Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANDIRI

SKENARIO 4
BLOK MUSKULOSKELETAL

NAMA : KARINTA IDELIA FARMAL


NPM : 1102022132

FAKULTAS KEDOKTERAN
2023
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Lutut
1.1 Anatomi Makro (Tulang dan sendi)
1.Tulang
Tulang yang membentuk sendi lutut yaitu femur, tibia, fibula dan patella.
a. Tulang femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang behubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput
femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat laju yang disebut
throcanter mayor dan throcanter minor, di bagian ujung membentuk persendian lutut.
Terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, diantara
kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang
disebut dengan fossa condylus.

b. Tulang tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula. Pada
bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut os malleolus medialis.

c. Tulang fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian
lutut dengan os femur pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang disebut os malleolus
lateralis atau mata kaki luar.

d. Tulang patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur. Jarak patella
dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya jarak patella dengan
femur. Fungsi patella di samping sebagai perekat otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi fleksi lutut 90 derajat kedudukan patella diantara kedua
condylus femur dan saat ekstensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur.

2. Ligamentum sendi lutut


a. Ligamentum ekstracapsular
1. Ligamentum patellae
Melekat pada tepi bawah patella dan bagian bawah melekat pada tuberositas tibia.
Ligamentum patella ini merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama
m.quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak
intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra
patellaris superfisialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.

2. Ligamentum collateral fibular


Menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan bagian bawah
melekat pada capitalum fibula. Ligamen ini dipisahkan dari capsul sendi melalui
jaringan lemak dan tendon m. Popliteus, serta dipisahkan dari meniscus lateralis oleh
bursa m.poplitei.
3 . Ligamentum popliteum obliqum
Merupakan ligamen yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut.
Letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian ligamen berjalan
menurun pada dinding capsul dan fascia m. Popliteus dan sebagian lagi membelok ke
atas menutupi tendon m. semimembranosus.

4 . Ligamentum collateral tibiae


Berbentuk pita pipih yang melebar. Ligamen ini melekat di bagian atas pada condylus
medialis femoris dan bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibia, ligamen
ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. Inferior medialis genu. Ligamen ini
menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis

5. Ligamentum transversum genu


Terletak membentang paling depan pada 2 meniscus. Ligamen ini terdiri dari
jaringan connective, kadang-kadang tidak dijumpai pada sebagian orang

b. Ligamen Intracapsular
1. Ligamen cruata
Merupakan ligamen intracapsular yang sangat kuat, saling menyilang di dalam rongga
sendi. Terdiri dari 2 yaitu posterior dan anterior.
 Ligamen cruata anterior
Melekat pada area intercondylaris anterior tibia dan berjalan kearah atas,
belakang dan lateral untuk melekat ke bagian posterior. Permukaan medial
condylus lateralis femoris. Ligamen ini akan mengendur apabila lutut ditekuk dan
akan menegang apabila diluruskan. Berfungsi untuk mencegah femur bergeser ke
posterior terhadap tibia.

 Ligamen cruata posterior


Melekat pada area intercondylaris posterior, dan berjalan kearah atas, depan, dan
medial untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis
femoris. Ligamen ini akan mengendur bila ekstensi, tegang bila fleksi. Berfungsi
untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibia.
1.2 Anatomi Mikro (Kartilago)
1. Cartilago semilunaris medialis
 Bentuknya semi sirkular dan bagian Belakang jauh lebih lebar daripda bagian depan.
 Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibia dan berhubungan
dengan cartilago semilunaris lateralis melalui ligamentum transversum.
 Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibia.
 Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamen Collaterale sendi, karena
perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.

2. Cartilago semilunaris lateralis


 Bentuknya sirkular dan melebar secara rata.
 Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamen Collateral oleh tendon m. Popliteus,
sebagian kecil melekat pada cartilago ini.
 Cartilago ini kurang tetap pada tempatnya bila dibanding cartilago semi medialis.
Meniscus masuk ke tulang rawan fibrosa
1.3 Kinesiologi
 Fleksi dan Ekstensi
Lutut memungkinkan gerakan fleksi (meluruskan) dan ekstensi (menekuk) kaki.
 Rotasi
Meskipun lutut utamanya bergerak dalam arah fleksi dan ekstensi, juga memungkinkan
sedikit rotasi saat lutut dibengkokkan atau diluruskan.
Lutut memainkan peran penting dalam berbagai aktivitas sehari hari, seperti berjalan, berlari, dan
melompat. Lutut juga mendukung stabilitas tubuh dan memungkinkan gerakan yang kompleks.

2. Memahami dan Menjelaskan Osteoarthritis


2.1 Definisi
Osteoartritis atau yang umumnya disebut ‘pengapuran sendi’ adalah kelainan sendi yang ditandai
dengan penurunan fungsi kondrosit dan produksi protease yang mengakibatkan degradasi matriks
ektraselluler yang berdampak terhadap integritas sendi (Sofat et al, 2012).

2.2 Epidemiologi
OA mempengaruhi sekitar 3,3 hingga 3,6% populasi secara global. Penyakit ini menyebabkan
kecacatan sedang hingga berat pada 43 juta orang, menjadikannya penyakit ke-11 yang paling
melemahkan di seluruh dunia. Prevalensi di Indonesia sebesar 5% pada pria dan 12,7% pada
wanita, berdasarkan pemeriksaan radiologis sendi lutut. Di Indonesia, prevalensi osteoartritis
mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40 – 60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun.
Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada
sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena OA. (Soeroso.
2009)

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


2.3.1 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia
sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik
yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian,
serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikas i
dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.

2.3.2 Faktor Risiko


a. Faktor risiko sistemik
 Usia OA rentan pada usia > 60 tahun
Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago
yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua
memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan
yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko
kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan
memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang,
sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan
meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.

 Jenis kelamin
Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.

 Faktor herediter
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsurunsur tulang
rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan
familial pada osteoartritis. OA jarang terjadi pada perempuan chinese

b. Faktor intrinsik
 Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
 Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

c. Faktor beban pada persendian


 Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan pada sendi.
 Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada sendi dapat
menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi.

2.4 Klasifikasi
Menurut Soeroso dkk (2009), osteoartritis dibedakan dalam dua kelompok yaitu:
a. Osteoartritis primer Akibat usia
Tidak memiliki hubungan dengan penyakit sistemik lain atau perubahan yang terjadi pada
sendi, berarti hanya berupa osteoartritis saja.

b. Osteoartritis sekunder Tempat terjadinya OA biasanya di lutut, panggul, dan lumbar


Merupakan osteoartritis yang disertai adanya kelainan sistemik, seperti: gangguan endokrin,
proses inflamasi, gangguan metabolik, pertumbuhan, keturunan, trauma mikro-makro,
immobilisasi yang lama.

2.5 Patofisiologi Terjadi pada cedera kondrosit


Penyebab OA adalah interaksi antara faktor risiko, tekanan mekanis, dan mekanisme sendi yang
tidak normal. Kombinasi ini menghasilkan penanda pro-inflamasi dan protease yang pada akhirnya
memediasi kerusakan sendi.

Biasanya, perubahan paling awal yang terjadi pada OA adalah pada tingkat tulang rawan artikular
yang menyebabkan fibrilasi permukaan, ketidakteraturan, dan erosi fokal. Erosi ini akhirnya
meluas hingga ke tulang dan terus meluas hingga melibatkan lebih banyak permukaan sendi. Pada
tingkat mikroskopis, setelah cedera tulang rawan, matriks kolagen rusak sehingga menyebabkan
kondrosit berkembang biak dan membentuk kelompok. Terjadi perubahan fenotipik pada
kondrosit hipertrofik, menyebabkan pertumbuhan tulang rawan yang mengeras dan membentuk
osteofit. Semakin banyak matriks kolagen yang rusak, kondrosit mengalami apoptosis. Kolagen
yang termineralisasi secara tidak tepat menyebabkan penebalan tulang subkondral pada penyakit
lanjut, kista tulang jarang terjadi. Yang lebih jarang lagi, erosi tulang muncul pada OA erosif.

Ada juga peradangan dan hipertrofi sinovial pada tingkat tertentu, meskipun hal ini bukan faktor
pencetusnya seperti pada kasus radang sendi. Struktur jaringan lunak (ligamen, kapsul sendi,
meniskus) juga terpengaruh. Pada OA tahap akhir, terdapat kristal kalsium fosfat dan kalsium
pirofosfat dihidrat. Perannya tidak jelas, namun diperkirakan berkontribusi terhadap
peradangan sinovial.
Nyeri karena pergesekan tulang (cairan sinovial bekurang atau bahkan gak ada)
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Maskowitz (2001), OA dapat ditandai dengan :
a. Nyeri sendi
Nyeri sendi pada OA merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika
ada pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga
dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal.
Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal
yang telah mengalami stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I
(CMC I), Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutut, dan paha).

b. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)


Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di
kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan sering disebutkan
kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).

c. Hambatan pergerakan sendi


Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi

d. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.

e. Perubahan bentuk sendi


Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan
bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur
sendi yang lama, perubahan permukaan 10 sendi, berbagai kecacatan dan gaya berjalan dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan mengalami
perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.

f. Perubahan gaya berjalan


Biasanya pengidap OA berjalannya terlihat pincang
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
2.7.1 Diagnosis
Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan pemeriksaan berikut ini:
a. Anamnesis
 Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
 Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai
inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak
disertai kemerahan pada kulit)
 Nyeri sendi saat beraktivitas
 Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal
interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP)
pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.

Penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:


 Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
 Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal jantung)
 Penyakit ginjal
 Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
 Depresi yang menyertai
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi
 Nyeri saat malam hari (night pain)
 Gangguan pada aktivitas sehari-hari
 Kemampuan berjalan
 Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
 Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien)

b. Pemeriksaan Fisik
 Tentukan BMI
 Perhatikan gaya berjalan/pincang
 Adakah kelemahan/atrofi otot
 Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi
 Lingkup gerak sendi (ROM)
 Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
 Krepitus - Deformitas/bentuk sendi berubah
 Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
 Nyeri tekan pada sendi dan periarticular
 Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
 Pembengkakan jaringan lunak
 Instabilitas sendi

c. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.


 Adanya infeksi
 Adanya fraktur
 Kemungkinan keganasan
 Kemungkian Artritis Reumatoid
Lab dapat dilakukan tes darah berupa CBC, ESR,
d. Pemeriksaan penunjang RF, ANA dengan tujuan menyingkirkan diagnosis
 Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
 Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk ke
ortopedi.

e. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/penatalaksanaan OA.
 Singkirkan diagnosis banding.
 Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan pada ahli
reumatologi untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya
dilakukan artrosentesis diagnosis.
 Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
 Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
 Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai
pasien, bagaimana respon pengobatannya.
 Faktor psikologis yang mempengaruhi.

2.7.2 Diagnosis banding


 Rheumatoid arthritis RA ada pembengkakan, tulang antar sendi gabung
 Psoriatic arthritis OA tidak ada fusi tulang dan kerusakan subkondral
 Arthritis Kristal (gout atau pseudogout)
 Bursitis (a.r. trochanteric, Pes anserine) RA memburuk jika beraktivitas
 Tendinitis OA memburuk ketika tidak beraktivitas
 Hemochromatosis
 Avascular necrosis
 Radiculopathy Nyeri tulang punggung

2.8 Tata laksana


Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan
berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:
a. Terapi non-farmakologis
 Edukasi
Memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak
bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.

 Menurunkan berat badan


Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor yang akan memperberat
penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan.
Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila
mungkin mendekati berat badan ideal.

 Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi


o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungu sendi yang sakit.
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi.

b. Terapi Farmakologis
 Obat Sistemik
1. Analgesik oral
o Non narkotik: parasetamol
o Opioid (kodein, tramadol)
2. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg maksimal 4
gram perhari.
3. Chondroprotective
 Obat topical
1. Krim rubefacients dan capsaicin
2. Krim NSAIDs, seperti gel piroxicam dan sodium diclofenac.

 Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intraartikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Injeksi intraarticular meliputi :
a. Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
b. Asam hialuronat
c. Stem cells

 Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu
risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan


1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut
dari weightbearing. Tujuannya adalah membuat karilago sendi yang sehat
menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen
atau meniscus repair (Chapman, 2001).

2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene (Thomas, 2000).

2.9 Pencegahan
 Berolahraga secara teratur
 Menjaga berat badan
 Mengontrol gula darah
 Menghindari rokok dan mengonsumsi alkohol

2.10 Komplikasi
 Ketidakselarasan sendi
 Penurunan rentang gerak sendi
 Radikulopati
Kondisi yang terjadi ketika akar saraf tulang belakang terjepit atau teriritasi di titik
keluarnya dari sumsum tulang belakang (spinal cord).
2.11 Prognosis
Prognosis pasien osteoartritis bergantung pada sendi mana yang terkena dan tingkat gejala serta
gangguan fungsional. Beberapa pasien relatif tidak terpengaruh oleh osteoartritis, sementara
pasien lainnya dapat mengalami kecacatan parah. Dalam beberapa kasus, operasi penggantian
sendi menawarkan hasil terbaik dalam jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA
Allen KD, Thoma LM, Golightly YM. Epidemiology of osteoarthritis. Osteoarthritis Cartilage.
2022 Feb;30(2):184-195.

Hakim, Mawardi. 2016. Anatomi dan Histologi Sendi

Kumar A, Palit P, Thomas S, Gupta G, Ghosh P, Goswami RP, Kumar Maity T, Dutta Choudhury
M. Osteoarthritis: Prognosis and emerging therapeutic approach for disease management.
Drug Dev Res. 2021 Feb;82(1):49-58. doi: 10.1002/ddr.21741. Epub 2020 Sep 15. PMID:
32931079.

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoarhtritis

Santosa, Jessica. 2018. Osteoarthritis

Safira Alisa, N. 2021. OA Genu

Sen R, Hurley JA. Osteoarthritis. [Updated 2023 Feb 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482326/

Zhang Y, Jordan JM. Epidemiology of osteoarthritis. Clin Geriatr Med. 2010 Aug;26(3):355- 69.
doi: 10.1016/j.cger.2010.03.001. Erratum in: Clin Geriatr Med. 2013 May;29(2):ix. PMID:
20699159; PMCID: PMC2920533.

Anda mungkin juga menyukai