rumah sakit
untuk osteoarthritis meningkat dari 322.000 pada tahun 1993 menjadi 735.000 pada 2006.
Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan
penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun.
Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian
yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang
berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang
menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi
sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi
tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun.
Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia .
Pada tahap awal nyeri terjadi terutama saat aktifitas menumpu berat badan dalam
waktu yang lama seperti naik turun tangga, nyeri meningkat secara progresif dari hari ke
hari. Nyeri juga dirasakan saat istirahat dan dimalam hari. Pada tahap selanjutnya, nyeri
dan kekakuan terjadi setelah duduk lama seperti menonton film. Kekakuan biasanya
berhubungan saat memulai gerakan dan cenderung hilang setelah beberapa menit. Gejala
sendi terkunci dan tiba-tiba tertekuk (giving way) dapat juga terjadi saat adanya
kerusakan meniskus dan ligamen sebagai stabilitas sendi, sehingga dapat meningkatkan
resiko jatuh.
TINJAUAN PUSTAKA
Sendi lutut dibentuk oleh tulang femur, tulang tibia fibula dan tulang
patella.
a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan tersebar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokantor mayor dan
trokantor minor, di bagian unjung membentuk persendian lutut, terdapat dua
tonjolan yang disebut kondilus medianus dan kondilus lateralis. Diantara
kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang disebut dengan fossa kondilus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang bentuknya lebih kecil, pada bagian
pangakal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangakan kaki dan terdapat taju yang disebut tulang
malleolus medianus.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha
yang membentuk persendian lutut dengan tulang femur pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut tulang malleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur.
Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah
hanya jarak patella dan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan
otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada kondisi 90
derajat kedudukan patella diantara kedua kondilus femur dan saat ekstensi
maka patella terletak pada permukaan anterior femur.
Knee Joint terdiri atas 2 sendi, yaitu tibiofemoral joint dan patellofemoral
joint.
a. Tibiofemoral Joint
Tibiofemoral joint yang biasa disebut knee joint, merupakan biaxial
modified hinge joint dengan 2 meniskus sebagai bantalan sendi. Dataran
medial tibia lebih besar daripada dataran lateral tibia, yang masing-masing
memiliki meniskus fibrocartilaginous. Meniskus berfungsi memperbaiki
kongrueni-tas (sebangun) permukaan sendi.
Meniskus melekat pada kapsul sendi melalui ligamen coronary. Meniskus
medialis sangat melekat pada kap-sul sendi serta ligamen collateral medial,
ligamen cruciatum anterior, dan otot semi-membranosus. Oleh karena itu
sangat mudah injury ketika terjadi pukulan lateral pada knee.
Tibiofemoral joint dibentuk oleh 2 condylus asimetris yang konveks pada
ujung distal femur, yang bersendi dengan 2 dataran tibia yang konkaf pada
ujung proksimal tibia. Condylus medial lebih panjang daripada lateral
sehingga memberikan kontribusi ter-hadap mekanisme penguncian di knee.
Kedua meniskus berbentuk 2 halfmoon, berfungsi sebagai shock
absorber. Regio knee joint memiliki banyak bursa berfungsi untuk
mengurangi gaya friksi. Dibagian dorsal terdapat fossa poplitea yg dibentuk
oleh tendon biceps femoris, tendon semimembranosus-semitendinosus, & 2
caput gastrocnemius.
Di fossa poplitea terdapat nervus tibialis posterior dan vena-arteri
poplitea. Stabilitas anterior-posterior sendi diperkuat oleh ligamen cruciatum
posterior & anterior.
Stabilitas medial sendi diperkuat oleh ligamen collateral medial (tibialis)
dan stabilitas lateral sendi diperkuat oleh ligamen collateral lateral
(femoralis). Terdapat pes anserine pada sisi medial knee joint, yaitu dibentuk
oleh otot sartorius, gracilis & semitendinosus yg sama-sama melekat pada
permukaan anteromedial proksimal tibia.
Gambar.2.5.Kartilago
b. Meniscus
Gambar.2.6.Meniscus
c. Bursa
Bursa adalah kantong yang berisi cairan yang berfungsi menjaga agar
tidak terjadi gesekan secara langsung mungkin otot dengan otot, otot dengan
tulang dan otot dengan kulit. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi
lutut antara lain : (1) bursa popliteus, (2) bursa suprapatellaris, (3) bursa
infrapatellaris, (4) bursa subcutan prapatelaris, (5) busra sub patellaris.(Dr.
A.N. de Wolf, J.M.A.Mens ; 1994, 98)
2) Patellofemoral Joint
Patellofemoral joint merupakan sendi plane nonaxial yang hanya
menghasilkan gerak slide. Patella hanya terjadi slide disepanjang sulcus
intercondylaris selama gerakan fleksi – extensi knee. Pada saat fleksi
patella akan slide kearah caudal, dan pada saat extensi maka patella akan
slide ke cranial atau kembali ke posisi awal. Jika gerakan patella
terganggu/terbatas, maka dapat mempengaruhi ROM fleksi knee dan
memberikan kontribusi terhadap laju ekstensor pada aktif ekstensi knee.
Alignment patella memiliki sudut yang dikenal dengan “Q angle”
(sudut Q). Q angle adalah sudut yang dibentuk oleh 2 garis yang saling
memotong; garis pertama dari SIAS ke mid-patella, dan garis kedua dari
tuberculum tibia ke mid-patella (normalnya 15o). Q angle
menggambarkan jalur lateral atau efek haluan busur (bowstring) terhadap
otot quadriceps dan tendon patellaris. Terdapat 3 gaya yang
mempertahankan sudut Q atau alignment patella yaitu :
a) Lateral fiksasi patella dihasilkan oleh iliotibial band dan retinaculum
lateral.
b) Pada sisi medial patella diperkuat oleh tarikan aktif dari otot vastus
medialis yang oblique.
c) Ligament patellaris memfiksasi patella kearah inferior melawan tarikan
aktif otot quadriceps kearah superior.
Tabel 2.2.
Hubungan gerak angular dengan arthrokinematikanya
2) Patellofemoral joint
Telah dijelaskan diatas bahwa patellofemoral joint hanya
menghasilkan gerak slide saat terjadi fleksi – ekstensi knee. Selain itu,
dapat dilakukan gerak slide secara pasif pada patella yaitu medial slide
dan lateral slide untuk melihat keutuhan cartilago sendi dan mobilitas
patella.
3. Patologi
a. Defenisi Osteoarthritis Knee
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada
struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis
dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian,
dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.
Osteoarthritis (OA) merupakan sindroma klinis nyeri sendi yang disertai
dengan berbagai derajat limitasi fungsi dan berkurangnya quality of life.
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-
sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa
memburuknya tulang rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari
perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis maupaun patologis yang
terjadi pada perendian
b. Etiologi
Osteoarthritis dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder. OA primer
disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak
ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya perubahan
degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau
degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks metabolik tertentu (Robbins,
2007).
1) Osteoarthritis Primer
(a) Tidak diketahui penyebabnya
(b) Diduga akibat perubahan intrinsic dalam jaringan itu sendiri
(c) Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses
penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai
mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang
responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi
oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada
orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang
tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada
lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan
resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang
sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang
cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang,
sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini
secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap
OA.
(d) Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa
prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada
laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya
hormon pada perempuan pasca menopause.
(e) Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain
untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen,
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial
pada osteoartritis.
2) Osteoarthritis Sekunder
(a) Adanya malaligment seperti genu valgus dan varus dapat memicu
berkembangnya Osteoarthritis Knee dan lebih rentan pada genu
varus.
(b) Sebagian besar berawal dari perubahan mekanik sendi. Dapat
disebabkan oleh trauma seperti cedera ligament, meniscus, fraktur
yang mengakibatkan perbedaan panjang tungkai, repetitive
mikrotrauma, aktivitas pekerjaan berat atau olahraga yang melibatkan
knee joint
(c) Berat badan berlebihan dapat memicu berkembangnya
osteoarthritis knee yang lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki-laki berhubungan dengan varus deformitas.
Overweight cenderung menghasilkan kelelahan otot secara dini
sehingga menyebabkan terjadinya abnormal kinematik knee joint
dan memicu perkembangan osteoarthritis knee.
c. Klasifikasi
Ada lebih dari satu klasifikasi artritis. Dua dari yang umum adalah sistem
Kellgren - Lawrence Grading dan Outerbridge. Sistem Kellgren dan
Lawrence didasarkan pada xrays dan terdiri dari Normal, Grade I, Grade II,
Grade III dan Grade IV.Hal ini berdasarkan dari ada tidaknya ciri khas dari
osteoarthritis, yaitu; Joint space narrowing bone terlihat pada rontgen tapi
ligamen tulang rawan yang mencakupnya tidak. Persendian normal tampak
memiliki ruang antar tulang. Setiap penurunan ruang menandakan penipisan
tulang rawan penutup.
Osteophytes - proyeksi dari tulang kecil yang terbentuk di sekeliling
persendian. Dianggap sebagai akibat dari tubuh yang mencoba untuk
meningkatkan luas permukaan persendian untuk mengurangi tekanan.
Osteophytes inilah yang menyebabkan terbatasnya rentang gerak dan dapat
menyebabkan rasa sakit.
Sclerosis – yang berarti 'pengerasan' dan merupakan tanda osteoarthritis,
yang terlihat sebagai peningkatan daerah putih di tulang pada persendian
Grade I : penyempitan ruang sendi, bisa terdapat osteophytes
Grade II: terlihat ada osteophytes yang kecil ,bisa terdapat penyempitan
Grade III: osteophyte berukuran sedang dan multiple, penyempitan ruang
sendi, beberapa sclerotic area, bisa terdapat deformasi tulang
Grade IV: osteophyte luas dan multiple, penyempitan ruang sendi yang
parah, sclerosis dan terjadi deformitas
The Outerbridge Classification juga menilai dari Grade 0-IV.
Namun lebih mengacu pada kondisi yang terlihat melalui athroskopi
daripada dari rontgen
Grade 0 : Normal
Grade I : pelunakan dan pembengkakan dari persendian kartilago
Grade II : penebalan dari sebagian fissura sendi
Grade III: penebalan seluruhya dari fissura sendi
Grade IV: erosi keseluruhan kartilago sendi
1) Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang
melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih
tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan
menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga
dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa
sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (
sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal
ini menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di
dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band.
2) Hambatan gerakan sendi
Terjadi kesulitan atau rasa kaku saat akan memulai gerakan pada
kapsul, ligamen, otot, dan permukaan sendi lutut. Kekakuan gerak sendi
(joint stiffness) terjadi oleh rasa nyeri sendi mengakibatkan retreksi
kapsul sendi. Selain itu, timbulnya osteofit dan penebalan kapsuler,
spasme otot serta nyeri membuat pasien tidak mau melakukan gerakan
secara maksimal sampai batas normal, sehingga mengakibatkan
keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut. Keterbatasan gerak tersebut
bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola
kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi
(Kuntono,2011).
3) Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam
diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi
hari.
4) Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
5) Pembesaran sendi ( deformitas )
OA Genu yang berat akan menyebabkan destruksi kartilago,
tulang, dan jaringan. Deformitas varus terjadi bila adanya kerusakan pada
kompartemen medial dan kendornya ligamentum collateral lateral, serta
variasi subluksasi karena perpindahan titik tumpu pada lutut atau
diakibatkan oleh pembatasan adanya osteofit yang besar (Kuntono, 2011)
6) Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
7) Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat
dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini
tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
8) Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
9) Kelemahan Otot Quadriceps dan Atrofi Otot Sekitar Sendi Lutut
Terjadi karena aktivasi nociceptor pada tanduk belakang medulla
spinalis yang menginhibisi sel motor neuron pada tanduk depan medulla
spinalis. Otot quadriceps mendapat persarafan somatik dari segmental
lumbal 4 yang sesegmen dengan persarafan somatik sensoris sendi lutut.
Apabila nyeri dan kekakuan sendi berlangsung lama, maka otot
quadriceps akan menunjukan atrofi (Kuntono, 2011).
10) Instabilitas Sendi Lutut
Instabilitas ini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan otot sekitar
sendi lutut dan juga oleh kendornya ligamen sekitar lutut. Selain itu juga
terjadi akibat menurunnya fungsi propioseptor di dalam merespon reaksi
artrokinematik pada setiap perubahan posisi (Kuntono, 2011).
Gambar.2.10. Osteoartritis
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan
dengan mengadakan tanyajawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis)
ataupun kepada keluarga pasien atau orang yang mengetahui tentang perjalanan
penyakit pasien secara langsung (hetero anamnesis). Dengan dilakukannya
anamnesis ini maka akan diperoleh informasi penting untuk membuat diagnosis.
Anamnesis dikelompokkan menjadi dua, yaitu anamnesis umum dan anamnesis
khusus.
a. Anamnesis Umum
Anamnesis umum terdiri dari data pribadi pasien yang berupa nama, umur,
jenis kelamin, agama, pekerjaan dan alamat.
b. Anamnesis Khusus
Suatu pemeriksaan yang mengacu pada keluhan local yang menyangkut
tentang keluhan atau gejala yang dialami pasien. Data yang diperoleh berupa
keluhan pasien, letak atau lokasi keluhan, bagaimana awal terjadinya pasien
mengalami keluhan tersebut, berapa lama pasien mengalami keluhan
tersebut, serta aktivitas yang memperingan dan memperberat pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari :
a. Inspeksi/Observasi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati pasien
secara langsung untuk mengidentifikasi tanda-tanda dari keluhan yang pasien
alami. Pemeriksaan inspeksi terbagi atas dua, yaitu inspeksi statis dan
inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah penilaian atau pemeriksaan dimana
pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah pemeriksaan
yang dilakukan dimana pasien dalam keadaan bergerak.
b. Vital Sign
Pemeriksaan tanda-tanda vital berupa tekanan darah, denyut jantung,
frekuensi pernapasan dan temperatur.
c. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang bagian tubuh pasien yang akan diperiksa atau yang dikeluhkan
pasien. Bertujuan untuk mengetahui adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu
lokal, tonus, oedema dan perubahan bentuk.
3. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
a. Gerak Aktif
Gerak aktif merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien secara
mandiri.
b. Gerakan Pasif
Gerakan pasif merupakan gerakan yang dibantu oleh terapis, pasien dalam
keadaan diam (rileks) dan fisioterapis yang seutuhnya menggerakan tubuh
pasien.
c. TIMT (Test Isometrik Melawan Tahanan)
Gerakan isometrik melawan tahanan merupakan gerakan aktif namun
mendapatkan tahanan dari terapis dan dari gerakan ini tidak menimbulkan
gerakan atau perubahan lingkup gerak sendi.
4. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi
a. VAS (Visual Analog Scale)
VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien
rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai “tidak nyeri,
ringan, sedang, atau berat”.
Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal atau
vertical, Panjang 10 cm (100 mm), seperti yang diilustrasikan pada gambar.
Pasien menandai garis dengan memberikan sebuah titik yang mewakili
keadaan nyeri yang dirasakan pasien saat ini, dalam 24 jam terakhir.
Dengan menggunakan sebuah penggaris atau mistar, skor VAS ditentukan
dengan menentukan jarak di atas gari 10 cm dari titi “tidak nyeri”ke titik yang
ditandai oleh pasien, dengan range skor dari 0-100 mm. Skor yang lebih
tinggi mengindikaskan intensitas nyeri lebih besar. Sebagai alat ukur, VAS
jelas bersifat subjective, menghasilkan data interval dengan nilai-nilai rasio
yang subjective pula.
b. MMT (Manual Muscle Testig)
Test kekuatan otot digunakan untuk menentukan fungsi capability dari
suatu otot atau sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan serta
kemampuannya sebagai stabilisator aktif dan support.
Kecurigaan adanya penurunan kekuatan otot dapat ditest dan diukur
melalui pendekatan Manual Muscle Testing (MMT) sebagai langkah mudah
untuk menentukan otot atau gerakan yang dipengaruhi dan level weaknes
yang terjadi.
MMT adalah sebuah metode untuk menilai fungsi dan kekuatan dari
individual otot dan sekelompok otot berdasarkan kemampuan dalam
menghasilkan suatu gerakan terkait gaya gravitasi dan tahanan manual
melalui ROM yang ada.
Niali 0 Tidak ada kontraksi atau tonus otot sama sekali
Nilai 1 Terdapat gerakan atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan
sama sekali
Nilai 2 Mampu melakukan gerakan namun belum bisa melawan
gravitasi
Nilai 3 Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh
dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan
minimal
Nilai 4 Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat
melawan tahanan sedang
Nilai 5 Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan
maksimal.
Tabel.2.1 Kriteria Nilai Kekuatan Otot
c. Test Stabilitas Sendi Lutut
1) Fluctuation Test
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pembengkakan pada knee. Kedua
tangan fisioterapis mendorong kearah patella secara bersamaan. Jika
terdapat gelembung pada patella maka terjadi kelainan (ada cairan di
dalam sendi).
3. Ultrasound
Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran
mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang
digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5–5 MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu. Ultra Sound memiliki tiga
efek antara lain, yaitu efek mekanik, efek panas, dan efek biologis.
a. Efek Mekanik
Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka akan
menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam jaringan sama dengan
frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi variasi tekanan dalam
jaringan. Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik yang
sering disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek
terapeutik yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat
diharapkan sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu
proses inflamasi fisiologis.
b. Efek Panas
Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek “friction” yang
hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan tidak sama tergantung dari nilai
“acustic independance”, pemilihan bentuk gelombang, intensitas yang
digunakan dan durasi pengobatan. Area yang paling banyak mendapatkan
panas adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit dan otot serta periosteum.
Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang diserap dan dipantulkan.
Agar efek panas tidak terlalu dominan digunakan intermitten ultrasound yang
efek mekanik lebih dominan dibandingkan efek panas.
Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur sebesar 0,07 derajat
Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan pada sebuah model jaringan otot.
Jadi tanpa adanya efek regulasi dari sirkulasi darah.
c. Efek Biologis
Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang merupakan refleks
fisiologis dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas. Efek biologis yang
ditimbulkan oleh ultrasound antara lain :
1) Meningkatkan sirkulasi darah
2) Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan
3) Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau bermielin tebal.
4) Rileksasi Otot
5) Meningkatkan Permeabilitas Membran
6) Mempercepat proses penyembuhan jaringan
7) Mengurangi Nyeri
4. Mobilisasi With Movement
Mobilisasi With Movement (MWM) merupakan teknik manual terapi
yang secara luas digunakan untuk manajemen nyeri dan peningkatan luas gerak
sendi pada muskuloskeletal. Pemberian MWM merupakan terapi yang
menggunakan gerakan aktif co-contraction yang ikombinasi dengan kontrol
gerakan dari terapis dengan prinsip tanpa nyeri saat metode diaplikasikan
sehingga memberikan suatu bentuk latihan aktif dengan perbaikan keseimbangan
otot dan merangsang redukasi propriosepsi gerak dan memberikan peregangan
kapsul sendi, melepaskan perlekatan intraseluler kapsuloligamentair sendi
sekaligus memberikan pumping reaksi untuk sirkulasi kapiler dan cairan
persendian sehingga terjadi perpindahan atau sirkulasi sisa metabolisme
penyebab nyeri, saat pemberian latihan akan diperoleh pengaruh terhadap
peningkatan kadar air dan matriks sekaligus memberikan kestabilan gerak
persendian dan mengurangi resiko terjadinya cedera berulang pada jaringan.
Selain itu, intervensi ini dapat meningkatkan mobilitas dan fungsi sendi serta
menurunkan rasa nyeri sehingga pola gerak sendi lutut kembali normal
(Mulligan, 2004).
5. Traksi
Traksi adalah suatu bentuk mobilisasi berupa tarikan yang membuat kedua
permukaan sendi saling menjauh, dalam hal ini traksi sendi tibiofemoral adalah
traksi ke arah distal searah sumbu longitudinal tulang tibia. Sedangkan teknik
gerakan oscillasi merupakan suatu bentuk gerakan pasif pada sendi yang dengan
amplitudo kecil atau besar dan diaplikasikan pada semua jarak gerakan dan dapat
dilakukan ketika permukaan sendi dikompressi. Teknik tersebut terdiri dari
gerakan fisiologis dan gerakan asesoris.
Traksi oscillasi memiliki efek terapeutik teknik mobilisasi yang menyebabkan
terjadinya pergerakan cairan sinovial serta membawa zat-zat gizi pada bagian
yang bersifat avaskuler di kartilago artikular dan juga di intraartikular
fibrokartilago. Teknik mobilisasi ini membantu menjaga pertukaran zat-zat gizi
serta mencegah nyeri dan efek degenerasi statik saat sendi mengalami
pembengkakan atau nyeri dan keterbatasan gerak.
6. Hold Relax
Hold Relax adalah teknik kontraksi isometrik resisted yang difasilitasi
oleh gaya yang sesuai, diikuti oleh relaksasi dan selanjutnya gerakan kedalam
ROM yang baru.
Hold Relax memiliki prinsip latihan yang dinamakan Reciprocal
Innervation (reciprocal inhibition), yaitu kontraksi otot akan diikuti secara
simultan oleh inhibisi otot antagonist. Reciprocal innervation merupakan bagian
yang penting dari gerakan yang terkoordinasi. Teknik relaksasi dapat
menggunakan prinsip ini. Hold Relax terdiri atas dua metode, yaitu direct method
dan indirect method. Direct method adalah kontraksi group otot yang terbatas
(spasme/tightness) post-isometric relaxation, sedangkan indirect method
adalah kontraksi otot yang berlawanan dari group otot yang terbatas
(spasme/tightness) antagonistic inhibition.
Efek terapeutik yang ditimbulkan yaitu dengan adanya kontraksi otot
antagonis akan berdampak terstimulusnya Golgi Tendo Organs sehingga
membangkitkan mekanisme inhibitory, akibatnya menghambat kekuatan impuls
motorik yg menuju otot antagonis. Penurunan impuls motorik pada otot antagonis
tersebut berdampak melemahnya kontraksi otot antagonis sehingga hambatan
kinerja otot agonis menjadi turun, akibatnya gerakan ke agonis menjadi lebih
mudah dan lebih luas. Di samping itu, penurunan kontraksi antagonis berarti
penurunan ketegangan otot sehingga stimulus pada nociseptor (organ penerima
rangsang nyeri) juga menurun, akibatnya tidak membangkitkan nyeri.
7. Walking Exercise
Agar pasien dapat secara mandiri melakukan ambulasi maka latihan
berjalan secara bertahap. Diawali dengan latihan jalan tanpa menumpu berat
badan atau non weigh bearing, baik menggunakan alat bantu walker maupun
ditingtaktan dengan pemakaian kruk dengan metode jalan swing yang terdiri dari
swing to swing through. Latihan ini bertujuan agar pasien dapat melakukan
ambulasi secara mandiri tanpa bantuan orang lain, walaupun ambulasi masih
menggunakan alat bantu, tanpa menapakkan kaki sebagai penyangga tubuh.