Anda di halaman 1dari 31

BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Pengkajian

Pengkajian data dilakukan sebelum melakukan terapi agar didapat kesimpulan

mengenai terapi yang akan diberikan terhadap permasalahan yang dihadapi pasien.

Dalam kasus osteoarthiritis genu dextra, pengkajian data meliputi:

1. Anamnesis

Anamnesis ini sebagai suatu jalan awal untuk mengungkapkan kasus atau

masalah kesehatan yang diderita pasien. Anamnesis merupakan cara pengumpulan

data dengan tanya jawab antara fisioterapis dengan sumber data baik langsung kepada

pasien sendiri (autoanamnesis) atau tidak langsung, melalui orang lain yang dianggap

mengetahui riwayat penyakit pasien. Anamnesis yang akan dilakukan pada pasien

yang menderita osteoarthritis berupa:

a. Anamnesis umum

Dalam anamnesis ini fisioterapis memperoleh data yaitu tentang data pribadi

atau data umum pasien, diantaranya (1) nama : Ny. J, (2) umur : 63 tahun, (3) jenis

kelamin : Perempuan, (4) agama : Islam, (5) pekerjaan : Tidak bekerja, (6) alamat

tempat tinggal : ds. Abean RT 2 RW 5 Kaliwatubumi, Butuh, Purworejo

30
31

b. Anamnesis khusus

Anamnesis khusus meliputi segala hal yang berhubungan dengan keluhan dan

riwayat penyakit. Data yang doperoleh fisioterapis dari anamnesis khusu meliputi:

1) Keluhan utanma

Pasien mengeluhkan nyeri lutut sebelah kanan saat menekuk lutut.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pasien merasakan nyeri di lututnya sejak 2 tahun terakhir. 1 bulan yang lalu

pasien memeriksakan diri ke Ortopedi. Setelah di lakukan foto rotgen, di ketahui

pasien menderita Osteoarthritis lutut dan kemudian di rujuk ke fisioterapi.

3) Riwayat penyakit dahulu (RPD)

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu.

4) Riwayat penyakit penyerta

Pasien memiliki penyakit Asam Urat.

5) Riwayat keluarga

Pada kasus ini, keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa.

6) Riwayat pribadi

Pasien hidup bersama anaknya. Memiliki pembantu yang mengerjakan

pekerjaan rumah tangga.

2. Anamnesis sistem

Anamnesis sitem dilakukan untuk mengidentifikasi keluhan pasien yang

mungkin tidak dikeluhkan sebelumnya, meliputi:


32

a. Kepala dan leher

Pasien merasakan pegal pada area leher.

b. Kardiovaskuler

Pasien tidak mengeluhkan adanya jantung berdebar-debar.

c. Respirasi

Pasien tidak mengeluhkan adanya sesak nafas.

d. Gastrointestinal

BAB pasien terkontrol.

e. Urogenitalis

BAK pasien terkontrol.

f. Muskuloskeletal

Pasien merasakan nyeri pada m. gastrocnemius saat menekuk lututnya dan

adanya tightness pada m. gastrocnemius.

g. Nervorum

Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri menjalar.

3. Pemeriksaan fisik

a. Tanda vital

Vital sign meliputi:

Dari pemeriksaan vital sign didapat hasil, yaitu (1) tekanan darah : 110/70

mmHg, (2) denyut nadi : 75x/menit, (3) pernapasan : 22x/menit, (4) temperatue :

36ºC, (5) tinggi badan : 155 cm, (6) berat badan: 69 kg


33

b. Inspeksi

Statis : saat duduk ; ankle kiri varus + inversi, saat berdiri ; bahu asimetris,

pelvic asimetris, kaki asimetris. Dinamis : pasien menahan nyeri saat jongkok.

c. Palpasi

Adanya tightness pada m. gastrocnemius.

d. Perkusi

Dalam kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan perkusi.

e. Auskultasi

Dalam kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan auskultasi.

4. Pemeriksaan gerak dasar

a. Pemeriksaan gerak aktif

Pemeriksaan gerak aktif dilakukan dengan cara pasien diminta untuk

melakukan gerakan fleksi dan ekstensi lutut, kemudian terapis mengamati apakah

terdapat keterbatasan LGS, ada nyeri atau tidak, kesulitan dalam menggerakkan,

pasien dapat melakukannya dengan mudah atau membutuhkan usaha yang besar, dan

sebagainya. Dari pemeriksaan ini diperoleh keterangan bahwa gerak fleksi-ektensi

mampu dilakukan dengan disertai rasa nyeri pada lutut kanan dan tidak mampu full

ROM, sedangkan dengan gerakan ekstensi lutut kanan dan fleksi-ekstensi lutut kiri

mampu full ROM tanpa disertai nyeri.


34

TABEL 3.1

PEMERIKSAAN GERAK AKTIF

Gerakan Hasil Letak Nyeri

Flexsi Knee

Dextra Tidak Full ROM m. gastrocnemius

Sinistra Full ROM -

Extensi Knee

Dextra Full ROM -

Sinistra Full ROM -

Sumber : Data primer, 2019

b. Pemeriksaan gerak pasif

Pemeriksaan gerak pasif dilakukan dengan cara terapis menggerakan lutut

kearah fleksi dan ekstensi, serta merasakan apakah terdapat tahanan ketika

digerakkan, keterbatasan LGS, krepitasi, dan endfeel.Dari pemeriksaan ini diperoleh

keterangan bahwa gerak fleksi mampu dilakukan dengan disertai rasa nyeri pada lutut

kanan tetapi tidak full ROM, end feel soft dan pada ekstensi full ROM, end feel hard.

Sedangkan dengan gerakan fleksi lutut kiri mampu full ROM, end feel soft dan pada

esktensi full ROM, end feel hard.


35

TABEL 3.2
PEMERIKSAAN GERAK PASIF

Gerakan Hasil Letak Nyeri Endfeel

Flexsi Knee

Dextra Tidak Full ROM m. gastrocnemius


soft
Sinistra Full ROM -
soft
Extensi Knee

Dextra Full ROM - hard

Sinistra Full ROM - hard

Sumber : Data primer, 2019

c. Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan

Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan dilakukan dengan cara

meminta pasien untuk menggerakkan lutut ke arah fleksi dan ekstensi, kemudian

terapis memberikan tahanan dengan arah yang berlawanan. Dari pemeriksaaan

diperoleh bahwa pasien mampu melawan tahanan yang diberikan terapis, dengan

timbul nyeri pada lutut kanan.


36

TABEL 3.3

PENGUKURAN GERAK ISOMETRIK

Nyeri
Gerakan ROM
(VDS)

Fleksi :

Dextra Minimal 4/7

Sinistra Maximal 1/7

Ekstensi :

Dextra Maximal 1/7

Sinistra Maximal 1/7

Sumber : Data primer, 2019

d. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal

Dari pemeriksaan didapatkan hasil yaitu (1) kognitif : pasien mampu

berkomunikasi dan menceritakan riwayat penyakitnya dengan baik, (2) interpersonal :

pasien ramah dan mau mengikuti instruksi dari fisioterapis dengan baik, (3)

intrapersonal : pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh.

e. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas.

1) Kemampuan fungsional dasar

Pasien mampu tidur terlentang, tidur miring kanan-kiri, duduk, berdiri dan

berjalan mandiri disertai nyeri.


37

2) Kemampuan aktivitas fungsional

Kemampuan fungsional berdasarkan skala WOMAC didapatkan hasil pasien

memiliki keterbatasan seperti berjalan terlalu lama, naik turun tangga, shalat gerakan

(rukuk, sujud, dan duduk) dan menggunakan wc jongkok.Pasien mengalami kesulitan

dalam beribadah. Terutama saat rukuk dan duduk bersimpuh. Pasien juga menahan

nyeri pada lutut saat BAB dan BAK.

3) Lingkungan aktivitas

Pasien masih menggunakan WC jongkok dirumahnya. Tempat tidur pasien

menggunakan dipan dan kasur kapuk

5. Pemeriksaan khusus

a. Pemeriksaan derajat nyeri

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat nyeri yang dialami

pasien saat diam, gerak dan tekan pada daerah yang dikeluhkan dengan menggunakan

VDS (verbal descriptive scale), yaitu pengukuran nyeri dengan tujuh skala penilaian

yaitu (1) nilai 1 = tidak nyeri, (2) nilai 2 = nyeri sangat ringan, (3) nilai 3 = nyeri

ringan, (4) nilai 4 = nyeri tidak begitu berat, (5) nilai 5 = nyeri cukup berat, (6) nilai

6= nyeri berat, (7) nilai 7 = nyeri hampir tak tertahankan (Parjoto, 2000).
38

TABEL 3.4

HASIL PENGUKURAN DERAJAT NYERI PADA LUTUT DENGAN

MENGGUNAKAN VDS

NILAI

Dextra Sinistra

Nyeri Diam 1/7 1/7

Nyeri Tekan 1/7 1/7

Nyeri Gerak 4/7 1/7

Sumber : Data primer, 2019

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keterbatasan gerak pada sendi

lutut. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah goniometer. Pengukuran

gerakan fleksi dan ekstensi lutut adalah aksis goniometer diletakkan pada epicondylus

lateralis femur, tungkai statis sejajar dengan aksis longitudinal femur dan tungkai

dinamis sejajar dengan aksis longitudinal fibula. Nilai normal lingkup gerak sendi

untuk gerak fleksi lutut yaitu 160° dan gerak ekstensi lutut 0° (Hemmerich et al,

2006)
39

TABEL 3.5
PENGUKURAN LGS DENGAN GONIOMETER

Dextra Sinistra Normal

Aktif S= 0 - 0 -130˚ S = 0 - 0 - 140o S = 0 - 0 - 160o

Pasif S= 0 - 0 - 140o S = 0 - 0 - 140o S = 0 - 0 - 160o

Sumber : Data primer, 2019

c. Pemeriksaan kekuatan otot

Pemeriksaan kekuatan otot ini dilakukan dengan manual muscle testing

(MMT) yang berguna menentukan jenis terapi, menentukan alat bantu yang

diperlukan dan sebagai prognosis.

TABEL 3.6

KRITERIA PENILAIAN KEKUATAN OTOT DENGAN MANUAL MUSCLE


TESTING
No Nilai Kriteria

Tidak ada kontraksi otot yang terdeteksi dengan palpasi


1 0
Ada kontraksi otot tetapi tidak menimbulkan gerakan
2 1 Dapat bergerak full ROM tanpa melawan gravitasi

3 2 Dapat bergerak full ROM dengan melawan gravitasi tanpa


melawan tahanan
4 3
Dapat bergerak full ROM dengan melawan gravitasi dan
5 4 melawan tahanan moderat

6 5 Dapat bergerak full ROM dengan melawan gravitasi dan


melawan tahanan maksimal
Sumber: Utomo (2003)
40

TABEL 3.7

HASIL PENGUKURAN KEKUATAN OTOT PENGGERAK LUTUT

Grup otot
Dextra Sinistra

Fleksor 4 5

Ekstensor 4 5

Sumber: Data primer, 2019

Dari tabel diatas didapatkan hasil bahwa kekuatan otot pada lutut kanan

fleksor-ekstensor nilai 4 dan pada lutut kiri fleksor-ekstensor nilai 5.

6. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan spesifik merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya gejala kemungkinan dengan melalui berbagai tes

diantaranya sebagai berikut:

a. Laci sorong

Tes laci sorong ini ada 2 macam yaitu laci sorong anterior dan laci sorong

posterior. Laci sorong anterior ditujukan untuk ligamen cruciatum anterior,

sedangkan tes laci sorong posterior ditujukan untuk ligamen cruciatum posterior.

Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang dengan satu lutut yang diperiksa

difleksikan (ditekuk) dan yang lain tetap lurus. Pergelangan kaki difiksasi dengan

cara diduduki oleh fisioterapis. Kedua tangan fisioterapis memberikan tarikan kearah

anterior untuk mengetahui adanya ruptur tendon cruciatum anterior dan arah posterior

untuk mengetahui ruptur tendon cruciatum posterior (de Wolf, 1994). Dari
41

pemeriksaan informasi bahwa ligamentum crusiatum posterior dan ligamentum

crusiatum anterior pada kedua lutut diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.1
Tes laci sorong (De Wolf, 1994).
42

b. Tes hiperekstensi

Tes hiperekstensi ditujukan pada ligamen cruciatum anterior dan posterior.

Adanya lesi dari ligamentum ini akan menambah sudut ekstensi lutut. Posisi pasien

tidur terlentang dengan kedua tungkai lutut ekstensi penuh. Satu tungkai ditekankan

ke bawah, fiksasi pada lutut dan pergelangan kaki secara bergantian. Bila

hiperekstensi bertambah maka kemungkinan terjadi kerusakan pada simpai sendi atau

ligamentum cruciatum anterior (de Wolf, 1994). Hasiladari pemeriksaan yang

diperoleh bahwa ligamentum cruciatum anterior dan posterior pada kedua lutut

diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.2

Tes hiperekstensi (De Wolf, 1994).


43

c. Tes hipermobilitas varus

Tes hipermobilitas varus dilakukan untuk mengetahui leso pada ligamen

collateral lateral. Pemeriksaan dilakukan pada posisi pasien tidur terlentang diatas

bed, tungkai yang akan diperiksa berada disamping luar bed dan tungkai yang lain

lurus di bed. Salah satu tangan fisioterapis berada disisi medial lutut sebagai fiksasi

dan tangan yang lain berada di sisi lateral dari pergelangan kaki untuk memberikan

dorongan ke arah dalam (de Wolf, 1994).Hasil dari pemeriksaan yang diperoleh

bahwa ligamentum collateral lateral pada kedua lutut diperoleh hasil negatif. Dari

pemeriksaan informasi bahwa ligamentumcollateral lateral pada kedua lutut

diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.3

Tes hipermobilitas varus (De Wolf, 1994).


44

d. Tes hipermobilitas valgus

Tes hipermobilitas valgus untuk mengetahui lesi ligamentum collateral medial,

caranya hampir sama dengan hipermobilitas varus hanya saja posisi tangan terapis

yang berfungsi sebagai fiksasi berada disisi lateral sendi lutut sementara tangan yang

lain disisi medial dari pergelangan kaki untuk memberikan dorongan ke arah luar (de

Wolf, 1994). Dari pemeriksaan informasi bahwa ligamentumcollateral medial pada

kedua lutut diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.4

Tes hipermobilitas valgus (De Wolf, 1994).


45

e. Tes gravitysign

Tes ini lebih ditujukan pada ligamentum cruciatum posterior. Prosedur

pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang kemudian pasien diminta agar kedua kaki

diangkat sehingga femur dan tibia membentuk sudut 90 derajat. Satu tangan

menyangga tungkai pada tumitnya dan tangan yang lain merapatkan paha pasien,

kemudian dilihat ketinggian tuberositas tibia kanan dan kiri sejajar atau tidak. Bila

ketinggiannya berbeda maka bagian yang lebih rendah menunjukkan adanya

kerobekkan ligamentum cruciatum posterior (de Wolf, 1994). Dalam pemeriksaan ini

diperoleh informasi bahwa ligamentum crusiatum posterior pada kedua lutut

diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.5

Tes Gravity Sign (De Wolf, 1994).


46

7. Pemeriksaan aktivitas fungsional

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas kesehariannya dan kemampuan fungsional yang terganggu akibat

adanya keterbatasan lingkup gerak sendi dan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Pemeriksaan ini menggunakan alat ukur berupa skala Western Ontarioand McMaster

Universities Osteoarthritis Index (WOMAC). Indeks WOMAC terdiri dari 24

parameter, dimana semakin total nilai yang diperoleh menunjukkan besarnya

keterbatasan fungsional pasien osteoarthritis lutut. Sedangkan semakin rendah total

nilai yang diperoleh menunjukan perbaikan kemampuan fungsional pasien. Kriteria

pemberian nilai pada skala WOMAC adalah (1) 0 : tidak ada keluhan, (2) 1 : ringan,

(3) 2 : sedang, (4) 3 : parah, (5) 4 : sangat parah.

Berdasarkan skor WOMAC yang diperoleh, pasien dapat dikategorikan risiko

rendah (skor ≤60), risiko sedang (skor 61-80), dan risiko tinggi (skor ≥81).

Sedangkan skor WOMAC yang dinyatakan sebagai presentase, dikategorikan ke

dalam risiko rendah (≤70%) dan risiko tinggi (≥70%).


47

TABEL 3.8

HASIL PEMERIKSAAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DENGAN SKALA

WOMAC

No Parameter Aktivitas Nilai

1. Saat berjalan 2

2. Menaiki tangga 3

1. Nyeri 3. Tidur 1

4. Istirahat 1

5. Menumpu berat badan 2

2. Kaku 1. Kaku sendi di pagi hari 3

Sendi 2. Kaku sendi yang muncul di hari berikutnya


3

1. Menuruni tangga 3

2. Menaiki tangga 3

3. Aktivitas 3. Berdiri dari posisi duduk 2

Fungsional 4. Berdiri 2

5. Membungkuk ke lantai 2

6. Berjalan di atas permukaan yang datar 2


48

7. Masuk atau keluar kendaraan 2

8. Pergi belanja 2

9. Memakai kaos kaki 1

10. Berbaring di tempat tidur 2

11. Melepas kaos kaki 2

12. Bangun dari tempat tidur 2

13. Mandi 1

14. Duduk 1

15. Toileting 2

16. Melakukan pekerjaan berat 3

17. Melakukan pekerjaan ringan 2

Total Nilai 49

Keterangan : Pasien dikategorikan risiko rendah.

B. Problematika Fisioterapi

Problem fisioterapi yang terjadi pada kasus osteoarthritis lutut yang dialami

oleh pasien antara lain:

1. Impairment

Pada kasus osteoarthritis lutut ini (1) adanya nyeri gerak pada lutut kanan, (2)

adanya penurunan lingkup gerak sendi lutut, (3) adanya penurunan kekuatan
49

ototquadrisceps pada lutut kanan dan (4) adanya tightness pada m.gastrocnemius

karena hiperaktivitas.

2. Functional limitation

Funcional limitation pada lutut ini didapatkan pasien kesulitan pada saat

jongkok ke posisi berdiri, berjalan terlalu jauh, dan naik turun tangga.

3. Participation restriction

Participation restriction pada lutut ini didapatkan pasien tidak mengalami

gangguan yang berarti dalam aktivitas bersosialisasi dan bermasyarakat.

C. Tujuan Fisioterapi

Tujuan terapi yang akan diberikan pada pasien dengan kondisi osteoarthritis

lutut dibagi menjadi dua yaitu: tujuan jangka pendek meliputi (1) menurunkan nyeri

gerak, (2) meningkatkan lingkup gerak sendi, (3) meningkatkan kekuatan otot

quadriceps, (4) mengurangi tightness pada otot gastrconemius. Sedangkan tujuan

terapi jangka panjang yaitu meningkatkan kemampuan atau kapasitas fungsional pada

saat jongkok ke berdiri, berjalan jauh, dan naik turun tangga, serta melanjutkan

tujuan jangka pendek.

D. Teknologi Intervensi Alternatif

Teknologi intervensi alternatif yang dapat digunakan pada kasus osteoarthritis

lutut sangat bervariasi, antara lain : (1) infra red, (2) short wave diathermy (SWD),

(3) micro wave diathermy (MWD), (4) ultrasound. (5) transcutaneous electrical
50

nerve stimulation (TENS). Pada kasus ini penulis akan menggunakan modalitas infra

red kemudian pemberian terapi latihan berupa holdrelax dan ressisted active

movement.

E. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Infra red

a. Persiapan alat

Pastikan lampu infra red maupun kabel yang ada berfungsi dengan baik dan

siap dioperasikan serta pengecekan besarnya watt, dan voltase mesin.

b. Persiapan pasien

Posisi pasien tidur terlentang, posisi lutut fleksi dengan diganjal bantal

dibawahnya agar kaki terasa nyaman dan posisi sendi lutut tidak terkunci pada posisi

ini. Terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang tujuan pengobatan atau terpai,

mengenai rasa panas yang akan dirasakan, serta dilakukan tes sensibilitas panas dan

dingin untuk mengetahui apakah pasien punya gangguan sensai atau tidak. Daerah

yang diobati atau diterapi harus bebas dari pakaian ataupun logam.

c. Pelaksanaan terapi

Fisioterapis memberikan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien serta

meminta persetujuan untuk melakukan terapi. Setelah persiapan selesai, pengobatan

dapat dimulai. Lampu infra red pada posisi tegak lurus dengan area yang akan

diterapi. Jarak antara lampu dengan lutut 35-45 cm, dengan waktu terapi 10-30 menit

tergantung kondisi pasien.


51

Gambar 3.6

Penatalaksanaan infrared (Data primer, 2019)

2. Hold relax

a. Persiapan pasien

Posisi pasien duduk ongkang-ongkang fleksi lutut 90°. Terapis juga

menjelaskan maksud atau manfaat dari latihan hold relax supaya pasien mengerti

kegunaan latihan yang diberikan.

b. Pelaksanaan terapi

Fisioterapis memberikan salam serta memperkenalkan diri kepada pasien dan

meminta persetujuan pasien untuk melakukan tindakan terapi. Fisioterapis berada


52

disamping tungkai yang akan diterapi, satu tangan fisioterapis memfiksasi daerah

proksimal lutut bagian belakang dan satu tangan yang lain memberikan tahanan diatas

pergelangan kaki, fisioterapis menginstruksikan kepada pasien untuk meluruskan

lutut mleawan tahanan yang diberikan oleh fisioterapis. Kemudian pasien diminta

untuk mempertahankan gerakannya pada saat fisioterapis memberikan aba-aba untuk

mempertahankan diri, gerakan ini di pertahankan selamadelapan hitungan, kemudian

fisioterapis memberikan perintah supaya pasien rileks dan fisioterapis memberikan

penguluran fleksi lutut, dengan tahapan frekuensi pengulangan 10 kali.

Gambar 3.7

Hold relax (Data primer, 2019)


53

3. Ressisted active movement

a. Persiapan pasien

Pasien tidur terlentang diatas tempat tidur dengan fleksi lutut 90°. Fisioterapis

juga menjelaskan maksud dan manfaat dari latihan resisted active movement supaya

pasien mengerti akan kegunaan latihan yang diberikan.

b. Pelaksanaan terapi

Fisioterapis memberikan salam serta memperkenalkan diri kepada pasien dan

meminta persetujuan pasien untuk melakukan tindakan terapi. Fisioterapis

memberikan contoh gerakan, pasien mengikuti gerakan tersebut dengan menyangga

dan memberi intsruksi. Pada gerakan, fisioterapis memberikan penguluran fleksi

lutut, dengan tahapan frekuensi pengulangan 10 kali. Setelah itu fisioterapi

memberikan tahanan pada gerakan menginstruksikan pasien untuk melawan gerakan.

Gambar 3.8

Ressisted active movement (Data primer, 2019)


54

F. Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

dalam penatalaksanaan terapi pada kasus osteoarthritis yang diberikan. Evaluasi

dilakukan sesaat terapi dan setelah pelaksanaan terapi. Beberapa pengukuran yang

dilakukan meliputi: (1) evaluasi kualitas nyeri menggunakan VDS pada saat diam,

bergerak dan penekanan, (2) evaluasi lingkup gerak sendi dengan goniometer, (3)

evaluasi kekuatan otot dengan manual muscle testing (MMT), (4) evaluasi

kemampuan fungsional pasien dengan skala WOMAC.


55

Dalam hal ini yang menjadi bahan evaluasi antara lain:

a) Evaliasi derajat nyeri dengan menggunakan VDS

TABEL 3.9

HASIL EVALUASI DERAJAT NYERI PADA LUTUT DENGAN

MENGGUNAKAN VDS

T1 T2 T3
Lutut Kanan
(14/09/19) (18/09/19) (21/09/19)

Nyeri Diam 1/7 1/7 1/7

Nyeri Tekan 1/7 1/7 1/7

Nyeri Gerak 4/7 4/7 3/7

Lutut Kiri T1 T2 T3

Nyeri Diam 1/7 1/7 1/7

Nyeri Tekan 1/7 1/7 1/7

Nyeri Gerak 1/7 1/7 1/7

Sumber : Data primer (2019)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat penurunan nyeri gerak

pada lutut kanan setelah dilakukan terapi infra red dan terapi latihan pada kasus

osteoarthritis genu dextra selama 3 kali terapi.


56

b) Evaluasi lingkup gerak sendi dengan goniometer

TABEL 3.10

HASIL EVALUASI LINGKUP GERAK SENDI DENGAN GONIOMETER

T1 T2 T3
Lutut Kanan
(14/09/19) (18/09/19) (21/09/19)

Aktif S= 0º-0-130º S= 0º-0-130º S= 0º-0-135º

Pasif S= 0º-0-130º S= 0º-0-130º S= 0º-0-135º

Lutut Kiri T1 T2 T3

Aktif S= 0º-0-140º S= 0º-0-140º S= 0º-0-140º

Pasif S= 0º-0-140º S= 0º-0-140º S= 0º-0-140º

Sumber : Data primer (2019)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan lingkup

gerak sendi pada lutut kanan setelah dilakukan terapi infra red dan terapi latihan pada

kasus osteoarthritis genu dextra selama 3 kali terapi.


57

c) Evaluasi kekuatan otot dengan MMT

TABEL 3.11

HASIL EVALUASI KEKUATAN OTOT DENGAN MMT

T1 T2 T3
Lutut Kanan
(14/09/19) (18/09/19) (21/09/19)

Fleksor 4 4 5

Ekstensor 4 4 5

Lutut Kiri T1 T2 T3

Fleksor 5 5 5

Ekstensor 5 5 5

Sumber : Data primer (2019)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan

otot fleksor dan ekstensor pada lutut kanan setelah dilakukan terapi infra red dan

terapi latihan pada kasus osteoarthritis genu dextra selama 3 kali terapi.
58

d) Evaluasi kemampuan fungsional dengan skala WOMAC

TABEL 3.12

HASIL EVALUASI AKTIVTAS FUNGSIONAL PASIEN DENGAN SKALA

WOMAC

Nilai
No Parameter Aktivitas
T1 T2 T3

1. Saat berjalan 2 2 2

2. Menaiki tangga 3 3 3

1. Nyeri 3. Tidur 1 1 1

4. Istirahat 1 1 1

5. Menumpu berat badan 2 2 1

2. Kaku 3 3 2
1. Kaku sendi di pagi hari
Sendi
2. Kaku sendi yang muncul di hari berikutnya 3 3 2

1. Menuruni tangga 3 3 3
2. Menaiki tangga 3 3 3

3. Aktivitas 3. Berdiri dari posisi duduk 2 2 2

Fungsional 4. Berdiri 2 2 1

5. Membungkuk ke lantai 2 2 2

6. Berjalan di atas permukaan yang datar 2 2 1


59

7. Masuk atau keluar kendaraan 2 2 1

8. Pergi belanja 2 2 2

9. Memakai kaos kaki 1 1 1

10. Berbaring di tempat tidur 2 2 1

11. Melepas kaos kaki 2 2 1

12. Bangun dari tempat tidur 2 2 1

13. Mandi 1 1 1

14. Duduk 1 1 1

15. Toileting 2 2 2

16. Melakukan pekerjaan berat 3 3 3

17. Melakukan pekerjaan ringan 2 2 2

Total Nilai 49 49 40
Keterangan : Pasien dikategorikan risiko rendah

Sumber: Data primer (2019)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

kemampuan aktivitas fungsional setelah dilakukan terapi infra red dan terapi latihan

pada kasus osteoarthritis genu dextra selama 3 kali terapi.

G. Pembahasan

Pasien atas nama Ny. J dengan diagnosis Osteoarthritis genu dextra dengan

usia 63 tahun, mulai merasakan nyeri pada lutut kanannya sejak 2 tahun terakhir.
60

Sebagai ibu rumah tangga, nyeri yang dirasakan menghambat aktivitas sehari-

harinya. Satu bulan yang lalu pasien mulai mendapatkan penanganan fisioterapi

berupa terapi infra red dan terapi latihan. Setelah diberikan terapi selama 3 kali

pertemuan pada tanggal 14, 18, 21 November 2019 pasien merasakan perubahan

yaitu berkurangnya nyeri gerak pada lutut kanan, peningkatan lingkup gerak sendi,

peningkatan kekuatan otot dan peningkatan kemampuan fungsional.

Alasan menggunakan modalitas infra red karena infra red (IR) dapat

meningkatkan metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah dan mengurangi nyeri

karena Infra red memiliki panjang gelombang diatas 12.000 A — 150.000 A, dengan

daya penetrasi sinar hanya sampai sub cutan kira - kira dapat mempengaruhi secara

langsung terhadapppembuluh darah limfe dan kapiler, ujung — ujung saraf, dan

struktur lain dibawah kulit, Alasan pemberian terapi latihan hold relax dan ressisted

active movement karena hold relax merupakan exercise special fisioterapi, dimana

komponen utama exercise tersebut mencakup gerak aktif, pasif, dan isometrik yang

berupa statik kontraksi dengan tujuan untuk mengurangi nyeri. Sedangkan ressisted

active movement pada prinsipnya adalah latihan aktif dengan memberikan tahanan

(resistance) dari luar terhadap otot-otot yang sedang berkontraksi dalam membentuk

suatu gerakan.

Anda mungkin juga menyukai