Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Biomekanik Sendi Lutut.

Sendi lutut terdiri dari hubungan antara : (1) os femur dan os tibia (tibio
femorale joint), (2) os femur dan os patella (patello femorale joint) dan (3) os
tibia dan os fibula (tibia fibulare proximalis joint).

Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik dibandingkan
sendi-sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang
membentuk sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti pada
persendian yang lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian
ini terdapat meniskus, kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan
gerakan sendi ini menjadi luas, sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar
dan berbagai ligamen sehingga sendi menjadi kuat dan stabil (Tajuid, 2000).

Otot disekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus


sebagai penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara lain:
m.quadriceps femoris (vastus medialis, vastus intermedius, vastus lateralis,
rectus femoris). Keempat otot tersebut bergabung sebagai grup ekstensor
sedangkan grup fleksor terdiri dari: m.gracilis, m.sartorius dan m.semi
tendinosus. Untuk gerak rotasi pada sendi lutut dipelihara oleh otot-otot grup
fleksor baik grup medial/ endorotasi (m.semi tendinosus, semi membranosus,
sartorius, gracilis, popliteus) dan grup lateral eksorotasi (m.biceps femoris,
m.tensor fascialata) (Pudjianto, 2002).

Sendi lutut juga memiliki kapsul sendi artikularis yang melekat pada
cartilago artikularis, di dalam sendi, synovial membran melewati bagian
anterior dari perlekatan ligamen cruciatum sehingga ligamen cruciatum
dikatakan intraartikuler tetapi extracapsuler (Tajuid, 2000).

1
Gambar 2.1

Ligamentum
pembentuk sendi
lutut tampak dari
depan (De Wolf,
1974)

Gambar 2.2

Ligamen pembentuk sendi lutut tampak dari belakang (De Wolf, 1974)
Gambar 2.3

Otot-otot penguat sendi lutut tampak dari depan - belakang (De Wolf, 1974)

Gambar 2.4

Otot-otot penguat sendi lutut tampak dari medial – lateral (De Wolf, 1974)

Aksis gerakan fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada
daerah condylus medialis.

Lingkup gerak sendi ekstensi 5 0 - 100 hiperekstensi atau 00. Gerakan ekstensi
dibatasi oleh ketegangan kapsul dan ketegangan ligamen dan twisting ligamen.
Sedangkan untuk gerakan fleksi lingkup gerak sendi berkisar 1400-1500. Gerakan
fleksi dibatasi kontaknya otot-otot jaringan lunak tumit dan bagian posterior paha.

Gambar 2.5
Gerakan rolling dari os femur terhadap os tibia (Kapandji, 1987)

B. Patologi dan Problematik Fisioterapi

1. Definisi

Osteoarthritis atau disebut juga penyakit sendi degeneratif adalah suatu


kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan
klinis, histologi, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada komponen
sistemik (Slamet, 2000).

2. Etiologi

Sampai sekarang ini belum diketahui faktor penyebab terjadinya


osteoarthritis secara jelas, namun hanya diketahui beberapa faktor
presdisposisinya saja antara lain : (1) usia, pada umur 30 tahun, mulai terjadi
proses degenerasi, (2) obesitas, pada keadaan normal berat badan akan melalui
medial sendi lutut dan akan diimbangi otot-otot paha bagian lateral sehingga
resultan gaya akan melewati bagian tengah atau sentral sendi lutut. Pada obesitas
resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya yang diterima sendi
lutut tidak seimbang, (3) aktivitas fisik atau pekerjaan, pekerjaan yang membebani
lutut akan mempunyai resiko terserang osteoarthritis lebih besar, (4) jenis kelamin
wanita lebih besar dari pada pria, (5) faktor hormonal atau metabolisme, diabetes
mellitus berperan sebagai faktor presdisposisi timbulnya osteoarthrtis
(Slamet, 2000).

3. Patologi
Pada OA terdapat proses degenerasi, reparasi, dan inflamasi yang terjadi
dalam jaringan ikat, lapisan rawan, sinovium, dan tulang subkondral. Pada saat
penyakit aktif salah satu proses dapat dominan atau beberapa proses terjadi secara
bersama dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan dengan
berbagai defisit patofisiologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunya LGS,
disuse atropi dari otot quadrisep, nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot quadrisep yang merupakan stabilisator utama sendi lutut
dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut. Pada penderita usia
lanjut kekuatan quadrisep bisa menurun 1/3 nya dibanding dengan kekuatan
quadrisep pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut.
Penurunan kekuatan otot terutama disebabkan oleh atropi otot tipe II B yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan tenaga secara cepat.

4. Gejala dan Tanda-Tanda Klinis

Secara klinis gambaran OA dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu (1) sub


clinikal, osteoarthritis tidak ditemukan gejala dan tanda yang klinis. Namun secara
patologi dapat ditemukan skelerosis pada tulang rawan sendi, (2) manifest OA,
timbul keluhan nyeri saat bergerak dan rasa kaku pada awal gerak, adanya
kerusakan sendi yang luas. Dan dampak penyempitan ruang sendi dan skelerosis
tulang subchondral, (3) decompensated OA disebut stadium pembedahan
(surgical state), timbul rasa nyeri pada saat istirahat dan pembatasan lingkup
gerak sendi , terjadi akibat penyakit yang telah progresif dan seluruh tulang rawan
sendi rusak. Tulang subchondral menjadi sangat sclerotic. Pembentukan osteofit
hebat, kapsul sendi jelas menjadi kendor (laxity), sehingga tampak deformitas
yang jelas (Moll, 1987).

Tanda dan gejala pada penderita osteoarthritis apabila sudah manifes akan
memberikan tanda maupun gejala sebagai berikut :

a. Nyeri.

Nyeri sendi pada osteoarthritis sering dikeluhkan sebagai nyeri dalam,


terlokalisasi di sendi yang terkena. Biasanya nyeri pada osteoarthritis diperberat
oleh perkembangan penyakit nyeri tersebut menjadi menetap karena kartilago
sendi tidak memiliki persyarafan, nyeri sendi pada osteoarthtritis berasal dari
struktur lain. (Brandt, 2000).

b. Kaku sendi.

Gejala yang sering dijumpai pada OA, terjadi kesulitan atau kekakuan
pada saat akan memulai gerakan pada kapsul, ligamentum, otot dan permukaan
sendi (Heru, 2005).

c. Keterbatasan lingkup gerak sendi.

Keterbatasan gerak ini disebabkan oleh timbulnya osteofit dan penebalan


kapsuler, muscle spasme serta nyeri yang membuat pasien tidak mau melakukan
gerakan secara maksimal sampai batas normal, sehingga dalam waktu tertentu
mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut. Keterbatasan gerak
biasannya bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola
kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi
(Heru, 2005).

d. Krepitasi.

Hal ini disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar karena hilangnya
rawan sendi (Heru, 2005).

e. Kelemahan otot dan atropi otot.

Kelemahan otot tidak bagian dari OA, tetapi peranan sebagai salah satu
faktor resiko OA perlu dicermati kekuatan isometrik dari otot quadrisep
merupakan faktor yang berperan pada OA lutut. Atropi otot dapat ditimbulkan
bersama efusi sendi, sedangkan gangguan gait merupakan manifestasi awal dari
OA yang menyerang sendi penopang berat badan. Sendi instabil berhubunngan
dengan penyakit lanjut (Isbagio, 2003).

f. Deformitas

Deformitas yang dapat terjadi pada OA yang paling berat akan


menyababkan distruksi kartilago, tulang dan jaringan lunak sekitar sendi. Terjadi
deformitas varus bila terjadi kerusakan pada kopartemen medial dan kendornya
ligamentum (Slamet, 2000).

Osteoarthritis menurut derajat kerusakanya dapat diklasifikasikan menjadi


beberapa grade :

0 = Normal.

1 = OA meragukan ( sendi normal, osteofif minimal).

2 = OA minimal (osteofit ada didua tempat, sclerosis subkondral, kista


tidak ada, celah sendi baik).

3 = OA moderat (osteofit moderat, deformitas ujung tulang, celah sendi


sempit).

4 = OA berat, (osteofit besar, deformitas ujung tulang, sclerosis


subkhondral, sela sendi hilang, terdapat kista) (Slamet, 2000).

5. Komplikasi atau Faktor penyulit

Komplikasi atau faktor penyulit pada kondisi OA antar lain adanya nyeri
apabila sendi digunakan saat melakukan aktivitas jalan jauh, sebagai penumpu
berat badan yang berlebihan. Sehingga pasien enggan melakukan aktivitas atau
gerak dan akan terjadi kekakuan sendi. Komplikasi lainnya yang terjadi pada
pasien osteoarthritis adalah disuse atropi, deformitas valgus dan varus serta
adanya kelemahan otot (Slamet, 2000).

6. Prognosis Gerak dan Fungsi

Dilihat dari segi quo ad vitam untuk kasus ini adalah baik, karena
kerusakan yang terjadi pada kartilago articularis pada OA lutut tidak sampai
mengancam jiwa penderita. Dari segi quo ad sanam dubia, karena OA lutut
merupakan penyakit degeneratif dimana pengobatanya bersifat simptomatik.
Dilihat dari quo ad cosmeticam jelek, karena pada kondisi OA yang berat akan
terjadi deformitas valgus atau varus. Dilihat dari quo ad fungsionam dubia,
tergantung pada derajat beratnya nyeri dan adanya kelemahan otot pada pasien
sehingga mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional pada pasien terutama
untuk aktivitas jalan yang terlalu jauh dan aktivitas yang membebani sendi lutut
(Prasetya, 2002).

7. Diagnosa banding

Diagnosis banding yang sering ditemukan pada OA yang sering ditemukan


dalam praktek yaitu Reumatoid arthritis (RA). Faktor - faktor yang membedakan
antara OA dan RA antara lain, pada RA dapat timbul pada semua golongan usia
dari anak-anak sampai dewasa. Yang paling banyak ada usia 30 - 60 tahun. RA
juga menyerang pada sendi yang sifatnya bilateral, pada rontgen laboratorium
darah ditemukan peningkatan LED dan ditemukan faktor – faktor RA
(Priguna, 1994).

0 Problematik Fisioterapi

Problematik yang sering ditemui pada penderita OA antara lain


impairment, functional limitation dan disability. Pada umumnya pasien keluhan-
keluhan yang sudah lama ,tetapi prosesnya lambat. Pada penderita OA lutut
sering ditemukan atropi otot. beberapa masalah antara lain impairment (1) Nyeri
(2) keterbatasan LGS (3) penurunan kekuatan otot, (4) adanya atropi otot, (5)
adanya kekakuan (6) adanya penurunan stabilitas sendi lutut (7) adanya
deformitas valgus maupun varus. Fuctional limitation, (1) adanya gangguan pola
jalan , (2) gangguan aktivitas jongkok berdiri (3) naik turun tangga. Disability
pada penderita osteoarthritis akan terjadi gangguan penurunan aktivitas fungsional
(Slamet, 2000).

C. Teknologi Fisioterapi

Teknologi intervensi fisioterapi yang diberikan kepada penderita harus


disesuaikan dengan tujuan dan permasalahannya. Pada kasus ini intervensi yang
digunakan berupa :

1. Infra red (IR)


Infra red merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Infra red
mempunyai frekuensi 7 x 1014 – 400 x 1014 Hz dan panjang gelombang 700 –
15.000 nm (Wadsworth, 1983). Klasifikasi infra red berdasarkan panjang
gelombang : (1) Gelombang panjang (non penetrating), adalah panjang
gelombang diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A. Daya penetrasi sinar ini
hanya sampai pada lapisan superfisial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm, (2)
gelombang pendek (penetrating), adalah gelombang yang dengan panjang
gelombang antara 7.700 – 12.000 A (Sujatno, dkk, 2002).

Indikasi dari pemberian infra merah yaitu (1) kondisi peradangan setelah
sub acut, (2) artrhitis, (3) gangguan sirkulasi darah, (4) penyakit kulit, (5) sebagai
persiapan exercise dan massage (Sujatno, dkk, 2002).

Kontra indikasi dari sinar infra merah adalah (1) daerah dengan
insufisiensi pada darah, (2) gangguan sensibilitas kulit, (3) adanya kecenderungan
terjadinya perdarahan (Sujatno, dkk, 2002).

2. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS adalah suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang


sistem sraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri
(Johnson , 2002).

a. Mekanisme TENS:

1) Mekanisme periferal

Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan


meenghasilkan impuls saraf yang berjalan dengan dua arah
disepanjang akson saraf yang bersangkutan, peristiwa ini dikenal
sebagai aktivasi antidromik. Dengan adanya impuls antidromik ini
mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang
berujung terjadinya vasodilatasi arteriole dan ini merupakan dasar
bagi proses triple responses (Gersh, 1992).

2) Mekanisme segmental
TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama
melalui mekanisme segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi A
beta yang selanjutnya akan menghibisi neuron nosiseptif di kornu
dorsalis medula spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang kontrol
(Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh (Melzack dan Wall,
1995). Yang mengatakan bahwa gerbang terdiri dari sel interneunsial
yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substansi gelatinosa yang
terletak di kornu posterior dan sel T. Tingkat aktivitas sel T
ditentukaan oleh keseimbangan asupan dari serabut yang
berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A
delta dan C. (Sjolund, 1985).

3) Mekanisme ekstrasegmental

TENS yang menginduksi aktivitas aferen yang berdiameter


kecil juga menghasilkan analgesia tingkat extrasegmental melalui
aktivitas sruktur yang membentuk jalanan inhibisi desenderen seperti
periaqueductal grey (PAG). Kontraksi otot fasik yang dihasilkan
oleh Tens akan membangkitkan aktivitas aferen motorik kecil
ergoreseptor yang berujung pada aktivasi jalannya inhibisi nyeri.
(Sjolund, 1988).

3. Terapi Latihan

Manfaat terapi latihan secara umum pada pendirita OA sendi lutut adalah
meliputi (1) meningkatkan dan mempertahankan LGS, (2) menguatkan otot
penggerak sendi lutut, (3) meningkatkan ketahanan statik maupun dinamis, (4)
meningkatkan kenyamanan penderita, (5) mengurangi bengkak, (6) meningkatkan
kemampuan sendi untuk berfungsi secara biomekanik lebih baik dan (7)
meningkatkan densitas tulang (Tulaar, 2006).

Bentuk terapi latihan pada penderita OA sendi lutut misalnya bersepeda,


berenang dan aktifitas lain yang tidak menumpu berat badan, sedangkan bentuk
aktifitas yang dihindari adalah jongkok berdiri, naik turun tangga dan aktifitas lain
yang dapat membebani lutut karena latihan tersebut dapat memberi tekanan
pada cairan sendi sehingga akan menimbulkan nyeri (Kuntono, 2005).

Jenis terapi latihan yang digunakan antara lain :

a. Free active exercise

Free active exercise merupakan terapi latihan yang dalam


penyelenggaraan gerakan dikerjakan oleh kekuatan otot yang bersangkutan,
dengan tidak menggunakan suatu tahanan dari luar, kecuali grafitasi (Priatna,
1985).

Efek-efek yang dihasilkan dari free active exercise yaitu (1) rileksasi otot,
gerakan yang bergantian antara kontraksi dan rileksasi dapat membuat rileksasi
pada grup-grup otot tertentu (2) meningkatkan koordinasi, dapat dikembangkan
dengan latihan berulang karena latihan yang membutuhkan konsentrasi dan kerja
otot dapat mengembangkan neuromusculair coordination (3) meningkatkan
sirkulasi darah, saat exercise berlangsung kapiler darah pada otot melebar
sehingga kapasitas darah bertambah dengan demikian pertukaran cairan jaringan
dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna menjadi lebih lancar, (4) memelihara
LGS (Priatna, 1985).

b. Ressisted active movement

Ressisted active movement pada prinsipnya adalah latihan aktif dengan


memberikan tahanan (resistance) dari luar terhadap otot-otot yang sedang
berkontraksi dalam membentuk suatu gerakan. Bermacam-macam bentuk tahanan
dapat diberikan pada otot yang berkontraksi, antara lain : (1) manual, (2) weight
(pemberat), (3) spring/per (Priatna, 1985).

Anda mungkin juga menyukai