Anda di halaman 1dari 18

14

BAB III

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

A. Pengkajian Fisioterapi

1. Pemeriksaan subjektif

a. Anamnesis

Anamnesis adalah cara pengumpulan data tentang keadaan pasien dengan


tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Dilihat dari segi pelaksanaannya
anamnesis ada 2 macam meliputi (1) autoanamnesis yaitu tanya jawab langsung
dengan pasien, (2) heteroanamnesis yaitu tanya jawab dengan orang lain yang
dianggap mengetahui keadaan pasien (Mardiman dkk, 2002). Dalam kasus ini
terapis menggunakan autoanamnesis yang dilakukan pada tanggal 4 Oktober
2022, yang meliputi :

1) Anamnesis umum

Informasi yang diperoleh dari anamnesis umum adalah identitas diri


pasien yang meliputi (1) nama : Ny. M, (2) jenis kelamin : perempuan, (3) umur :
63 tahun, (4) pekerjaan : ibu rumah tangga, (5) alamat : Kudaile RT 02 RW 02
Kabupaten Tegal, (6) agama : Islam.

2) Anamnesis khusus

Anamnesis khusus meliputi :

a) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan satu atau lebih keluhan yang mendorong


seseorang mencari pertolongan medik (Hudaya, 2002), pada kasus ini pasien
mengeluh nyeri pada kedua lutut terutama sisi medial. Nyeri bertambah apabila
digunakan naik turun tangga.

b) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang memperinci informasi yang didapat dari


keluhan utama yaitu tentang riwayat perjalanan penyakit dan riwayat pengobatan
15

(Hudaya, 2002). Pada kasus ini pasien merasakan nyeri pada kedua lututnya. Pada
bulan Mei 2021 pasien mulai merasa nyeri pada kedua lutut setelah terpeleset di
mushola saat akan melaksanakan shalat. Nyeri dirasakan bertambah saat naik
turun tangga dan nyeri berkurang saat untuk tiduran. Untuk mengurangi rasa
sakitnya pasien berobat ke RSUD Soesilo sejak 8 bulan yang lalu untuk
mendapatkan pengobatan dokter orthopaedi dan terapi oleh fisioterapi. Sampai
saat ini pasien masih rutin melakukan fisioterapi satu kali dalam satu minggu.

c) Riwayat keluarga dan status sosial

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti pasien. Pasien
adalah seorang ibu rumah tangga yang setiap harinya mengerjakan pekerjaan
rumah seperti menyapu dan memasak dan disekitar rumahnya banyak terdapat
tangga. Sehari – harinya kegiatan pasien di waktu senggang berjalan-jalan di
sekitar kampung. Pasien juga aktif di kemasyarakatan seperti mengikuti pengajian
di sekitar rumahnya.

d) Riwayat penyakit dahulu dan penyerta

Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat yang pernah diderita sebelumnya


(Hudaya, 2002). Dalam hal ini hubungannya dengan osteoarthritis sendi lutut
misalnya riwayat trauma atau gangguan/penyakit lain pada kedua lututnya. Pada
kasus ini pasien pernah terpeleset di mushola saat akan melaksanakan shalat pada
bulan Mei 2021. Riwayat penyakit penyerta berisi tentang berbagai macam
penyakit yang diderita pasien pada saat itu (Hudaya, 2002). Pada kasus ini, pasien
tidak mempunyai penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes melitus.

3) Anamnesis sistem

Anamnesis sistem meliputi: (1) kepala & leher, tidak merasakan pusing
maupun kaku leher, (2) kardiovaskuler, tidak ada keluhan dada berdebar – debar
ataupun nyeri dada, (3) respirasi, tidak ada keluhan sesak napas, (4)
gastrointestinal, ada keluhan susah buang air besar, (5) urogenitalis, buang air
kecil terkontrol dan lancar, (6) muskuloskeletal, terdapat nyeri pada kedua lutut,
terutama saat jongkok dari posisi berdiri, jalan lama dan naik turun tangga, rasa
16

kaku dirasakan pada pagi hari, menghilang sekitar 15 menit, (7) nervorum, tidak
ada kesemutan maupun nyeri menjalar pada kedua tungkai.

2. Pemeriksaan objektif

a. Pemeriksaan umum

1) Tanda-tanda vital

Dari pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh: (1) tekanan darah: 120/ 80


mmHg, (2) denyut nadi: 88 kali/ menit, (3) pernapasan: 24 kali/ menit, (4)
temperatur: 36,20 C, (5) berat badan: 75 kg.

2) Inspeksi

Inspeksi merupakan suatu cara pemeriksaan dengan cara melihat dan


mengamati kondisi pasien (Mardiman, 2002). Inspeksi dilakukan mulai dari
pasien datang. Pemeriksaan ini dilakukan dalam dua cara yaitu inspeksi secara
statis dan dinamis. Inspeksi statis, hasil yang didapatkan adalah raut wajah pasien
tidak menunjukkan adanya nyeri, tidak ada deformitas, tampak atropi pada otot
quadriceps dan gastrocnemius dextra sinistra, Tidak tampak oedema pada kedua
lutut. Inspeksi dinamis, didapatkan yaitu saat berjalan pasien tampak menahan
nyeri, saat perpindahan dari duduk ke berdiri agak kesulitan, dan tampak menahan
nyeri saat melakukan gerakan flexi knee.

3) Palpasi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meraba, menekan dan memegang


bagian tubuh pasien yang mengalami gangguan (Mardiman dkk, 2002). Palpasi
diperoleh data terdapat spasme otot quadriceps dan hamstring, terdapat nyeri
tekan pada kedua lutut sisi medial, suhu pada kedua lutut sama, ada krepitasi pada
kedua lutut dan tidak ada pitting oedema pada kedua lutut.

4) Joint Test (Pemeriksaan Gerak Dasar)

a) Pemeriksaan gerak aktif


17

Pemeriksaan gerak aktif didapatkan hasil yaitu pasien dapat menggerakkan


kedua lutut ke arah fleksi ekstensi tetapi tidak full ROM dikarenakan ada nyeri
pada sendi kedua lutut.

b) Pemeriksaan gerak pasif

Pada pemeriksaan gerak pasif didapatkan hasil berupa Terdapat nyeri pada
akhir gerakan fleksi kedua lutut saat digerakkan oleh terapis tetapi gerakan tidak
full ROM.

c) Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan

Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan dilakukan untuk provokasi


nyeri dan untuk mengetahui kekuatan otot (Mardiman dkk,2002). Pada kasus ini
pasien mampu menahan dan mempertahankan gerakan statis dengan tahanan
minimal, tetapi terdapat nyeri gerak pada kedua lutut sisi medial.

5) Muscle Test dan Antropometri

a) Pemeriksaan kekuatan otot penggerak sendi lutut

Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan manual


muscle testing (MMT), kriteria penilaiannya dapat dilihat pada table 3.1.

TABEL 3.1

KRITERIA PENILAIAN KEKUATAN OTOT

Nilai Keterangan

5 Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi, melawan


tahanan maksimal.

4 Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi, melawan


tahanan minimaL.

3 Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi.

2 Subjek bergerak dengan LGS penuh, tanpa melawan gravitasi.

1 Kontraksi otot dapat dipalpasi tanpa menimbulkan gerak.


18

0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.

Sumber: (Daniel and Worthingham, 1995)

Hasil pemeriksaan yang diperoleh dapat dilihat pada table 3.2.

TABEL 3.2

HASIL PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT PENGGERAK LUTUT


KANAN DAN KIRI

Kelompok otot Lutut kanan Lutut kiri

Fleksor 4 4

Ekstensor 4 4

b) Antropometri

Antropometri adalah cara pengukuran lingkar segmen tubuh dengan


menggunakan pita ukur untuk mengetahui ada tidaknya pembengkakan atau
pengecilan, dalam hal ini yang diukur adalah lingkar lutut (Parjoto, 2000).
Caranya dengan menetukan titik-titik patokan pada tempat yang akan diukur
dengan jarak yang sama, minimal 3 titik (Lesmana, 2002), misal 5 cm atau 10 cm
dari tuberositas tibia, kemudian terapis mengukur segmen yang telah diberi
patokan.

Hasil pemeriksaan antropometri dapat dilihat pada table 3.3.

TABEL 3.3

HASIL PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI PADA LUTUT KANAN


DAN KIRI

Patokan pengukuran Kanan Kiri

Tuberositas tibia 34 34

5 cm proksimal Tuberositas tibia 36 36


19

10 cm proksimal Tuberositas tibia 38 38

5 cm distal Tuberositas tibia 36,5 36

10 cm distal Tuberositas tibia 34,5 34,5

c) Nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale)

VAS yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan menuangkan


intensitas nyeri yang di rasakan oleh pasien dan menunjukan satu titik pada
garís skala (0–10) yang mana makin besar nilainya maka makin besar derajat
nyerinya. (Newell, 1996). yaitu:

0 10

Tidak nyeri Nyeri tak tertahankan

Hasil pemeriksaan nyeri dapat dilihat pada table 3.4.

TABEL 3.4

HASIL PEMERIKSAAN NYERI PADA LUTUT KANAN DAN KIRI

Posisi Derajat Nyeri

Dextra Sinistra

Diam 2 2

Tekan 4 4

Gerak 7 7

d) Pemeriksaan LGS lutut

Pemeriksaan LGS lutut dilakukan dengan goniometer. Tujuan


pemeriksaan LGS untuk mengetahui ada tidaknya keterbatasan baik pada gerak
aktif maupun gerak pasif dari sendi lutut (Parjoto, 2000). Menurut International of
Standard Orthopaedic Messurement (ISOM), LGS lutut normal pada gerak aktif
20

adalah S : 0-0-130. Pengukuran LGS lutut dengan goniometer yaitu aksis pada
epicondylus lateralis femur, lengan statis sejajar pada lateral paha dan lengan
dinamis sejajar pada lateral betis pasien. Gerak fleksi diukur pada posisi tidur
tengkurap dan pada gerak ekstensi diukur pada posisi tidur terlentang.

Hasil pemeriksaan LGS pda kedua lutut dapat dilihat pada tabel 3. 5.

TABEL 3.5

HASIL PENGUKURAN LGS LUTUT KANAN DAN KIRI

Kanan Kiri LGS Normal

LGS Aktif S 0º - 0º - 90º S 0º - 0º - 95º S 0º - 0º - 130º

LGS Pasif S 0º - 0º - 95º S 0º - 0º - 100º

b. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk


memperoleh informasi yang lebih lengkap yang belum tercakup dalam
pemeriksan fungsi dasar.

Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan meliputi :

1) Pemeriksaan stabilitas sendi lutut

Osteoarthritis sendi lutut terjadi kerusakan pada kartilago, sehingga kerja


otot dan ligament yang berfungsi untuk menjaga kestabilan sendi lutut semakin
berat, apabila hal ini dibiarkan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang
lama, maka akan terjadi kelemahan otot dan kendornya ligament sehingga sendi
lutut menjadi tidak stabil (de Wolf and Mens, 1994). Pemeriksaan stabilitas sendi
lutut. meliputi :

a) Tes laci sorong

Tes laci sorong ini digunakan untuk mengetahui adanya hipermobilitas


dan untuk mengetahui stabilitas ligamentum cruciatum posterior (bila tarikan ke
arah posterior) (de Wolf and Mens, 1994). Posisi pasien terlentang dengan fleksi
21

lutut 45 0
dan stabilisasi kaki, ditujukan untuk ligamentum cruciatum anterior
dan ligamentum cruciatum posterior. Terapis mendorong tungkai bawah untuk
ligamentum cruciatum posterior dan menarik tungkai bawah untuk ligamentum
cruciatum anterior. Hasil dari tes laci sorong pada lutut kanan maupun kiri adalah
negatif karena tidak ada hipermobilitas ke arah depan maupun belakang.

Gambar 3.1 Tes laci sorong

b) Tes hiperekstensi

Tes hiperekstensi dilakukan untuk mengetahui penambahan sudut ekstensi


pada sendi lutut karena adanya lesi atau kendor pada ligamentum cruciatum
anterior dan ligamentum cruciatum posterior (de Wolf and Mens, 1994). Cara
pemeriksaannya adalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai lurus,
tungkai bawah ditarik ke atas/ke arah ekstensi dengan pegangan pada pergelangan
kaki, fiksasi pada atas lutut. Hasil dari tes hiperekstensi pada lutut kanan maupun
kiri adalah negatif karena tungkai bawah tidak mampu ditarik ke atas/ke arah
ekstensi.

Gambar 3.2 Tes Hiperekstensi

c) Tes hipermobilitas valgus


22

Tes hipermobilitas valgus untuk mengetahui cidera ligamentum collateral


mediale. Caranya pasien berbaring dengan tungkai yang akan diperiksa berada
disamping luar bed, diposisikan fleksi lutut 300 , salah satu tangan terapis berada
di sisi lateral lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain berada di sebelah dalam
pergelangan kaki untuk memberi tekanan ke arah luar (valgus) (de Wolf and
Mens, 1994). Hasil dari tes hipermobilitas valgus pada kedua lutut adalah negatif
karena tidak ada gerak hipermobilitas ke arah valgus.

Gambar 3. 3 Tes hipermobilitas valgus

d) Tes hipermobilitas varus

Tes hipermobilitas varus untuk mengetahui cidera ligamentum collateral


lateral. Caranya, pasien berbaring dengan tungkai yang akan diperiksa berada di
samping luar bed, diposisikan fleksi lutut 30 0, salah satu tangan terapis berada di
sisi medial lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain berada di sebelah luar
pergelangan kaki untuk memberi tekanan ke arah dalam (varus) (de Wolf and
Mens, 1994). Hasil dari tes hipermobilitas varus pada lutut kiri adalah negatif
karena tidak ada gerak hipermobilitas ke arah varus, pada lutut kanan hasilnya
positif karena adanya hipermobilitas ke arah varus.

Gambar 3. 4
23

Tes hipermobilitas varus

2) Pemeriksaan akumulasi cairan pada sendi lutut

a) Tes ballottement

Tes ballottement mengetahui apakah ada cairan di dalam lutut. Caranya


yaitu pasien tidur terlentang kemudian ressesus supra patelaris di kosongkan
dengan menekan satu tangan dan sementara jari tangan lain menekan patella ke
bawah. Dalam keadaan normal patella tidak dapat ditekan ke bawah karena sudah
terletak di atas kedua condylus dari femur (de Wolf and Mens, 1994). Hasil
pemeriksaan ini adalah negatif karena patella pada kedua lutut tidak dapat ditekan
ke bawah.

Gambar 3. 5 Tes ballottement

6) Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas

a) Kemampuan Fungsional

Pasien mengalami gangguan aktivitas duduk ke berdiri jika lama, dan


berjalan jauh karena merasakan nyeri pada kedua lutut.

b) Aktifitas Fungsional

Pasien mengalami nyeri pada kedua lutut sehingga merasa terganggu


untuk melakukan pekerjaan rumah sepeti menyapu dan memasak serta naik turun
tangga disekitar rumahnya.

c) Lingkungan aktifitas

Di rumah pasien menggunakan WC jongkok.


24

Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan Womac.

Penilaian womac tercatum dalam tabel 3.6.

TABEL 3.6

HASIL PEMERIKSAAN WOMAC


 

Nyeri 1 Berjalan 0 1 2 3 4 2

2 Menaiki tangga 0 1 2 3 4 3

3 Pada malam hari 0 1 2 3 4 1

4 Saat istirahat 0 1 2 3 4 0

5 Membawa beban 0 1 2 3 4 2

Jumlah 8

Kekakuan 1 Kekakuan di pagi hari 0 1 2 3 4 2

2 Kekakuan yang terjadi di kemudian hari 0 1 2 3 4 1

Jumlah 3

Fungsi 1 Menuruni tangga 0 1 2 3 4 3


Fisik
2 Menaiki tangga 0 1 2 3 4 3

3 Berdiri dari duduk 0 1 2 3 4 2

4 Berdiri 0 1 2 3 4 2

5 Berbelok di lantai 0 1 2 3 4 2

6 Berjalan di atas permukaan yang datar 0 1 2 3 4 2

7 Masuk atau keluar mobil 0 1 2 3 4 2

8 Pergi berbelanja 0 1 2 3 4 3

9 Melepas kaos kaki 0 1 2 3 4 1

10 Berbaring di tempat tidur 0 1 2 3 4 0

11 Memakai kaos kaki 0 1 2 3 4 1


25

12 Bangkit dari tempat tidur 0 1 2 3 4 1

13 Keluar masuk kamar mandi 0 1 2 3 4 2

14 Duduk 0 1 2 3 4 0

15 Keluar masuk toilet 0 1 2 3 4 2

16 Melakukan tugas rumah tangga ringan 0 1 2 3 4 2

17 Melakukan tugas rumah tangga berat 0 1 2 3 4 3

Jumlah 31

Jumlah Total 42

0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat, 4 = sangat berat

TABEL 3.7

Interpretasi Nilai WOMAC

Total
Jenis Pemeriksaan Keterangan
Skor

0 Minimum
Nyeri
20 Maksimum

0 Minimum
Kekakuan
8 Maksimum

0 Minimum
Fungsi Fisik
68 Maksimum

Jumlah 96 Maksimum Skor

TABEL 3.8
26

Interpretasi Total Skor WOMAC

Total Skor Interpretasi

0-24 Ringan

24-48 Sedang

48-72 Berat

72-96 Sangat Berat

B. Pelaksanaan Terapi

1. Tujuan

Tujuan fisioterapi dalam melakukan tindakan terapi pada kasus OA sendi


lutut yaitu (1) mengurangi nyeri, (2) meningkatkan LGS, (3) meningkatkan
kekuatan otot, (4) meningkatkan aktifitas fungsional.

2. Modalitas fisoterapi

Modalitas fisioterapi yang digunakan pada kasus OA sendi lutut ini adalah
IR, TENS dan terapi latihan.

3. Pelaksanaan fisioterapi

a. Infra red

1) Persiapan tempat

Fisioterapis harus menyiapkan tempat dan bed yang bersih dan

nyaman untuk pasien.

2) Persiapan alat
27

Fisioterapis mempersiapkan infra red, memeriksa kelayakan dari

alat yang akan dipergunakan, alat harus layak untuk dipergunakan.

3) Persiapan pasien

Posisi pasien tidur terlentang dan tengkurap serta usahakan pasien

dalam keadaan nyaman, daerah yang akan diterapi harus bebas dari

pakaian dan benda logam yang ada dipermukaan kulit dan

dibersihkan dulu dengan air dan dikeringkan dengan handuk,

melakukan tes sensibilitas panas dan dingin menggunakan tabung

yang berisi air hangat dan dingin, menjelaskan tentang rasa hangat

yang akan dirasakan oleh pasien selama terapi berlangsung.

Apabila waktu terapi pasien merasakan panas yang menyengat

supaya segera memberitahukan pada terapis.

4) Pelaksanaan fisioterapi

a) Mengarahkan infra red pada daerah yang akan diterapi yaitu

pada daerah kedua lutut sisi depan dan belakang.

b) Mengatur jarak 45 cm antara lampu dan permukaan kulit.

c) Menyalakan alat, mengusahakan posisi infra red tegak lurus

dengan daerah yang diterapi.

d) Waktu terapi yaitu 15 menit

e) Setelah terapi berlangsung setengah dari waktu yang ditentukan

terapis mengecek pasien dengan menanyakan apakah terlalu

panas atau tidak. Hal ini untuk mencegah terjadinya luka bakar

selama terapi berlangsung.


28

b. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)


1) Persiapan alat
Persiapan alat TENS, periksa kabel dan elektrode yang sudah
dibasahi dengan air, siapkan pengikatnya. Siapkan air untuk
membasahi elektrode bila sewaktu-waktu elektrode kurang basah.
Sebelum digunakan pada pasien lakukan pemanasan pada alat
terlebih dahulu. Kemudioan lakukan tes alat apakah alat bekerja
dengan baik yaitu dengan cara terapis mencoba pada dirinya
sendiri.
2) Persiapan pasien
Posisi pasien tidur telentang di atas bed. Bersihkan kulit pasien
dengan menggunakan handuk. Lakukan pemeriksaan sensibilitas
(dengan pemeriksaan tajam tumpul pad daerah yang di terapi).
Kemudian beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang
dirasakan selama terapi yaitu rasa tertusuk-tusuk.
3) Pelaksanaan terapi
Pasang elektrode pada titik nyeri. Kemudian hidupkan
mesin dan atur arus gelombang dengan gelombang bysimetris,
fekuensi 100 Hz, durasi 200 ms dan timer 15 menit, naikan
intensitas perlahan-lahan sampai terasa ada arus masuk tubuh.
Setelah terapi berjalan 5 menit periksalah pasien untuk mengetahui
apa yang dirasakan. Jika pasien tidak lagi merasakan arus maka
intensitas harus dinaikan. Setelah terapi selesai mesin dimatikan
dan lepas elektrode dari pasien.
c. Terapi latihan

1) Free active movement

a) Persiapan pasien

Pasien diposisikan duduk ongkang – ongkang di tepi bed atau


bersandar pada kursi.

b) Pelaksanaan terapi
29

Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk menekuk dan


meluruskan salah satu lututnya secara bergantian dengan lutut satunya,
terapis memberikan fiksasi pada bagian atas lutut pasien. Gerakan diulang
hingga 5-10 kali untuk masing-masing lutut (Kisner and Colby, 1996).

2) Ressisted active movement

a) Persiapan pasien

Pasien diposisikan duduk ongkang – ongkang.

b) Pelaksanaan terapi

Posisi pasien duduk di tepi bad (ongkang - ogkang), posisi

terapis disamping tungkai pasien. Salah satu tangan terapis

memfiksasi tungkai atas bagian distal. Sedangkan tangan yang

satunya berada di tungkai bawah. Terapis memberikan aba – aba

agar pasien menekuk dan meluruskan lututnya. Terapis

memberikan tahanan. Diulang 8 kali.

C. Evaluasi Hasil Terapi

Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang diharapkan,


menentukan perlu tidaknya modifikasi mengenai modalitas dan intervensi terapi.
Untuk evaluasi kekuatan otot dengan MMT, nyeri dengan skala VAS, , LGS
dengan goniometer dan evaluasi kemampuan fungsional dasar dengan womac.

Kondisi OA sendi lutut bilateral dengan penatalaksanaan fisioterapi


menggunakan Infra Red, TENS dan terapi latihan didapatkan hasil evaluasi
sebagai berikut:

 Evaluasi Kekuatan otot dengan MMT


T1 Kanan Kiri
Fleksor 4 4
Ekstensor 4 4
30

T2 Kanan Kiri
Fleksor 4 4
Eksntensor 4 4
T3 Kanan Kiri
Fleksor 5 5
Ekstensor 4 4

 Evaluasi nyeri dengan menggunakan VAS

Nyeri T1 T2 T3
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Nyeri diam 2 2 2 2 2 2
Nyeri tekan 4 4 3 4 3 4
Nyeri gerak 7 7 6 6 5 6

 Evaluasi LGS dengan mengukur menggunakan Goneometer

T1 Kanan Kiri
LGS lutut aktif S 0º - 0º - 90º S 0º - 0º - 95º
LGS lutut pasif S 0º - 0º - 95º S 0º - 0º - 100º
T2 Kanan Kiri
LGS lutut aktif S 0º - 0º - 90º S 0º - 0º - 95º
LGS lutut pasif S 0º - 0º - 95º S 0º - 0º - 100º
T3 Kanan Kiri
LGS lutut aktif S 0º - 0º - 90º S 0º - 0º - 95º
LGS lutut pasif S 0º - 0º - S 0º - 0º - 105º
100º

 Evaluasi
Jumlah skor T1 Jumlah skor T3
WOMAC
42 (sedang) 39 (sedang)
31

Anda mungkin juga menyukai