PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu
ventralis.
Sedangkan lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas :7
a. Paraplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik
karena kerusakan pada segment thoraco-lumbo-sacral.
b.Quadriplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik
karena kerusakan pada segment cervikal.
Cauda equine syndrome Kerusakan pada saraf Kerusakan sensori dan lumpuh
lumbal atau sacral flaccid pada ekstremitas bawah
samapi ujung medulla dan kontrol berkemih dan
spinalis defekasi.
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data dari National Spinal Cord Injury Statistical Centre dari
University of Alabama yang dipublikasikan pada Februari 2013, insiden eidera
medulla spinalis diperkirakan sekitar 40 kasus per satu juta populasi di Amerika
Serikat atau 12.000 kasus per tahun. Cedera medulla spinalis seringkali diderita
oleh dewasa muda, dengan hampir setengah dari seluruh kasus terjadi pada usia
16-30 tahun. Sejak tahun 2010, disabilitas neurologis yang diderita adalah
tetraplegia inkomplit sebesar 40,6%, paraplegia inkomplit 18,7%, paraplegia
komplit 18% dan tetraplegia komplit 11,6%.11
2.4 Etiologi
A. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan : Cedera tulang tulang belakang
mempengaruhi jumlah yang tidak proporsional pada pria. Bahkan,
perempuan terhitung hanya sekitar 20 persen dari trauma cedera tulang
belakang di Amerika Serikat. 3,7,9,10
B. Terjadi antara usia 16 dan 30 : Banyak terjadi cedera tulang belakang
traumatis berusia antara 16 dan 30. Kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama cedera tulang belakang, sementara jatuh
penyebab paling cedera pada orang yang lebih tua. 3,7,9,10
C. Terlibat dalam perilaku berisiko : Menyelam ke dalam air terlalu dangkal
atau bermain olahraga tanpa mengenakan peralatan keselamatan yang tepat
atau mengambil tindakan pencegahan yang tepat dapat menyebabkan cedera
tulang belakang. 3,7,9,10
D. Memiliki tulang atau kelainan sendi : Sebuah cedera yang relatif kecil dapat
menyebabkan cedera tulang belakang jika Anda memiliki gangguan lain
yang mempengaruhi tulang atau sendi, seperti arthritis atau osteoporosis.
3,7,9,10
Jika medula spinalis mengalami cedera, maka saraf-saraf yang berada pada
daerah yang mengalami cedera dan yang di bawahnya akan mengalami gangguan
fungsi, yang menyebabkan hilangnya kontrol otot dan juga hilangnya
sensasi. Hilangnya kontrol otot atau sensasi dapat bersifat sementara atau
menetap, sebagian atau menyeluruh, tergantung dari beratnya cedera yang terjadi.
Cedera yang menyebabkan putusnya medula spinalis atau merusak jalur jalannya
saraf di medula spinalis menyebabkan hilangnya fungsi yang menetap, tetapi
trauma tumpul yang mengguncang medula spinalis dapat menyebabkan hilangnya
fungsi sementara, yaitu bisa sampai beberapa hari, beberapa minggu, atau
beberapa bulan. Hilangnya kontrol
otot sebagian menyebabkan timbulnya kelemahan pada otot. Sedangkan kontrol
otot yang hilang seluruhnya menyebabkan kelumpuhan. Ketika otot mengalami
kelumpuhan, maka otot tersebut seringkali kehilangan tonus ototnya sehingga
menjadi lemas (flaccid). Beberapa minggu kemudian, kelumpuhan dapat
berkembang menjadi spasme otot yang involunter (tidak disadari) dan lama
(paralysis spastik). 3,7,9,10
Kerusakan hebat dari medula spinalis di pertengahan punggung bisa
menyebabkan kelumpuhan pada tungkai, tetapi lengan masih tetap berfungsi
secara normal. Gerakan refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan
tetap utuh atau bahkan meningkat. Contohnya, refleks lutut tetap ada atau bahkan
meningkat. Meningkatnya refleks ini dapat menyebabkan spasme pada tungkai.
Refleks yang tetap dipertahankan menyebabkan otot yang terkena menjadi
memendek, sehingga dapat terjadi kelumpuhan jenis spastik. Otot yang spastik
teraba kencang dan keras dan sering mengalami kedutan. 3,7,9,10
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi hilang, otot
flaksid, refleks hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, atonia gaster dan
hipestesia. Juga dibawah tingkat lesi dijumpai hilangnya tonus vasomotor,
keringat dan piloereksi serta fungsi seksual. Kulit menjadi kering dan pucat serta
ulkus dapat timbul pada daerah yang mendapat penekanan tulang. Spingter vesika
urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi (disebabkan oleh hilangnya inhibisi
dari pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.3,7,9,10
Apabila medula spinalis cedera secara komplit dengan tiba-tiba, maka tiga
fungsi yang terganggu antara lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh
refleks pada bagian tubuh di bawah lesi. Keadaan yang seluruh refleks hilang baik
refleks tendon, refleks autonomic disebut spinal shock. Kondisi spinal shock ini
terjadi 2-3 minggu setelah cedera medula spinalis. Fase selanjutnya setelah spinal
shock adalah keadaan dimana aktifitas refleks yang meningkat dan tidak
terkontrol. Pada lesi yang menyebabkan cedera medula spinalis tidak komplit,
spinal shock dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau bahkan tidak
melalui shock sama sekali. Selain itu gangguan yang timbul pada cidera medula
spinalis sesuai dengan letak lesinya, dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan
berupa spastisitas, hyperefleksia, dan disertai hypertonus, biasanya lesi ini terjadi
jika cidera mengenai C1 hingga L1. Dan pada LMN lesi akan timbul gangguan
berupa flaccid, hyporefleksia, yang disertai hipotonus dan biasanya lesi ini terjadi
jika cidera mengenai L3 sampai kauda ekuina, di samping itu juga masih ada
gangguan lain seperti gangguan bladder dan bowel, gangguan fungsi seksual, dan
gangguan fungsi pernapasan. 3,7,9,10
Dapat dirumuskan gejala-gejala yang terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu :
3,7,9,10
diri.
5. Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari tidur ke
duduk, Duduk, Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari kursi roda ke
bed.
6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan
hipotensi.
2.7 Patofisiologi
Defisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medula spinalis terjadi
akibat dari proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan kaskade cedera
berlanjut, kemungkinan penyembuhan fungsional semakin menurun. Karena itu,
intervensi terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada kebanyakan kasus, window
period untuk intervensi terapeutik dipercaya berkisar antara 6 sampai 24 jam
setelah cedera. Mekanisme utama yaitu cedera inisial dan mencakup transfer
energi ke korda spinal, deformasi korda spinal dan kompresi korda paska trauma
yang persisten. Mekanisme ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan menit
setelah cedera, menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan
perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek yang berkelanjutan.
Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan menit dari cedera dan
berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, melibatkan
kaskade yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat
traktus. Sangat jelas bahwa peningkatan produksi radikal bebas dan opioid
endogen, pelepasan yang berlebihan dari neurotransmitter eksitatori dan reaksi
inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messenger
Ribonucleic Acid) menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera
medula spinalis dan perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik. 3,7,9,10
Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari cedera
sekunder. Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari penurunan kadar
anti- oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di jaringan sistem
saraf pusat yang cedera dan menyerang membrane lipid, protein dan asam nukleat.
Hal ini berakibat pada dihasilkannya lipid peroksidase yang menyebabkan
rusaknya membran sel. Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera
sekunder bergantung pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf.
Ion kalsium mengaktivasi phospholipase, protease, dan phosphatase. Aktivasi dari
enzim-enzim ini mengakibatkan interupsi dari aktivitas mitokondria dan
kerusakan membran sel. Teori opiate receptor mengusulkan bahwa opioid
endogen mungkin terlibat dalam proses terjadinya cedera medula spinalis dan
bahwa antagonis opiate (contohnya naloxone) mungkin bisa memperbaiki
penyembuhan neurologis. Teori inflamasi berdasarkan pada hipotesis bahwa zat-
zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien, platelet- activating factor,
serotonin) berakumulasi pada jaringan medula spinalis yang cedera dan
merupakan mediator dari kerusakan jaringan sekunder. Bila bagian cervical 1-4
yang terkena mengakibatkan pola nafas menjadi efektif dan kelumpuhan total dan
3,7,9,10
kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil. Tulang belakang yang
mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cedera
olahraga) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari
ataxia) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic
pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma
yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis disebut whiplash atau trauma indirek. Whiplash adalah gerakan
dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan
mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian cervikalis bawah
maupun thorakalis bawah misalnya pada waktu duduk dikendaraan yang sedang
berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari
jarak tinggi,menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia Trauma tidak
langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical
(terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis
dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang,
medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla
spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang
ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar
pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara
makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusion, laseratio dan
pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis
merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena
tertutup atau peluru yang dapat mematahkan atau mengeserkan ruas tulang
belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada
segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).
Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan
berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi
medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.3,7,9,10 Suatu segmen medulla spinalis dapat
tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatik dan dapat juga tertekan oleh
kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna
vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis
akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi
dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami
jejas. pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan
gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang
reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit
sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri
radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
aaanastomosis anterial anterior spinal.3,7,9,10
Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut : 3,7,9,10
2.8 Komplikasi
Anamnesis
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi darah. Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa
keadaan jalan nafas dan pernafasannya karena pada trauma C1-C4. 8,9,10
1. Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta
kemampuan gerak dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak,
pengecilan otot ( atropi ), warna dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan
beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktifitas, posisi pasien,
dll.8,9,10
2. Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan
menggunakan tangan dan membedakan antara kedua anggota gerak yang
kanan dan kiri. Palpasi dilakukan terutama pada kulit dan subkutaneus untuk
mengetahui temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya. 8,9,10
3. Pemeriksaan Fungsi Gerak : Dalam hal ini meliputi fungsi gerak aktif, gerak
pasif, dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan ini umumnya pada pasien
ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot dan
sebagainya. 8,9,10
4. Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi
kemampuan pasien dalam beraktifitas baik itu posisi miring kanan-kiri
(setiap 2 jam), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya. 8,9,10
5. Pemeriksaan Khusus
a. Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot
dari keempat anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan
metode manual muscle testing ( MMT ). 8,9,10
b. ROM : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer
dan dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar
Of Measurement ). 8,9,10
c. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analog Scale ) : VAS merupakan
salah satu metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai
tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien diminta untuk menunjukan
letak nyeri yang dirasakan. Pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada
ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 )
nyeri sekali. 8,9,10
4 (G) Good : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan. (N) Normal :
Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
1. Nyeri menjalar
1. ABC : pertahankan jalan nafas, beri oksigen bila ada keadaan sesak, beri
cairan infus 2 line untuk mencegah terjadinya syok.
b. Pasang NGT
A. Medika Mentosa
Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat
trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik,
sistem sensorik dan vegetatif. Apabila medula spinalis cedera secara komplit
dengan tiba-tiba, maka tiga fungsi yang terganggu antara lain seluruh gerak,
seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian tubuh di bawah lesi. Keadaan
yang seluruh refleks hilang baik refleks tendon, refleks autonomik disebut spinal
syok.
Pada lesi yang menyebabkan cedera medula spinalis tidak komplit, spinal
syok dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau bahkan tidak melalui
syok sama sekali. Selain itu gangguan yang timbul pada cidera medula spinalis
sesuai dengan letak lesinya, dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan berupa
spastisitas, hiperefleksia, dan disertai hipertonus, biasanya lesi ini terjadi jika
cedera mengenai C1 hingga L1. Dan pada LMN lesi akan timbul gangguan berupa
flaccid, hiporefleksia, yang disertai hipotonus dan biasanya lesi ini terjadi jika
cedera mengenai L2 sampai kauda ekuina, di samping itu juga masih ada
gangguan lain seperti gangguan bladder dan bowel, gangguan fungsi seksual, dan
gangguan fungsi pernapasan.
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan
simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi
medula spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan
jaringan medula spinalis yang mengalami trauma tersebut. Fisioterapi dapat
berperan sejak fase awal terjadinya trauma sampai pada tahap rehabilitasi. Pada
penderita SCI kerusakan yang terjadi pada medulla spinalis bersifat permanen,
karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap kerusakan pada sistem saraf maka
tidak akan terjadi regenerasi dari sistem saraf tersebut dengan kata lain sistem
tersebut akan tetap rusak walaupun ada regenerasi akan kecil sekali peluangnya.
Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
11. National spinal cord injury statistical centre. Spinal : Facts and figure at a
glance.http://www.nscisc.uab.edu/PublicDocuments/fact_figures_docs/Fact
s%20213.pdf