PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
A. Pengkajian
mengenai terapi yang akan diberikan terhadap permasalahan yang dihadapi pasien.
1. Anamnesis
Anamnesis ini sebagai suatu jalan awal untuk mengungkapkan kasus atau
data dengan tanya jawab antara fisioterapis dengan sumber data baik langsung kepada
pasien sendiri (autoanamnesis) atau tidak langsung, melalui orang lain yang dianggap
mengetahui riwayat penyakit pasien. Anamnesis yang akan dilakukan pada pasien
a. Anamnesis umum
Dalam anamnesis ini fisioterapis memperoleh data yaitu tentang data pribadi
atau data umum pasien, diantaranya (1) nama : Ny. J, (2) umur : 63 tahun, (3) jenis
kelamin : Perempuan, (4) agama : Islam, (5) pekerjaan : Tidak bekerja, (6) alamat
30
31
b. Anamnesis khusus
Anamnesis khusus meliputi segala hal yang berhubungan dengan keluhan dan
riwayat penyakit. Data yang doperoleh fisioterapis dari anamnesis khusu meliputi:
1) Keluhan utanma
Pasien merasakan nyeri di lututnya sejak 2 tahun terakhir. 1 bulan yang lalu
5) Riwayat keluarga
Pada kasus ini, keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa.
6) Riwayat pribadi
2. Anamnesis sistem
b. Kardiovaskuler
c. Respirasi
d. Gastrointestinal
e. Urogenitalis
f. Muskuloskeletal
g. Nervorum
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
Dari pemeriksaan vital sign didapat hasil, yaitu (1) tekanan darah : 110/70
mmHg, (2) denyut nadi : 75x/menit, (3) pernapasan : 22x/menit, (4) temperatue :
b. Inspeksi
Statis : saat duduk ; ankle kiri varus + inversi, saat berdiri ; bahu asimetris,
pelvic asimetris, kaki asimetris. Dinamis : pasien menahan nyeri saat jongkok.
c. Palpasi
d. Perkusi
e. Auskultasi
melakukan gerakan fleksi dan ekstensi lutut, kemudian terapis mengamati apakah
terdapat keterbatasan LGS, ada nyeri atau tidak, kesulitan dalam menggerakkan,
pasien dapat melakukannya dengan mudah atau membutuhkan usaha yang besar, dan
mampu dilakukan dengan disertai rasa nyeri pada lutut kanan dan tidak mampu full
ROM, sedangkan dengan gerakan ekstensi lutut kanan dan fleksi-ekstensi lutut kiri
TABEL 3.1
Flexsi Knee
Extensi Knee
kearah fleksi dan ekstensi, serta merasakan apakah terdapat tahanan ketika
keterangan bahwa gerak fleksi mampu dilakukan dengan disertai rasa nyeri pada lutut
kanan tetapi tidak full ROM, end feel soft dan pada ekstensi full ROM, end feel hard.
Sedangkan dengan gerakan fleksi lutut kiri mampu full ROM, end feel soft dan pada
TABEL 3.2
PEMERIKSAAN GERAK PASIF
Flexsi Knee
meminta pasien untuk menggerakkan lutut ke arah fleksi dan ekstensi, kemudian
diperoleh bahwa pasien mampu melawan tahanan yang diberikan terapis, dengan
TABEL 3.3
Nyeri
Gerakan ROM
(VDS)
Fleksi :
Ekstensi :
pasien ramah dan mau mengikuti instruksi dari fisioterapis dengan baik, (3)
Pasien mampu tidur terlentang, tidur miring kanan-kiri, duduk, berdiri dan
memiliki keterbatasan seperti berjalan terlalu lama, naik turun tangga, shalat gerakan
dalam beribadah. Terutama saat rukuk dan duduk bersimpuh. Pasien juga menahan
3) Lingkungan aktivitas
5. Pemeriksaan khusus
pasien saat diam, gerak dan tekan pada daerah yang dikeluhkan dengan menggunakan
VDS (verbal descriptive scale), yaitu pengukuran nyeri dengan tujuh skala penilaian
yaitu (1) nilai 1 = tidak nyeri, (2) nilai 2 = nyeri sangat ringan, (3) nilai 3 = nyeri
ringan, (4) nilai 4 = nyeri tidak begitu berat, (5) nilai 5 = nyeri cukup berat, (6) nilai
6= nyeri berat, (7) nilai 7 = nyeri hampir tak tertahankan (Parjoto, 2000).
38
TABEL 3.4
MENGGUNAKAN VDS
NILAI
Dextra Sinistra
lutut. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah goniometer. Pengukuran
gerakan fleksi dan ekstensi lutut adalah aksis goniometer diletakkan pada epicondylus
lateralis femur, tungkai statis sejajar dengan aksis longitudinal femur dan tungkai
dinamis sejajar dengan aksis longitudinal fibula. Nilai normal lingkup gerak sendi
untuk gerak fleksi lutut yaitu 160° dan gerak ekstensi lutut 0° (Hemmerich et al,
2006)
39
TABEL 3.5
PENGUKURAN LGS DENGAN GONIOMETER
(MMT) yang berguna menentukan jenis terapi, menentukan alat bantu yang
TABEL 3.6
TABEL 3.7
Grup otot
Dextra Sinistra
Fleksor 4 5
Ekstensor 4 5
Dari tabel diatas didapatkan hasil bahwa kekuatan otot pada lutut kanan
6. Pemeriksaan spesifik
a. Laci sorong
Tes laci sorong ini ada 2 macam yaitu laci sorong anterior dan laci sorong
sedangkan tes laci sorong posterior ditujukan untuk ligamen cruciatum posterior.
Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang dengan satu lutut yang diperiksa
difleksikan (ditekuk) dan yang lain tetap lurus. Pergelangan kaki difiksasi dengan
cara diduduki oleh fisioterapis. Kedua tangan fisioterapis memberikan tarikan kearah
anterior untuk mengetahui adanya ruptur tendon cruciatum anterior dan arah posterior
untuk mengetahui ruptur tendon cruciatum posterior (de Wolf, 1994). Dari
41
Gambar 3.1
Tes laci sorong (De Wolf, 1994).
42
b. Tes hiperekstensi
Adanya lesi dari ligamentum ini akan menambah sudut ekstensi lutut. Posisi pasien
tidur terlentang dengan kedua tungkai lutut ekstensi penuh. Satu tungkai ditekankan
ke bawah, fiksasi pada lutut dan pergelangan kaki secara bergantian. Bila
hiperekstensi bertambah maka kemungkinan terjadi kerusakan pada simpai sendi atau
diperoleh bahwa ligamentum cruciatum anterior dan posterior pada kedua lutut
Gambar 3.2
collateral lateral. Pemeriksaan dilakukan pada posisi pasien tidur terlentang diatas
bed, tungkai yang akan diperiksa berada disamping luar bed dan tungkai yang lain
lurus di bed. Salah satu tangan fisioterapis berada disisi medial lutut sebagai fiksasi
dan tangan yang lain berada di sisi lateral dari pergelangan kaki untuk memberikan
dorongan ke arah dalam (de Wolf, 1994).Hasil dari pemeriksaan yang diperoleh
bahwa ligamentum collateral lateral pada kedua lutut diperoleh hasil negatif. Dari
Gambar 3.3
caranya hampir sama dengan hipermobilitas varus hanya saja posisi tangan terapis
yang berfungsi sebagai fiksasi berada disisi lateral sendi lutut sementara tangan yang
lain disisi medial dari pergelangan kaki untuk memberikan dorongan ke arah luar (de
Gambar 3.4
e. Tes gravitysign
pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang kemudian pasien diminta agar kedua kaki
diangkat sehingga femur dan tibia membentuk sudut 90 derajat. Satu tangan
menyangga tungkai pada tumitnya dan tangan yang lain merapatkan paha pasien,
kemudian dilihat ketinggian tuberositas tibia kanan dan kiri sejajar atau tidak. Bila
kerobekkan ligamentum cruciatum posterior (de Wolf, 1994). Dalam pemeriksaan ini
Gambar 3.5
adanya keterbatasan lingkup gerak sendi dan nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Pemeriksaan ini menggunakan alat ukur berupa skala Western Ontarioand McMaster
pemberian nilai pada skala WOMAC adalah (1) 0 : tidak ada keluhan, (2) 1 : ringan,
rendah (skor ≤60), risiko sedang (skor 61-80), dan risiko tinggi (skor ≥81).
TABEL 3.8
WOMAC
1. Saat berjalan 2
2. Menaiki tangga 3
1. Nyeri 3. Tidur 1
4. Istirahat 1
1. Menuruni tangga 3
2. Menaiki tangga 3
Fungsional 4. Berdiri 2
5. Membungkuk ke lantai 2
8. Pergi belanja 2
13. Mandi 1
14. Duduk 1
15. Toileting 2
Total Nilai 49
B. Problematika Fisioterapi
Problem fisioterapi yang terjadi pada kasus osteoarthritis lutut yang dialami
1. Impairment
Pada kasus osteoarthritis lutut ini (1) adanya nyeri gerak pada lutut kanan, (2)
adanya penurunan lingkup gerak sendi lutut, (3) adanya penurunan kekuatan
49
ototquadrisceps pada lutut kanan dan (4) adanya tightness pada m.gastrocnemius
karena hiperaktivitas.
2. Functional limitation
Funcional limitation pada lutut ini didapatkan pasien kesulitan pada saat
jongkok ke posisi berdiri, berjalan terlalu jauh, dan naik turun tangga.
3. Participation restriction
C. Tujuan Fisioterapi
Tujuan terapi yang akan diberikan pada pasien dengan kondisi osteoarthritis
lutut dibagi menjadi dua yaitu: tujuan jangka pendek meliputi (1) menurunkan nyeri
gerak, (2) meningkatkan lingkup gerak sendi, (3) meningkatkan kekuatan otot
terapi jangka panjang yaitu meningkatkan kemampuan atau kapasitas fungsional pada
saat jongkok ke berdiri, berjalan jauh, dan naik turun tangga, serta melanjutkan
lutut sangat bervariasi, antara lain : (1) infra red, (2) short wave diathermy (SWD),
(3) micro wave diathermy (MWD), (4) ultrasound. (5) transcutaneous electrical
50
nerve stimulation (TENS). Pada kasus ini penulis akan menggunakan modalitas infra
red kemudian pemberian terapi latihan berupa holdrelax dan ressisted active
movement.
E. Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Infra red
a. Persiapan alat
Pastikan lampu infra red maupun kabel yang ada berfungsi dengan baik dan
b. Persiapan pasien
Posisi pasien tidur terlentang, posisi lutut fleksi dengan diganjal bantal
dibawahnya agar kaki terasa nyaman dan posisi sendi lutut tidak terkunci pada posisi
ini. Terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang tujuan pengobatan atau terpai,
mengenai rasa panas yang akan dirasakan, serta dilakukan tes sensibilitas panas dan
dingin untuk mengetahui apakah pasien punya gangguan sensai atau tidak. Daerah
yang diobati atau diterapi harus bebas dari pakaian ataupun logam.
c. Pelaksanaan terapi
dapat dimulai. Lampu infra red pada posisi tegak lurus dengan area yang akan
diterapi. Jarak antara lampu dengan lutut 35-45 cm, dengan waktu terapi 10-30 menit
Gambar 3.6
2. Hold relax
a. Persiapan pasien
menjelaskan maksud atau manfaat dari latihan hold relax supaya pasien mengerti
b. Pelaksanaan terapi
disamping tungkai yang akan diterapi, satu tangan fisioterapis memfiksasi daerah
proksimal lutut bagian belakang dan satu tangan yang lain memberikan tahanan diatas
lutut mleawan tahanan yang diberikan oleh fisioterapis. Kemudian pasien diminta
Gambar 3.7
a. Persiapan pasien
Pasien tidur terlentang diatas tempat tidur dengan fleksi lutut 90°. Fisioterapis
juga menjelaskan maksud dan manfaat dari latihan resisted active movement supaya
b. Pelaksanaan terapi
Gambar 3.8
dilakukan sesaat terapi dan setelah pelaksanaan terapi. Beberapa pengukuran yang
dilakukan meliputi: (1) evaluasi kualitas nyeri menggunakan VDS pada saat diam,
bergerak dan penekanan, (2) evaluasi lingkup gerak sendi dengan goniometer, (3)
evaluasi kekuatan otot dengan manual muscle testing (MMT), (4) evaluasi
TABEL 3.9
MENGGUNAKAN VDS
T1 T2 T3
Lutut Kanan
(14/09/19) (18/09/19) (21/09/19)
Lutut Kiri T1 T2 T3
pada lutut kanan setelah dilakukan terapi infra red dan terapi latihan pada kasus
TABEL 3.10
T1 T2 T3
Lutut Kanan
(14/09/19) (18/09/19) (21/09/19)
Lutut Kiri T1 T2 T3
gerak sendi pada lutut kanan setelah dilakukan terapi infra red dan terapi latihan pada
TABEL 3.11
T1 T2 T3
Lutut Kanan
(14/09/19) (18/09/19) (21/09/19)
Fleksor 4 4 5
Ekstensor 4 4 5
Lutut Kiri T1 T2 T3
Fleksor 5 5 5
Ekstensor 5 5 5
otot fleksor dan ekstensor pada lutut kanan setelah dilakukan terapi infra red dan
terapi latihan pada kasus osteoarthritis genu dextra selama 3 kali terapi.
58
TABEL 3.12
WOMAC
Nilai
No Parameter Aktivitas
T1 T2 T3
1. Saat berjalan 2 2 2
2. Menaiki tangga 3 3 3
1. Nyeri 3. Tidur 1 1 1
4. Istirahat 1 1 1
2. Kaku 3 3 2
1. Kaku sendi di pagi hari
Sendi
2. Kaku sendi yang muncul di hari berikutnya 3 3 2
1. Menuruni tangga 3 3 3
2. Menaiki tangga 3 3 3
Fungsional 4. Berdiri 2 2 1
5. Membungkuk ke lantai 2 2 2
8. Pergi belanja 2 2 2
13. Mandi 1 1 1
14. Duduk 1 1 1
15. Toileting 2 2 2
Total Nilai 49 49 40
Keterangan : Pasien dikategorikan risiko rendah
kemampuan aktivitas fungsional setelah dilakukan terapi infra red dan terapi latihan
G. Pembahasan
Pasien atas nama Ny. J dengan diagnosis Osteoarthritis genu dextra dengan
usia 63 tahun, mulai merasakan nyeri pada lutut kanannya sejak 2 tahun terakhir.
60
Sebagai ibu rumah tangga, nyeri yang dirasakan menghambat aktivitas sehari-
harinya. Satu bulan yang lalu pasien mulai mendapatkan penanganan fisioterapi
berupa terapi infra red dan terapi latihan. Setelah diberikan terapi selama 3 kali
pertemuan pada tanggal 14, 18, 21 November 2019 pasien merasakan perubahan
yaitu berkurangnya nyeri gerak pada lutut kanan, peningkatan lingkup gerak sendi,
Alasan menggunakan modalitas infra red karena infra red (IR) dapat
karena Infra red memiliki panjang gelombang diatas 12.000 A — 150.000 A, dengan
daya penetrasi sinar hanya sampai sub cutan kira - kira dapat mempengaruhi secara
langsung terhadapppembuluh darah limfe dan kapiler, ujung — ujung saraf, dan
struktur lain dibawah kulit, Alasan pemberian terapi latihan hold relax dan ressisted
active movement karena hold relax merupakan exercise special fisioterapi, dimana
komponen utama exercise tersebut mencakup gerak aktif, pasif, dan isometrik yang
berupa statik kontraksi dengan tujuan untuk mengurangi nyeri. Sedangkan ressisted
active movement pada prinsipnya adalah latihan aktif dengan memberikan tahanan
(resistance) dari luar terhadap otot-otot yang sedang berkontraksi dalam membentuk
suatu gerakan.