Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang sering terjadi pada usia lanjut
namun tidak menutup kemungkinan juga pada usia dewasa, yang ditandai dengan tulang
rawan kartilago yang melindungi ujung tulang mulai rusak dan disertai perubahan reaktif pada
tepi sendi dan tulang subkondral. Penyakit ini merupakan jenis artritis yang paling sering
terjadi dan menimbulkan rasa sakit serta hilangnya kemampuan gerak (Panjaitan,2006).
Osteoarthritis lutut (OA) adalah suatu penyakit degeneratif yang mempengaruhi tulang rawan
sendi. OA juga berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi lutut yang melindungi dan
memberi bantalan bagi sendi. Kerusakan ini berkembang secara progresif dan tidak diketahui
penyebabnya atau idopatik, meskipun terdapat beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan
ini disertai penebalan sinovial dan kapsul sendi (Kisner,2007).
Osteoarthritis merupakan suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang
ditandai perubahan klinis, histologis dan radiologis. Dan berhubungan dengan keluhan nyeri,
kekakuan, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), dan potensial terjadi deformitas oleh
karena kelemahan otot dan instabilitas sendi lutut. OA bersifat kronis dan tidak bisa
disembuhkan tetapi dapat dicegah dan dapat dikurangi rasa nyerinya. Karena nyeri akan
bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan, naik turun berdiri
lama. Gangguan tersebut mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, sehingga
penderita tidak mampu untuk berjalan. Berdasarkan kriteria klasifikasi dari American College
of Rheumatology, seseorang terdiagnosis menderita OA lutut apabila terdapat nyeri lutut
dengan krepitus, kekakuan pada pagi hari selama kurang dari 30 menit, atau berusia lebih dari
50 tahun,

1
disertai gambaran osteofit pada pemeriksaan radiologis (Altman, 1987). Sedangkan kriteria osteoarthritis
menurut Kellgren-Lawrence adalah; (1) grade I, ragu-ragu, tanpa osteofit, permukaan sendi normal, (2) grade
II, minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan permukaan sendi menyempit asimetris, (3) grade III,
moderat, adanya osteofit ukuran sedang pada beberapa tempat, permukaan sendi menyempit dan tampak
sklerosis subkhondral, (4) grade IV, berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit secara
komplit, sklerosis subkondral berat dan kerusakan permukaan sendi (Isbagio, 1987).
Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan misalnya pada
panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan, dan
pergelangan kaki. Pada studi radiografi yang dilakukan di Amerika dan Eropa pada penduduk
usia 45 tahun ke atas didapatkan prevalensi OA lutut yang cukup tinggi, yaitu sebesar 14%
pada laki-laki dan 22,8% pada wanita (Parjoto. 2000) Berdasarkan data WHO, 40% penduduk
dunia yang berusia lebih dari 70 tahun mengalami osteoarthritis. Di Amerika Serikat,
diperkirakan prevalansinya akan meningkat sekitar 66%- 100% pada tahun 2020. Di
Indonesia, jumlah penderita OA total mencapai 36,5 juta orang dan 40% berasal dari populasi
usia diatas 70 tahun dan 80% mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari
ringan sampai berat. Prevalensi osteoarthritis di Indonesia pada usia kurang dari 40 tahun
mencapai 5%, pada usia 40–60 tahun mencapai 30% dan 65% pada usia lebih dari 61 tahun.
Berdasarkan pemeriksaan radiologis kejadian osteoarthritis lutut cukup tinggi pada pria yaitu
mencapai 15,5% sedangkan pada wanita sebesar 12,7%. Menurut Riskerdas tahun 2013,
prevalensi penyakit sendi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan di Indonesia sebanyak
11,9%, jika berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara
Timur 33,1%, diikuti Jawa Barat 32,1%, Bali 30%, dan DKI Jakarta 21,8%.15 Jika dilihat dari
karakteristik umur, prevalensi
tertinggi pada umur 75 tahun (54,8%). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%)
dibandingkan dengan pria (21,8%)4. Perkiraan seluruh dunia menunjukkan bahwa 9,6% pria
dan 18% wanita lebih dari 60 tahun memiliki gejala OA. Karena OA merupakan penyakit
degeneratif yang tidak dapat disembuhkan maka penanganan pada OA bertujuan untuk
mengurangi gejala bukan untuk menyembuhkan (Kuntono, 2011). Untuk mengatasi keluhan
pada osteoarthritis knee tersebut dapat ditanggulangi dengan peran fisioterapi. Modalitas dan
terapi latihan dari fisioterapi yang digunakan dalam mengurangi bahkan mengatasi gangguan
terutama yang berhubungan dengan gerak dan fungsi pada kondisi osteoarthritis knee ada
banyak sehingga penganganannya memerlukan managemen yang baik dari terapis. Maka dari
itu penulis sangat tertarik untuk lebih mengetahui lebih lanjut bagaimana OA itu dan cara
penatalaksanaan fisioterapinya.
2.1 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penulisan makalh ini adalah bagaimana penatalaksanaan


fisioterapi pada kasus Osteoarthritis lutut di RSUD Sidoarjo
2.1 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan dapat melaksanakan
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Osteoarthritis lutut di RSUD Sidoarjo.

2.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah : (1) Bagi penulis yaitu : menambah dan
memperluas pengetahuan tentang penatalaksanaan fisioterapi pada Osteoarthritis lutut (2)
Bagi Rumah Sakit yaitu beranfaat sebagai salah satu metode pelayanan fisioterapi yang dapat
di aplikasikan kepada pasien dengan kondisi Osteoarthritis lutut, sehingga dapat ditangani
secara optimal (3) Bagi pembaca yaitu memberikan pengetahuan lebih dan memahami lebih
dalam
kondisi Osteoarthritis lutut serta mengetahui cara penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
tersebut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi

Lutut merupakan jenis sendi yang khas bentuknya dan biasa disebut dengan sendi
genus yang terdapat tulang tibia dan fibula. Sendi ini merupakan sendi synovialis terbesar
pada tubuh manusia yang dipersarafi oleh cabangcabang dari nervus obturatorius, nervus
femoralis,nervus tibialis, dan nervus fibularuis communis. Rincian gerak sendi genu adalah
kompleks, namun pada dasarnya sendi genus merupakan sendi ginglymus/engsel yang
mempunyai fungsi utama yaitu fleksi dan ekstensi.
Permukaan sendi tulang-tulang yang berkontribusi pada sendi genus ditutup oleh
tulang rawan hyalin. Permukaan utama yang terlibat ialah kedua condylus femoris dan
permukaan yang berhadapan pada aspectus superior kedua condulus tibiae (De Wolf dan
Mens, 1994). Pada sendi genus terdapat dua meniscus yang merupakan tulang rawan fibrosa
berbentuk huruf C yaitu meniscus medialis dan meniscus lateralis. Kedua meniscus ini saling
terhubung ke arah anterior olehligamentum transversum genus. Selain itu sendi genus
mempunyai membrane synovialis yang melekat pada tepi-tepi facies articularis dan tepi-tepi
luar bagian superior dan inferior menisci.
Gambar 2.1 Meniscus lateral dan medial

Terdapat berbagai ligamen di sendi genus namun yang paling utama adalah
ligamentum patellae, ligamentum collaterale tibiae (mediale) dan ligamentum cruciatum
anterius serta ligamentum cruciatum posterior.

Gambar 2.2 Ligamen pada sendi lutut

Ketika berdiri tegak, sendi genus terkunci pada posisinya sehingga mengurangi
beberapa kinerja musculare yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi berdiri tegak.
Salah satu komponen mekanisme penguncian adalah perubahan bentuk dan ukuran
permukaan-
permukaan femur yang bersendi dengan tibia. Pada posisi flexi, permukaan tersebut berupa
daerah melengkung dan membulat pada aspectus posterior condyli femoris. Ketika genus di
ekstensikan, permukaan tersebut berubah menjadi daerah luas dan datar pada aspectus anferir
condyli femoris. Sebagai konskuensinya permukaan-permukaan sendi menjadi lebih besar dan
lebih stabil pada ekstensi. Komponen lain mekanisme penguncian adalah rotasi femur ke
medial terhadap tibia selama ekstensi. Rotasi medial dan ekstensi penuh mengencangkan
seluruh ligamentum terkait.
Otot – otot yang melekat pada regio cruralis adalah otot gastrocnemius, soleus,
plantaris, politeus, tibialis posterior, dan tibialis anterior. Namun otot-otot penggerak sendi
genus antara lain otot hamstring, sartorius, gracilis, popliteus, gastrocnemius dan soleus yang
berfungsi untuk fleksi pada sendi genu, sedangkan untuk ekstensi sendi genus adalah otot
quadricep serta tensor fascia lata.

(a) (b)

Gambar 2.3 Otot penggerak sendi lutut: (a) otot penggerak ekstensi sendi
lutut (b) otot penggerak fleksi sendi lutut
2.2 Biomekanika Sendi Lutut

Seperti halnya sendi siku, sendi lutut juga berfungsi untuk memanjangkan dan
memendekan tungkai, membantu sendi panggul untuk memposisikan kaki. Sendi lutut
memendekan tungkai saat membantu pada fase swing gait dan memanjangkan tungkai saat
melangkah kedepam pada fase stance gait. Bagaimanapun, sendi lutut merupakan sendi
yang kompleks karena beberapa faktor, yaitu a) sendi lutut sebagai weight bearing, b) ini
terletak diantara 2 tulang besar dalam tubuh yaitu femur dan tibia, c) gerakan kaki pada
lantai menyebabkan twisting tulang tibia. Faktor-faktor tersebut dibutuhkan sendi lutut agar
kemampuannya sebagai hinge joint meningkat (Oatis dan contributors 2009).
Mekanisme screw home dianggap sebagai elemen kunci untuk stabilitas lutut
untuk berdiri tegak, adalah rotasi antara tibia dan femur. Hal ini terjadi pada akhir ekstensi
lutut, antara ekstensi penuh (0 derajat) dan 20 derajat fleksi lutut. Tibia berputar secara
internal selama fase swing dan eksternal selama fase stance. Rotasi eksternal terjadi selama
derajat terminal ekstensi lutut dan hasil di pengecangan kedua ligamen cruciatum, yang
mengunci lutut. tibia kemudian di posisi stabilitas maksimal sehubungan dengan femur.
Gerakan tibiofemoral selama fleksi lutut dan ekstensi lutut memiliki beberapa
komponen, yaitu: 1) selama fleksi, saat femur berotasi ke lateral terhadap tibia, itu berputar
menyamping atau ke lateral dari tibia. Sebaliknya femur berputar ke arah medial ketika lutut
ekstensi, 2) kontak antara femur dan tibia berpindah ke posterior tibia selama fleksi dan ke
anterior selama ekstensi, 3) gerakan tersebut terlihat seperti translasi antara femur dan tibia
selama fleksi dan ekstensi, meskipun sangat minimal gerakannya. (Oatis dan contributors
2009).
Secara biomekanik aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah
condylus medialis. Beban yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui
medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga
resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut (Kapandji, 1995).
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan ekstensi
pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat, bila posisi hip
fleksi penuh dapat mencapai 140 derajat, sedangkan bila hip ekstensi penuh untuk gerakan
ekstensi lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat, gerakan putaran pada bidang rotasi
dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk
eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada
posisi lutut fleksi 90 derajat. (Kapandji, 1995)
2.3 Definisi Osteoarthritis

Definisi osteoarthritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah


sekelompok kondisi heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut
yang berhubungan dengan defek integritas kartilgo, dan perubahan pada tulang di bawahnya
dan pada batas sendi. Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif pada
kartilago sendi dengan perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan
osteofit, perubahan tulang subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada
sinovium, dan penebalan kapsul sendi. Sendi yang bisa terkena OA adalah sendi-sendi benar
(“true joint” atau diarthrosis), yaitu sendi-sendi yang mempunyai kapsul sendi, membran
sinovialis, cairan sinovialis, dan kartilago sendi (Hartanto, 2011). Dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan
(kartilago) hyalin
sendi, meningkatnya ketebalan serta sclerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit
pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya
otot–otot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008)
OA merupakan gangguan dari persendian diarthrodial dengan ciri-ciri adanya
fragmentasi dan rusaknya kartilago persendian. Setelah itu terjadi perubahan fibrilar yang
merusak dan menghancurkan serabut-serabut kolagen yang paralel. Karena itu sela-sela
diantara selaput kolagen bertambah lebar yang terisi oleh air dan mengakibatkan
pembengkakan. Penyakit OA ini progresif lambat, dengan karakteristik sebagai berikut :
degenerasi fokal pada kartilago, sklerosis, adanya osteofit, stiffness atau kaku sendi,
dan deformitas (Sidharta, 1984).

2.4 Etiologi

Pada sebagian kasus OA lutut penyebab utamanya tidak diketahui, akan tetapi ada
beberapa faktor yang etiologinya telah diketahui berhubungan dengan penyakit ini yaitu
diantaranya :
1. Usia

Osteoarthritis lebih sering terjadi pada usia lanjut, tetapi keadaan ini masih belum
jelas apakah osteoarthritis ini timbul sebagai konsekuensi dari proses penuaan. Makin
bertambah usia seseorang maka proses degenerative makin nyata, diantaranya kualitas
kartilago persendian yang semakin buruk atau menurun. Kartilago sebagai bantalan penahan
tekanan maka semakin tua semakin kurang elastisitasnya. Adanya proses degenerasi yang
mulai muncul pada usia pertengahan sampai usia 60 tahun, keadaan tersebut akan nampak
jelas ketika dilakukan pemeriksaan secara radiologis (Sidharta, 1984).
Pada sistem muskuloskeletal, proses menua biasanya terjadi penurunan cairan
sinovial persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum
menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan luas gerak sendi, sehingga mengurangi gerakan
persendian. Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat
memperparah kondisi tersebut (Tortora & Grabowski 2003)
2. Trauma pada sendi

Trauma disini yaitu disebabkan oleh adanya pembebanan yang berlebihan pada
sendi yang berlangsung lama. Trauma ini bisa disebabkan oleh aktifitas fisik atau pekerjaan
tertentu. Pekerjaan yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terserang
OA lebih besar (Parjoto, 2000).
3. Obesitas

Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan.
Nyeri pada OA akan menyebabkan orang menjadi tidak aktif sehingga berat beban akan
semakin bertambah. Faktor ini akan menyebabkan daerah tungkai atas bertambah besar
sehingga timbul genu varum dan ini merupakan salah satu penyebab OA (Isbagio, 1987).
Pada keadaan normal, berat badan akan melalui medial sendi yang akan diimbangi oleh otot-
otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melawan bagian tengah sendi lutut.
Pada obesitas, resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya yang diterima
sendi lutut tidak seimbang (Parjoto, 2000).
4. Inflamasi

Peradangan bisa karena rhematoid arthritis atau bacterial arthritis. Arthritis


merupakan penyakit yang bersifat kronis yang biasa menyerang pria dan wanita karena
adanya infeksi akut atau infeksi kronis pada sendi. Akibat adanya infeksi tersebut proses
radang, nyeri, pembengkakan pada jaringan atau sendi yang terkena (Vincent, 2001).
5. Jenis Kelamin

Pada kasus OA jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki (Parjoto,
2000). Pada studi radiografi yang dilakukan di Amerika dan Eropa pada penduduk usia 45
tahun ke atas didapatkan prevalensi OA lutut yang cukup tinggi, yaitu sebesar 14% pada
laki- laki dan 22,8% pada wanita.
Hal ini dikarenakan dengan adanya masa menopause pada wanita, yang
disebabkan akibat adanya penurunan hormon esterogen. Yang mana penurunan hormon
dapat mengurangi asupan kalsium pada tulang sehingga menghambat proses pertumbuhan
dan pembentukan tulang baru. Selain itu akibat berkurangnya kemampuan reseptor hormon
esterogen pada sendi, sehingga penyerapan mineral – mineral penting sendi terhambat
mengakibatkan penurunan Glucosaminoglicans (GAG’s) dan cairan sel matriks sendi.
Berkurangnya ruang antar serabut matriks dan penurunan lubrication dari matriks yang
terjadi karena pengurangan jumlah zat plastis sebagai prekusor pembentuk proteoglycans
merupakan penyebab kekakuan sendi (Hendricks, 1995)
Selain itu dilihat dari biomekanika, ada perbedaan antar sendi lutut pria dan
wanita, pada wanita struktur biomekanik lebih mendukung terjadinya kekakuan lebih cepat
karena memiliki bentuk pelvis yang lebih lebar dan ruang intercondylar femur yang lebih
sempit ini
menyebabkan peningkatan angle-Q yang akhirnya mempersempit ruang medial sendi lutut,
ini menyebabkan pola recruitment serabut otot saat latihan fleksibilitas juga berbeda dimana
pada wanita otot hamstring lebih dahulu difokuskan untuk program penguatan, dibanding
quadriceps, berkebalikan dengan lansia pria (Meyer et al 2002).
6. Jenis Pekerjaan

Pekerjaan yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terkena OA lebih
besar (Parjoto, 2000).
2.5 Patogenesis Osteoarthritis Lutut

Pada awalnya proses metabolisme sendi, sintesa kolagen dan jaringan lunak di
sekitar sendi berjalan normal. Namun perubahan pada kartilago sendi dapat terjadi sejalan
dengan penambahan usia antara lain gangguan mikro sirkulasi, penurunan kandungan air,
pengurangan kekuatan daya regang dan kekakuan kolagen, pengurangan panjang rantai
glikosa-minoglikans dan fragmentasi mata rantai glikoprotein. Ada empat tahapan kerusakan
rawan sendi, yaitu:
1. Tahap awal, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedang kolagen masih normal.
Proteoglikan yang menururn terjadi karena destrksinya melebihi produksi, penurunan
ini menimbulkan rawan sendi menjadi lunak secara lokal. Warna matrik menjadi
kekuningan kemudian timbul retakan dan terbentuknya celah.
2. Tahap ke dua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah
subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen.
3. Tahap ke tiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista dapat
menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak teratur.
4. Tahap ke empat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan di
fagosit sel-sel membran synovial dan terjadilah reaksi radang. Selanjutnya kondrosit
mati, proteoglikans dan kolagen tidak di produksi lagi dan matrik memucat.
Tulang rawan hialin memiliki fungsi sebagai shock-absorber dan kegagalan
fungsinya dapat memperberat kerja tulang rawan. Pada awal proses patologi kemungkinan
terjadi gangguan aktivitas metabolisme dan pada proses lanjutan fungsi kondrosit
mengalami kegagalan dan aktivitasnya menurun. Keadaan ini menyebabkan kekurangan
Proteoglikan, dimana akan terjadi kekakuan yang mudah merobek tulang rawan hialin
karena tekanan mekanis.
Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah diserap
oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium pyrophospatte dan
hydroxyapatite) diantara persendian. Kedua faktor diatas dapat menimbulkan reaksi
radang. Tulang subkhondral aktivitasnya juga abnormal, dengan bertambahnya kepadatan
tulang dan timbulnya sejumlah sel baru. Maka bentuk tulang baru (osteofit) pada tepian
sendi dapat menghambat gerakan sendi. Menurut Dandy 1993, “Microfraktur dapat terjadi
di mana penyembuhannya dalam bentuk kalus yang membuat tulang lebih keras, lebih
padat dan kurang lentur. Cairan sendi dapat masuk kedalam celah-celah tulang dan bisa
membentuk kiste subkondral”. Bila penyakit berlanjut sendi lebih tidak teratur dengan
penyempitan permukaan sendi, adanya osteofit, instabilitas dan deformitas.
Hubungan terbentuknya osteofit dengan proses degenerasi rawan sendi pada
osteoatritis tidak seluruhnya dapat di terangkan. Meskipun merupakan gambaran
radiologis klasik osteoarthitis, tetapi bukan karakteristik, karena osteofit juga bisa di
temukan karena proses usia tanpa di sertai kerusakan rawan sendi. Proses terbentuknya
osteofit:
1. Osteofit terjadi sebagai akibat proliferasi pembuluh darah pada tempat di mana rawan
sendi berdegenerasi.
2. Osteofit tumbuh karena kongesti vena yang di sebabkan perubahan sinusoid sumsum
yang tetekan oleh krista subkondral.
3. Osteofit tumbuh karena rangsagan serpihan rawan sendi yang menimbulkan sinovitis.
Hal ini akan menimbulkan osteofit pada tepi sendi atau tempat perlekatan tendon
atau ligamen dengan tulang. Bila osteoathritis berjalan lambat, osteofit dapat tumbuh
sangat besar, sebaliknya bila osteoatritis berjalan cepat, osteofit yang berbentuk kecil
atau tidak berbentuk sama sekali.
2.6 Klasifikasi Osteoarthritis

Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan, yaitu OA


primer dan OA sekunder.

a. Osteoartritis primer

Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak


berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Meski
demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada orangtua, volume air
dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya,
kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil.
Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan
sendi- sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat
membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang,
menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun banyak
sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil (carpometacarpal,
metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang,
maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia
patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).
b. Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi


lainnya,7,19 seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal
maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan
endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya
seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Kellgren dan Lawrence pada tahun 1957 klasifikasi OA
dibedakan dengan perubahan radiografi. Gambaran radiografi kardinal dari OA meliputi:
1. Pembentukan osteofit pada margin sendi atau pada lampiran ligamen, seperti
pada tibialis spines;
2. Ossicles periarticular, terutama yang berhubungan dengan sendi interphalangeal
distal dan proksimal;
3. Penyempitan ruang sendi yang terkait dengan sklerosis tulang subchondral;

4. Daerah kistik dengan dinding sklerotik yang terletak di tulang subchondral;

5. Bentuk ujung tulang yang berubah, terutama caput femur

Kombinasi perubahan ini dipertimbangkan bersama-sama membawa penulis


untuk pengembangan skema penilaian ordinal untuk tingkat keparahan fitur radiografi OA: 0
= normal; 1 = ragu; 2 = minimal; 3 = sedang; dan 4 = parah. Sendi yang berbeda dinilai
menggunakan karakteristik yang berbeda.
Tingkat keparahan osteoarthritis pada lutut

Grade 1 Diragukan adanya penyempitan ruang sendi dan kemungkinan

osteophytic lipping
Grade 2 Definite osteophytes dan kemungkinan penyempitan ruang sendi

Grade 3 Beberapa osteophytes sedang, penyempitan ruang sendi dan beberapa

sklerosis dan kemungkinan deformitas ujung tulang.


Grade 4 Osteophytes besar, ditandai penyempitan ruang sendi, sklerosis berat,

dan definite deformitas dari ujung tulang.

Table 2.1 Grade pada OA knee

Gambar 2.4 Gambar radiologi grade OA knee


2.7 Tanda dan Gejala OA Lutut
1. Krepitasi
Krepitus biasanya terdengar di area sendi yang luas, dan dirasakan
sepanjang rentang gerakan. Krepitus adalah tanda nonspesifik kerusakan sendi.
2. Inflamasi
Pada osteoathritis akut biasanya terlihat tanda-tanda inflamasi yang
mencul di sekitar sendi yaitu : nyeri, kemerahan, bengkak, hangat, dan penurunan
fungsi.
3. Penurunan Luas Gerak Sendi
Penurunan LGS ini sangat umum terjadi pada OA. Gerakan yang
berkurang terutama diakibatkan oleh munculnya osteofit di sekitar sendi,
penebalan kapsul, efusi dan pembengkakan jaringan lunak.
4. Kelemahan Otot
Kelemahan otot di sekitar sendi yang terserang OA terjadi karena adanya
penurunan akivitas akibat nyeri.
5. Nyeri Sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang dirasakan setelah aktivitas
dan menghilang setelah istirahat. Namun, jika progesivitas OA terus berlangsung,
nyeri akan terasa bahkan saat istirahat.
6. Kaku Sendi
Bagi pasien, 'kekakuan' dapat bervariasi dalam arti dari lambannya
gerakan sendi, hingga rasa sakit pada gerakan awal seperti saat bangun dari kursi.
Kaku sendi pada pasien OA biasanya dirasakan pada pagi hari (morning stiffness)
selama kurang lebih 30 menit
7. Deformitas
Deformitas yang sering terjadi pada pasien OA lutut adalah deformitas
valrus dan valgus. Selain itu, sering ditemukan juga adanya perubahan bentuk
tulang pada sendi lutut.
8. Functional Limitation
Pada kasus osteoarthritis dapat terjadi functional limitation berupa
berbagai macam aktivitas yang terbatas seperti tidak bisa duduk dengan dua kaki
ditekuk di lantai, bangkit dari duduk, berdiri lama, berjalan pincang, bekerja,
berolahraga,
bahkan rekreasi. Disabilitas tersebut akan menimbulkan ketidakmandirian dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup yang pada
akhirnya dapat menimbulkan handicap.

2.8 Problemmatika Fisioterapi

Problematik yang sering dijumpai pada OA lutut adalah munculnya gangguan


impairment, fungtional limitation, dan disabilitas.
a. Impairment

Impairment adalah suatu gangguan setingkat jaringan atau bisa juga suatu keluhan
yang dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit penderita. Pada penderita OA
keluhan yang ada antara lain nyeri, dimana nyeri pada OA diakibatkan dari adanya penipisan
atau hilangnya kartilago yang menyebabkan meningkatnya tekanan tulang subkhondral
sehingga akan mempengaruhi ujung saraf dan adanya osteofit dibagian tepi sendi yang
nantinya akan mengiritasi saraf, sehingga dapat menimbulkan nyeri, keterbatasan LGS lutut,
potensial terjadi penurunan kekuatan otot penggerak lutut, potensial terjadinya disuse atropi
dan potensial terjadi deformitas pada lutut (Kuntono,2011). Penyebab nyeri tidak dapat
ditemukan, atau tidak ditemukan kelainan organik tapi penderita mengeluh nyeri hebat,
umumnya keluhan berupa sakit kepala, sakit perut, dan lain-lain (Anas, 2007). Sifat nyeri
pada awalnya singkat dan kemudian menjadi lebih konstan, yang dapat digambarkan menjalar
sampai ujung kaki dari sendi yang terkena. Nyeri tajam dan menusuk disebabkan loose body
yang terjepit pada sendi. Nyeri berdenyut berhubungan dengan suatu episode peradangan dan
akan lebih memburuk pada malam hari (Anas, 2007).
b. Fungtional Limitation

Fungtional Limitation adalah hambatan fungsional objektif yang berhubungan


dengan aktifitas sehari-hari pasien akibat penyakit yang diderita. Untuk pasien ini terjadi
gangguan aktifitas dari jongkok ke berdiri, gangguan pola jalan, aktifitas naik – turun tangga
juga akan terganggu, sehingga potensial terjadi penurunan tingkat kebugaran fisik dari
pasien karena pasien kurang aktifitas. (Kuntono,2011)
c. Disabilitas

Disabilitas adalah suatu ketidakmampuan pasien dalam melakukan kegiatan yang


berhubungan dengan lingkungan sekitar. Biasanya hal ini akan mempengaruhi pekerjaan, hobi
dan kegiatan yang ada dimasyarakat, misalnya jika pasien banyak menggunakan lutut saat
beraktifitas maka pasien akan mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan aktifitas
tersebut. (Kuntono,2011)

2.8 Intervensi Fisioterapi

Terapi modalitas merupakan salah satu penanganan yang sering digunakan untuk
meningkatkan kemampuan fungsional pada pasien dengan osteoarthritis antara lain:
a. SWD (Short Wave Dhiathermy)

Short Wave Diathermy umumnya adalah alat terapi yang menggunakan energi
elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik dengan frekuensi tinggi dan mampu
menghasilkan efek terhadap jaringan seperti meningkatkan elastisitas jaringan, menurunkan
spasme otot . (Sujatno, 2002) Terdapat 2 jenis arus pada SWD yaitu continuous untuk fase kronik
sedangkan intermitten untuk fase akut. SWD adalah alat terapi yang menggunakan energi
elektromaknetik yang di hasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi 27,33 MHz
(Sujatno,2002).
Efek yang terjadi pada Short Wave Diathermy terbagi menjadi dua yaitu efek thermal dan
nonthermal. Efek thermal tidak mampu menghasilkan depolarisasi dan kontraksi otot skelet
karena panjang gelombangnya terlalu singkat. Dengan demikian, efek fisiologis gelombang
pendek kontinu dan gelombang mikro terutama termal, dihasilkan dari getaran molekul
berfrekuensi tinggi. Manfaat utamanya adalah panas pada umumnya, seperti kenaikan suhu
jaringan, peningkatan aliran darah, pelebaran pembuluh darah, peningkatan filtrasi dan difusi
melalui membran berbeda, peningkatan tingkat metabolisme jaringan, perubahan beberapa reaksi
enzim, perubahan pada sifat fisik jaringan berserat (seperti yang ditemukan pada tendon, sendi,
dan bekas luka), penurunan kekakuan sendi, tingkat relaksasi otot tertentu, ambang nyeri yang
membaik, dan meningkatkan pemulihan pasca cedera.
Sedangkan efek nonthermal digunakan dalam perawatan luka jaringan lunak. Mekanisme
keefektifannya terjadi pada tingkat sel, yang berhubungan secara khusus dengan potensi
membran sel. Sel yang rusak mengalami depolarisasi, mengakibatkan kerusakan sel yang
mungkin termasuk kehilangan pembelahan sel dan proliferasi dan hilangnya kemampuan
regeneratif. Efek non thermal ini telah dikatakan untuk repolarize sel yang rusak, sehingga
memperbaiki disfungsi sel. Ketika medan magnet diinduksi, pompa natrium diaktifkan kembali,
sehingga memungkinkan sel untuk mendapatkan kembali keseimbangan ionik normal
(Prentice,2009)
b. Ultrasound Diatermy (USD)

Terapi ultrasonik adalah suatu pengobatan medik dengan getaran mekanik pada
frekuensi di atas pendengaran manusia yaitu lebih dari 17.000 Hertz (Ekowati, 2000).
Karakter gelombang USD merupakan gelombang longitudinal, dengan kata lain arah
penyebarannya
searah dengan arah getaran. Untuk dapat menyebarkan getaran longitudinal ini membutuhkan
suatu medium yang elastis yang dikenal dengan coupling medium. Udara merupakan sebuah
kontak medium yang sangat tidak cocok karena hampir semua energi USD dipantulkan.
Coupling medium yang cocok digunakan antara lain air, gel dan salep yang sering dikenal
dengan ultrasonoforese (Sujatno, 1998). Bentuk gelombang yang dihasilkan dua jenis yaitu
continous gelombang yang dihantarkan secara terus menerus dan pulsed gelombang yang
terputus-putus (Ekowati, 2000)
Gelombang USD menimbulkan adanya peregangan dan pemampatan di dalam
jaringan dengan frekuensi yang sama, sehingga terjadilah variasi tekanan di dalam jaringan
yang lebih dikenal dengan "mikromassage" adanya variasi tekanan tersebut akan
menghasilkan beberapa hal antara lain perubahan volume sel-sel tubuh sebesar 0,02%,
perubahan permeabilitas dari membran sel dan membran jaringan serta mempermudah
metabolisme (Sujatno, 1998).
Frekuensi yang sudah tetap pada US yaitu 1 MHz dan 3 MHz, salah satu hal yang
menentukan untuk kedalaman penetrasi (Parjoto, 2000)
c. Terapi Latihan

Tujuan dari terapi latihan adalah: (1) untuk mengurangi nyeri, (2) mengurangi
spasme, (3) meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, (4) meningkatkan lingkup gerak
sendi.Untuk mencapai tujuah tersebut maka latihan yang efektif adalah latihan:
- Latihan active movement

1. Assisted active movement

Adalah gerakan yang terjadi karena kontraksi otot pasien dibantu oleh kekuatan
dari luar (Kisner, 1996) Bantuan berupa alat atau dari terapis. Latihan ini dapat
dilakukan dengan posisi tengkurap untuk fleksi knee, tangan terapis memfiksasi
pada otot hamstring dan tangan yang satunya membantu menggerakkan.
Dilakukan secara bergantian 8x2 hitungan.
2. Free active movement

Adalah gerakan yang berasal dan otot itu sendiri (Kisner, 1996) Latihan pada
sendi lutut ini dikerjakan dengan posisi tidur tengkurap atau duduk di tepi bed
dengan pasien disuruh menggerakkan fleksi ekstensi. Yang penting tidak
dikerjakan dengan posisi menumpu berat badan penuh karena dapat memperberat
kerusakan sendinya. Dilakukan secara bergantian 8x2 hitungan.
a. Strengthening exercise

Adalah suatu bentuk latihan gerak dimana dalam melakukan gerakan diberikan
tahanan dan terapis (Kisner, 1996) Latihan ini dilakukan dengan posisi tidur
tengkurap, posisi terapis disamping pasien memfiksasi. Tangan kiri berada pada
lutut atas dan tangan satu pada pergelangan kaki. Terapis memberikan tahanan
minimal dan pasien disuruh menggerakkan atau melawan gerakan tadi ke arah
fleksi. Dilakukan secara bergantian kanan dan kiri 8x2 hitungan.
b. Hold relax

Adalah suatu teknik yang mengarah pada kontraksi isometrik rileksasi optimal dan
kelompok otot antagonis yang memendek, kemudian otot tersebut rikeks, cara
pelaksanaannya teknik hold relax, (1) gerakan atau dimana nyeri terasa timbul, (2)
terapis memberi tahanan pada kelompok antagonus yang meningkat perlahan-
lahan dan pasien harus meningkat perlahan-lahan dan pasien harus melawan
tahanan tersebut, (3) instruksi yang diberikan tahan disini, (4) rileksasi pada
kelompok otot
antagonis, tunggu beberapa saat sampai ototnya rileks, (5) gerakan aktif dalam pola
agonis Kisner, 1996).
BAB III

LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 STATUS KLINIS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny M
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : blitar
Pekerjaan : pensiunan guru

B. DATA MEDIS

Diagnosa Medis : Osteoarthritis

C. SEGI FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN

1. Deskripsi pasien dan Keluhan Utama


Keluhan Utama : Nyeri dan kaku pada lutut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri dan kaku pada lutut sudah dirasakan pasien
sejak 1,5 tahun yang lalu. Nyeri timbul saat pasien melakukan aktivitas seperti berjalan jauh,
naik – turun tangga, posisi duduk ke berdiri, saat jongkok, saat berdiri untuk waktu yang
lama dan saat melakukan ibadah sholat. Kemudian diperiksakan ke Orthopedi dan
melakukan foto rontgen. Setelah itu pasien dirujuk ke poli rehab untuk menjalani program
fisioterapi seminggu dua kali hingga sekarang.

Riwayat Penyakit Penyerta : DM (-), HT (-)


2. Pemeriksaan tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x per menit
RR : 18x per menit
Suhu : 37ºC
TB : 160 cm
BB : 58 kg

3. Inspeksi :
- Statis
o Tidak tampak deformitas pada lutut kir
o Tidak tampak atrofi dan odem pada lutut kiri
o Postur sedikit kifosis
- Dinamis
o Pola jalan sedikit antalgic gait tanpa menggunakan alat bantu

3. Palpasi : - Suhu sekitar lutut kiri sedikit hangat


- Terdapat nyeri tekan pada area lutut kiri
- Terdapat spasme pada otot quadriceps sinistra
- Terdapat repitasi pada lutut kiri
4. Joint test (PFGD)
 Pemeriksaan gerak aktif : pasien dapat menggerakkan lutut kirinya kearah fleksi dan
fleksi tidak full ROM dan disertai nyeri.
 Pemeriksaan gerak pasif : gerak fleksi dan ekstensi lutut kiri dapat digerakkan tidak
Full ROM, terdapat nyeri dengan end feel firm, .
 Pemeriksaan gerak isometric melawan tahanan : pasien mampu melawan tahanan
sedang saat gerakan fleksi dan ekstensi dan terasa nyeri.

5. Pemeriksaan ROM
Regio Dextra Sinistra Normal

KNEE (S) : 00 – 00 – 1300 (S): 00 – 00 – 1000 S : 00 - 0 – 1300

Tabel 3.1 Pemeriksaan ROM

6. Pemeriksaan MMT dan Antroometri


 MMT
Gerakan Dextra Sinistra

Hip Fleksi 5 4
Ekstensi 5 4
Abduksi
5 4
Adduksi
Internal rotasi 5 4
Eksternal rotasi
5 4
5 4
Knee Fleksi 5 4
Ekstensi 5 4
Ankle Dorsofleksi 5 5
Plantarfleksi 5 5

Tabel 3.2 Pemeriksaan MMT

7. Pemeriksaan Nyeri (Numerical Pain Rate Scale)


 Nyeri Diam : 0/10
 Nyeri Tekan : 4/10 (area pes anserinus sinistra)
 Nyeri Gerak : 5/10 (saat berjalan dan saat duduk waktu ibadah sholat)
8. Pemeriksaan Khusus
Dextra Tes Khusus Sinistra
- Valgus Test +
- Varus Test -
- Anterior Drawer Test +
Posterior Drawer
- -
Test
- McMurray Test -
- Patella Grind Test -

Tabel 3.3 Pemeriksaan Khusus

9. Pemeriksaan Kognitif, dan Intra-Interpersonal


 Kognitif : memori dan kognitif baik, pasien mampu menceritakan kronologi
penyakitnya
 Intrapersonal : mental dan persepsi baik
 Interpersonal :px sangat kooperatif dengan orang lain terutama fisioterapis.
Sosialisasi dan komunikasi baik.
C. ALGORITMA

Faktor internal
Usia Faktor eksternal
Jenis kelamin
Osteoarthritis Riwayat trauma
Gangguan metabolik Aktivitas
Obesitas

Deformitas Penurunan Celah sendi


Joint Cartilage
varus degenerative

Ligamen Sendi Otot


Terganggu Metabolisme kartilago
sendi terganggu

Keterbatasan
Gerak weak tight Erosi tulang
rawan
Open kinetic
chain

Penurunan ROM Nyeri regang


Strenghthening Exc Penurunan
Isometric exc cairan synovial

Hipomobile

Pembentukan
Osteofit

Krepitasi
Gaya berjalan
terganggu

Inflamasi

ADL
terganggu
Nyeri

Mengurangi faktir resiko USD


SWD
(Nyeri, Kekuatan Otot, Spasme
ROM) dan Peningkatan
kemampuan fungsional 31
Muscle release
D. KODE DAN KETERANGAN PEMERIKSAAN ICF

1) Body Fuction :
• B28015 : pain in lower limb
• B7801 : Sensation of muscle spasm
• B710 : Mobility of joint generalized
• B730 : Muscle power functions
• B770 : Gait pattern function
2) Body Structure
• S75012 : Muscle of lower leg
• S75011 : Knee joint
3) Activities and Participation
• D465 : Moving araound using equipment
• D435 : Walking
4) Environtment
• E1760 : Immediate family
• E565 : Economic service, system and polici

32
E. DIAGNOSA FISIOTERAPI

1. Impairment
-Nyeri pada area pes anserinus lutut kiri
-Penurunan kekuatan otot pada hip dan knee sinistra
-Penurunan LGS pada fleksi knee sinistra
-Spasme pada otot quadriceps sinistra
-Postur sedikit kifosis
2. Functional Limitation
- Pasien berjalan dengan sedikit antalgic gait dengan postur sedikit kifosis dan head foward
3. Disability / Participant restriction
- Pasien kesulitan dalam melaksanakan ibadah sholat dimasjid

F. PROGRAM FISIOTERAPI

1. Tujuan jangka panjang


- Meminimalkan faktor resiko
- Meningkatkan kemampuan fungsional

2. Tujuan jangka pendek


- Mengurangi nyeri lutut kiri
- Mengurangi spame pada otot quadricep sinistra
- Meningkatkan kekuatan otot pada hip dan knee sinistra
- Meningkatkan luas gerak sendi pada lutut kiri
- Memperbaiki postur
3. Teknologi intervensi fisioterapi
- SWD
- Exercise (Isometric quadriceps dan hamstring exercise, OKC (open kinetic chain),
Strengthening pada otot hip dan knee)
- Edukasi

G. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : bonam


Quo ad Sanam : malam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Cosmeticam : bonan
H. PELAKSANAAN TERAPI
1. USD

Posisi pasien : duduk senyaman mungkin pada kursi di depan alat, posisi lutut semi fleksi

, pasien diminta melepaskan hal yang menggangu di lutut pasien.


Posisi Terapis : berdiri sedekat mungkin dengan alat.
Persiapan alat :

- Pastikan alat berfungsi dengan baik

- Pastikan kabel elektroda terpasang dengan benar dan kabel alat sudah terhubung pada
arus listrik
- persiapkan gel atau mediator untuk usd dan tissue untuk membersihkan gel
- Lalu takan tombol ON kemudian atur
 frekuensi 1 MHz,
 arus continous
 intensitas 0,8 w/cm²,
 waktu 5 menit dengan ERA 5 cm², luas area 20 cm² (Wilson, 2003).
Lalu area yang akan diterapi diberikan coupling medium kemudian tranduser
ditempelkan pada tangan kemudian mesin dihidupkan lalu tranduser digerakkan secara
transvers dan diusahakan tetap kontak serta tegak lurus dengan daerah yang diterapi
dengan kecepatan 4 cm² per detik. Selama proses terapi berlangsung harus mengontrol
panas yang dirasakan pasien. Jika selama pengobatan rasa nyeri dan ketegangan otot
meninggi, dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitas. Hal ini berkaitan
dengan overdosis. Setelah terapi selesai intensitas dinolkan, kemudian alat dirapikan
seperti semula.
2. SWD (Short Wave Diathermy) :
Posisi pasien : duduk senyaman mungkin pada kursi di depan alat, posisi lutut semi
fleksi , pasien diminta melepaskan hal yang menggangu di lutut pasien.
Posisi Terapis : berdiri sedekat mungkin dengan alat.
Persiapan alat :
- Pastikan alat berfungsi dengan baik
- Pastikan kabel elektroda terpasang dengan benar dan kabel alat sudah terhubung
pada arus listrik
- Letakkan handuk atau kain pada lutut
- Pasang elektroda secara contraplanar pada salah satu lutut
- Lalu takan tombol ON kemudian atur :
o Mode : continous
o Power : 35 Watt
o Time : 15 menit
3. Isometrik kontraksi
Pasien pada posisi tidur terlentang, kemudian terapis meletakan tangan tepat berada
di bawah lutut pasien, tangan terapis berfungsi sebagai stimulasi untuk pasien,
kemudian pasien diminta untuk menekan lutut pasien ke arah tangan terapis.
Kemudian di tahan selama 8 detik. Dilakukan dengan 8 kali pengulangan.
4. Strengthening exercise
Latihan strengthening diberikan pada grup otot hip, knee dan ankle. Pasien
diminta untuk melakukan gerakan sendi sesuai dengan instruksi dari fisioterapis,
kemudian fisioterapis memberikan tahanan dengan tangan berlawanan dengan gerakan
sendi yang dilakukan pasien. Dilakukan dengan 8 kali repitisi dan dilakukan sebanyak
2 kali.
5. Edukasi
• Pasien diminta untuk melakukan latihan yang telah diberikan di rumah
• Pasien diminta untuk menghindari beberepa aktivitas yang dapat meningkatkan
beban pada lutut, seperti jongkok berjalan jauh dan dengan waktu yang lama serta
naik turun tangga serta naik turun tangga.
• Pasien dianjurkan untuk menjaga pola makan agar berat badan tidak bertambah
karena akan memperburuk kondisi penyakitnya.
I. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
2. Evaluasi Nyeri
Nyeri Diam : 0/10
Nyeri Tekan : 3/10 (area pes anserinus lutut kiri)
Nyeri Gerak : 4/10 (gerakan fleksi lutut kiri)
3. Evaluasi ROM
Regio Dextra Sinistra Normal

KNEE (S) : 00 – 00 – 1300 (S): 00 – 00 – 1050 S : 00 - 0 – 1300

Tabel 3.4 Evaluasi ROM


4. Evaluasi MMT
Gerakan Dextra Sinistra

Hip Fleksi 5 4
Ekstensi 5 4
Abduksi
5 5
Adduksi
Internal rotasi 5 5
Eksternal rotasi 5 5
5 5
Knee Fleksi 5 4
Ekstensi 5 4
Ankle Dorsofleksi 5 5
Plantarfleksi 5 5

Tabel 3.5 Evaluasi MMT


3.2 HASIL TERAPI AKHIR
Pasien atas nama Ny. A berusia 53 tahun dengan osteoarthritis genu sinistra yang sudah
dirasakan pasien sejak 1,5 tahun yang lalu. Keluhan utama pasien adalah nyeri dan kaku pada
lutut kiri . Setelah dilakukan pemeriksaan fisioterapi didapati hasil sebagai berikut nyeri pada
lutut kiri, penurunan kekuatan otot pada hip dan knee sinistra, penurunan lgs pada fleksi knee
sinistra, spasme pada otot quadriceps sinistra, postur sedikit kifosis dan pasien berjalan dengan
sedikit antalgic gait dengan postur sedikit kifosis dan head forward. Setelah 2 kali diberikan
intervensi tersebut didapati hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan yaitu terdapat penurunan
nyeri, terdapat peningkatan LGS knee dan peningkatan kekuatan otot.

3.2 PEMBAHASAN
Pasien atas nama Ny. M berusia 69 tahun dengan osteoarthritis sinistra yang sudah
dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu. Hal ini sesuai dengan etiologi terajdinya osteoarthritis
karena OA lebih sering terjadi pada usia lanjut, tetapi keadaan ini masih belum jelas apakah
osteoarthritis ini timbul sebagai konsekuensi dari proses penuaan. Makin bertambah usia
seseorang maka proses degenerative makin nyata, diantaranya kualitas kartilago persendian yang
semakin buruk atau menurun. Kartilago sebagai bantalan penahan tekanan maka semakin tua
semakin kurang elastisitasnya. Adanya proses degenerasi yang mulai muncul pada usia
pertengahan sampai usia 60 tahun, keadaan tersebut akan nampak jelas ketika dilakukan
pemeriksaan secara radiologis (Sidharta, 1984).
Pada sistem muskuloskeletal, proses menua biasanya terjadi penurunan cairan sinovial
persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi
lebih
kaku serta terjadi penurunan luas gerak sendi, sehingga mengurangi gerakan persendian. Adanya
keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah kondisi tersebut
(Tortora & Grabowski 2003)
Selain itu ada kasus OA jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki
(Parjoto, 2000). Pada studi radiografi yang dilakukan di Amerika dan Eropa pada penduduk usia
45 tahun ke atas didapatkan prevalensi OA lutut yang cukup tinggi, yaitu sebesar 14% pada laki-
laki dan 22,8% pada wanita.
Hal ini dikarenakan dengan adanya masa menopause pada wanita, yang disebabkan akibat
adanya penurunan hormon esterogen. Yang mana penurunan hormon dapat mengurangi asupan
kalsium pada tulang sehingga menghambat proses pertumbuhan dan pembentukan tulang baru.
Selain itu akibat berkurangnya kemampuan reseptor hormon esterogen pada sendi, sehingga
penyerapan mineral – mineral penting sendi terhambat mengakibatkan penurunan
Glucosaminoglicans (GAG’s) dan cairan sel matriks sendi. Berkurangnya ruang antar serabut
matriks dan penurunan lubrication dari matriks yang terjadi karena pengurangan jumlah zat
plastis sebagai prekusor pembentuk proteoglycans merupakan penyebab kekakuan sendi
(Hendricks, 1995).
Selain itu dilihat dari biomekanika, ada perbedaan antar sendi lutut pria dan wanita, pada
wanita struktur biomekanik lebih mendukung terjadinya kekakuan lebih cepat karena memiliki
bentuk pelvis yang lebih lebar dan ruang intercondylar femur yang lebih sempit ini menyebabkan
peningkatan angle-Q yang akhirnya mempersempit ruang medial sendi lutut, ini menyebabkan
pola recruitment serabut otot saat latihan fleksibilitas juga berbeda dimana pada wanita otot
hamstring lebih dahulu difokuskan untuk program penguatan, dibanding quadriceps,
berkebalikan dengan lansia pria (Meyer et al 2002).
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif pada kartilago sendi dengan
perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan osteofit, perubahan tulang
subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada sinovium, dan penebalan kapsul
sendi. Sendi yang bisa terkena OA adalah sendi-sendi benar (“true joint” atau diarthrosis), yaitu
sendi- sendi yang mempunyai kapsul sendi, membran sinovialis, cairan sinovialis, dan kartilago
sendi yaitu seperti sendi lutut (Hartanto, 2011).Karena OA merupakan penyakit degeneratif yang
tidak dapat disembuhkan maka penanganan pada OA bertujuan untuk mengurangi gejala bukan
untuk menyembuhkan (Kuntono, 2011). Untuk mengatasi keluhan pada osteoarthritis knee
tersebut dapat ditanggulangi dengan peran fisioterapi. Modalitas dan terapi latihan dari
fisioterapi yang digunakan dalam mengurangi bahkan mengatasi gangguan terutama yang
berhubungan dengan gerak dan fungsi pada kondisi osteoarthritis knee
Pada pasien ini ditemukan impairment fisioterapi sebagai berikut nyeri pada lutut kiri,
penurunan kekuatan otot pada hip dan knee sinistra, penurunan lgs pada fleksi knee sinistra,
spasme pada otot quadriceps sinistra, postur sedikit kifosis dan pasien berjalan dengan sedikit
antalgic gait dengan postur sedikit kifosis dan head forward. Selain itu juga didapati krepitasi
pada lutut kiri pasien, hal ini sesuai dengan tanda dan gejala pada OA.
Sehingga untuk penurunan nyeri, peningkatan ROM dan peningkatan kekuatan otot serta
meningkatkan kemampuan fungsional pasien diberika terapi modalitas USD dan SWD serta
terapi latihan. Hal itu dikarenakan gelombang USD menimbulkan adanya peregangan dan
pemampatan di dalam jaringan dengan frekuensi yang sama, sehingga terjadilah variasi tekanan
di dalam jaringan yang lebih dikenal dengan "mikromassage" adanya variasi tekanan tersebut
akan menghasilkan beberapa hal antara lain perubahan volume sel-sel tubuh sebesar 0,02%,
perubahan permeabilitas dari membran sel dan membran jaringan serta mempermudah
metabolisme (Sujatno,
1998). Selain itu efek yang dihasilkan oleh Short Wave Diathermy kenaikan suhu jaringan,
peningkatan aliran darah, pelebaran pembuluh darah, peningkatan filtrasi dan difusi melalui
membran berbeda, peningkatan tingkat metabolisme jaringan, perubahan beberapa reaksi enzim,
perubahan pada sifat fisik jaringan berserat (seperti yang ditemukan pada tendon, sendi, dan
bekas luka), penurunan kekakuan sendi, tingkat relaksasi otot tertentu, ambang nyeri yang
membaik, dan meningkatkan pemulihan pasca cedera. (Prentice,2009). Terapi latihan juga
merupakan salah satu intervensi fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik
secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan
kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 2002).
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteoarthritis (OA) didefinisikan sebagai suatu penyakit degenerative kronik yang
terutama mempengaruhi kartilago artikuler sendi synovial, dan pada akhirnya terjadi remodeling
tulang dan pertumbuhan berlebih (taji) pada batas sendi. Faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya OA antara lain metabolik, kimiawi, dan faktor mekanis, faktor sekunder lainnya
seperti trauma, deformitas, dan obesitas. Tingkat keparahan OA dibagi menjadi 4, yaitu dimulai
dari tidak nampaknya osteofit hingga terjadinya deformitas dari tulang dan mengecilnya celah
sendi.
Penanganan pasien osteoarthritis lutut sesuai dengan tingkat keparahan pasien. problem
utama yang seringkali muncul pada pasien osteoarthritis lutut adalah keterbatasan gerak, nyeri,
dang kelemahan otot. Ketiga hal tersebut dapat memicu adanya penurunan kempuan fungsional
pasien. rangkaian latihan pada pasien osteoarthritis lutut bermanfaat untuk meningkatkan
kemampuan fungsional pasien sehingga dapat melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri.
Pada pasien a.n Ny. A berusia 53 tahun dengan diagnosis OA genu genu sinistra dengan
grade II dengan keluhan utamanya adalah nyeri dan kaku pada lutut kiri. Problem fisioterapi
yang ditemukan pada pasien ini adalah problem kapasitas fisik berupa nyeri, spasme,
keterbatasan gerak, penurunan kekuatan otot dan problem kemampuan fungsional yaitu tidak
mampu berjalan jauh, dan kesulitan naik turun tangga. Setelah mendaptkan tindakan Fisioterapi
sebanyak 2 kali dengan intervensi USD, SWD, dan terapi latihan menunjukkan hasil yang cukup
berarti pada penurunan spasme pada otot quadriceps sehingga tidak ditemukan spasme. kurang
sigi, yaitu adanya penurunan nilai nyei gerak dari 5 menjadi 4 dan peningkatan LGS genu
sinistra 50 pada
gerakan fleksi. Sedangkan untuk nilai kekuatan otot dan kemampuan fungsional belum didapatkan
adanya peningkatan yang signifikan.
4.2 Saran

Pada kasus osteoarthritis lutut ini dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan kerjasama
antara terapis dengan penderita dengan bekerjasama dengan tim medis lainnya, agar tercapai
hasil pengobatan yang maksimal. Selain itu hal-hal lain yang harus diperhatikan antara lain :
a. Bagi penderita
Saran yang diberikan kepada pasien adalah pasien diminta untuk melakukan terapi secara
rutin di RS seminggu 2 kali Pasien juga diminta untuk meminum obat yang telah di berikan
dokter sesuai dengan anjuran dari dokter dengan tidak melakukan aktivitas yang memberatkan
keadaan lutut seperti berjalan jauh, naik – turun tangga sehingga nyeri pada lutut yang sudah
membaik tidak lagi mengalami perburukan kondisi. Pasien di sarankan untuk melakukan latihan
-latihan peregangan lutut yang sebelumnya telah di kompres dengan air dingin selama 10 menit
dan lakukan hal tersebut sehari minimal 2 sampai 3 kali.
b. Bagi fisioterapis
Saran yang diberikan kepada fisioterapis adalah fisioterapis adalah fisioterapis hendaknya
selalu menambah pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu agar dapat memberikan terapi
yang lebih tepat karena tidak menutup kemungkinan adanya terobosan terbaru dalam pemberian
terapi. Saran yang dapat diberikan kepada Fisioterapis di RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah
hendaknya selalu memperhatikan dosis terutama pada frequenzy US dan SWD yang diberikan
kepada pasien letak dari jaringan yang akan diterapi akan menentukan dosis frequency terapi,
sehingga tepat sasaran. Selain itu harus memperhatikan pengaplikasian terapi latihan serta
monitoring pasien agar selalu melakukan latihan yang diberikan di rumah.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diharapkan nantinya memberikan
hasil yang lebih baik bagi penyembuhan penderita Osteoarthritis..
DAFTAR PUSTAKA

Altman R, Asch E, Bloch D. 1987. Criteria for The Classification of Osteoarthritis of The Knee
and Hip. Jurnal of Rheumatologi.; 31-39.
Anas, Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC
Cameron, M.H. 2003. Physical Agent In Rehabilitation second edition. W.B. Saunders
Company, Philadelphia.
De Wolf and JMA Mens, 1994. Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh. Cetakan kedua terjemahan.
Houten.
Drake, Richard . L., Et al. 2014. Dasar-Dasar Anatomi infonesia edition. Elsevier Pt Ltd.
Singapore
Felson, D.T., 2008. Osteoarthritis. Dalam : Fauci, A., Hauser, L.S., Jameson, J.L., Ed.
HARRISON's Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New York, United
States of America. McGraw- Hill Companies.
Isbagio, H. 1987. Osteoarthritis. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Kapanji I. A. 1987. The Physiologi of The Joint. Vol.2 Lower Limb fifth edition. Churchil
Lesmana, S.I. 2002. Pemeriksaan Antropometri. Lampung : Pelatihan Asuhan Fisioterapi II.
Kisner,C. and Colby,L.A 2007. Therapeutic Exercise. 5th edition, Philadelphia : T.A Davis
Company.
Kuntono Heru Purbo. 2000. “Penata Laksanaan Elektroterapi ”, Makalah Disampaikan Pada
TITAFI VIII IFI, Semarang,
Kuntono,H.P. 2011. Nyeri Secara Umum dan Ostearhtritis Lutut dari Aspek Fisioterapi.
Surakarta: Muhammadiyah University Perss.
Kuntono,H.P. 2005. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Osteoarthritis. Kediri : Temu
Ilmiah IFI.
Price, S.A. 1995. Patofisiologi ( Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ) edisi ke 4. Jakarta : EGC.
Parjoto, S. 2000. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Osteoartritis. Semarang : TITATFI XV.
Parjoto, Slamet, 2006; Terapi Listrik Untuk Modalitas Nyeri; Ikatan Fisioterapi Indonesia Cabang
Semarang, Semarang.
Prentice, William E. 2009. Therapeutic Modalities for Sport Medicine and Athletic Training sixth
edition. Boston. Mc Graw Hill
Sidharta, P. 1984. Sakit Neuromusculoskeletal Dalam PPraktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai