Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN ANALISIS

TINDAKAN KEPERAWATAN STASE KDDK


(GANGGUAN MOBILISASI)
PENGUKURAN KEKUATAN OTOT

Disusun Oleh :

Ester Rahmat Pranowo (116130)

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2020
LAPORANANALISISTINDAKANKEPERAWATAN

1. Tindakan keperawatan Pengukuran Kekuatan Otot


yang dilakukan
Kekuatan otot adalah tenaga yang dikeluarkan otot
atau sekelompok otot untuk berkontraksi pada saat
menahan beban maksimal (Kemenkes RI, 2019)

Kekuatan Otot adalah sejumlah daya yang dapat


dihasilkan oleh suatu otot ketika otot itu berkontraksi.
(Agus Mahendra dalam Dwiyanto, 2009)

Kekuatan Otot merupakan komponen kondisi fisik


seseorang tentang kemampuannya dalam
mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu
bekerja maksimal (Nuril Ahmadi, 2007)

NamaPasien
Ny. W

Diagnosa Medis Stroke Non Hemoragik (Iskemik)


Tanggal tindakan
15 september 2020

2. Diagnosa Keperawatan (D. 0055) Gangguan Mobilitas Fisik yang berhubun


gan gangguan neuromuskuler

Kategori : Fisiologis

Subkategori : Aktivitas dan latihan


3. Tujuan Tindakan a. Untuk mengukur kenormalan fungsi otot

4. Prinsip-prinsip tindakan dan a. Bersih


rasional Tes pengukuran kekuatan otot dilakukan untuk
memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan
selain mendiagnosis status kelumpuhan juga
dipakai untuk melihat adanya kemajuan atau
terjadi perburukan pada pasien.
Pada pasien yang tidak kooperatif atau pasien
dengan penurunan kesehatan, penilaian kekuatan
dilandaskan atas inspeksi dan observasi terhadap
gerakan-gerakan yang diperlihatakan.

5. AnalisaTindakan a. TahapPra Interaksi


Melakukan pengecekkan kondisi pasien
dan lingkungan sekitar pasien
-
b. Tahap Orientasi
1) Salam terapeutik dan memperkenalkan diri.

Rasional: Membangun hubungan terapeutik


antara perawat dan pasien

2) Mengidentifikasi pasien dengan benar (cek


nama dan tempat tanggal lahir pada gelang)

Rasional: Mencegah terjadinya kesalahan


pasien.

3) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan


yang akan dilakukan

Rasional: pasien dan keluarga mengerti


tindakan yang akan dilakukan

4) Menanyakan kesiapan klien

Rasional: mengetahui kondisi pasien mampu


dan siap dilakukan tindakan.

5) Menjaga privasi

Rasional: Menciptakan kenyamanan bagi


pasien

6) Mencuci tangan

Rasional: Mencegah terjadinya penyebaran


mikroorganisme.

c. Tahap Kerja
1. Pengukuran Tonus Otot
- Pemeriksa menggunakan kedua tangan
untuk menggerakkan secara pasif
lengan bawah sendi siku secara
berulangkali secara perlahan kemudian
secara cepat.
- Pemeriksa menggunakan kedua tangan
untuk untuk menggerakkan secara
pasif tungkai bawah sendi lutut secara
berulang kali secara perlahan
kemudian secara cepat

Rasional: Hal ini dilakukan untuk


mengetahui adanya tahanan yang terasa
oleh pemeriksa pada saat menekuk dan
meluruskan bagian tubuh, dengan nilai:

0 = negative

+1= lemah

+2= normal

+3= meningkat

+4= hiperaktif

2. Pengukuran Kekuatan Otot


Ada 2 cara untuk mengukur kekuatan otot:
a) Pemeriksa meminta pasien untuk
menggerakkan bagian ekstremitas dan
pemeriksa menahan gerakan tersebut.
b) Pemeriksa menggerakkan bagian
ekstremitas dan minta klien untuk
menahannya.
Rasional: hal ini dilakukan untuk menilai
kekuatan otot, dengan nilai:
5= Normal, ROM bebas, bisa menahan
gravitasi, bisa mengangkat beban berat,
bisa mengikuti perintah.
4= bisa menahan gravitasi, bisa
mengangkat beban ringan, ada tahanan
ringan, bisa mengikuti perintah.
3= bisa menahan gravitasi tanpa tahanan
2= tidak bisa menahan gravitasi, ada
gerakan sendi dan otot (gerakan meremas),
lemas
1= tidak bisa menahan gravitasi, ada
gerakan otot saja (gerakan jari)
0= tidak ada gerakan
3. Pengukuran Massa Otot
a) Mengukur lingkar paha kanan dan kiri
pasien lalu membandingkan keduanya
b) Mengukur lingkar betis kanan dan kiri
pasien lalu membandingkan keduanya
c) Mengukur lingkar lengan atas kanan dan
kiri pasien lalu membandingkan keduanya
Rasional: ketiga hal diatas dilakukan untuk
mengetahui adanya atropi atau hipertrofi
otot. Bila selisih lingkar kanan kiri kurang
dari 1, maka normal tetapi bila sebaliknya
bila selisih anka lebih adari 1 maka
dinyatakan hipertrofi.

d. Tahap Terminasi
1) Merapikan pasien
2) Melakukan evaluasi tindakan
3) Membereskan dan membersihkan alat
4) Berpamitan dengan pasien
5) Mencuci tangan
6) Dokumentasi

e. Dokumentasi
1) Tanggal, jam dan nama terang
2) Respon klien terhadap prosedur

6. Bahaya yang mungkin terjadi


akibat tindakan tersebut dan
cara pencegahan

7. Hasil yang didapat dan makna Teknik relaksasi dikatakan efektif apabila setiap
individu dapat merasakan perubahan pada respon
fisiologis tubuh seperti penurunan tekanan darah,
penurunan ketegangan otot, denyut jantung menurun,
perubahan kadar lemak dalam tubuh, serta penurunan
proses inflamasi. Relakasasi autogenik dapat
merangsang peningkatan hormon endorfin yang
merupakan subtansi sejenis morfin yang dihasilkan
oleh otak dan sumsum tulang belakang. Endorfin juga
disebut sebagai ejektor masa rileks dan ketenangan
yang timbul, mengeluarkan Gama Amino Butyric Acid
(GABA) yang berfungsi menghambat hantaran impuls
listrik dari satu nefron ke nefron lainnya oleh
neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan
intrepretasi sensorik somatik diotak sehingga nyeri
dapat berkurang (Aji et.al, 2015)
Relaksasi autogenik juga merupakan suatu metode
relaksasi yang bersumber dari diri sendiri dan
kesadaran tubuh untuk mengurangi stress dan
ketegangan otot serta memungkinkan dapat
mengatasi/ menurunkan nyeri (Priyono et.al, 2017).
8. Identifikasi tindakan 1) Manajemen Lingkungan (I.14514)
keperawatan lain yang dapat
O: Identifikasi keamanan dan kenyamanan
dilakukan untuk mengatasi
lingkungan
masalah/diagnosis tersebut
T:- Atur suhu lingkungan yang sesuai

-Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang


bersih dan nyaman

- Izinkan keluarga untuk tinggal mendampingi pasien.

- berikan bel atau alat komunikasi untuk memanggil


perawat.

E: jelaskan cara membuat lingkungan yang nyaman.

9. Evaluasi diri tentang : - Tindakan ini telah dilakukan sesuai dengan


pelaksanaan tindakan tersebut prosedur dan prinsip dengan benar.
-Evaluasi kondisi pasien
-Dokumentasi pada lembar catatan keperawatan
pasien
-Evaluasi hasil yang didapatkan dengan teori yang
ada.

REFERENSI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Perry& Potter (2006). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek.
Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533
Torpey, P.C. (2010). Muscle testing. Available From :http:// www.enotes.com/nursing-
encyclopedia/muscle-testing. Diakses tanggal 24 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai