Anda di halaman 1dari 44

Nama : TIARA JANNATI DEWI

NIM : 04011181621009
Kelas : BETA ’16
Kelompok : B1

SKENARIO B BLOK 20 TAHUN 2018

1. Anatomi Hip Joint dan Femur

HIP JOINT

A. Sambungan tulang pinggul (hip joint)


Hip joint adalah sambungan tulang yang terletak diantara pinggul dan pangkal tulang paha atas. Hip joint pada
manusia terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socked.

Gambar 1. Bagian-bagian hip joint normal


.
Di dalam hip joint yang normal (gambar 1) terdapat suatu jaringan lembut dan tipis yang disebut dengan selaput
synovial. Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan
tulang juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (articular cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan
memungkinkan tulang untuk bergerak bebas dengan mudah. Lapisan ini mengeluarkan cairan yang melumasi dan
mengurangi gesekan di dalam hip joint. Akibat gesekan dan gerak yang hampir terjadi setiap hari, maka articular cartilage
akan semakin melemah dan bisa menyebabkan arthritis seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Selain menimbulkan rasa sakit,
juga menyebabkan gerakan hip joint menjadi tidak lancar, kadang-kadang berbunyi, dan bahkan dapat menimbulkan
pergeseran dari posisi normalnya. Selanjutnya, hip joint perlu diganti dengan tulang pinggul buatan (artificial hip joint).

Gambar 2. Bagian-bagian hip arthritis.


Sendi ini diliputi otot dan ligamen. Otot-otot bagian anterior meliputi otot-otot pada lapisan superfisial
yaitu M. Psoas Mayor, M. Pektineus dan M. Iliakus dan otot pada lapisan profunda yaitu M. Rektus Femoris, M.
Iliopsoas, M. Obturator Eksterna dan Ligamentum Ileofemoral. Otot bagian posterior meliputi otot pada lapisan
superfisial yaitu M. Gluteus, M. obturator Internus, M. Kuadratus Femoris dan M. Piriformis dan otot pada lapisan
profunda yaitu M. Gemelli, M. Obturator Eksterna, M. Obturator Internus dan Ligamentum Iskiofemoralis.

Gambar 2. Musculus
Ligamentum anterior lebih kuat daripada ligamentum posterior. Pada bagian anterior terdapat dua buah
ligamentum yaitu Ligamentum Iliofemoralis dan Ligamentum Pubofemoralis, sedangkan bagian posterior terdapat
sebuah ligamentum yaitu Iskiofemoralis.

Gambar 3. Ligamentum-ligamentum yang melekat di os femur dan os pelvis


Caput femoralis mendapat perdarahan dari percabangan a. sirkumfleksa femoris medialis dan a. obturator
ramus anterior serta a. ligamentum teres.

Gambar 4. Pembuluh darah


Sendi pinggul mempunyai gerakan yang luas, tetapi lebih terbatas daripada articulatio humeri. Kekuatan
sendi sebagian besar bergantung pada bentuk tulang-tulang yang ikut dalam persendian dan kekuatan ligamentum. Bila
lutut difleksikan, fleksi dibatasi oleh permukaan anterior tungkai atas yang berkontak dengan dinding anterior abdomen.
Bila lutut diluruskan (ekstensi), fleksi dibatasi oleh ketegangan otot-otot hamstring. Ekstensi yaitu gerakan tungkai atas
yang difleksikan ke belakang kembali ke posisi anatomi, dibatasi oleh tegangan Ligamentum Iliofemorale, Ligamentum
Pubofemorale, dan Ligamentum Ischiofemorale. Gerakan abduksi dibatasi oleh tegangan Ligamentum Pubofemorale,
dan adduksi dibatasi oleh kontak dengan tungkai sisi yang lain dan oleh tegangnya Ligamentum Teres Femoris. Rotasi
lateral dibatasi oleh tegangan Ligamentum Iliofemorale dan Ligamentum Pubofemorale, dan rotasi medial dibatasi oleh
ligamentum ischiofemorale. Gerakan-gerakan berikut ini dapat terjadi:
 Fleksi dilakukan oleh M. Iliopsoas, M. Rectus Femoris, M. Sartorius, dan juga mm. adductores.
 Ekstensi (gerakan ke belakang oleh tungkai atas yang sedang fleksi) dilakukan oleh M. Gluteus Maksimus dan
otot-otot hamstring.
 Abduksi dilakukan oleh M. Gluteus Medius dan Minimus, dan dibantu oleh M. Sartorius, M. Tensor Fasciae
Latae, dan M. Piriformis.
 Adduksi dilakukan oleh M. Adductor Longus dan M. Adductor Brevis serta serabut-serabut adductor dari M.
Adductor Magnus. Otot-otot ini dibantu oleh M. Pectineus dan M. Gracilis.
 Rotasi lateral dilakukan oleh M. Piriformis, M. Obturatorius Internus dan Eksternus, M. Gemellus Superior dan
M. Gemellus Inferior dan M. Quadrates Femoris, dibantu oleh M. Gluteus Maksimus.
 Rotasi medial dilakukan oleh serabut-serabut anterior dari M. Gluteus Medius dan M. Gluteus Minimus dan M.
Tensor Fasciae Latae.
 Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
Kelompok otot-otot ekstensor lebih kuat daripada kelompok otot-otot fleksor, dan lateral lebih kuat
daripada rotator medial.
a. Ligamen Anatomi
Sendi pinggul berbentuk bola dan socket. Caput berputar dalam acetabulum dan tidak tertutup
sempurna. Kedalaman acetabulum ini dilengkapi oleh fibrous labrum, yang membuat fungsional sendi lebih dalam
dan lebih stabil. Labrum menambahkan lebih dari 10% cakupan caput femoralis, menciptakan situasi yang membuat
kaput 50% lebih tercakup selama gerakan. Dibutuhkan lebih dari 400 N kekuatan hanya untuk merusak sendi
panggul. Kapsul sendi pinggul adalah kuat dan meluas dari tepi acetabulum ke garis intertrochanteric anterior dan
leher femoralis posterior. Serat longitudinal didukung oleh kapsul spiral tebal disebut ligamen.
Anterior, ligamentum iliofemoral atau ligamen Y berasal dari aspek superior dari sendi di ilium dan
spina iliaca anterior inferior. Berjalan pada dua pita memasuki sepanjang garis intertrochanteric superior dan hanya
dari superior ke inferior trokanter minor. Inferior kapsul lebih lanjut didukung oleh ligamentum pubofemoral, yang
berasal dari ramus superior superolateral dan masuk pada garis intertrochanteric ke ligamentum Y.
Posterior, kapsul masuk pada leher femoralis pada inferior dari caput medial dan meluas ke dasar
trokanter mayor lateral. Ligamentum ischiofemoral dalam kapsul posterior berasal dari dinding posterior inferior
dengan iscium. Berjalan lateral obliq dan superior untuk memasuki leher femoralis dengan kapsul. Selain ligamen,
rotator eksternal pendek berbaring di kapsul posterior, memberikan dukungan tambahan.
b. Neurovaskular Anatomi
Semua saraf ke tungkai bawah lewat dekat sendi pinggul. Saraf skiatik yang paling menjadi
perhatian karena paling berisiko. Saraf ini berjalan posterior pada sendi, muncul dari notch isciadica yang dalam ke
piriformis dan yang superfisial ke obturator internus dan otot gemelli. Dalam 85% orang saraf ini adalah sebuah
struktur tunggal yang terletak di posisi normal. Pada 12% itu membagi sebelum keluar dari skiatik notch yang besar
dan divisi peroneal melewati agak lebih dalam daripada otot piriformis. Dalam 3% saraf ini mengelilingi piriformis
dan dalam 1% seluruh saraf melewati piriformis. Dengan terjadinya dislokasi posterior, saraf dapat teregang atau
langsung tertekan.
Saraf obturator melewati foramen obturatorius superolateral dengan arteri obturatorius. Saraf
femoralis terletak medial dari otot psoas dalam selubung yang sama dan dapat cedera dengan terjadinya dislokasi
anterior. Cedera pada vaskular dari caput femur merupakan faktor penting dalam dislokasi panggul. Pada orang
dewasa, pasokan darah utama untuk kaput berasal dari arteri kolum femur. Arteri ini berasal dari cincin
ekstrakapsular di dasar colum femur. Cincin ini dibentuk oleh kontribusi dari arteri circumfleksa femoralis posterior
medial dan lateral anterior cirkumfleksa femoralis. Pembuluh darah melintasi kapsul dekat insersi pada leher dan
daerah trokanterika dan naik sejajar dengan leher, memasuki kaput berdekatan dengan permukaan inferior artikular.
Pembuluh darah superior dan posterior, yang terutama berasal dari arteri femoralis circumfleksa medial, lebih besar
dan lebih banyak daripada pembuluh darah anterior. Selain pembuluh serviks, kontribusi yang kecil untuk kaput
muncul dari arteri foveal, sebuah cabang dari arteri obturatorius yang terletak di dalam ligamentum teres. arteri ini
memberi kontribusi yang signifikan ke bagian epifisis dari pembuluh darah kaput femur pada sekitar 75% dari
pinggul.
Posisi panggul ketika dislokasi dapat menekuk pembuluh darah yang memvaskularisasi caput
femur, membuat sirkulasi kolateral menjadi penting. Namun, perubahan dalam suplai darah extraosseous tidak
memberikan perubahan yang konsisten dalam pasokan intraosseous ke kaput, hal ini mungkin terjadi karena ada
sirkulasi kolateral.

Gambar 5. Pembuluh darah os femur

B. Gambaran umum tentang hip joint replacement


Gambar-gambar di bawah menunjukkan gambaran tentang hip joint yang normal serta indikasi terjadinya radang
sendi dan tahapan-tahapan proses hip replacement.
Gambar 3. Hip joint yang normal.

Pada gambar 3 menunjukkan anatomi hip joint yang normal. Femoral head masih memiliki articular cartilage yang
baik, dimana masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi efek gesekan pada sambungan sendi.

Gambar 4. Indikasi terjadinya arthritis.

Pada Gambar 4 terlihat bahwa articular cartilage pada femoral head telah berkurang, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya radang sendi. Gambar 5 dan 6 adalah gambaran tentang penggantian sambungan tulang pinggul dengan

sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint prosthesis).


Gambar 5. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement.

C. Komponen tulang pinggul buatan (artificial hip joint)

Gambar 6. Artificial hip joint.

Komponen sambungan tulang pinggul buatan terdiri dari sistem acetabular dan femoral. Dalam acetabular terdiri
dari komponen acetabular shell dan acetabular liner, sedangkan pada femoral terdiri dari komponen femoral head dan
femoral stem.
Acetabular Shell adalah bagian terluar dari total hip joint replacement sebagai metal cup yang menempel pada
acetabulum (bagian tulang dari pelvis), bagian permukaan luar acetabular shell terdapat porous (permukaan kasar yang
mirip jarring-jaring) fungsinya adalah merangsang tulang agar tumbuh dan merekat pada acetabular shell secara alami,
sebagai penguat acetabular shell di tanam baut kedalam tulang pelvis secara permanen.
Acetabular liner adalah untuk menopang femoral head yang direkatkan/diikat menempel pada acetabular shell.
Femoral head merupakan implant pengganti bonggol tulang femur yang telah dinyatakan secara medis tidak berfungsi lagi
(rusak) oleh karena suatu sebab, baik karena penyakit atau sebab lainnya.
Desain geometri acetabular liner untuk total hip joint replacement dengan menggunakan bahan Ultra High
Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) (polymer on metal), memungkinkan konstruksi total hip joint replacement
menjadi lebih ringan dibandingkan dengan konstruksi metal on metal hip joint replacement yang dihasilkan oleh dalam
negeri saat ini. Kombinasi ini telah teruji memiliki ketahan terhadap keausan yang sebanding dengan kombinasi material
metal on metal.

Keterangan:
A. Acetabular Shell.
B. Acetabular Liner (Bearing)

C. Femoral Head (Bearing)

Gambar 7. Komponen acetabular.

Femoral Stem adalah komponen stem untuk total hip joint replacement yang digunakan untuk menggantikan kepala
femur yang rusak dan telah dipotong/ dibuang. Fungsi Femoral Stem memberikan dudukan pada femoral head yang
menggantikan fungsi kerja kepala femur yang telah hilang melalui proses operasi medis.
Spesifikasi teknik : Alat ini terdiri atas femoral stem bagian atas tengah dan bawah. Tiga komponen pada femoral
stem ini dapat diatur sedemikian rupa hingga dimungkinkan dapat mempermudah dokter selama proses operasi, karena
ruang gerak dalam rongga hip joint pemasangan selama operasi akan lebih leluasa dibandingkan dengan komponen stem
yang utuh, yaitu yang terdiri atas femoral head dan stem yang menyatu dalam satu komponen utuh

Gambar 8. Femoral stem.

D. Jenis-jenis materialbearing pada artificial hip joint


Saat ini bantalan hip (hip bearing) pada sambungan tulang pinggul buatan dikelompokkan dalam hard-on-hard
bearing dan hard-on-soft bearing. Selama satu dekade terakhir, bantalan hip yang merupakan gabungan metal-on-metal
(MOM) atau ceramic-on-ceramic (COC) secara luas dipakai dalam ortopedi karena kedua bahan tersebut mempunyai
ketahanan aus yang sangat tinggi. Kombinasi ceramic-on-metal (COM) bearing saat ini juga telah dikembangkan. Dalam
skala lab saat ini MOM, COC dan COM bearing telah dilaporkan dapat mereduksi produksi weardebris dua sampai tiga
kali dari besar dibandingkan dengan penggunaan konvensional UHMWPE. Untuk hard-on-soft bearing yang menggunakan
konvensional UHMWPE atau crosslinked UHMWPE sebagai acetabular cup dan femoral head terbuat dari bahan paduan
logam seperti cobalt cromium paduan (CoCr) atau biomaterial keramik.
Penggunaan hard-on-soft bearing masih besar, dan penggunaan hard-on-hard bearing khususnya metal-on-metal
bearing juga mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir, begitu juga dengan ceramic-on-ceramic. Trend
perkembangan material bearing pada sambungan tulang pinggul buatan sebagaimana Gambar 9.
Gambar 9. Perkembangan material bearing pada sambungan
tulang pinggul buatan

1. Metal-on-metal hip bearing


Logam paduan yang banyak digunakan dalam sambungan tulang pinggul buatan adalah paduan yang terdiri
dari 66% cobalt, 28% chromium dan 6% molybdenum (dikenal dengan CoCr) dipandang sebagai standar untuk
digunakan dalam MOM bearings. CoCr juga digunakan sebagai femoral head pada hard-on-soft bearing. Tahun 1938,
Wiles menemukan sambungan tulang pinggul buatan yang pertama. Femoral head dan acetabular cup menggunakan
material stainless steel. Komponen direkatkan pada tulang tanpa menggunakan semen. Antara tahun 1950 sampai
dengan 1970, seorang ahli bedah dari Inggris mengembangkan untuk pertama kali model MOM sambungan tulang
pinggul buatan dengan menggunakan material cobalt chromium molybdenum alloy (CoCr). Desain MOM pertama dari
McKee tahun 1957 menggunakan screw untuk fiksasi. Kemudian model McKee (1957) disempurnakan oleh model
McKee-Farrar yang diperkenalkan tahun 1960. Model McKee-Farrar menggunakan semen sebagai fiksasi.

Gambar 10. Metal-on-metal hip bearing .


Generasi kedua dari MOM telah diperkalkan oleh Sulzer Orthopedics pada tahun 1988. Model Sulzer sama
dengan model McKee-Farrar. Bedanya, pada susunan acetabular cup tidak hanya terdiri dari CoCr, tetapi ditambahkan
ultra high molecular weight polyethylene (UHMWPE). Tingkat keausan dari MOM bearing generasi kedua ini 20
sampai 100 kali lebih rendah dari metal-on-konvensional UHMWPE. Hal ini menunjukkan bahwa persyaratan untuk
rendahnya tingkat keausan sangat ditentukan oleh material, geometri bearing, toleransi yang sangat tinggi, clearance,
dan kehalusan permukaan.
Meskipun mempunyai keunggulan dalam ketahanan aus, namun MOM bearing ini mempunyai beberapa
kelemahan. Gesekan dari pasangan bearing ini dapat mengakibatkan lepasnya ion logam yang dalam waktu lama akan
mempunyai efek yang merusak dalam tubuh. Hipersensitif pada kulit (dermal hypersentivity) terhadap logam terjadi
antara 10% sampai 15% dari keseluruhan populasi. MOM bearing dianggap mempunyai efek negatif yang lebih besar
bila dibanding dengan COC maupun UHMWPE.
2. Ceramic-on-ceramic hip bearing
Ceramic digunakan untuk material sambungan tulang pinggul buatan pertama diproduksi di Eropa dan
Jepang. Di Perancis, pertama kali tercatat penggunaan COC pada tahun 1971 dan 1972. Tahun 1977, di Shikita, Jepang,
diperkenalkan untuk pertama kali penggunaan alumina sebagai femoral headdan UHMWPE sebagai acetabular cup.
Desain pertama dari COC adalah femoral head menggunakan alumina keramik (Al2O3), demikian juga untuk
acetabular cup. Tetapi femoral stem menggunakan CoCr. Desain ini dikembangkan oleh Sedel di Paris, dan
Mittelmeier di Jerman. Semula fiksasi yang digunakan adalah menggunakan screw, tanpa menggunakan semen. Tahun
1980an, ceramic sudah menggunakan semen yang di perkenalkan oleh Mittelmeier. Model Mettilmeier inilah yang
dari tahun 1980 banyak digunakan. Gesekan yang rendah, ketahanan aus yang tinggi, dan mempunyai biokompetibel
yang baik menjadikan alumina-on-alumina bearing layak menjadikanya sebagai pilihan.
Berdasarkan kajian secara klinis untuk material ini mengidikasikan bahwa pasangan bearing ini merupakan
pilihan yang tepat untuk pasien yang berusia muda dan sangat aktif. Namun demikian masih ditemukan kelemahan-
kelemahan dari pasangan bearing ini yakni timbulnya suara (noise) dan patah (fracture). Belakangan ini penelitian
juga diarahkan pada pengaruh diameter bearing terhadap tingkat keausannya. Ukuran diameter bearing yang besar
terbukti mempunyai tingkat keusan yang lebih rendah dibanding dengan ukuran yang lebih kecil. Sedangkan
pengembangan pada material keramik mengarah pada penggunaan new material ceramic formulations yaitu zirconia-
toughened alumina matrix composite (ZTAM), oxidized zirconium composite (OZC) dan silicon nitride (SN).
a. Zirconia-toughened alumina matrix composite (ZTAM)
Zirconia-toughened alumina matrix composite merupakan satu jenis keramik yang terdiri dari 82%
alumina matrik yang di reinforced zirconia 17%, strontium aluminate 0.5%), dan chromium oxide 0.5%.
Kelebihan dari material ini adalah mempunyai kekuatan, ketangguhan dan ketahanan aus yang lebih tinggi dari
alumina.
b. Oxidized zirconium composite (OZC)
Oxidized zirconium composite atau di pasaran yang dikenal dengan nama OXINIUM merupakan
keramik yang terbuat dengan memanaskan paduan zirconium. Fase dari material ini terdiri dari 95% monoclinic
stabil. Material ini terdiri dari paduan zirconium dan 2.5% nobium
c. Silicon nitride (SN)
Silicon nitride (Si3N4) adalah merupakan pendatang baru dalam hard-on-hard hip bearing. Material ini
mempunyai modulus elastisitas 315 GPa dan mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari pada alumina. Keramik
ini terdiri dari 90% Si3N4 bubuk (mempunyai ukuran partikel of 0.5 μm), 6% yttrium oxide (Y2O3) dan 4%
alumina (Al2O3). Pada pengujian keausan untuk COM dan COC bearing pada hip simulator menunjukkan hasil
laju keausan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan alumina-on-alumina.
3. Hard -on- soft bearing
Pada awalnya penggunaan UHMWPE sebagai bearing merupakan pengembangan dari MOM bearing dimana
modular UHMWPE liner diletakkan dibagian tengah bearing. Desain ini terdiri dari tiga lapisan yaitu acetabular shell
dari bahan metal, UHMWPE liner dan metal insert atau ceramic insert.
Gambar 11. Metal-on- UHMWPE hip bearing

Desain ini kemudian dikembangkan dengan tanpa metal atau keramik insert. Ultra–high-molecular-weight
polyethylene atau yang biasa disebut dengan UHMWPE telah digunakan pada total hip arthroplasty di Amerika sejak
tahun 1990 dan penggunaanya semakin meningkat. UHMWPE generasi awal disebut dengan konvensional UHMWPE
digunakan sebagai bearing, sedangkan femoral head terbuat dari logam dan juga keramik. Permasalahan yang ada
pada pemakaian material ini adalah terjadinya aus (wear) yang cukup tinggi dan retak (fracture). Salah satu upaya
yang paling populer digunakan untuk meningkatkan ketahanan aus adalah crosslinked process yang dikenal dengan
crosslinked UHMWPE generasi pertama dan crosslinked UHMWPE generasi kedua. Penggunaan pasangan keramik
sebagai femoral head dan crosslinked UHMWPE sebagai bearing terbukti mempunyai 40% lebih tinggi ketahanan
ausnya dibanding dengan penggunaan logam sebagai femoral head.

OSTEOLOGI FEMUR

Gambar 2.1. Tulang Femur


Dikutip dari: R.Putz dan R. Pabst, Sobotta Atlas Anatomi Manusia

Tulang femur terletak diantara pinggul dan lutut. Tulang femur adalah tulang terbesar pada tubuh manusia dan
merupakan tulang utama yang menyangga daerah paha. Bagian ujung proksimal dari tulang femur terdiri dari caput femoris,
collum femoris, serta trochanter mayor dan trochanter minor yang menghubungkan antara collum femur dengan corpus
femoris.(Netter,2006),(Carolla,1990) Caput femoris berbentuk hampir lebih dari setengah lingkaran, berartikulasi dengan
asetabulum pada tulang panggul. Pada bagian tengah caput femoris terdapat cekungan kecil yang disebut sebagai fovea capitis.
Pada bagian ini terdapat ligamen dan pembuluh darah yang berhubungan dengan caput femoris. Apabila pembuluh darah pada
caput femoris ruptur oleh karena trauma maka dapat terjadi kerusakan yang berat dari caput femoris.

Gambar 2.2. Caput Femoris


Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

Leher dari tulang femur, atau yang biasa disebut sebagai collum femoris, menghubungkan antara caput femoris dengan
corpus femoris. Pada daerah ini sering didapatkan fraktur femur, terutama pada penderita usia lanjut. Lateral dari collum femoris
terdapat trochanter mayor, sedangkan medial dari collum femoris terdapat trochanter minor. Struktur ini penting karena
merupakan tempat melekatnya beberapa otot utama pada paha dan pantat.(Carolla,1990)

Daerah antara collum femoris dan korpus femoris membentuk sudut yang disebut sebagai sudut collum femoris. Sudut
collum femoris disebut juga sebagai sudut kolodifisis. Sudut ini besarnya bervariasi. Pada bayi baru lahir besarnya kira-kira
150° dan pada orang dewasa besarnya kira-kira 126°.(R. Putz; R.Pabst,2000)Coxa valga adalah terminologi yang dipakai untuk
menunjukkan sudut collum femoris yang lebih besar dari 135°, sedangkan coxa vara adalah terminologi yang dipakai untuk
menunjukkan sudut collum femoris yang kurang dari 115°. Pada keadaaan coxa valga caput femoris terletak lebih tinggi
daripada trochanter mayor sehingga merupakan salah satu predisposisi terjadinya subluksasi, sedangkan pada coxa vara terdapat
penurunan fungsi dari otot abduktor sehingga dapat menyebabkan terjadinya pemendekan dari paha.(Netter,2006) Ujung
proksimal tulang femur juga membentuk sudut anteversi terhadap bidang coronal dengan variasi sekitar 1° sampai dengan 40°
dengan sudut rata-rata 14°.(Shuler,2008) Aliran pembuluh darah pada caput femoris berasal dari arteri sirkumfleksa femoralis
medialis melalui pembuluh darah retinakuler yang terletak subsinovial.(Netter,2006)

Badan dari tulang femur, atau biasa disebut sebagai corpus femoris berbentuk sedikit melengkung ke
anterior.(Carolla,1990),(Shuler,2008) Corpus femoris mempunyai struktur yang lembut kecuali pada garis longitudinal yang
kasar pada bagian posterior yang disebut sebagai linea aspera. Struktur ini juga merupakan tempat melekatnya beberapa otot.

Pada bagian distal dari tulang femur, di atas dari lutut terdapat condylus lateralis dan condylus medialis. Condylus
berartikulasi dengan tulang tibia. Proximal dari condylus terdapat epicondylus lateralis dan epicondylus
medialis.(Carolla,1990) Epicondylus merupakan tempat melekatnya beberapa otot, sedangkan condylus berperan dalam
pergerakan dari persendian. Condylus medialis mempunyai ukuran yang lebih besar daripada condylus lateralis. Struktur ini
bermanfaat pada saat lutut atau patella bergerak saat berjalan, maka tulang femur melakukan rotasi ke medial sehingga
“mengunci” sendi lutut.
BAB 3

MUSKULUS FEMUR

Hampir seluruh permukaan dari pinggul dan paha dilapisi oleh struktur otot. Kondisi ini menyebabkan daerah pelvis
dan femur mendapatkan aliran pembuluh darah yang sangat baik, sehingga penyembuhan fraktur pada daerah ini sangat baik.,
kecuali pada daerah collum femoris. Otot-otot pada daerah paha dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu kompartemen anterior
(quadriceps), medial (adductor), dan posterior (hamstring). Beberapa otot di daerah paha juga melewati persendian
lutut.(Netter,2006)

Otot-otot yang termasuk kelompok kompartemen anterior adalah m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus
medialis, m. vastus intermedius, m. sartorius, dan m. tensor fasciae latae. Otot-otot yang termasuk kelompok kompartemen
posterior adalah m. biceps caput longum, m. biceps caput brevis, m. semitendinosus, dan m. semimembranosus. Otot-otot ini
disebut juga sebagai hamstring muscles.(R. Putz; R.Pabst,2000) Otot-otot yang termasuk kelompok kompartemen medial
adalah m. gracilis, m. pectineus, m. adductor brevis, m. adductor longus, m. adductor magnus, dan m. obturatorius eksternus.

3.1. Otot-otot Anterior Paha

a. M. rectus femoris mempunyai origo pada spina iliaka anterior superior serta tepi kranial asetabulum, sedangkan
insersionya pada tepi proksimal dan tepi samping patella, tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella, dan
proksimal dari dari ujung tibia (daerah di samping tuberositas tibia di atas retinacula patella). Otot ini diinervasi oleh
n. femoralis. Fungsi utamanya adalah fleksi dari sendi panggul dan ekstensi sendi lutut.

b. M. vastus lateralis mempunyai origo pada trochanter mayor (daerah distal) dan labium lateral linea aspera, sedangkan
insersionya pada tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella dan bagian lateral dari patella. Otot ini diinervasi
oleh n. femoralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi pada sendi lutut.

c. M. vastus intermedius mempunyai origo pada facies anterior tulang femur ( ⅔ bagian atas), sedangkan insersionya
pada tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella. Otot ini diinervasi oleh n. femoralis. Fungsi utamanya adalah
ekstensi pada sendi lutut.

d. M. vastus medialis mempunyai origo pada labium medial linea aspera (⅔ bagian bawah), sedangkan insersionya pada
tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella. Otot ini diinervasi oleh n. femoralis. Fungsi utamanya adalah
ekstensi pada sendi lutut.

e. M. sartorius mempunyai origo pada spina iliaka anterior superior, sedangkan insersionya pada sisi medial dari
tuberositas tibia. Otot ini diinervasi oleh n. femoralis bagian cabang dari pleksus lumbalis. Fungsi utamanya adalah
fleksi, rotasi ke luar, dan abduksi pada sendi panggul serta fleksi, rotasi ke dalam pada sendi lutut.

f. M. tensor fascia lata mempunyai origo pada spina iliaka anterior superior, sedangkan insersionya pada bagian lateral
dari ujung tibia (di atas traktus iliotibialis, di bawah condylus lateralis tibia). Otot ini diinervasi oleh n. femoralis
bagian cabang dari pleksus lumbalis. Fungsi utamanya adalah fleksi, abduksi, rotasi ke dalam pada sendi panggul serta
stabilisasi dalam posisi lurus pada sendi lutut.(R. Putz; R.Pabst,2000)

Gambar 3.1. Otot-otot Anterior Femur


Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

3.2. Otot-otot Posterior Paha

a. M. biceps caput longum mempunyai origo pada tuberischiadicum (bersatu dengan m. semitendinosus), sedangkan
insersionya pada caput fibula, menyebar ke dalam fascia cruris. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian tibial
yang merupakan bagian cabang pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke luar pada sendi
panggul serta fleksi, rotasi ke luar pada sendi lutut.

b. M. biceps caput brevis mempunyai origo pada labium lateral dari linea aspera (⅓ bagian tengah), sedangkan
insersionya pada caput fibula, menyebar ke dalam fascia cruris. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian fibula
yang merupakan bagian cabang pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke luar pada sendi
panggul serta fleksi, rotasi ke luar pada sendi lutut.

c. M. semitendinosus mempunyai origo pada tuberischiadicum (bersatu dengan origo m. biceps caput longum),
sedangkan insersionya pada permukaan medial tuberositas tibia. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian tibial
yang merupakan bagian cabang pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke dalam pada sendi
panggul serta fleksi, rotasi ke dalam pada sendi lutut.

d. M. semimembranosus mempunyai origo pada tuberischiadicum, sedangkan insersionya pada sebelah bawah condylus
medialis tibia, kapsul belakang sendi lutut, fascia m. popliteus. Insersio bercabang tiga dari muskulus ini dahulu dikenal
sebagai pes anserinus profundus. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian tibial yang merupakan bagian cabang
pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke dalam pada sendi panggul serta fleksi, rotasi ke
dalam pada sendi lutut. (R. Putz; R.Pabst,2000)
Gambar 3.2. Otot-otot Posterior Paha

Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

3.3. Otot-otot Medial Paha

a. M. gracilis mempunyai origo pada ramus inferior os pubis (pinggir medila sepanjang simfisis pubis), sedangkan
insersionya pada bagian medial dari tuberositas tibia. Otot ini diinervasi oleh n. obturatorius yang merupakan bagian
cabang dari pleksus lumbalis. Fiungsi utamanya adalah adduksi, fleksi, rotasi pada sendi panggul serta fleksi, rotasi ke
dalam pada sendi lutut.

b. M. pectineus mempunyai origo pada pecten os pubis, sedangkan insersionya pada linea pectinea femur. Otot ini
diinervasi oleh n. femoralis dan n. obturatorius. Fungsi utamanya adalah adduksi, rotasi ke luar, fleksi pada sendi
panggul.

c. M. adductor brevis mempunyai origo ramus inferior os pubis, sedangkan insersionya pada labium medial linea aspera.
Otot ini diinervasi oleh n. obturatorius. Fungsi utamanya adalah adduksi, fleksi, rotasi ke luar pada sendi panggul.
d. M. adductor longus mempunyai origo pada os pubis, tepatnya di bawah crista pubis sampai dengan simfisis pubis,
sedangkan insersionya pada labium medial linea aspera. Fungsi utamanya adalah adduksi, fleksi, dan rotasi ke luar
pada sendi panggul.

e. M. adductor magnus mempunyai origo pada ramus inferior os pubis serta ramus dan tuber os ischii, sedangkan
insersionya pada labium medial linea aspera (⅔ bagian proksimal), tuberositas dan tuberkulum adduktorium. Otot ini
diinervasi oleh n. obturatorius dan n. ischiadicus. Fungsi utamanya adalah adduksi, rotasi ke luar, fleksi (bagian depan),
serta ekstensi (bagian belakang) pada sendi panggul. M adductor minimus menunjukkan adanya pembelahan yang
tidak sempurna di bagian proksimal dari m. adductor magnus.

f. M. obturatorius eksternus mempunyai origo seluas foramen obturatorium, sedangkan insersionya berupa tendon di
dalam fossa trochanterica. Otot ini diinervasi oleh n. obturatorius. Fungsi utamanya adalah rotasi ke luar, adduksi,
fleksi pada sendi panggul. (R. Putz; R.Pabst,2000)
Gambar 3.3. Otot Medial Paha

Dikutip dari: R.Putz dan R. Pabst, Sobotta Atlas Anatomi Manusia


Gambar 3.4. Origo dan Insersio Otot Femur

Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

BAB 4

INERVASI DAN VASKULARISASI

4.1. Inervasi Daerah Paha


Inervasi regio femur terutama berasal dari nervus femoralis, nervus ischiadicus, dan nervus obturatorius. Ketiga cabang
persyarafan ini berasal dari pleksus lumbosakralis. Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus ventral L1 – L4.(Netter,2006) N.
femoralis adalah cabang terbesar dari pleksus lumbalis (cabang posterior setinggi L2 – L4). N. femoralis masuk dalam regio
femoris di sebelah lateral dari arteri femoralis. Saraf ini menginervasi cabang motorik m. sartorius, quadriceos femoris, dan
cabang sensoris pada bagian anterior paha. Saraf ini kemudian melanjutkan diri menjadi n. saphenus. N. saphenus merupakan
cabang terbesar dari n. femoralis. Cabang infra patella dari n. saphenus menginervasi sensorik pada sisi medial lutut bagian
depan dan ligamnetum patella. Saraf ini kadang-kadang dapat rusak pada saat dialkukan operasi total knee replacement. N.
obturatorius juga berasal dari pleksus lumbalis (cabang anterior setinggi L2 – L4). Saraf ini menginervasi cabang motorik otot-
otot adductor dan memberikan inervsi cabang sensorik terhadap bagian medial dari paha.(Netter,2006) N. obturatorius dapat
rusak pada beberapa operasi yang berhubungan dengan daerah panggul dan acetabulum, yang berakibat pada hilangnya sensai
pada daerah medial paha dan gangguan adduksi paha.

Gambar 4.1. Pleksus Lumbalis

Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

Pleksus sakralis dibentuk oleh ramus ventral L4 – S4.(Netter,2006)Saraf yang berasal dari pleksus sakralis keluar
melalui bagian posterior panggul menuju hip joint. N. ischiadicus berasal dari pleksus ini setinggi L4 – S3. N. ischiadicus
terbentuk oleh n. tibialis dan n. peroneus communis. Segmen tibia dari n. ischiadicus menginervasi otot-otot paha bagian
posterior, kecuali m. biceps femoris caput brevis yang diinervasi oleh n. peroneus communis.(Netter,2006) N. ischiadicus keluar
pada daerah femur anterior dari m. piriformis dan terletak posterior dari otot eksternal rotator yang lain. N. ischiadicus turun di
bawah m. gluteus maksimus dan berjalan ke posterior dari m. adductor magnus dan diantara m.biceps femoris caput longum
dan m. semimembranosus. Sebelum keluar melalui fossa poplitea, n. ischiadicus dibagi menjadi n. tibialis dan n. peroneus
communis.

Gambar 4.2. Pleksus Sakralis


Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

4.2. Vaskularisasi Daerah Paha

Vaskularisasi daerah femur terutama berasal dari arteria femoralis yang merupakan cabang dari arteri iliaka eksterna.
Posterior dari femur juga mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteri iliaka interna yaitu arteri gluteus superior dan inferior.
Pembuluh darah keluar dari cavum pelvis di sebelah anterior dan posterior dari hip joint. Arteri iliaka eksterna berjalan di bawah
ligamentum inguinale dan keluar sebagai arteria femoralis. Arteri femoralis memasuki trigonum femorale dan dan memberikan
cabang arteri profunda femoris. Arteri ini memberikan vaskularisasi pada bagian anteromedial dari regio femur. Arteri profunda
femoris mempunyai dua cabang utama, yaitu arteri circumfleksa femoris medialis dan lateralis. Arteri circumfleksa femoris
lateralis berjalan oblique dan di bawah m. sartorius dan m. rectus femoris. Arteri ini memberikan cabang asenden menuju daerah
trochanter mayor dan cabang desenden yang berjalan di lateral dari m. rectus femoris. Arteri circumfleksa femoris medialis
memberikan vaskularisasi pada sebagian besar caput femoris. Arteri ini berjalan diantara m. pectineus dan m.
iliopsoas.(Shuler,2008)

Gambar 4.3. Arteriae Regio Femur


Dikutip dari: R.Putz dan R. Pabst, Sobotta Atlas Anatomi Manusia

Setelah memberikan vaskularisasi dari cabang arteri profunda femoris, arteri femoralis turun di bawah m. sartorius dan
terletak antara kelompok otot adductor dan dan m. vastus medialis menuju canalis adductorius. Arteri ini di bagian distal,
medial dari condylus medialis femoris memberikan cabang desenden yang disebut ramus geniculatum, kemudian arteri ini
meneruskan diri sebagai arteri poplitea.(Shuler,2008)

Arteri obturatoria adalah cabang dari arteri iliaka interna dan cabangnya ke arah posterior memberikan vaskularisasi
pada ligamentum teres dan asetabulum. Arteri ini merupakan arteri yang penting sebagai vaskularisasi pada caput femoris pada
bayi baru lahir sampai berusia sekitar 4 tahun.

Gambar 4.4. Arteri, Vena, dan Nervus Femoralis


Dikutip dari: Netter, Frank H., Netter’s Orthopaedic

Gambar 4.5. Arteri dan Nervus Femur Posterior


Dikutip dari: R.Putz dan R. Pabst, Sobotta Atlas Anatomi Manusia

2. Osteoporosis

A. Definisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. (Sudoyo,2005).

B. Etiologi

Ada beberapa faktor risiko Osteoporosis :


a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Usia

Lebih sering terjadi pada lansia


2) Jenis kelamin
Tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor hormonal
dan rangka tulang yang lebih kecil
3) Ras

Kulit putih mempunyai resiko lebih tinggi


4) Riwayat keluarga/keturunan
Sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini. Pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak
yang dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang sama
5) Bentuk tubuh
Adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra menyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutama terjadi
pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan di atas usia 70 tahun dengan BMI( body
mass index) [ BB dibagi kuadrat TB] yang rendah
6) Tidak pernah melahirkan

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Merokok dan alcohol

Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serat sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. Oleh
karena itu, proses pembentukan tulang oleh osteoblas menjadi melemah. Dampak konsumsi alkohol pada
osteoporosis berhubungan dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan
menyebabkan melemahnya daya serat sel terhadap kalsium dari darah ke tulang

2) Defisiensi vitamin dan gizi

Antara lain protein, kandungan garam pada makanan, perokok berat, peminum alkohol dan kopi yang berat.

3) Gaya hidup

Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus
penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.

4) Menopause dini

Menopause yang terjadi pada usia 46 tahun) dan hormonal, yaitu kadar esterogen plasma yang
kurang/menurun. Dengan menurunnya kadar esterogen, resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan
terjadi penurunan massa tulang yang banyak. Bila tidak segera diintervensi, akan cepat terjadi osteoporosis.
Penggunaan obat-obatan.

C. Jenis-jenis Osteoporosis

Osteoporosis dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Osteoporosis Primer ( involusional )

Yaitu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, dibagi menjadi dua kelompok yakni : osteoporosis tipe
I dan tipe II
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat
menopause

Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpi kalsium di usus
sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis

2. Osteoporosis Sekunder

Yaitu osteoporosis yang diketahui sebabnya, dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif (misalnya
mieloma multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang
(misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.

3. Osteoporosis Idiopatik

diopatik adalah osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada : usia kanak-kanak
juvenile ; Usia remaja (adolesen) ; Pria usia pertengahan . (Sudoyo, 2005)

D. Patogenesis

Peran estrogen pada tulang :

Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostatis tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung
dan tidak langsung pada tulang. Efek tidak langsungnya meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan
homeostatis kalsium yang meliputi regulasi absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25 (OH)2D, ekskresi Ca di ginjal dan
sekresi hormone paratioid.

Efek langsung dari estrogen meningkatkan formasi tulang dan menghambat resorpsi tulang oleh esteoklas.

Patogenesis dari Osteoporosis tipe I :

Pasca menopause terjadi penurunan estrogen yang menyebabkan produksi sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang
meningkatkan kerja osteoklas sehingga menyebabkan aktifitas osteoklas meningkat, yang apabila aktifitas osteoklas
maka akan terjadi meningkatan resorbsi tulang sehingga dapat menyebabkan osteoporosis karena terjadi penurunan
densitas tulang terutama pada tulang trabekuler. Selain itu, menopause juga meningkatkan eksresi kalsium di ginjal
sehinga terjadi reabsorpsi kalsium di ginjal sehingga timbul keseimbangan negatife kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat karena tejadi pengaturan kadar ion Ca dalam jaringan sehingga didapatkan peningkatan
kadar kalsium dalam serum.(Robbins, 2005).

Patogenesis Osteoporosis tipe II :

Lebih disebabkan oleh usia lanjut, terutama pada decade ke-delapan dan kesembilan kehidupannya terjadi
ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah
atau menurun. Defisiensi kalsium dan vitamin D terjadi karena asupannya berkurang sehingga terjadi
hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatakan resorpsi tulang dan kehilangan
massa tulang. Selain itu juga terjadi penurunan sekresi GH dan IGF-1, penurunan aktifitas fisik, penurunan sekresi
estrogen yang menyebabkan terganggunya fungsi oesteoblas dan peningkatan turnover tulang yang memicu terjadinya
osteoporosis, yang padat menimbulkan fraktur apabila terjadi trauma ringan.
E. Manifestasi Klinis

Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan
(terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita
sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti: patah tulang,
punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan dan nyeri punggung.

F. Pemeriksaan dan diagnosis

Anamnesis

Anamnesis diperlukan karena keluhan utama dapat langsung mengarah ke pada diagnosis, misalnya fraktur kolum
femoris pada osteoporosis, kesemutan dan rasa kebal disekitar mulut, immobilisasi yang lama, pengaruh obat-obtan,
alcohol, merokok. (De Jong, 2005).

Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada apsien osteoporosis, gaya berjalan, nyeri spinal, sering ditemukannya
kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan

Pemeriksaan Biokimia Tulang

Pemeriksaan ini dilakukan prediksi kehilangan massa tulang, prediksi fraktur, evaluasi efektivitas terapi. Meliputi
hitung kalsium total kalsium dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor dalam serum, kalsium urin, fosfat urin

Pemeriksaan Radiologis

Dual Energy X-Ray Absorptimetry (DXA)

DXA merupakan metode yang paling sering digunakan dalm diagnosis osteoporosis karena mempunyai tingkat akurasi
dan presisi yang tinggi. Sumber energinya bukan dari sinar X tapi enerigi yang dihasilkan dari tabung sinar X. Hasil
pengukurannya berupad densitas mineral tulang, kandungan mineral, perbandingan hasil densitas mineral tulang.
Katagori Diagnostiknya Normal untuk T-score >-1 ; Osteopenia <-1 ; Osteopororsis <-2,5 (tanpa fraktur) ;
Osteoporosis berat <-2,5 (dengan fraktur).(Hayes, 2004).

Single-Photon Absorptimetry (SPA)

SPA digunakan unsure radioisotope I yang mempunyai energy photon rendah dan digunakan hanya pada bagian tulang
yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Metode ini mempunyai kelebihan berupa tidak menggunakan radiasi, aplikasi ini dipakai untuk menilai tulang
trabekula melalui dua langkah yaitu T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan
tulang trabekula dan kedua untuk menilai arsitektur trabekula

G. Tata laksana dan Pencegahan


Tata laksana : Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita
osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause
yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat,
yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar
testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan
pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang
supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :
a. Diet
b. Pemberian kalsium dosis tinggi
c. Pemberian vitamin D dosis tinggi
d.Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi nyeri punggung.

Pencegahan osteoporosi meliputi:


a. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup
b. Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang
c. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan
progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai
lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.

H. Prognosis dan Komplikasi

Prognosis : Tergantung dengan tindak pencegahan dini osteoporosis saat masih masa pertumbuhan sesuai pemenuhan
kalsium tubuh, nutrisi, asupan, aktivitas fisik, dan pada masa menopause pemenuhan hormone estrogen.

Komplikasi : Dapat terjadi fraktur pada penderita, karena terjadinya trauma-trauma ringan karena osteoporosis
menyebabkan berkurangnya densitas massa tulang. (Rasjad,2005).

5. Prognosis
Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika terapi farmakologi dengan estrogen
atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan bila terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang
(bertahun-tahun). Penggunaan bifosfonat dapat memperbaiki keadaan osteoporosis pada penderita, serta mampu
mengurangi risiko terjadinya patah tulang.
Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas pada pasien. Pada penelitian Hannan et
al (2001) dilaporkan bahwa nilai mortalitas pada subjek penelitian (571 orang dengan usia 50 tahun atau lebih) dalam
6 bulan setelah mengalami patah pada tulang pinggul adalah sekitar 13.5% dan sejumlah penderita membutuhkan
bantuan secara sepenuhnya dalam mobilitas mereka setelah mengalami patah tulang pinggul.
Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap mortalitas, serta dapat mengakibatkan nyeri
kronis yang berat dan sulit untuk dikontrol. Meskipun jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat
mengakibatkan bungkuk (kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ dalam tubuh dan mengganggu sistem
pernafasan dari penderita.
Walaupun penderita osteoporosis mempunyai kadar mortalitas yang meninggi karena adanya komplikasi fraktur,
jarang fatal. Fraktur tulang pinggul bisa menyebabkan penurunan mobilitas dan tambahan dari resiko komplikasi
multiple. Kadar mortalitas sampai 6 bulan setelah fraktur tulang pinggul adalah sebanyak 13,5% dan proporsi yang
hampir sama pada penderitan yang mengalami fraktur tulang pinggul yang memerlukan bantuan untuk mobilisasi.
Namun fraktur tulang vertebra yang multiple bisa menyebabkan kiposis. Selain dari resiko kematian dan komplikasi
yang lain, fraktur soteporotic bisa menyebabkan pengurangan kualitas hidup (Hannan, 2001).

SKDI
1. Fraktur Patologis
Tingkat Kemampuan 2: Mendiagnosis dan Merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
2. Osteoporosis
Tingkat Kemampuan 3: Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaanawal danmerujuk

3A. Bukan gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang
bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Analisis Masalah

1. Ny. A, seorang wanita berusia 67 tahun datang ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri di pangkal paha kanan sejak 2 jam yang lalu, akibat
terjatuh di rumahnya ketika sedang berjalan. Pasien mengeluh nyeri hebat di pangkal pahanya terutama ketika digerakkan. Pasien menjadi
tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri.

 Keluhan utama: nyeri di pangkal paha

 Keluhan tambahan: nyeri hebat di pangkal paha terutama ketika digerakkan dan tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri.

f. Bagaimana mekanisme pasien tidak dapat berdiri dan berjalan pada kasus?

3. Pemeriksaan fisik

c. Bagaimana prosedur pemeriksaan pada kasus muskuloskeletal?

PRINSIP PEMERIKSAAN

 Pasien duduk.

 Pemeriksa berdiri di depan, di samping dan di belakang pasien.

 Area yang dipaparkan meliputi regio leher, dada, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah (mengenakan pakaian
dalam).
1. Inspeksi :

a. Anterior :

 Leher dan kepala: adakah tortikolis, apakah miring ke satu arah (karena prolaps diskus servikalis atau spasme otot),
adakah asimetri wajah (biasanya karena neglected tortikolis).

 Pembengkakan di bagian anterior leher pada thoracic outlet karena tumor.

 Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus

b. Lateral :

 Lordosis

 Pembengkakan

 Perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks, sinus

c. Posterior :

 Prominent m. trapezius
 Wasting muscle
 Pembengkakan

 Perubahan kulit : adakah inflamasi, sikatriks, sinus

 Prominent processus spinalis.

Gambar2. Inspeksi area inervasi nervi spinalis segmen cervicalis.


2. Palpasi:

 Untuk identifikasi level collumna vertebralis, palpasi processus spinalis T1 (paling prominen).

 Meraba suhu kulit (hangat/ dingin).

 Adanya nyeri tekan: anterior, processus spinalis (dari C2 – T1).

 Adanya spasme otot (m. sternocleidomastoideus  penderita diminta menengok ke kiri- kanan, pemeriksa di belakang
pasien).

Gambar 3.Palpasi collumna vertebralis segmen cervicalis dan thorakalis .

3. Range Of Movement (ROM) :

Dilakukan secara aktif dan pasif dengan memegang kepala dengan dua tangan pada regio temporal, bergerak/ digerakkan
ke segala arah.Diamati apakah gerakan yang terjadi smooth atau terdapat keterbatasan gerakan karena rasa nyeri (lihat ekspresi
pasien).

1. Fleksi anterior :

Normal : 0 – (75-90o) dagu dapat menempel pada dinding dada.

2. Ekstensi :

Normal : 0 - 45o pasien diminta menengadahkan kepala (melihat langit-langit).

3. Fleksi ke lateral dekstra : Normal :


0 – (45 – 60o)

4. Fleksi ke lateral kiri :


Normal : 0 – (45 – 60o)
5. Rotasi ke lateral kanan atau kiri : Normal : 0
- 75 o

Gambar 4. Pemeriksaan ROM vertebra cervicalis, fleksi anterior – ekstensi

Gambar 5. Pemeriksaan ROM vertebra cervicalis, fleksi lateral

Gambar 6. Pemeriksaan ROM vertebra cervicalis, rotasi lateral


4. Tes Khusus

a. Compression Test

Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien, tekan ke bawah. Pasien dalam keadaan duduk. Hasil positif
bila pasien merasakan nyeri di sepanjang daerah cervical.

b. Distraction Test

Tangan pemeriksa bagian palmar diletakkan di bawah dagu pasien, dan tangan pemeriksa yang lain diletakkan di
bagian occiput pasien. Hasil positif bila pasien merasa lebih nyaman/enak.

Gambar 7. Kiri : distraction test, kanan : compression test

2. PEMERIKSAAN PANGGUL (HIP)


 Area yang terpapar adalah kedua ekstremitas inferior (masih memakai pakaian dalam).
 Pasien diminta mengatakan bila merasakan nyeri panggul dalam pemeriksaan.
 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara berdiri, berjalan, supinasi atau pronasi.
a. Inspeksi :

Gambar 40.Kiri : anterior Tengah :lateral Kanan : posterior

Keterangan :
Gambar kiri : aspek anterior

A=Pelvic tilting oleh karena deformitas adduksi/abduksi deformitas, short leg, skoliosis. B=Muscle wasting oleh

karena infeksi, polio.

C=Rotasi oleh karena osteoartritis Gambar

tengah : aspek lateral

Meningkatnya lordosis lumbar oleh karenaFixed Flexion deformity

Gambar kanan : aspek posterior

A= Scoliosis, mengakibatkan pelvic tilting

B=wasting otot gluteal,

C= terbentuknya sinus oleh karena tuberkulosis

Gambar 41.Trendelenburg’s tes Normal (kiri); Tidak Normal (kanan).

 Pasien Berdiri :

- Anterior tilting pelvis, scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting,rotasi.


- Lateral meningkat/menurunnya lordosis lumbal, fleksi/ekstensi
panggul,fleksi/ekstensi lutut, ankle equinus.

- Posterior tilting bahu/ pelvis, skoliosis, scar, sinus, gluteal muscle wasting, deformitas tumit/ kaki.
- Trendelenburg’s Tes : Untuk mengetahui stabilitas level arm hip, dilakukan oleh mekanisme abduktor (lihat
gambar 41).
 Pasien Berjalan :
Normal Gait : Stance phase 60% (heel strike -- foot flat -- mid stance -- push off);
Swi ng phase 40% (accelera
- tion – midswing -- deceleration).
Gambar 42.Kiri :normal gait; kanan : high stepping gait pada foot drop

- High stepping gait (pada foot drop)


- Trendelenburg gait

Gambar 43. Trendelenburg gait


 Pasien supinasi :

- Kulit :scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting (m. quadriceps femoris, gluteal).
- Bandingkan kedua ekstremitas inferior adakah pemendekan ?

- Ukur ketidaksesuaian panjang ekstremitas inferior (limb length discrepancy).


- Posisi Anterior Superior Illiac spine (SIAS) horizontal.
- Ukur panjang kaki yang sebenarnya (true leg length) :diukur dari SIAS ke malleolus medialis.
- Ukur panjang kaki yang terlihat (apparent leg length) : diukur dari Xiphisternum ke malleolus medialis.

Gambar 44.Pengukuran true leg length

Gambar 45.Pengukuran apparent leg length


b. Palpasi :

Gambar 46.Palpasi panggul

Keterangan:

Kiri : Palpasi origo m. adductor longus, bila nyeri biasanya oleh karena strain adductorlongus & osteoarthritis
panggul.

Kanan :lakukan rotasi eksternal artikulasio coxae, palpasi trochanter minor. Bila terasa nyeri, biasanya oleh karena
strain m. illiopsoas.

c. Pada pergerakan :

Gambar 47. Pemeriksaan panggul dengan pergerakan Keterangan :

Kiri : ekstensi panggul normal : 0 – (5-20o) Kanan: fleksi

panggul 0 - 135o
Gambar 48. Hip Abduksi Gambar 49. Hip Adduksi

Gambar 50.Rotasi internal panggulGambar 51. Rotasi eksternalpanggul pada posisi fleksi

90opada posisi fleksi 90o

3. PEMERIKSAAN LUTUT (KNEE)


 Dilakukan dalam posisi berdiri, berjalan dan berbaring (supinasi).
 Bandingkan kedua sisi.
 Dilakukan pula pemeriksaan tulang belakang dan panggul.

a. Inspeksi :

- Aspek anterior dan posterior adakah genu valgum/ genu varum.

- Aspek lateral adakah genu recurvatum.

- Penderita jongkok.
Gambar 52. Pemeriksaan lutut

b. Palpasi :

 Untuk mengetahui adanya wasting otot dilakukan dengan cara mengukur lingkarpaha.

 Palpasi : nyeri, suhu lutut

Gambar 53. Pemeriksaan lutut, atas : mengukur lingkar paha;

kiri bawah : palpasi lutut; kanan bawah : Solomon’s test


c. Pada pergerakan :

 Fleksi (0 - 150o) & ekstensikan lutut.

 Internal & eksternal rotasi lutut.

Gambar 54.Fleksi dan ekstensi lutut

Gambar 55.Rotasi internal dan eksternal

lutut
d. Tes Khusus

 Solomon’s test mengangkat patella untuk mengetahui adanya synovial thickening.


 Patella tap tes untuk mengetahui adanya fluktuasi cairan dalam cavum sinovial dengan cara ekstensikan lutut.
Pada patella tap test, tempatkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan di samping patella, dengan tangan kiri lakukan kompresi
kantung suprapatella. Rasakan cairan memasuki ruangan di antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan.Bila cairan hanya
sedikit, dengan tangan kiri lakukan tekanan ringan di atas kantung suprapatella sehingga mendorong cairan ke lateral. Berikan
tepukan ringan di batas lateral patella dengan tangan kanan, rasakan gelombang cairan (bulging) di sisi medial di antara
patella dan femur.

 Anterior/Posterior drawer test untuk menilai ruptur ligamentum cruciatum anterior atau posterior
(ACL/ PCL).
Anterior drawer test, cara pemeriksaan :
- Penderita berbaring dengan posisi knee fleksi
- Pemeriksa melakukan fiksasi pada kedua kaki dan kedua tangan memegang tulang tibia dengan sendi lutut
- Dengan gentle menarik tulang tibia ke anterior
- Positif bila terasa tulang tibia terasa bergerak/seperti lepas ke anterior

Posterior drawer test, cara pemeriksaan:


- Penderita berbaring dengan posisi knee fleksi
- Pemeriksa melakukan fiksasi pada kedua kaki dan kedua tangan memegang tulang tibia dekat dengan sendi lutut
- Dengan gentle menarik tulang tibia ke posterior
- Positif bila terasa tulang tibia terasa bergerak/ seperti terlepas ke posterior
Gambar 56.Patella tap test

Gambar 57.Kiri :anterior drawer test; kanan : posterior drawer test

4. Pemeriksaan radiologi: fraktur collum femur dextra.

b. Bagaimana gambaran fraktur pada foto rontgen?


DAFTAR PUSTAKA

1. Burton, R., 1983, The Hand Examination & Diagnosis, 2nd edition, Churchill Livingstone.
2. Hoppenfeld, S., 1986, Physical Examination Of The Spine and Extremities, Appleton
& Lange.
3. Salomon, L., 2001, System of Orthopaedics and Fractures,8th edition, Oxford
University, New York.

Anda mungkin juga menyukai