Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENDIDIKAN

KESEHATAN TENTANG RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RSJD dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Stase Jiwa

Disusun Oleh :

Anita Sanjaya 1708394 Maulida Choirunnisa 1708491


Antonius Rian Widhi 1708395 Meda Saputri 1708492
Dede Bagus Nugroho 1708415 Melda Pipit Andryany 1708494
Fulgensius Ricky 1708453 Muhammad Jamaludin 1708503
Heliodorus Yudi Herlangga 1708460 Rizky Ibranoga 1708529
Ivana Probo Kaeksi 1708467 Sandy Toga Prayoga 1708535
Maria Kristiani Susanti 1708485 Setiyadi Gunawan 1708540

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XVI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2018
PENDIDIKAN KESEHATAN DI POLIKLINIK

RSJD Dr.AMINO GONDOHUTOMO

PROVINSI JAWA TENGAH

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan (Terapi Keluarga) Resiko Perilaku

Kekerasan

Sasaran : Pasien dan keluarga pasien

Hari / tanggal : Jumat, 27 April 2018

Waktu : Pukul 08-00 -09.00 WIB

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada
satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan risiko
kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan.
Salah satu gangguan jiwa yang dapat terjadi adalah Resiko Perilaku
Kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan suatu perilaku maladaptive dalam
memanifestasikan perasaan marah yang dialami oleh seseorang. Perilaku
tersebut dapat berupa menciderai diri sendiri, melalukan penganiayaan
terhadap orang lain dan merusak lingkungan. Marah sendiri merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai suatu ancaman.
Ketika penderita gangguan jiwa melakukan rawat jalan atau inap di rumah
sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan perhatian dan dukungan sesuai
dengan petunjuk tim medis rumah sakit. Dukungan keluarga sangat diperlukan
oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan
dan pengobatan. Jenis-jenis dukungan keluarga seperti dukungan
pengharapan, dukungan nyata, dukungan informasi dan dukungan emosional.
Jika keluarga mereka rajin mengunjungi dan memberikan dukungan bagi
pasien gangguan jiwa, ini merupakan salah satu terapi yang jitu untuk
kesembuhan mereka. Namun, jika keluarga mereka tidak peduli, tingkat
kesembuhan pasien makin lama karena pasien merasa tidak diperhatikan lagi
oleh keluarganya.
Bersadarkan hal tersebut, memberikan penyuluhan mengenai resiko
perilaku kekerasan kepada keluarga pasien dengan harapan adanya
peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan jiwa itu sendiri sehingga
berdampak bagi kesembuhan pasien kedepannya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembelajaran selama 1 x 45 menit , diharapkan
keluarga mampu merawat pasien dirumah, mengetahui pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, pengobatan serta cara merawat pasien
dengan Resiko Perilaku Kekerasan (RPK).

2. Tujuan Khusus
Setelah pembelajaran RPK keluarga diharapkan mampu :
1) Menyebutkan identifikasi RPK
2) Menyebutan cara pengobatan RPK

C. Metode Pelaksanaan
1) Ceramah
2) Diskusi dan tanya jawab
D. Sasaran dan Target
Keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa ; RPK yang berada
diruang poliklinik RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang

E. Pelaksanaan
Hari / tanggal : Jumat, 27 April 2018
Pukul : 08.00-08.45 WIB
Tempat : Ruang Tunggu Poliklinik RSJ D Dr.Amino Gondohutomo
Semarang
Pembicara : Sandy Toga Prayoga

F. Kegiatan
No Waktu Kegiatan
Fasilitator Peserta
1. 2 menit Pendahuluan
- Moderator memberikan salam kepada - Sasaran membalas salam
sasaran. dari moderator.
- Moderator menjelaskan topik penyuluhan. - Sasaran menyimak.
- Moderator memperkenalkan kelompok - Sasaran menyimak.
kepada sasaran. - Sasaran menyimak.
- Moderator menjelaskan tujuan penyuluhan. - Sasaran menyimak.
- Moderator menjelaskan waktu pelaksanaan. - Sasaran menyimak

2. 40 Penyampaian Materi
menit - Penyaji menggali sedikit informasi pada - Sasaran mengeksplorasi
(30 sasaran mengenai Resiko Perilaku Kekerasan apa yang mereka ketahui
menit tentang Resiko Perilaku
materi, Kekerasan.
10 - Penyaji menjelaskan materi mengenai : - Sasaran memperhatikan
menit 1. Definisi Resiko Perilaku Kekerasan penjelasan dan
tanya 2. Tanda dan gejala Resiko Perilaku mencermati materi.
jawab) Kekerasan
3. Penyebab Resiko Perilaku Kekerasan
4. Penanganan Resiko Perilaku Kekerasan di
keluarga
5. Fasilitator mempraktekan cara Latihan
Nafas Dalam dan Pukul Bantal, Verbal.
Tanya Jawab
- Moderator membuka sesi tanya jawab. - Sasaran mengajukan
pertanyaan.
- Penyelenggara penyuluhan menjawab - Sasaran memperhatikan
pertanyaan sasaran. jawaban yang diberikan.
3. 3 menit Penutup
- Moderator melakukan evaluasi dengan - Sasaran menjawab
memberikan beberapa pertanyaan pertanyaan evaluasi
- Moderator menyimpulkan hasil penyuluhan. - Sasaran menyimak
kesimpulan yang
disampaikan oleh
moderator.
- Pembagian leaflet pada sasaran. - Sasaran menerima leaflet
yang diberikan oleh
fasilitator.
- Mengakhiri dengan salam - Menjawab salam dan
sasaran bersiap untuk
meninggalkan tempat
penyuluhan.

G. Media dan Alat


1) Lembar balik
2) Leaflet
H. Isi Materi
(Terlampir )

I. Setting Tempat

2 2 2

2 2 2

Keterangan gambar:
1. Penyuluh
2. Peserta

J. Pengorganisasian kelompok

Moderator : Dede Bagus Nugroho


Penyaji materi : Sandy Toga Prayoga
Observer : Maria Kristiani Susanti
Ivana Probo Kaeksi
Fasilitator : Antonius Rian Widhi Melda Pipit Andryany
Fulgensius Ricky Meda Saputri
Heliodorus Yudi Herlangga Muhammad Jamaludin
Maulida Choirunnisa Rizky Ibranoga
Setiyadi Gunawan Anita Sanjaya
K. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Tersedianya materi dan sarana prasarana seperti leaflet dan lcd
proyektor.
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan berlangsung tepat waktu.
3. Evaluasi Hasil
Sasaran penyuluhan mampu :
1) Memahami dan mampu menjelaskan kembali definisi Resiko
Perilaku Kekerasan
2) Memahami dan mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala
Resiko Perilaku Kekerasan
3) Memahami dan mampu menyebutkan kembali penyebab Resiko
Perilaku Kekerasan
4) Memahami dan mampu menyebutkan kembali Cara Mengontrol
Resiko Perilaku Kekerasan
5) Memahami dan menyebutkan kembali peran keluarga dalam
mengontrol Resiko Perilaku Kekerasan
Lampiran Materi

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda,
2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993 dalam Depkes, 2000).

2. Tanda dan gejala :


Data obyektif :
a. Mata merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Suka berdebat
f. Sering memaksakan kehendak
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang

Data subyektif
a. Mengeluh merasa terancam
b. Mengungkapkan perasaan tak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik,
sesak dan bingung
3. Penyebab
Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :

1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi
penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang yang mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia
menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu
menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya dengan kekerasan.

2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan
prestise juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan
kekerasan
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).

4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab
yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.

Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu


mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,
tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.

e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Akibat Dari Perilaku Kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

6. Cara mengontrol RPK


1) Fisik
- Pukul kasur atau bantal
- Tarik nafas dalam
2) Obat
Rutin minum obat sesuai dosis yang diberikan
3) Sosial atau verbal
Menyatakan secara asertif rasa marahnya, menolak dengan baik, dan
meminta dengan baik.
4) Spiritual
Sholat atau berdoa sesuai dengan keyakinan pasien

FUNGSI DAN TUGAS KELUARGA

1. FUNGSI KELUARGA
Gambaran umum tentang fungsi keluarga dalam kesehatan jiwa adalah :
1) Pendewasaan kepribadian dari para anggota keluarga
2) Pelindung dan pemberi keamanan bagi anggota keluarga
3) Fungsi sosialisasi, yaitu kemampuan untuk mengadakan hubungan antar
anggota keluarga dengan keluarga lain atau masyarakat
Fungsi keluarga dalam upaya mencegah gangguan jiwa antara lain :
1) Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi anggota keluarga
2) Saling mencintai, menghargai dan mempercayai antar anggota keluarga
3) Saling membantu antar anggota keluarga
4) Saling terbuka dan tidak ada diskriminasi
5) Member pujian dan punishment sesuai perilaku
6) Menghadapi ketegangan dengan tenang dan menyelesaikan masalah
secara tuntas
7) Menunjukan empati antar anggota masyarakat
8) Membina hubungan dengan masyarakat
9) Menyediakan waktu untuk kebersamaan seperti rekreasi bersama
anggota keluarga

2. TUGAS KELUARGA DALAM MENGATASI MASALAH KESEHATAN


1) Mengenal adanya penyimpangan awal sedini mungkin
2) Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan
kesehatan untuk anggota keluarga
3) Memberi perawatan bagi anggota keluarga yang sakit, cacat, atau
memerlukan bantuan dan menanggulangi keadaan darurat
4) Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
5) Memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat

UPAYA PERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN JIWA

1. PERAWATAN KLIEN DALAM KELUARGA


1) Mengenal adanya gangguan kesehatan sedini mungkin
2) Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan
kesehatan
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, cacat atau
yang tidak sakit tapi memerlukan bantuan
4) Menanggulangi keadaan darurat kesehatan
5) Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
6) Memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat

2. PERAWATAN KLIEN DI RUMAH SAKIT


1) Keluarga sejak awal perlu dilibatkan dalam penatalaksanaan dan asuhan
keperawatan klien dengan gangguan jiwa.
2) Metode yang diguakan untuk memberikan pendidikan kesehatan
kesehatan jiwa kepada keluarga adalah dengan ceramah dan tanya jawab,
diskusi kelompok, bermain peran.

3. PERAWATAN KLIEN DI MASYARAKAT


1) Pasien jangan dipasung, karena memasung penderita sama artinya
dengan merampas hak hidupnya.
2) Jika terlihat gangguan atau terdapat gangguan segera bawa ke
puskesmas terdekat.
3) Jangan dijauhi atau dikucilkan.
4) Bekali dengan berbagai keterampilan untuk meningkatkan
produktivitasnya.
5) Membawa penderita untuk kontrol rutin ke pelayanan kesehatan.

1. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan


a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga
yang berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada
anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu
kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat
anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang
pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan
marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota
keluarga risiko pelaku kekerasan.
12) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir
kesempatan melakukan perilaku kekerasan

b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :


1) Menarik nafas dalam
2) Memukul-mukul bantal
3) Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
4) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa
yang tidak disukai klien
5) Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu’ dan shalat

c. Bila Klien dalam PK


Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa
klien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa utamakan keselamatan
diri klien dan penolong
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:


EGC
2. Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book
3. Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan
Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.
4. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
5. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
6. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
7. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
8. Keliat Budi, Ana. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. EGC. 1995
9. Sembiring, EE. 2011. (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/24194/5/Chapter%20I.PDF,
diakses 22 Januari 2015)
10. Stuart and Sunden. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. EGC. 1998
11. Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,
FKUI; Jakarta.
12. WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
13. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
14. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003

Anda mungkin juga menyukai