Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

“Piriformis sindrome adalah suatu kumpulan tanda dan gejala yang

dirasakan akibat gangguan sistem neuromuskular yang muncul saat m.

piriformis menekan atau mengiritasi nervus ischiadicus.” (Jenner, 2006).

“Nyeri didefinisikan sebagai rasa yang tidak menyenangkan dan

merupakan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan

jaringan baik yang aktual maupun pontensial.” (Price dkk,2008).

2. Anatomi Fungsional

a. Sistim otot

1) M. Piriformis

Musculus piriformis adalah otot yang kecil yang letaknya di

daerah pantat di bawah otot gluteal yang berbentuk pipih, segitiga.

Terletak dibelakang hip joint, berdampingan dengan m. gluteus

minimus dan m. gamellus superior.

2) M. gluteus minimus

Musculus gluteus minimus berbentuk pipih, segititga. Terletak

pada lateral hip, tepat di atas hip melekat pada capsula articularis.

Tertutup oleh m. gluteus medius, sebelah anterior m. piriformis,

sebelah posterior m. rectus femori dan m. tensor fascia latae.

6
7

3) M. quadratus femoris

Musculus quadratus femoris berbentuk pipih, segiempat.

Terletak diposterior inferior hip. Origo pada tuber ischiadicum, serabut

ke lateral, insertio pada crista trochanterica femoris. Berfungsi sebagai

abduktor dan eksternal rotator hip, membantu fleksor hip. Disyarafi

oleh ramus muscularis pleksus sacralis 1, lumbal 4-5.

4) M. gamellus superior dan inferior

Musculus gamellus superior dan inferior berbentuk pipih,

segiempat, sempit. Terletak pada dataran os coxae dan hip joint.

Terletak sebelah inferior m. piriformis, sebelah superior m. quadratus

femoris, tertutup oleh gluteus maximus.

5) M. obturator externus

Musculus obturator externus berbentuk segitiga dan tebal.

Terletak dibawah hip joint. Berorigo pada dataran anterior membrane

obturatoria, foramen obturatorium. Serabut menyebar ke lateral,

berinsertio pada fossa trochanterica femoris. Berfungsi sebagai

eksternal rotator hip dan membantu eksentor hip. Disyarafi oleh ramus

muscularis pleksus S 1-3.

b. Nervus Ischiadicus

Nervus ischiadicus merupakan serabut syaraf terbesar dalam tubuh

yang keluar dari foramen intervertebralis yang di bentuk oleh vertebra

lumbal 4 – 5 dan sacrum 1 – 3. Serabut syaraf ini terdiri atas dua buah

nervus yang terpisah di dalam satu selubung yaitu : nervus peroneus


8

communis, yang dibentuk oleh 4 bagian posterior atas dari plexus sacralis,

dan nervus tibialis dari seluruh 5 bagian anterior dari nervus sacralis.

c. Pelvis

Struktur sendi panggul dibentuk oleh dua tulang yaitu tulang femur

dan tulang coxae. Tulang coxae dibentuk oleh tulang ischium, ilium dan

tulang pubis yang ketiganya menyatu pada acetabulum. Di bawah symphisis

ossis pubis , ramus inferior os pubis membentuk sudut disebut angulus

pubis dan arcus pubis. Rongga pelvis angulus dibagi menjadi dua, yaitu

pelvis major dan pelvis minor. Batas kedua bagian ini disebut linea

terminalis, yaitu garis dari promontorium ke linen arcuata, ke pectin ossis

pubis, sampai tepi atas symphisis ossis pubis. Linea ini dibagi

menjadi 3 bagian yaitu pars sacralis,pars iliaca, pars pubica.

d. Articulatio coxae

Articulatio coxae dibentuk oleh caput femoris dengan fossa

acetabuli. Di tepi acetabulum terdapat jaringan fibrocartilago yang

berfungsi menambah kedalamannya cekungan pada acetabulum, sehingga

caput femoris masuk ke dalam acetabulum sebanyak 2/3 bagian. Pada

daerah incisura acetabuli tidak terdapat jaringan ini. Jaringan ini disebut

labrum glenoidale.

e. Ligament yang memperkuat :

1) Ligamentum ilio femorale

Ligamentum ilio femorale terdiri dari dua bagian, pars laterale

berasal dari spina iliaca anterior inferior menuju trochantor major


9

femoris untuk melekat pada linea intertrochanterica, pars medial

berasal dari spina iliaca anterior inferior menuju trochantor minor untuk

melekat pada ujung medial linea intertrochanterica. Berfungsi

menghambat gerakan ekstensi dan eksorotasi articulatio coxae.

2) Ligamentum pubo femoral

Ligamentum pubofemoral berasal dari ramus inferiorossis

pubis, bergabung dengan capsul articularis, melingkari bagian posterior

dan inferior collum femoris.

3) Ligamentum ischio femorale

Ligamentum capitis femoris berasal dari incisura acetabuli menuju

fovea capitis femoris. Di dalam ligamentum ini terdapat arteria dan

syaraf yang memelihara caput femoris. Berfungsi sebagai tempat

berjalan vasa dan syaraf, juga meratakan cairan synovial pada

permukaan sendi. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar di

bawah ini:
10

Gambar 2

Ligamen yang terdapat pada hip joint (Puts&Pabt, 2000)

3. Etiologi

“Etiologi adalah teori tentang faktor – faktor yang menyebabkan penyakit

dan metode masuknya penyakit dalam tubuh.” (Dorland, 2002). Syndrome

piriformis muncul saat nervus ischiadicus tertekan atau teriritasi oleh m.

piriformis. Penekanan atau iritasi itu dapat muncul karena:

a. Gerakan fleksi knee , eksternal rotasi dan abduksi hip dalam jangka waktu

lama.

Posisi hip fleksi, eksternal rotasi dan abduksi membuat m.

piriformis menekan nervus ischiadicus (Klein, 2006). Kontraksi otot secara

berulang –ulang atau terus menerus dan static pada otot piriformis akan

menimbulkan spasme otot tersebut, sehingga sirkulasi darah tidak lancar.

Hal ini akan menyebabkan penumpukan asam laktat dan zat – zat kimia

seperti bradikinin dan histamine.. Nyeri di rasakan di daerah pantat sampai

hamstring sehingga nyeri tersebut dapat membatasi lingkup gerak sendi

pada eksorator dan abduktor hip. Nyeri dapat dirasakan ketika pasien

duduk dan berjalan dan jika tidak dilakukan

pengobatan dapat meganggu produktifitas dan untuk lebih jelas dapat

dilihat pada gambar 3 di bawah ini :


11

.
12

Gambar 3

Posisi Femur yang Memicu Timbulnya Piriformis Sindrome (Putz, 2000)

b. Trauma

Piriformis syndrome muncul ketika m.piriformis terluka akibat

trauma pada pantat. Perdarahan mengelilingi m. piriformis mengakibatkan

adanya hematoma. M. piriformis menjadi bengkak dan menekan n.

ischiadicus. Saat hematoma menghilang, m. piriformis mengalami spasme.

4. Patologi

“Patologi adalah perubahan struktural dan fungsional pada jaringan dan

organ tubuh yang menyebabkan atau disebabkan oleh penyakit dan atau

manifestasi struktural fungsional penyakit.” (Dorland, 2002).

Piriformis syndrome terjadi bila nervus ischiadicus mengalami

kompresi atau iritasi oleh m. piriformis. Kompresi atau iritasi dapat timbul

akibat spasme dari m. piriformis, dimana spasme ini dapat diakibatkan oleh

adanya trauma maupun kerja otot berulang – ulang atau terus menerus dan

statik serta duduk lama.

5. Tanda dan gejala klinis


13

Tanda dan gejala klinis yang sering muncul pada penderita sindrom

piriformis antara lain nyeri. Nyeri dirasakan pada pantat menjalar pada

posterior paha hingga tungkai bawah mengikuti jalannya nervus ischiadicus

tetapi tidak dengan dermaton yang spesifik. Timbulnya kelemahan otot pada

tungkai dan kehilangan sensasi jarang ditemukan (Thomson, 2000).

6. Komplikasi

Komplikasi yang akan terjadi apabila tidak segera mendapat

penanganan yang baik adalah : spasme otot – otot hamstring dan scoliosis yang

desebabkan oleh adanya nyeri sehingga pasien mencari posisi yang nyaman

untuk menghindari timbulnya nyeri.

7. Prognosis Gerak dan Fungsi

Penilaian prognosis dapat dinyatakan sebagai : baik ( bonam ), ragu –

ragu (dubia) dan buruk (malam). Prognosis mengenai piriformis syndrome

dapat meliputi :

a. Quo ad vitam

Quo ad vitam adalah ramalan mengenai hidup matinya pasien.

Piriformis syndrome tidak mengancam jiwa atau menimbulkan kematian.

Quo ad vitam pasien adalah ad bonam.

b. Quo ad sanam

Quoad sanam adalah ramalan mengenai sembuh atau tidaknya

pasien. Keluhan yang disebabkan sindrom piriformis dapat kembali dengan

baik asalkan penanganan yang dilakukan sesuai. Namun jika sudah kronis

dimana ada kemungkinan terjadi remisi beberapa hari dengan akibat lebih
14

buruk dari sindroma nyeri. Piriformis syndrome sinistra tentang quo ad

sanam pasien adalah ad bonam.

c. Quo ad fungsionam

Quo ad fungsionam adalah ramalan mengenai pemulihan fungsi

organ yang bersangkutan. Apabila tidak segera ditangani, banyak

gangguan yang dapat muncul.

d. Quo ad cosmetikam

Quo ad kosmetikan adalah ramalan mengenai penyakit ditinjau dari

segi kosmetik. Keluhan yang ditimbulkan bila dapat ditangani sejak dini,

tidak akan mempengaruhi penampilan fisik seseorang. Apabila tidak

ditangani maka akan muncul gangguan seperti yang telah dijelaskan diatas.

Quo ad cosmeticam pasien adalah ad bonam.

8. Diagnosis Banding

Keluhan yang ditimbulkan sindrom piriformis banyak kemiripan dengan

yang ditimbulkan oleh faktor ischialgia yang lainnya, seperti : spondylosis,

spondylolistesis dan hernia nucleus pulposus sehingga kadang diagnosa yang

dihasilkan tidak tepat. Untuk selanjutnya akan dijelaskan tentang :

a. Spondylosis

Spondylosis adalah terbentuknya lipping atau osteophyt pada tepi

vertebra yang berbatasan dengan discus.

b. Spondylolistesis

Spondylolistesis merupakan pergeseran kedudukan corpus


15

vertebra terhadap vertebra yang disebelah atas ataupun vertebra yang

disebelah bawahnya. (Prasodja, 2002).

c. Hernia nucleus pulposus

Hernia nucleus pulposus merupakan keluarnya nucleus pulposus

dari discus intervertebralis akibat proses degenerasi yang lain pada tulang

belakang yang sering disebut discus, dimana annulus fibrosus mengering

dan terputus – putus sehingga tidak mampu menjadi bantalan yang kenyal

terhadap nucleus pulposus. Selain annulus fibrosus, ligamentum

longitudinale juga berperan dalam menahan nucleus pulposus. Dengan

mengetahui riwayat yang jelas maka dapat ditentukan diagnosa yang tepat.

(Prasodjo, 2002).

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi

1. Impairment

Impairment merupakan gangguan dalam tingkat jaringan. Dalam kasus

ini impairment yang ditimbulkan antara lain :

a. Adanya nyeri tekan pada gluteus kiri disebabkan oleh spasme.

b. Adanya nyeri gerak pada eksorotator hip karena adanya nyeri.

c. Keterbatasan LGS eksorotasi hip bisa terjadi karena kontraktur dan nyeri.

d. Penurunan kekuatan otot eksorotator hip disebabkan oleh adanya nyeri.

2. Functional Limitation
16

Functional limitation merupakan gangguan keterbatasan atau penurunan

fungsional. Gangguan yang disebabkan karena kondisi piriformis syndrome

yaitu rasa tidak nyaman saat duduk, berdiri dan berjalan karena adanya nyeri.

3. Participation Restriction

Pasien yang mengalami sindrom piriformis akan menemui hambatan

untuk melakukan aktivitas dan juga dalam sosial masyarakat.

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Dalam memberikan pelayanan fisioterapi seorang fisioterapis harus dapat

menentukan modalitas yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Adapun

modalitas yang digunakan dalam pengelolaan nyeri pada piriformis syndrome

adalah sebagai berikut :

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

Micro Wave Diathermy merupakan suatu pengobatan dengan

menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnet yang dihasilkan oleh

arus listrik bolak–balik berfrekuensi 2450 MHz, dengan panjang gelombang

12,25 cm (Sujatno,dkk 2002).

Jaringan tubuh merupakan suatu konduktor yang mana elektronnya

mudah terlepas dari ikatan atomnya. Apabila benda tersebut berada dalam

medan elektromagnetik yang selalu berubah, maka elektron – elektron akan

beroscilasi. Di samping itu jaringan tubuh merupakan elektrolit yang

mengandung ion – ion, akan bergerak pada satu arah, kemudian berubah arah
17

sesuai dengan arah perubahan medan elektomagnetik. Karena frekuensi yang

sangat tinggi maka ion – ion tadi hanya bergetar saja dan tidak sempat

berpindah tempat. Bergetarnya ion – ion tersebut akan menimbulkan panas

pada jaringan.

a. Efek fisiologis

MWD mempunyai beberapa efek fisiologis, yaitu :

1) meningkatkan metabolisme sel – sel lokal + 13% tiap kenaikan

temperatur 1 C

2) meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik lokal

dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal

3) aktifnya sistem termoguler di hipothalamus yang mengakibatkan

kenaikan temperatur darah untuk mempertahankan temperatur

tubuh secara general

4) meningkatkan elastisitas jaringan ikat

5) meningkatkan elastisitas jaringan otot

6) meningkatkan elastisitas jaringan pembungkus syaraf

7) meningkatkan nerve conduction serta ambang batas rangsang

b. Efek terapeutik

MWD mempunyai efek terapeutik, yaitu :

1) meningkatkan proses reparasi jaringan secara fisiologis

2) menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif

perbaikan sistem metabolisme


18

3) dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi

proses kontraktur jaringan

4) apabila treshold dan elastisitas jaringan syaraf semakin membaik maka

konduktivitas jaringan syaraf semakin membaik pula prosesnya

lewat efek fisiologis.

c. Indikasi dan kontra indikasi

1) Indikasi

Indikasi dari pemakaian MWD adalah :

a) kelainan – kelainan pada sendi dan otot

b) kelainan pada syaraf perifer seperti neuropati dan neuralgia

c) radang kronis non infeksius

d) kondisi nyeri

2) Kontra indikasi

Kontra indikasi MWD dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu :

a) Kontra indikasi yang absolut

Kontra indikasi yang absolut yang terdiri dari gangguan

sensibilitas, pace maker, perdarahan akut pada daerah tepi,

kehamilan, menstruasi, demam, infeksi, tumor ganas, logam

dalam jaringan.

b) Kontra indikasi relative

Kontra indikasi relative terdiri dari anak-anak umur di bawah 6

tahun dan orang tua di dengan usia lebih dari 80 tahun.

3) Metode
19

Dalam Micro Wave Diathermy ada 2 jenis elektroda yang

berbeda bentuk dan ukuran serta sifat energi elektromagnetik yang

dipancarkan. Berdasarkan aplikasi yang telah dilakaksanakan penulis

menggunakan metode diplode. Micro wave diathermy memupunyai

dua metode yaitu :

a) Metode Monode

Elektroda ini berbentuk bulat, untuk itu medan elektromagnetik

yang dipancarkan berbentuk sirkuler dan yang paling padat di

daerah tepi.

b) Metode Diplode

Elektroda ini berbentuk segi empat, medan elektromagnetik yang

dipancarkan berbentuk oval dan yang paling padat di daerah

tengah.

d. Dosis

Pemberian dosis dibedakan pada kondisi akut, subakut dan

kronis. Pada akut : intermitent, submitis, waktu 15 menit, frekuensi

pengobatan 2 – 3 kali sehari. Pada kondisi kronik : continous, normalis,

waktu 15 – 30 menit. Frekuensi pengobatan 2 -3 kali per minggu.

2. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan salah satu usaha pengobatan dalam fisioterapi

yang pelaksanaannya menggunakan latihan – latihan gerakan tubuh baik

secara aktif maupun pasif untuk mempercepat proses penyembuhan


20

dari suatu injuri atau penyakit tertentu yang telah merubah cara hidupnya yang

normal (Luklukaningsih,2009).

Menurut Zuyina Luklukaningsih (2009), efek fisiologis dan terapeutik

terapi latihan antara lain :

a. Efek fisiologis

1) Terhadap otot

Menaikkan temperature otot, menaikkan kekuatan otot dan menaikkan

produksi asam laktat.

2) Terhadap cardiovaskuler

Menaikkan metabolisme, menaikkan aliran darah vena, menaikkan

tekanan darah

3) Terhadap respirasi

Menaikkan kebutuhan oksigen dan menaikkan pertukaran tekanan

darah.

4) Terhadap sistim saraf

Menaikkan produksi adrenalin.

5) Terhadap kesehatan tubuh

Menaikkan temperature tubuh.

b. Efek terapeutik

Efek terapeutik terapi latihan yaitu: meningkatkan kekuatan otot,

meningkatkan daya tahan otot, meurunkan spasme otot dan mendidik

kembali aktifitas fungsional.

Terapi latihan yang dilakukan meliputi :


21

a. Contrak rilex stretching otot piriformis sindrome

Contrak rilex adalah suatu teknik menggunakan kontraksi

isotonik yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,

dilanjutkan dengan rileksasi otot.

b. Stretching pasif otot Piriformis

Stretching pasif adalah suatu tindakan mengulur otot dengan

tenaga yang berasal dari luar dan tidak terjadi kontraksi otot. Tenaga

tersebut berasal dari gravitasi, mesin, orang lain maupun anggota pasien

sendiri. Tujuannya untuk meregangkan atau relaksasi otot.

Anda mungkin juga menyukai