Anda di halaman 1dari 24

25

BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Pengkajian Fisioterapi

Sebelum melakukan tindakan fisioterapi, langkah pertama yang dilakukan

adalah melakukan pemeriksaan dan pengumpulan data terlebih dahulu agar

memperoleh data sebagai bahan analisa penentu diagnosa dan menentukan jenis

terapi yang akan diberikan.

1. Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan

tanya jawab mengenai keadaan penyakit pasien. Anamnesis dapat dilakukan

dengan dua metode yaitu auto anamnesis dan hetero anamnesis. Auto

anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung pada pasien

sedangkan hetero anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab kepada anggota

keluarga pasien tentang riwayat penyakit yang diderita pasien. Anamnesis

yang dilakukan oleh penulis untuk kondisi piriformis syndrome ini yaitu dengan

menggunakan metode auto anamnesis. Secara sistematis anamnesis dapat

dibagi atau dikelompokkan menjadi anamnesis umum dan anamnesis khusus

(Hudaya,2002). Anamnesis yang dilakukan pada tanggal 04 Januari 2011

diperoleh data sebagai berikut :

a. Anamnesis umum

Anamnesis umum memuat tentang identitas pasien yang meliputi:

1) Nama : Bp. IJ

2) Umur : 59 tahun

3) Jenis kelamin : laki-laki

4) Agama : Islam

25
26

5) Pekerjaan : karyawan kereta api Yogyakartal

6) Alamat : Sorgan Nistiardjo Kasian Bantul

b. Anamnesis khusus

Di dalam anamnesis khusus ini, hal-hal atau keterangan yang di

dapat diperoleh dari pasien meliputi :

1) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau pengobatan (Hudaya,1993). Keluhan utama

yang dirasakan oleh pasien ini adalah nyeri dan tebal-tebal pada

pantat sampai paha belakang kiri.

2) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang memperinci keluhan utama. Berisi

tentang riwayat perjalanan penyakit, gejala dasar yang ditimbulkan,

riwayat pengobatan serta kemampuan pasien melakukan Activity of

Daily Living (ADL). Pada awal bulan Desember 2010, pasien

memperbaiki genteng rumah namun tiba-tiba kaki kanan pasien

terpeleset sehingga kehilangan keseimbangan lalu jatuh dengan posisi

duduk miring kiri. Dua minggu setelah jatuh pasien mulai merasakan

nyeri dan tebal-tebal di pantat kiri sampai paha kiri bagian belakang

terutama saat duduk. Pada tanggal 04 Januari 2011 pasien

memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat dan dirujuk ke poli

fisioterapi.

3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit baik fisik

maupun psikis yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi trauma,

hipertensi, diabetes militus, penyakit sewaktu masih anak-anak,


27

pembebanan dan riwayat hospitalisasi. Hal ini diperlukan karena ada

beberapa penyakit yang diderita sebelumnya (Hudaya,1993). Pasien

pernah mengalami trauma jatuh, tidak mempunyai penyakit diabetes

mellitus dan hipertensi.

4) Riwayat pribadi

Riwayat pribadi berisi tentang riwayat penderita yang

berhubungan dengan hobi atau kebiasaan yang dapat menjadi pemicu

munculnya penyakit (Hudaya,1993). Pasien bekerja di PT. Kereta api

Yogyakarta sebagai karyawan dibidang administrasi. Pasien bekerja

dari pukul 07:30 sampai 14:00 dan sepanjang jam kerja kebanyakan

duduk.

5) Riwayat keluarga

Penyakit yang sifatnya herediter, penyakit menular, yang

diderita oleh anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.

Anggota keluarga pasien tidak ditemukan penyakit yang sama yang

diderita oleh pasien.

c. Anamnesis sistem

Anamnesis sistem dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

keluhan atau gangguan yang menyertai piriformis syndrome. Anamnesis

sistem dapat dilakukan dengan menanyakan keluhan atau gangguan pada

kepala, sistem kardiovaskuler, respiratori, gastrointestinal, urogenital,

persyarafan, musculoskeletal yang berhubungan dengan kasus piriformis

syndrome yang dialami. Dari hasil pemeriksaan didapatkan data sebagai

berikut :

1) Kepala dan leher

Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing maupun kaku leher.


28

2) Sistem kardiovaskular

Tidak ada keluhan nyeri dan berdebar-debar di dada.

3) Sistem respirasi

Tidak ada keluhan batuk dan sesak nafas.

4) Sistem gastrointestinal

Tidak ada keluhan mual dan muntah, buang air besar lancar dan

terkontrol.

5) Sistem urogenitalis

Buang air kecil lancar.

6) Sistem muskuloskeletal

Terdapat rasa nyeri didaerah pantat bagian kiri dan paha belakang kiri.

7) Sistem nervorum

Terdapat rasa nyeri dan tebal-tebal didaerah pantat bagian kiri sampai

paha belakang kiri.

2. Pemeriksaan fisik

Pengkajian data dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan langsung pada

pasien yang terdiri dari :

a. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Denyut nadi : 72 kali / menit

Frekuensi pernafasan : 18 kali / menit

b. Inspeksi

Inspeksi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran

umum tentang kondisi pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan cara

melihat dan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan.

Inspeksi
29

terdiri dari :

1) Inspeksi statis yaitu inspeksi dengan memperhatikan kondisi umum

pasien saat diam. Diperhatikan keadaan saat duduk ataupun

tidur, hal-hal yang di perhatikan yaitu data wajah pucat, postur

tubuh, perangkat yang digunakan. Kondisi umum pasien baik dan pada

saat duduk pasien merasa nyeri di pantat kiri.

2) Inspeksi dinamis, dengan memperhatikan gerakan dan hal-hal yang

mampu dilakukan pasien misalnya pola jalan. Pada saat berjalan

pasien menahan rasa nyeri dibagian paha belakang kiri ketika

mengayunkan tungkai ke depan.

c. Palpasi

Palpasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya

nyeri tekan, nyeri sentuh, tekstur kulit, suhu lokal ataupun pitting oedema

pada sisi yang sakit dengan membandingkan pada sisi yang sehat.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menyentuh, meraba atau

menekan bagian yang sakit. Hasil pemeriksaan didapatkan hasil yaitu

suhu lokal normal dan ada nyeri tekan di m.gluteus maximus sebelah kiri.

d. Perkusi

Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan mengetok

menggunakan jari tengah kiri sebagai plessimeter, jari tengah kanan

sebagai hammer. Tujuan permeriksaan ini untuk mendengarkan suara

yang ditimbulkan dan merasakan tahanan pada organ tubuh.

Pemeriksaan ini tidak dilakukan.

e. Auskultasi

Auskultasi adalah suatu teknik pemeriksaan degan mendengarkan

atau mengenali suara yang berasal dari berbaagai organ tubuh dengan
30

menggunakan alat seperti stetoskop. Pemeriksaan ini tidak dilakukan.

3. Pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal.

Pemeriksaan kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori,

pemecahan masalah, pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan

waktu. Hasil pemeriksaan kognitif baik dapat diketahui dari pasien mampu

mengingat dan menceritakan kembali perjalanan penyakitnya. Intrapersonal

adalah kemampuan dalam memahami dirinya, menerima keadaan dirinya

dan sebagainya (Hudaya 2002). Intrapersonal baik, pasien mempunyai

motifasi yang tinggi untuk sembuh. Interpersonal adalah pemeriksaan dalam

hal kemampuan yang berhubungan dengan orang lain disekitarnya dalam

hal berinteraksi dan berkomunikasi. Interpersonal baik, diketahui ketika pasien

mampu berkomunikasi dengan baik dan mempunyai kemauan untuk

melakukan latihan yang diberikan oleh fisioterapis.

4. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas

a. Fungsional dasar

Fungsional dasar merupakan kemampuan transfer dan ambulasi.

Pasien mengalami keterbatasan gerak pada eksorotasi hip.

b. Aktifitas fungsional

Aktifitas fungsional adalah aktifitas yang dilakukan sehari-hari,

seperti aktifitas perawatan diri, mandi, makan, buang air besar, buang air

kecil, berpakaian. Pasien merasa tidak nyaman saat duduk terutama saat

mengetik, saat buang air besar karena pasien merasakan nyeri di pantat

sampai belakang paha kiri.

c. Lingkungan aktifitas

Lingkungan aktifitas adalah kondisi atau keadaan disekitar

pasien yang dapat membantu atau menyulitkan dalam kesembuhan


31

pasien. Lingkungan aktifitas pasien tidak mendukung karena keseharian

pasien duduk dalam jangka waktu yang relatif lama baik di tempat kerja

maupun di rumah karena tugas di kantor juga di kerjakan di rumah yaitu

mengetik administrasi perkantoran sedangkan di rumah sakit sangat

mendukung kesembuhan pasien karena di rumah sakit di lakukan terapi

dan latihan untuk kesembuhan keluhan yang di alami oleh pasien.

5. Pemeriksaan gerak dasar

Pemeriksaan gerak dasar dilakukan untuk mengetahui gangguan

fungsi pada bidang gerak hip dan trauma secara keseluruhan untuk

membantu menegakkan diagnosa. Pemeriksaan gerak dasar yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

a. Gerak aktif

Gerak aktif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan

oleh pasien itu sendiri tanpa bantuan dari terapis. Terapis melihat dan

mengamati serta memberikan aba-aba. Informasi yang diperoleh

pemeriksaan ini rasa nyeri, lingkup gerak sendi, kekuatan kerja otot dan

koordinasi gerak. Gerakan yang dilakukan pemeriksaan yaitu fleksi,

ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi, endorotasi hip. Dari hasil

pemeriksaan didapat hasil yaitu untuk gerakan hip kanan tidak terdapat

keluhan sedangkan gerakan hip kiri untuk gerakan fleksi-ekstensi,

abduksi-adduksi dan endorotasi dapat menggerakkan, tidak terdapat

keterbatasan lingkup gerak sendi, tidak terdapat nyeri dan koordinasi

gerak baik. Pada gerakan eksorotasi hip kiri terdapat keterbatasan

gerak yang disertai rasa nyeri. Pada gerakan trunk fleksi, ekstensi, side

fleksi kanan kiri, rotasi kanan kiri pada pemeriksaan tidak terdapat

keluhan.
32

b. Gerak pasif

Gerak pasif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang

dilakukan oleh terapis pada pasien sementara itu pasien dalam keadaan

pasif dan rileks. Misalnya : Memeriksa lingkup gerak sendi, end feel,

provokasi nyeri, kelenturan otot dan lain-lain. Gerakan yang dilakukan

pemeriksaan yaitu fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi,

endorotasi hip joint. Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yaitu

gerakan fleksi-ekstensi hip, abduksi-adduksi hip, endorotasi hip kiri dapat

digerakkan, tidak terdapat keterbatasan gerak, tidak terdapat nyeri, dan

end feel soft, untuk gerakan eksorotasi hip kiri ada keterbatasan gerak,

terdapat nyeri end feel soft. Pada gerakan trunk fleksi, ekstensi, side fleksi

kanan kiri, rotasi kanan kiri pada pemeriksaan tidak terdapat keluhan.

c. Gerak isometrik melawan tahanan

Gerak isometrik melawan tahanan adalah suatu cara pemeriksaan

gerak yang dilakukan terapis dengan cara, pasien membangkitkan kerja

otot tetapi tidak ada perubahan lingkup gerak sendi dan terapis memberi

tahanan pada saat otot itu bekerja. Tahanan yang diberikan terapis

berlawanan dengan kerja otot. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan

ini adalah rasa nyeri, kekuatan otot. Gerakan yang dilakukan pemeriksaan

yaitu grup kerja otot fleksor, ekstenstensor, abduktor, adduktor,

eksorotator, endorotator hip. Pada pemeriksaan ini diperoleh data yaitu

untuk gerak grup otot fleksor-ekstensor, abduktor-adduktor, endorotator

hip joint dapat melakukan gerak isometrik melawan tahanan sedangkan

untuk gerakan eksorotasi hip kiri pasien tidak mampu melakukan gerak
33

Isometrik melawan tahanan disertai nyeri yang meningkat. Pada

pemeriksaan gerak isometrik pada trunk yaitu fleksor, ekstensor,

side

fleksor kiri kanan, rotator kiri kanan tidak ada keluhan.

6. Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk memperoleh kejelasan atau

kepastian atas hal-hal yang belum jelas atau fokus yang bertujuan untuk

membantu menegakkan diagnosa fisioterapi. Pemeriksaan spesifik dilakukan

dengan cara melokalisir letak sakit yang mendukung temuan adanya

piriformis syndrome.

Pemeriksaan ini meliputi :

a. Tes Lasseque

Posisi pasien tidur terlentang kemudian angkat tungkai pasien

dalam keadaan lurus. Untuk menjamin lurusnya tungkai maka tangan

terapis yang satu mengangkat tungkai dengan memegang pada tumit

pasien, sedangkan tangan yang lain terapis memegang serta menekan

pada lutut pasien. Fleksi pasif tungkai dalam keadaan lurus di sendi

panggul menimbulkan peregangan nervus ischiadicus. Salah satu radiks

yang menyusun nervusischiadicus mengalami penekanan,

pembentangan dan sebagainya karena HNP atau tumor di kanalis

vertebralis, maka tes laseque membangkitkan nyeri yang berpangkal

pada radiks dan menjalar sepanjang perjalanan perifer nervus

ischiadicus. tes tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :


34

Gambar 3

Keterangan : Gerakan tes laseque (Sidharta, 1984)

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan yaitu pasien tidak mengalami

nyeri pada pinggang secara local maupun yang menjalar dari posterior

paha hingga tungkai bawah. Hasil dari pemeriksaan laseque negative.

b. Tes Neri

Pemeriksaan yang dilakukan hampir sama dengan tes laseque

kemudian ditambah gerakan fleksi leher dan dorsofleksi ankle biasanya

dilakukan pada 40-60 derajat. Hasilnya positif jika timbul nyeri yang

menjalar sepanjang perjalanan nervus ischiadicus. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 4

Keterangan : Gerakan Tes Neri (De Wolf, 1990)

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan tes neri adalah pasien tidak

merasakan nyeri menjalar dari posterior gluteal ke tungkai, sehingga

hasil dari pemeriksaan adalah negative.

c. Tes Bragard

Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi hip secara

pasif dengan knee lurus disertai dorsi fleksi ankle. Tungkai diposisikan
35

separti Tes Laseque, tetapi ditambah dengan dorsi fleksi ankle. Positif

bila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal yang menjalar

ketungkai dengan sudut 30 derajat. Untuk lebih jelas tentang cara

melakukan tes bragard atau aplikasinya dapat dilhat pada gambar di

bawah ini :

Gambar 5

Keterangan : Gerakan tes Bragard (De Wolf, 1990)

Hasil yang di peroleh dari periksaan tes ini, pasien tidak merasakan nyeri

pada posterior gluteal yang menjalar ke tungkai, sehingga hasil

pemeriksaan ini negatif.

d. Tes Patrick

Posisi pasien tidur terlentang dengan lutut fleksi dan tumit

diletakkan di atas lutut tungkai yang satunya,kemudian lutut yang fleksi

tadi ditekan ke bawah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk merangsang

nyeri pada sendi panggul dan pantat. Positif bila nyeri pada sendi

panggul dan pantat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :
36

Gambar 6

Keterangan : Tes Patrick (Sidharta, 1984)

Hasil yang diperoleh dari periksaan ini adalah pasien mengalami nyeri

pada pantat kirinya,dan dapat disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan

negative.

e. Tes Contra Patrick

Tes contra Patrick dilakukan untuk memprovokasi nyeri yang

sifatnya non-neurologik seperti gangguan sendi coxae, spasme otot

iliopsoas, maupun gangguan pada sakroiliaka. Pada tes ini, penderita

berbaring, tumit dari kaki yang satu diletakkan pada lutut tungkai yang

lain. Setelah itu lakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi

endorotasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 7

Keterangan : Tes Contra Patrik

Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil postif.

f. Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS (Verbal Descriptive Scale)


37

Pemeriksaan nyeri dengan VDS adalah cara pengukuran derajat

nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu : tidak nyeri, nyeri sangat ringan,

nyeri ringan, nyeri tidak begitu berat, nyeri cukup berat, nyeri berat, nyeri

tak tertahankan . Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan

hasil sebagai berikut :

1) Nyeri diam : nyeri ringan

2) Nyeri tekan : nyeri cukup berat

3) Nyeri gerak : nyeri berat

g. Pemeriksaan lingkup gerak sendi

Pemeriksaan lingkup gerak sendi adalah suatu tes untuk

mengetahui luasnya lingkup gerak suatu sendi yang bisa terjadi karena

kontraksi otot yang tes. Hasil pengukuran ditulis dengan standar

International Standard Orthopedic Measurement (ISOM). Cara

penulisannya yaitu dimulai dari gerakan yang menjauhi tubuh-posisi

netral-gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan luas gerak sendi hip

sinistra menggunakan nilai normal yang sudah ditentukan. Nilai normal

tersebut yakni bidang gerak Frontal F (45-10-0) Rotasi R (45-0-40) dan

Sagital S (15-0-120)

1) Pengukuran LGS fleksi dan ekstensi hip

Pengukuran LGS fleksi hip dilakukan dengan posisi pasien

tidur terlentang. Poros goniometer diletakkan pada trochantor

mayor, tuas statik goniometer diletakkan sejajar lateral midline

pelvis, tuas yang lain sejajar dengan lateral midline femur,fiksasi

pada pelvis. Pasien diminta untuk melakukan fleksi hip, kemudian

catat angka yang ditunjukkan goniometer, pencatatan sesuai

dengan sistem ISOM.


38

Pengukuran LGS ekstensi hip dilakukan dengan posisi pasien

tidur tengkurap, knee ekstensi. Poros goniometer diletakkan pada

trochantor mayor. Tuas statis goniometer diletakkan sejajar lateral

midline pelvis, tuas yang lain sejajar dengan lateral midline femur

kemudian fiksasi pada pelvis. Pasien diminta untuk melakukan

gerakan ekstensi hip, kemudian catat angka hasil yang di tunjukkan

goniometer.

2) Pengukuran LGS abduksi dan adduksi hip

Pengukuran LGS abduksi hip dilakukan dengan posisi

pasien tidur terlentang knee ekstensi. Poros goniometer diletakkan

pada SIAS, tuas statik goniometer diletakkan pada garis semu

antara SIAS yang satu dengan yang lain pada midline femur sisi

anterior sejajar dengan tengah patella, fiksasi pada pelvis. Pasien

diminta untuk melakukan gerakan adduksi catat dan kemudian

minta pasien untuk melakukan gerakan abduksi juga di catat hasil

angka yang ditunjukkan goniometer.

3) Pengukuran LGS endorotasi dan eksorotasi hip

Pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk, knee fleksi

900. Poros goniometer diletakkan pada anterior patella, tuas static

goniometer diletakkan tegak lurus lantai, tuas goniometer yang lain

diletakkan sejajar tibia. Pasien diminta untuk menggerakkan

tungkai bawahnya kearah luar, catat angka yang ditunjukkan

goniometer kemudian minta pasien menggerakkan tungkai

bawahnya ke arah dalam kemudian catat angka yang ditunjukan

oleh goniometer. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada table di

bawah ini :
39

TABEL 1
HASIL PEMERIKSAAN GERAK EKSOROTASI
HIP SINISTRA
Nilai LGS Aktif LGS Pasif
Sendi S (15 – 0 – 125) S (15 - 0 - 125)

Hip F (45 – 0- 15) F ( 45 – 0- 15)

R (25 - 0 – 45) R (35 – 0 – 45)

h. Pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)


Pemeriksaan kekuatan otot penggerak otot lutut ini dilakukan

dengan menggunakan Manual Muscle Testing (MMT). Manual Muscle

Testing (MMT) adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui

kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan otot atau kelompok

ototnya secara voluntary (Luklukaningsih, 2009 )

Penilaian kekuatan otot ini mempunyai rentan nilai 0-5, yaitu :

1) nilai 0 tidak ada kontraksi

2) nilai 1 ada kontraksi otot namun tidak terjadi adanya gerakan, nilai 2

mampu bergerak namun belum bisa melawan gravitasi

3) nilai 3 pasien mampu bergerak penuh melawan gravitasi tetapi

belum bisa melawan tahanan

4) nilai 4 dapat bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat

melawan tahanan sub maksimal( tahanan moderat)

5) nialai 5 dapat penuh melawan gravitasi dan mampu melawan

tahanan maksimal. Pemeriksaan kekuatan otot yang dilakukan

bertujuan untuk mengetahui kekuatan otot grup otot-otot pengerak

sendi hip sinistra. Hasil pemeriksaan kekuatan otot dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

TABEL 2
40

HASIL PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT HIP SINISTRA

Sendi Group Otot Nilai

Fleksor 5

hip Ekstensor 5

Abduktor 5

Sendi Group otot Nilai

Adduktor 5

Hip Endorator 5

Eksorator 3

B. Diagnosis Fisioterapi

Setelah dilakukan pengkajian fisioterapi, maka disimpulkan yang dijadikan

sebagai diagnosa fisioterapi sesuai dengan problematika fisioterapi yang

ditemukan yang meliputi impairment, functional limitation, dan participation

restriction.

1. Impairment

Impairment merupakan gangguan dalam tingkat jaringan. Dalam kasus

ini impairment yang ditimbulkan antara lain :

a. Adanya nyeri diam dan tekan pada m. gluteus maximus kiri

b. Adanya nyeri gerak pada eksorotator hip kiri.

c. Keterbatasan LGS eksorotasi hip kiri.

d. Penurunan kekuatan otot eksorotator hip kiri.

2. Functional Limitation
41

Functional limitation merupakan gangguan keterbatasan atau penurunan

fungsional. Gangguan yang disebabkan karena kondisi piriformis syndrome

yaitu rasa tidak nyaman saat duduk, berdiri dan berjalan karena adanya nyeri.

3. Participation Restriction

Pasien mengalami hambatan untuk melakukan aktivitas dan juga

dalam sosial masyarakat seperti bakti sosial dan aktifitas ronda malam di

daerah tempat pasien tinggal.

C. Tujuan Fisioterapi

Program fisioterapi mengacu pada tujuan yang hendak dicapai dengan

berorientasi pada hasil kesimpulan data yang memuat tentang problematik

yang dialami pasien. Penulis mengklasifikasikan tujuan fisioterapi menjadi dua

kelompok yaitu :

1. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang hendak dicapai untuk

mengatasi hal yang mendesak yaitu mengurang nyeri, meningkatkan LGS

eksorotasi hip dan meningkatkan kekuatan otot eksorotasi hip.

2. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah

melanjutkan tujuan jangka pendek dan mengembalikan aktifitas

fungsional seperti semula.

D. Pelaksanaan Fisioterapi

Dalam bidang fisioterapi mempunyai modalitas yang digunakan untuk

melakukan tindakan terhadap problematika yang dialami oleh pasien. Modalitas

tersebut diantaranya : heating (pemanasan) yang terdiri dari : micro wave


42

diathermy, short wave diathermy, infra red dan exercise therapy (terapi latihan).

Modalitas yang dipilih pada kasus piriformis syndrome ini dengan menggunakan

modalitas micro wave diathermy dan terapi latihan. Proses pelaksanaan modalitas

tersebut selama enam kali diamplikasikan pada tanggal 04, 05, 06, 07, 08,09

Januari 2011 adalah sebagai berikut :

1. MWD

Sebelum mengaplikasikan micro wave diathermy ada beberapa t ahap yang

harus dilakukan antara lain :

a. Persiapan alat

Alat harus disiapkan dengan pemanasan 5 menit dan terlebih dahulu

melakukan pengecekan kabel, pengecekan perlengkapan lampu. Alat yang

baru digunakan tidak perlu dimatikan kecuali otomatis dan sudah selesai

semua terapi.

b. Persiapan pasien

Posisikan pasien dengan senyaman mungkin pada tempat yang

telah disiapkan. Berikan informasi yang jelas tentang tujuan terapi dan

yang harus dirasakan oleh pasien ,serta hal-hal yang tidak boleh dilakukan

selama terapi (menggeser atau menyentuh electrode). Beritahu segera bila

terjadi keluhan sebagai berikut: merasa terlalu panas, keluhan bertambah,

pusing, mual, dan lain-lain. Bebaskan daerah yang diterapi dari keringat,

bebas dari metal, bahan kimia obat. Hendaknya sebelum melaksanakan

terapi dengan aplikasi micro wave diathermy melakukan tes sensasi panas

dingin dengan cara menuangkan air hangat dan dingin di tabung reaksi

dengan tempat yang berbeda dan jika hasil tes dapat merasakan atau

membedakan rasa panas dan dingin dapat dilanjutkan terapi.

c. Pelaksanaan fisioterapi
43

Pasang elektrode metode diplode pada daerah gluteal medius

dengan posisi pasien tidur miring dengan hip dan knee joint fleksi 45 0 di

beri jarak 2-3 cm antara kulit dengan electrode. Putar atau tekan tombol

“on“ atur dosis, waktu 15 menit, frekuensi 2450 MHZ, durasi dengan arus

continous, intensitas 50 watt. Tanyakan sudah hangat atau belum.

Pastikan alat sudah tuning, periksa ulang setelah beberapa menit.

Frekuensi pengobatan dapat diberikan 1 kali sehari. Selesai terapi tetap

dikontrol dengan melihat daerah yang diterapi terjadi kemerahan dalam

untuk segera diberi tindakan tetapi kalau kemerahan tipis tidak perlu

diberikan tindakan karena kemerahan tersebut akibat dari reaksi termal

dari micro wave diathermy.

2. Terapi latihan

Terapi latihan yang diaplikasikan terdirdiri dari tiga tahap yaitu :

a. Contrak relax stretching m.piriformis

1) Persiapan alat

Persiapan tempat berupa ruangan dan bed dan bantal untuk

tempat pasien dengan suasana yang nyaman dan bersih.

2) Persiapan pasien

Posisi pasien tidur terlentang dengan hip endoratasi dan adduksi

serta knee fleksi.

3) Pelaksanaan

Posisi pasien tidur terlentang dengan hip sinistra endoratasi

dan adduksi serta knee fleksi. Terapis berada di samping kiri pasien

tangan kanan terapis memfiksasi knee dan tangan kiri terapis

menyangga ankle kiri pasien kemudian pasien diminta menggerakkan

kearah antagonis dengan kontraksi isotonik (dengan aba-


44

aba….dorong tangan saya). Kemudian pasien diminta untuk rileks

kemudian terapis melakukan stretching pada piriformis dengan cara

knee dan hip fleksi sinistra, setelah itu terapis mendorong ke medial

dengan hitungan 8 kali dengan 8 kali pengulangan.

b. Pasif Stretching otot piriformis

1) Persiapan pasien

Persiapan tempat berupa ruangan dan bed dan bantal untuk

tempat pasien dengan didukung suasana yang nyaman dan bersih.

2) Posisi Pasien

Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin.

3) Pelaksanaan

Terapis memfleksikan knee sinistra, fleksi dan adduktor

hip serta endorotasi hip pasien, kemudian terapis menggerakan dan

memberikan tekanan ke arah medial. Gerakan di ulangi 8 kali

dengan 8 kali hitungan.

3. Edukasi

Edukasi merupakan pendindikan yang harus disampaikan kepada

pasien yang memuat hal- hal yang dilakukan dan tidak bisa dilakukan yang

berkaitan dengan keluhan yang di alami oleh pasien tersebut. Edukasi yang di

sampaikan kepada pasien pada kaasus piriformis syndrome ini yaitu :

a. Mengajarkan kepada pasien posisi yang ergonomis yaitu ketika

mengambil benda terutama di lantai posisi hip dan knee harus semi fleksi

dan posisi trunk tetap tegak.

b. Meminta kepada pasien untuk melakukan latihan di rumah seperti yang

telah fisioterapis ajarkan dengan dua kali latihan tiap hari padfa pagi dan

sore hari.
45

E. Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dibuat untuk memonitor apakah terapi yang diberikan memberi

hasil dan seberapa jauh keberhasilan tersebut. Evalusi dapat di nilai dengan

membandingkan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan fisioterapi. Evaluasi

yang akan dilakukan secara periodik adalah evaluasi nyeri dengan skala VDS

lingkup gerak sendi dengan goniometer, evaluasi kekuatan otot dengan

MMT.Evaluasi nyeri dengan VDS dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

TABEL 3

Terapi ke T4 T5 T6

Tingkat Tingkat Tingkat

Macam Nyeri Nyeri Nyeri

Nyeri

Nyeri diam Nyeri sangat Nyeri sangat Tidak nyeri

ringan ringan

Nyeri gerak Nyeri cukup berat Nyeri ringan Nyeri sangat

ringan

Nyeri tekan Nyeri tidak begitu Nyeri ringan Nyeri sangat

berat ringan

Terapi ke T0 T1 T2 T3

Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat nyeri


Macam
nyeri nyeri nyeri
nyeri

Nyeri diam Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri sangat

ringan ringan ringan ringan


46

Nyeri gerak Nyeri berat Nyeri berat Nyeri berat Nyeri cukup

berat

Nyeri tekan Nyeri cukup Nyeri cukup Nyeri cukup Nyeri tidak

berat berat berat begitu berat

EVALUASI NYERI DENGAN VDS

Keterangan hasil :

3. Adanya penurunan nyeri diam, dari nyeri ringan menjadi tidak nyeri .

4. Adanya penurunan nyeri tekan, dari nyeri cukup berat menjadi nyeri sangat

ringan.

5. Adanya penurunan nyeri gerak, dari nyeri berat menjadi nyeri sangat ringan.

Evaluasi lingkup gerak sendi pada dapat dilihat pada table berikut ini :

TABEL 4

EVALUASI LGS DENGAN GONEOMETER

Terapi ke T0=T1 T2 T3

LGS Nilai Nilai Nilai

LGS S (15 - 0 - 125) S (15 – 0 – 125) S (15 – 0 – 125)

Aktif F (45 – 015) F (45 – 0- 15) F ( 45 – 0- 15)

R ( 25 - 0 – 45) R ( 25 - 0 – 45) R ( 30- 0 – 45)

LGS S (15 – 0 – 125) S (15 – 0 – 125) S (15 – 0 – 125)

Pasif F (45 – 0- 15) F (45 – 0- 15 ) F ( 45 – 0- 15)

R (35 – 0 – 45) R ( 35 – 0 – 45 ) R ( 35 – 0 – 45 )

Terapi ke T4 T5 T6

LGS Nilai Nilai Nilai

LGS S (15 – 0 – 125) S (15 – 0 – 125) S (15 – 0 – 125)


47

Aktif F (45 - 0- 15) F (45 – 0- 15) F (45 – 0- 15)

R ( 35 - 0 – 45 ) R ( 35 - 0 – 45) R (40 - 0 – 45)

LGS S (15 - 0 - 125) S (15 – 0 – 125) S (15 – 0 – 125)

Pasif F ( 45 – 0- 15) F ( 45 – 0- 15) F ( 45 – 0- 15)

R (40 – 0 – 45) R (40 – 0 – 45) R (45 – 0 – 45)

Keterangan hasil :

1. Adanya peningkatan lingkup gerak sendi pada eksorotasi hip aktif yaitu pada

T1 dengan nilai 250 menjadi 400 pada T6.

2. Adanya peningkatan lingkup gerak sendi pada eksorotasi hip pasif yaitu pada

T1 dengan nilai 350 menjadi 450 pada T6.

TABEL 5
EVALUASI KEKUATAN OTOT DENGAN MMT

Terapi ke T0=T1 T2 T3 T4 T5 T6

Grup Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai

otot

Fleksor 5 5 5 5 5 5

Ekstensor 5 5 5 5 5 5

Abductor 5 5 5 5 5 5

Adductor 5 5 5 5 5 5

Eksorator 3 3 3 4 4 4

Endororator 5 5 5 5 5 5

Keterangan hasil :

Adanya peningktan kekuatan otot eksorotator hip, dari T1 dengan nilai 3 menjadi

4 pada T6.
48

Anda mungkin juga menyukai