Anda di halaman 1dari 14

32

BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu studi kasus akan dilaksanakan pada bulan Mei 2019.

3.2 Rancangan Studi Kasus

Metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus dilakukan

dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri

dari unit tunggal. Unit tunggal disini berarti satu orang yang terkena satu

masalah dan dianalisa secara mendalam baik dari segi yang berhubungan

dengan keadaan kasus, faktor penyebab atau yang mempengaruhi, kejadian-

kejadian yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan

reaksi kasus terhadap suatu perlakuan untuk pemaparan tertentu. Dalam

studi kasus ini peneliti menggunakan satu orang sampel pasien post operasi

CABG (Coronary Artery Bypass Graft).

T1 T12

K E1 E12

Skema 3.1 Rancangan Studi Kasus


33

Keterangan:

K = Kondisi/kasus
T1 = Terapi 1
T12 = Terapi 12
E = Evaluasi
3.3 Uraian Studi Kasus

Tindakan pemeriksaan untuk post CABG (Coronary Artery Bypass

Graft) disamping informasi bagian medik, tapi juga membutuhkan informasi

dari pasien dan keluarga pasien untuk dapat mengetahui keadaan pasien

sehingga akan memudahkan dalam penanganan. Data yang dapat

dikumpulkan untuk menegakkan diagnosis dapat diperoleh melalui :

3.3.1 Anamnesis

Anamnesis (Tanya jawab) berisi tentang identitas pasien yang

terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, hobi,

dan keadaan pasien seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

penyerta, dan ada kaitannya dengan penyakit yang diderita pasien.

Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. AutoAnamnesis

Yaitu bersangkutan yang langsung dilakukan kepada pasien

yang bersangkutan.

b. HeteroAnamnesis

Yaitu anamnesis yang dilakukan kepada orang lain

misalnya keluarga, teman atau orang lain yang mengetahui


34

keadaan pasien. Anamnesis ini dilakukan bila terapis sulit

melakukan anamnesis langsung kepada pasien karena beberapa

hal seperti penderita adalah anak-anak, orang tuli atau bisu,

gangguan mental, dan lain-lain.

Secara sistematis anamnesis dapat dikelompokan menjadi dua yaitu

anamnesis umum dan anamnesis khusus, yaitu :

1. Anamnesis Umum

Hal yang dapat diperoleh berupa identitasnya pasien yaitu:

nama, umur, jenis kelamin, alamat pasien, agama dan hobi.

Anamnesis sangat penting, selain kita dapat mengetahui data-data

pasien dari anamnesis ini kita juga dapat memperkirakan sebeb-

sebab penyakit yang diderita oleh pasien, apakah ada

hubungannya dengan umur, jenis kelamin atau dengan hobi

pasien. Serta dengan mengetahui data-data pasien kita juga dapat

menentukan tindakan yang tepat bagi pasien tersebut.

2. Anamnesis Khusus

Hal-hal yang dapat dijumpai atau keterangan dari pasien

meliputi:

a). Keluhan Utama

Merupakan salah satu gejala dominan yang mendorong

pasien mencari pertolongan dan pengobatan. Biasanya pada

kondisi ini pasien mengalami nyeri dan sesak dibagian dada.


35

b). Riwayat Penyakit Sekarang

Kita dapat menanyakan pertanyaan seperti: sudah berapa

lama dan sejak kapan timbulnya keluhan-keluhan tersebut,

bagaimana terjadinya sehingga timbulnya keluhan tersebut

serta pernah dibawa kemana saja.

c). Riwayat Penyakit Dahulu

Merupakan penyakit yang pernah diderita sebelumnya,

apakah sebelumnya pasien pernah menderita penyakit yang

berhubungan dengan penyakit yang sekarang, dan apakah

pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit yang lain atau

penyakit yang sekarang, riwayat trauma dan pernah dilakukan

operasi.

3. Anamnesis Sistem

Dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya keluhan atau

gangguan yang menyertai dan sebagai data pelengkap, anamnesis

ini meliputi:

1. Kepala dan leher

Apakah ada rasa pusing, kaku kuduk, mata berkunang-

kunang, dan sebagainya.

2. Kardiovaskuler

Untuk mengetahui apakah jantung merasa berdebar, dan

nyeri dada.

3. Respirasi
36

Untuk mengetahui apakah pasien merasa sesak nafas dan

susah batuk.

4. Gastrointestinal

Untuk mengetahui apakah pasien memiliki gangguan

pada saat buang air besar, apakah ada rasa mual, dan

sebagainya.

5. Urgenitalis

Untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan

dalam buang air kecil.

6. Musculoskeletal

Untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan

pada pergerakkan thoraks.

Pada kondisi jantung koroner, dari hasil pemeriksaan

dapat diketahui bahwa penderita mengalami nyeri pada

dada yang menjalar kelengan kiri dan leher.

3.3.2 Pemeriksaan Umum dan Spesifik

3.3.2.1 Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan umum meliputi :

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien meliputi:

pemeriksaan vital sign, inspeksi, palpasi aukultasi,

perkusi, kognitif, interpersonal, kemampuan fungsional

dan lingkungan aktif.


37

1. Pemeriksaan vital sign

a) Tekanan darah

Tekanan darah normal pada dewasa berkisar 120/80

mm/hg.

b) Denyut nadi

Pemeriksaan nadi pada umumnya dilakukan pada

arteri radialis. Denyut nadi dewasa berkisar 60-

80/menit.

c) Pernafasan

Pernafasan normal pada dewasa berkisar 18-

20/menit.

d) Temperatur

Pengukuran suhu badan dapat dilakukan secara:

axillar selama 15 menit, oral selama 5-10 menit atau

selama 5 menit. Suhu badan normal 36-370C.

e) Tinggi badan

f) Berat badan

2. Inspeksi

Inspeksi adalah suatu cara pemeriksaan dengan

melihat atau mengamati. Adapun hal-hal yang biasa

dilihat adalah keadaan umum penderita, sikap tubuh,

adanya deformitas, atrofi otot, dan ekspresi wajah.


38

Berdasarkan pelaksanaannya inspeksi dibedakan atas

dua macam yaitu:

a) Statis : yaitu melakukan inspeksi dimana penderita

dalam keadaan diam.

b) Dinamis : yaitu melakukan inspeksi dimana

penderita dalam keadaan bergerak.

3. Perkusi

Untuk mengetahui keadaan suatu rongga pada

bagian tertentu saja.

4. Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara menggunakan indra

pendengaran, biasanya menggunakan alat bantu

stetoskop untuk mengetahui atau mendengarkan denyut

jantung.

5. Palpasi

Palpasi merupakan pemeriksaan dengan cara

merabah, menekan dan memegang organ atau bagian

tubuh pasien.

3.3.2.2 Pemeriksaan gerak dasar

Pemeriksaan gerak dasar yang akan dilakukan yaitu:

a. Pemeriksaan gerak aktif

Pada pemeriksaan gerak aktif pasien diminta untuk

menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif.


39

Pemeriksaan melihat dan mengamati serta memberikan aba-

aba. Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan gerak

aktif adalah: rasa nyeri, lingkup gerak sendi, kekuatan otot,

dan koordinasi gerakan.

b. Pemeriksaan gerak pasif

Gerakan pasif adalah gerakan yang dilakukan

terapis pada anggota gerak pasien dalam keadaan pasif,

gerakan dilakukan pada anggota tubuh yang lainnya. Yang

dapat diperoleh dari gerakan pasif adalah lingkup gerak

sendi, nyeri, dan kelenturan otot.

3.3.2.3 Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik meliputi:

a. Tekanan darah bertujuan untuk menilai sistem

kardiovaskuler atau keadaan hemodinamik penderitaan

(curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah dan

viskositas dan elastisitas arteri).

b. Denyut nadi bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien,

mengetahui integritas system kardiovaskuler, dan mengikuti

perkembangan jalannya penyakit.

c. Six minute walking test bertujuan untuk mengetahui jarak

tempuh.

1) Persiapan pasien
40

Pastikan keadaan pasien dalam keadaan stabil sebelum

melakukan six minute walking test atau uji jalan enam

menit.

2) Sebelum dilakukan latihan diberikan edukasi tentang

manfaat dari latihan yang akan diberikan.

3) Pasien duduk istirahat dikursi dekat tempat start 5-10

menit sebelum uji jalan dilakukan. Kemudian diberikan

penjelasan tentang uji jalan:

a. Perkenalkan pasien dengan lokasi

b. Periksa vital sign pasien

c. Berjalan dikoridor sepanjang 27 meter bolak-balik

d. Pasien harus bisa mengatur sendi kecepatan jalannya

agar nyaman dan tidak cepat lelah atau sesak dan

dapat meneruskan uji jalan bila sudah tenang

kembali.

4) Jika pasien sesak atau lelah pasien boleh istirahat

5) Atur stopwatch untuk enam menit

6) Posisi pasien pada garis start kemudian mulai berjalan

7) Jika pasien butuh istirahat waktu stopwatch jangan

dimatikan.

8) Jika tidak dapat meneruskan kembali maka uji

dibatalkan.
41

9) Uji jalan dihentikan jika stopwatch telah bordering dan

pasien diistirahatkan.

10) Cara jarak yang ditempuh dalam meter.

3.4 Diagnosa Fisioterapi

Dilihat dari sudut pandang fisioterapi, penderita penyakit

jantung koroner menimbulkan berbagai tingkat gangguan yaitu

impairment, functional limitation, dan participation restriction,

impraiment adalah kelaian atau gangguan pada tubuh baik secara

anatomi maupun fisiologi. Secara anatomi disebut anatomical

impairment dan secara fisiologi disebut functional impairment.

Anatomical impairment pada kondisi penyakit jantung koroner

terjadinya penumpukan lemak oleh kolestrol didalam arteri koronaria

yang menyebabkan jantung kekurangan oksigen. Sedangkan untuk

fungtional impairment adanya sesak didada dan nyeri didada.

Functional limitation in activity adalah kelain atau gangguan

pada tubuh yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari atau

gangguan activity dailing living (ADL) seperti tidur, makan, dan

merawat diri sendiri. Participant retriction terdapat penurunan aktivitas

fungsional penderita dengan lingkungannya misalnya tidak bisa

mengikuti kegiatan gotong royong disekitar lingkungan.

3.5 Rencana Evaluasi

Rencana beberapa kali akan dilakukan evaluasi dan menggunakan

pemeriksaan dan pengukuran.


42

3.6 Prognosis

Quo ad vitam : kemungkinan dapat hidup atau tidak

Quo ad sanam : kemungkinan dapat sembuh atau tidak

Quo ad comestican : kemungkinan keutuhan penampilan

Quo ad functional : kemungkinan fungsionalnya bagus atau tidak

3.7 Intervensi Fisioterapi

Intervensi Fisioterapi adalah layanan yang dilakukan sesuai dengan

rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan maksud agar kebutuhan

pasien terpenuhi. Sesuai permasalahan yang muncul yaitu penurunan

Endurence. Maka penatalaksanaan yang diberikan untuk meningkatkan

Endurence adalah dengan memberikan metode Latihan Ergocycle.

a. Latihan Ergocycle

1. Prosedur Latihan

a. Peralatan yang harus disediakan:

1) Ergocycle

b. Lokasi pelaksanaan Latihan Ergocycle

1) Dilakukan didalam ruangan (indoor)

c. Persiapan pasien:

1) Pasien menggunakan pakaiain yang nyaman untuk

melakukan latihan.
43

2) Ketentuan medis yang bisa dijalankan pasien harus tetap

dilakukan.

3) Pasien diperkenankan untuk makan makanan ringan dan

minum 1 jam sebelum latihan.

2. Pelaksanaan Latihan Ergocycle

a. Sebelum dilakukan latihan Ergocyle pasien diperiksa denyut nadi dan

tekanan darah.

1. Latihan Ergocycle dapat dihentikan segera bila timbul gejala:

a. Nyeri dada

b. Sesak yang tidak dapat ditoleransi

c. Kram pada tungkai

d. Sempoyongan

2. Ekspirasi dan inspirasi dilakukan

a. Pasien menarik nafas saat menurunkan beban dan

menghembuskan nafas pada saat mengayuh Ergocycle.

b.Prosedur Penalaksanaan

Pasien diinstruksikan oleh terapis untuk menjalani terapi 3

kali mulai dari hari senin, rabu, jum’at dan begitu seterusnya

selama satu bulan untuk menjalani terapi. Pasien menjalani sesi

pengobatan dalam satu bulan untuk melihat proses terapi dan


44

mengamati kemajuan dari pengobatan terhadap pasien selama

menjalani terapi dengan menggunakan Ergocycle.

c. Dosis

Pada umumnya, intensitas latihan dimulai 40% sampai

dengan 85% kapasitas fungsional. Pada orang dewasa dengan

permasalahan jantung, intensitas latihan dapat ditetapkan antara

40% sampai dengan 70% kapasitas fungsional, besaran beban

latihan yang diberikan harus memberikan manfaat yang maksimal

sekaligus meminimalisir resiko terjadinya cidera.

Contoh cara menentukan beban latihan dengan

menggunakan RM (Repitisi Maksimum), misalnya seorang

penderita post operasi jantung fase II mampu mengayuh sepeda

dengan berat beban 1 Newton dengan 90 kali mengayuh dalam

waktu 15 menit, jadi kita akan mengambil 40% x 90 kali (RM) =

36 kali. Latihan yang diberikan dengan skala intensitas medium

dimana bertujuan untuk meningkatkan kapasitas aerobic dan

menjaga kondisi fisik.

3.8 Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi

Adanya peningkatan Endurence setelah dilakukannya Latihan

Ergocycle.

3.9 Edukasi

Pemberian pendidikan dan pembelajaran kepada pasien mengenai

penyakitnya untuk mendukung kesembuhan.


45

3.10 Home Program

Home program ditunjukan kepada pasien langsung. Terapis akan

mengajarkan berbagai teknik terapi yang bisa dilakukan pada kondisi

jantung koroner dirumah, pasien boleh berjalan santai setiap pagi atau sore

sebanyak 15-30 menit. Tujuan home program dilakukan adalah untuk

mendukung kesembuhan pasien.

3.11 Hasil Studi Akhir

Mencantumkan dari hasil atau apa yang didapat dari terapi atau

intervensi yang sudah diberikan.

3.12 Evaluasi

Tujuan evaluasi ini dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat

keberhasilan selama dilakukannya terapi. Rencana evaluasi pada jantung

koroner adalah untuk melihat penurunan sesak dengan menggunakan six

minute walking dan meningkatkan Endurance. Sebelum dan setelah

melakukan terapi.

Anda mungkin juga menyukai