Anda di halaman 1dari 14

34

BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

3.1 Pengkajian Fisioterapi

Dalam memberikan pelayanan fisioterapi harus memiliki

kemampuan dalam melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari

pasien, interprestasi data pemeriksaan menentukan diagnosis dan membuat

program perencanaan fisioterapi sehingga dapat menentukan modalitas yang

tepat untuk kasus yang dihadapi langkah selanjutnya adalah evaluasi dan

dokumentasi.

3.1.1 Pemeriksaan Subjektif

Assesmen merupakan proses pengumpulan data baik data

pribadi maupun data pemeriksaan pasien. Assesmen dilakukan

bertujuan untuk mengidentifikasi urutan masalah yang timbul pada

kasus osteoartritis genu kemudian menjadi dasar dari progam

penyusunan terapi dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan

kondisi pasien serta lingkungan sekitar pasien. Dalam assesmen

meliputi :

34
35

1. Anamnesis

Pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan tanya

jawab mengenai pasien maupun kedaan pasien kepada pasien

(auto anamnesis) atau kepada orang terdekat dangan pasien

(hetero anamnesis). Anamnesis pada kasus ini dilakukan pada

metode auto anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab secara

langsung kepada pasien secara alternatif anamnesis dapat dibagi

atau dikelompokkan menjadi anamnesis umum dan anamnesis

khusus.

1) Anamnesis umum

Anamnesis umum mencakup keterangan berupa (1)

nama, (2) umur , (3) jenis kelamin, (4) alamat, (5) agama, (6)

pekerjaan dan hobi. Dari penelitian yang sudah di dapatkan :

2) Anamnesis khusus

Anamnesis khusus yang dilakukan di peroleh data

meliputi (1) Keluhan utama, merupakan keluhan yang

mendorong penderita mencari pertolongan, (2) Riwayat

penyakit sekarang, dalam mengisi riwayat penyakit sekarang

didalamnya adalah lokasi keluhan, penyebab, faktor yang

memperberat dan memperingan serta riwayat terapi, (3)

Riwayat penyakit dahulu, berisi tentang penyakit-penyakit

yang pernah diderita, (4) Riwayat penyakit penyerta, berisi


36

tentang penyakit diderita dahulu dan penyakit yang diderita

sekarang. Hal itu ditunjukan untuk mengetahui kemungkinan

adanya hubungan antara penyakit dahulu antara penyakit

yang sekarang, (5) Riwayat penyakit pribadi, berisi tentang

riwayat pribadi pasien seperti akivitas sehari-hari, (6)

Riwayat penyakit keluarga, meliputi apakah ada kelurarga

yang mengalami penyakit yang diderita pasien.

3) Anamnesis Sistem

Anamnesis ini untuk melengkapi data yang belum

tercakup dari data anamnesis diatas. Anamnesis ini meliputi

(1) kepala dan leher, ditanyakan apakah pasien merasa pusing

dan kaku kuduk, (2) kardiovaskuler, ditanyakan apakah

pasien merasa nyeri dada dan jantung berdebar-debar, (3)

respirasi, ditanyakan apakah pasien merasa sesak napas dan

batuk, (4) gastrointestinal, ditanyakan apakah pasien merasa

mual dan muntah, ditanyakan juga apakah defekasi (buang air

besar) terkontrol atau tidak, (5) urogenital, ditanyakan apakah

proses miksi (buang air kecil) terkontrol atau tidak, (6)

nervorum, perlu pemeriksaan fungsi sensibilitas.


37

3.1.2 Pemeriksaan Objektif

1. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan tanda vital

Pemeriksaan tanda vital meliputi (1) tekanan darah,

pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan sesudah

latihan. Pengukuran sebelum latihan digunakan patokan

apakah pasien boleh diberikan latihan atau tidak dan berapa

besar dosis latihannya. Sedangkan pengukuran sesudah latihan

digunakan untuk menentukan apakah latihan selanjutnya boleh

dilakukan atau tidak dan berapa besar dosis latihannya, (2)

denyut nadi, pengukuran denyut nadi dilakukan sebelum, saat

dan setelah latihan. Biasanya denyut nadi saat dan setelah

melakukan aktifitas lebih tinggi dari pada sebelum melakukan

aktifitas, (3) pernapasan, pemeriksaan ini menghitung berapa

kali pasien bernapas setiap menit. Ini penting untuk untuk

patokan dalam memberikan latihan. Pasien dengan pernapasan

kurang atau lebih dari normal, harus hati-hati dalam

melakukan latihan, (4) temperatur, pemeriksaan temperatur

penting bagi pasien, (5) Tinggi badan, (6) Berat badan.

2) Inspeksi

Inspeksi bertujuan untuk mengetahui gambaran umum

kondisi pasien. Inspeksi ini dilakukan dalam 2 cara (1)

inspeksi statis, inspeksi ini melihat pasien saat tidak


38

melakukan aktifitas, yaitu saat pasien duduk, berbaring di

tempat tidur dan berdiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah ekspresi wajah, adakah oedema pada anggota gerak dan

apakah ada pola sinergis, (2) inspeksi dinamis, pemeriksaan ini

meliputi gerakan-gerakan yang mampu dilakukan pasien, baik

saat berjalan, perubahan posisi dan bagaimana pasien

melakukannya.

3) Palpasi

Pemeriksan dengan jalan meraba, menekan dan

memegang bagian yang mengalami gangguan. Dalam

pemeriksaan ini biasanya diperoleh informasi adanya oedema

pada lutut atau tidak, suhu lokal pada kedua lutut , adanya

nyeri tekan pada lutut, serta teraba adanya spasme pada otot

lutut.

4) Perkusi

Perkusi merupakan pemeriksaan dengan pemberian

ketukan pada daerah yang mengalami gangguan. Pada kondisi

ini perkusi tidak dilakukan.

5) Auskultasi

Auskultasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan

dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan pada tempat

yang mengalami gangguan dengan atau tanpa alat bantu

stetoskop.
39

2. Pemeriksaan Gerak Dasar

Pemeriksaan gerak dasar ini meliputi pemeriksaan gerak

aktif, gerak pasif dan isometrik.

1) Pemeriksaan gerak dasar aktif

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien diminta

menggerakkan secara aktif persendian anggota gerak kearah fleksi

dan ekstensi,untuk mengetahui Lingkup Gerak Sendi (LGS).

2) Pemeriksaan gerak pasif

Dilakukan untuk megetahui kualitas tonus otot, derajat

spastisitas, adanya kontraktur anggota gerak, Lingkup Gerak Sendi

(LGS). Pemeriksaan dilakukan dengan cara menggerakkan

persendian anggota gerak secara pasif ke arah fleksi, ekstensi.

3) Gerak isometris melawan tahanan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien diminta

menggerakkan lutut ke arah fleksi dan ekstensi dan terapis

memberikan tahanan ke arah berlawanan tanpa disertai pergerakan

sendi.

1. Pemeriksaan Spesifik

1) Pengukuran derajat Nyeri

Perameter yang penulis gunakan yaitu menggunakan skala

verbal descriptive scare (VDS) yaitu cara pengukuran derajat

nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu : (1) tidak nyeri, (2)
40

nyeri sangat ringan, (3) nyeri ringan , (4) nyeri tidak begitu

berat, (5) nyeri begitu berat, (6) nyeri berat, (7) nyeri tidak

tertahankan.36

2) Kekuatan Otot Manual Muscle Testing (MMT)

MMT adalah suatu usaha untuk menentukan atau

mengetahui kemampuan seseorang dalam mengontraksikan otot

atau group otot secara voluntary. Untuk pemeriksaan MMT ini

dengan sistem manual yaitu dengan cara terapis memberikan

tahanan kepada pasien dan pasien disuruh melawan tahanan dan

terapis dan saat itu terapis menilai sesuai dengan kriteria nilai

kekuatan otot.37

Nilai Keterangan

100%: subjek bergerak mempertahankan posisi dengan melawan


5
gravitasi dan tahan maksimal

80% : subjek bergerak mempertahankan posisi dengan melawan


4
gravitasi dan tahanan maksimal

50% : subjek bergerak mempertahankan posisi dengan melawan


3
tahanan

2 20% : subjek bisa bergerak sedikit dengan tanpa melawan gravitasi

1 5% : kontraksi otot di palpasi tetapi tidak ada pergerakan sendi

0 0% : kontraksi otot tidak dapat di palpasi

Table 3.1 Kriteria Kekuatan Otot


41

3) Lingkup gerak sendi (LGS)

Pengukuran lingkup gerak sendi bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan

goneometer dan dapat diukur pada gerak aktif maupun pasif,

dan mengacu pada kriteria ISOM normal dimana LGS (aktif) S

= 0°-0°-90° (pasif) = S = 0°-0°-120°.

3.1.2 Diagnosa Fisioterapi

1. Impairment

Impairment adalah suatu ganguan setingkat jaringan atau

bisa juga suatu keluhan yang dirasakan oleh pasien yang

berhubungan dengan penyakit penderita. Pada kasus osteoarthritis

yang akan muncul adalah nyeri, penurunan kekuatan otot,

keterbatasan gerak. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

akan didapatkan beberapa gangguan setingkat jaringan.

2. Functional Limitation

Functional limitation merupakan suatu problem yang

berupa penurunan atau keterbatasan saat melakukan aktivitas-

aktivitas fungsional sebagai akibat adanya impairment. Setelah

problema setingkat jaringan/ impairment ditentukan maka dari

problem itu akan menyebabkan pasien terganggu dalam

melakukan aktivitas fungsional.


42

3. Disability

Disability atau keterbatasan dalam berinteraksi dengan

lingkungan atau dengan kata lain ketidakmampuan melakukan

aktivitas social dan berinteraksi dengan lingkungan.

3.1.4 Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

Program fisioterapi meliputi tujuan program fisioterapi jangka

pendek maupun jangka panjang dan teknologi intervensi yang

digunakan. Program fisioterapi disini disusun berdasarkan dari hasil

pemeriksaan/ pengkajian yang dilakukan fisioterapi sehingga akan

didapatkan skala prioritas masalah, yaitu maslah-masalah yang harus

diselesaikan lebih dahulu baru kemudian masalah-masalah yan

diselesaikan berikutnya, atau bersamaan dalam mengatasinya.

Dalam menyusun teknologi intervensi fisioterapi harus

mencakup teknologi yang akan digunakan dan dosis yang akan

diaplikasikan serta alasan pemilihan teknologi intervensi.

3.1.5 Rencana Evaluasi

Pada rencana evaluasi harus sudah direncanakan tentang

evaluasi yang akan dilaksanakan, yang meliputi permasalahan apa saja

yang akan di evaluasi berikut alat ukurnya dan kapan waktu

evaluasinya/ periodenya.
43

3.1.6 Prognosis

Penilaian dapat berupa: baik (bonam), dubia ad bonam, dubia

ad malam, jelek (malam). Adapun aspek yang bisa dinilai antara lain :

1. Quo ad vitam

2. Prognosis quo ad vitam menyangkut hidup dan matinya pasien.

Bila tidak ada ancaman kematian, berarti quo ad vitam baik.

3. Quo ad sanam

Prognosis quo ad sanam menyangkut segi penyembuhan. Bila

kemungkinan sembuhnya kecil, maka quo ad sanam jelek.

4. Quo ad cosmeticam

Prognosis quo ad cosmeticam menyangkut segi kosmetik. Bila

akan menimbulkan gangguan kosmetik, maka quo ad cosmeticam

jelek.

5. Quo ad functionam

Prognosis quo ad functionam menyangkut segi fungsi. Bila akan

menimbulkan gangguan fungsi permanin, maka quo ad functionam

jelek.

3.2 Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

1. TENS

1) Persiapan Alat

Pastikan mesin dalam keadaan baik. Siapkan elektroda

yang sama besar dan dalam kondisi yang cukup basah sehingga
44

listrik sampai ke jaringan dapat maksimal. Perhatikan pula

pemasangan kabel, metode pemasangan dan penempatan elektroda

sampai frekuensi, durasi pulsa, durasi waktu dan intensitas sangat

berpengaruh pada rasa akhir yang dirasakan pasien.

2) Persiapan Pasien

Posisikan pasien senyaman mungkin, tidur terlentang, beri

penjelasan pada pasien tentang terapi yang akan dilakukan.

Penjelasan bisa berupa nama terapi, alasan terapis menggunakan

alat ini, rasa yang akan pasien rasakan dan efek dari terapi

tersebut. Sebelumnya lakukan tes sensasi tajam tumpul. Daerah

yang akan diterapi bebas dari pakaian dan keringet.

3) Pelaksanaan Terapi

PED Elektroda ditempatkan pada daerah yang nyeri yaitu

lutut sebelah kanan atau kiri. Tekan tombol on/off ke posisi on,

Kondisi osteoathritis menggunakan TENS konvensional dengan

pulsa pendek sekitar 50s pada 40-150 Hz, dengan frekuensi tinggi

dan intensitas rendah berdurasi 200 msec. Tipe konvensional dapat

mengurangi nyeri dalam waktu 10–15 menit. Setelah terapi selesai

matikan mesin lalu rapihkan alat dan pastikan dalam posisi

semula.38
45

2. Kinesio Taping

1) Bebaskan kulit dari minyak, lotion, dan pakaian

2) Objek

(1) Dari patella samapai ke tuberositas tibia

(2) Potong tape Y Strip panjang 30cm

(3) Potong tape I dengan lebar 2,5cm dan panjang 25cm

3) Aplikasi

(1) Posisi flexi knee 1100, pasien posisi tidur. 10cm diatas patella

tambahkan kurang lebih 5cm untuk merekatkan base.

(2) Rekatkan tape pada base kemudian tempel strip 1&2 melingkar

border line patella (menutup patella 1cm bertemu di tuberositas

tibia).

(3) Posisi flexi knee 900,rekatkan tape dari bagian tengah dengan

tention 25% di bagian bawah/distal patella, sehingga harus

merekat dibagian 1cm distal patella ditarik ke proksimal

patella.

Tape/taping bisa diaplikasikan selama 3 hari. Apabila kulit gatal

harus cepat dilepas.


46

Gambar 3.1 Pengaplikasian kinesio taping.35

3.3 Rencana Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu evaluasi rutin dan

periodik. Evaluasi rutin adalah evaluasi yang kita lakukan sebelumnya,

selama dan sesudah terapi. Evaluasi ini pling penting untuk dialakukan

karena evaluasi yang teliti dan cermat akan banyak membantu keberhasilan
47

terapi. Evaluasi periodic adalah evaluasi yang telah disusun waktu atau

jumlah terapi.

Evaluasi yang dilakukan adalah pada waktu sebelum, sesaat, dan

Evaluasi yang dilakukan adalah pada waktu sebelum, sesaat, dan sesudah

terapi. Evaluasi saat dilakukan terapi dengan cara mengobservasi pada

pasien secara subyektif, terkait dengan keluhan pasien. Evaluasi ini

disesuaikan dengan tujuan jangka pendek dan jangka panjang dengan

mempertimbangkan kriteria pada tujuan tersebut. Evaluasi yang dilakukan

pada kondisi ini antara lain: (1) Nyeri dengan VDS, (2) Kekuatan otot

dengan MMT, (3) Lingkup Gerak Sendi (LGS) dengan Goneometer

Anda mungkin juga menyukai