TINJAUAN PUSTAKA
Sendi lutut terdiri dari hubungan antara : (1) os femur dan os tibia (tibio
femorale joint), (2) os femur dan os patella (patello femorale joint) dan (3) os
tibia dan os fibula (tibia fibulare proximalis joint).
Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik dibandingkan
sendi-sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang
membentuk sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti pada
persendian yang lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian
ini terdapat meniskus, kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan
gerakan sendi ini menjadi luas, sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar
dan berbagai ligamen sehingga sendi menjadi kuat dan stabil (Tajuid, 2000).
Sendi lutut juga memiliki kapsul sendi artikularis yang melekat pada
cartilago artikularis, di dalam sendi, synovial membran melewati bagian
anterior dari perlekatan ligamen cruciatum sehingga ligamen cruciatum
dikatakan intraartikuler tetapi extracapsuler (Tajuid, 2000).
1
Gambar 2.1
Ligamentum
pembentuk sendi
lutut tampak dari
depan (De Wolf,
1974)
Gambar 2.2
Ligamen pembentuk sendi lutut tampak dari belakang (De Wolf, 1974)
Gambar 2.3
Otot-otot penguat sendi lutut tampak dari depan - belakang (De Wolf, 1974)
Gambar 2.4
Otot-otot penguat sendi lutut tampak dari medial – lateral (De Wolf, 1974)
Aksis gerakan fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada
daerah condylus medialis.
Lingkup gerak sendi ekstensi 5 0 - 100 hiperekstensi atau 00. Gerakan ekstensi
dibatasi oleh ketegangan kapsul dan ketegangan ligamen dan twisting ligamen.
Sedangkan untuk gerakan fleksi lingkup gerak sendi berkisar 1400-1500. Gerakan
fleksi dibatasi kontaknya otot-otot jaringan lunak tumit dan bagian posterior paha.
Gambar 2.5
Gerakan rolling dari os femur terhadap os tibia (Kapandji, 1987)
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patologi
Pada OA terdapat proses degenerasi, reparasi, dan inflamasi yang terjadi
dalam jaringan ikat, lapisan rawan, sinovium, dan tulang subkondral. Pada saat
penyakit aktif salah satu proses dapat dominan atau beberapa proses terjadi secara
bersama dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan dengan
berbagai defisit patofisiologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunya LGS,
disuse atropi dari otot quadrisep, nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot quadrisep yang merupakan stabilisator utama sendi lutut
dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut. Pada penderita usia
lanjut kekuatan quadrisep bisa menurun 1/3 nya dibanding dengan kekuatan
quadrisep pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut.
Penurunan kekuatan otot terutama disebabkan oleh atropi otot tipe II B yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan tenaga secara cepat.
Tanda dan gejala pada penderita osteoarthritis apabila sudah manifes akan
memberikan tanda maupun gejala sebagai berikut :
a. Nyeri.
b. Kaku sendi.
Gejala yang sering dijumpai pada OA, terjadi kesulitan atau kekakuan
pada saat akan memulai gerakan pada kapsul, ligamentum, otot dan permukaan
sendi (Heru, 2005).
d. Krepitasi.
Hal ini disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar karena hilangnya
rawan sendi (Heru, 2005).
Kelemahan otot tidak bagian dari OA, tetapi peranan sebagai salah satu
faktor resiko OA perlu dicermati kekuatan isometrik dari otot quadrisep
merupakan faktor yang berperan pada OA lutut. Atropi otot dapat ditimbulkan
bersama efusi sendi, sedangkan gangguan gait merupakan manifestasi awal dari
OA yang menyerang sendi penopang berat badan. Sendi instabil berhubunngan
dengan penyakit lanjut (Isbagio, 2003).
f. Deformitas
0 = Normal.
Komplikasi atau faktor penyulit pada kondisi OA antar lain adanya nyeri
apabila sendi digunakan saat melakukan aktivitas jalan jauh, sebagai penumpu
berat badan yang berlebihan. Sehingga pasien enggan melakukan aktivitas atau
gerak dan akan terjadi kekakuan sendi. Komplikasi lainnya yang terjadi pada
pasien osteoarthritis adalah disuse atropi, deformitas valgus dan varus serta
adanya kelemahan otot (Slamet, 2000).
Dilihat dari segi quo ad vitam untuk kasus ini adalah baik, karena
kerusakan yang terjadi pada kartilago articularis pada OA lutut tidak sampai
mengancam jiwa penderita. Dari segi quo ad sanam dubia, karena OA lutut
merupakan penyakit degeneratif dimana pengobatanya bersifat simptomatik.
Dilihat dari quo ad cosmeticam jelek, karena pada kondisi OA yang berat akan
terjadi deformitas valgus atau varus. Dilihat dari quo ad fungsionam dubia,
tergantung pada derajat beratnya nyeri dan adanya kelemahan otot pada pasien
sehingga mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional pada pasien terutama
untuk aktivitas jalan yang terlalu jauh dan aktivitas yang membebani sendi lutut
(Prasetya, 2002).
7. Diagnosa banding
0 Problematik Fisioterapi
C. Teknologi Fisioterapi
Indikasi dari pemberian infra merah yaitu (1) kondisi peradangan setelah
sub acut, (2) artrhitis, (3) gangguan sirkulasi darah, (4) penyakit kulit, (5) sebagai
persiapan exercise dan massage (Sujatno, dkk, 2002).
Kontra indikasi dari sinar infra merah adalah (1) daerah dengan
insufisiensi pada darah, (2) gangguan sensibilitas kulit, (3) adanya kecenderungan
terjadinya perdarahan (Sujatno, dkk, 2002).
a. Mekanisme TENS:
1) Mekanisme periferal
2) Mekanisme segmental
TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama
melalui mekanisme segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi A
beta yang selanjutnya akan menghibisi neuron nosiseptif di kornu
dorsalis medula spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang kontrol
(Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh (Melzack dan Wall,
1995). Yang mengatakan bahwa gerbang terdiri dari sel interneunsial
yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substansi gelatinosa yang
terletak di kornu posterior dan sel T. Tingkat aktivitas sel T
ditentukaan oleh keseimbangan asupan dari serabut yang
berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A
delta dan C. (Sjolund, 1985).
3) Mekanisme ekstrasegmental
3. Terapi Latihan
Manfaat terapi latihan secara umum pada pendirita OA sendi lutut adalah
meliputi (1) meningkatkan dan mempertahankan LGS, (2) menguatkan otot
penggerak sendi lutut, (3) meningkatkan ketahanan statik maupun dinamis, (4)
meningkatkan kenyamanan penderita, (5) mengurangi bengkak, (6) meningkatkan
kemampuan sendi untuk berfungsi secara biomekanik lebih baik dan (7)
meningkatkan densitas tulang (Tulaar, 2006).
Efek-efek yang dihasilkan dari free active exercise yaitu (1) rileksasi otot,
gerakan yang bergantian antara kontraksi dan rileksasi dapat membuat rileksasi
pada grup-grup otot tertentu (2) meningkatkan koordinasi, dapat dikembangkan
dengan latihan berulang karena latihan yang membutuhkan konsentrasi dan kerja
otot dapat mengembangkan neuromusculair coordination (3) meningkatkan
sirkulasi darah, saat exercise berlangsung kapiler darah pada otot melebar
sehingga kapasitas darah bertambah dengan demikian pertukaran cairan jaringan
dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna menjadi lebih lancar, (4) memelihara
LGS (Priatna, 1985).