NIM : 04011181621009
Kelas : BETA ’16
Kelompok : B1
HIP JOINT
Gambar 2. Musculus
Ligamentum anterior lebih kuat daripada ligamentum posterior. Pada bagian anterior terdapat dua buah
ligamentum yaitu Ligamentum Iliofemoralis dan Ligamentum Pubofemoralis, sedangkan bagian posterior terdapat
sebuah ligamentum yaitu Iskiofemoralis.
Pada gambar 3 menunjukkan anatomi hip joint yang normal. Femoral head masih memiliki articular cartilage yang
baik, dimana masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi efek gesekan pada sambungan sendi.
Pada Gambar 4 terlihat bahwa articular cartilage pada femoral head telah berkurang, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya radang sendi. Gambar 5 dan 6 adalah gambaran tentang penggantian sambungan tulang pinggul dengan
Komponen sambungan tulang pinggul buatan terdiri dari sistem acetabular dan femoral. Dalam acetabular terdiri
dari komponen acetabular shell dan acetabular liner, sedangkan pada femoral terdiri dari komponen femoral head dan
femoral stem.
Acetabular Shell adalah bagian terluar dari total hip joint replacement sebagai metal cup yang menempel pada
acetabulum (bagian tulang dari pelvis), bagian permukaan luar acetabular shell terdapat porous (permukaan kasar yang
mirip jarring-jaring) fungsinya adalah merangsang tulang agar tumbuh dan merekat pada acetabular shell secara alami,
sebagai penguat acetabular shell di tanam baut kedalam tulang pelvis secara permanen.
Acetabular liner adalah untuk menopang femoral head yang direkatkan/diikat menempel pada acetabular shell.
Femoral head merupakan implant pengganti bonggol tulang femur yang telah dinyatakan secara medis tidak berfungsi lagi
(rusak) oleh karena suatu sebab, baik karena penyakit atau sebab lainnya.
Desain geometri acetabular liner untuk total hip joint replacement dengan menggunakan bahan Ultra High
Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) (polymer on metal), memungkinkan konstruksi total hip joint replacement
menjadi lebih ringan dibandingkan dengan konstruksi metal on metal hip joint replacement yang dihasilkan oleh dalam
negeri saat ini. Kombinasi ini telah teruji memiliki ketahan terhadap keausan yang sebanding dengan kombinasi material
metal on metal.
Keterangan:
A. Acetabular Shell.
B. Acetabular Liner (Bearing)
Femoral Stem adalah komponen stem untuk total hip joint replacement yang digunakan untuk menggantikan kepala
femur yang rusak dan telah dipotong/ dibuang. Fungsi Femoral Stem memberikan dudukan pada femoral head yang
menggantikan fungsi kerja kepala femur yang telah hilang melalui proses operasi medis.
Spesifikasi teknik : Alat ini terdiri atas femoral stem bagian atas tengah dan bawah. Tiga komponen pada femoral
stem ini dapat diatur sedemikian rupa hingga dimungkinkan dapat mempermudah dokter selama proses operasi, karena
ruang gerak dalam rongga hip joint pemasangan selama operasi akan lebih leluasa dibandingkan dengan komponen stem
yang utuh, yaitu yang terdiri atas femoral head dan stem yang menyatu dalam satu komponen utuh
Desain ini kemudian dikembangkan dengan tanpa metal atau keramik insert. Ultra–high-molecular-weight
polyethylene atau yang biasa disebut dengan UHMWPE telah digunakan pada total hip arthroplasty di Amerika sejak
tahun 1990 dan penggunaanya semakin meningkat. UHMWPE generasi awal disebut dengan konvensional UHMWPE
digunakan sebagai bearing, sedangkan femoral head terbuat dari logam dan juga keramik. Permasalahan yang ada
pada pemakaian material ini adalah terjadinya aus (wear) yang cukup tinggi dan retak (fracture). Salah satu upaya
yang paling populer digunakan untuk meningkatkan ketahanan aus adalah crosslinked process yang dikenal dengan
crosslinked UHMWPE generasi pertama dan crosslinked UHMWPE generasi kedua. Penggunaan pasangan keramik
sebagai femoral head dan crosslinked UHMWPE sebagai bearing terbukti mempunyai 40% lebih tinggi ketahanan
ausnya dibanding dengan penggunaan logam sebagai femoral head.
OSTEOLOGI FEMUR
Tulang femur terletak diantara pinggul dan lutut. Tulang femur adalah tulang terbesar pada tubuh manusia dan
merupakan tulang utama yang menyangga daerah paha. Bagian ujung proksimal dari tulang femur terdiri dari caput femoris,
collum femoris, serta trochanter mayor dan trochanter minor yang menghubungkan antara collum femur dengan corpus
femoris.(Netter,2006),(Carolla,1990) Caput femoris berbentuk hampir lebih dari setengah lingkaran, berartikulasi dengan
asetabulum pada tulang panggul. Pada bagian tengah caput femoris terdapat cekungan kecil yang disebut sebagai fovea capitis.
Pada bagian ini terdapat ligamen dan pembuluh darah yang berhubungan dengan caput femoris. Apabila pembuluh darah pada
caput femoris ruptur oleh karena trauma maka dapat terjadi kerusakan yang berat dari caput femoris.
Leher dari tulang femur, atau yang biasa disebut sebagai collum femoris, menghubungkan antara caput femoris dengan
corpus femoris. Pada daerah ini sering didapatkan fraktur femur, terutama pada penderita usia lanjut. Lateral dari collum femoris
terdapat trochanter mayor, sedangkan medial dari collum femoris terdapat trochanter minor. Struktur ini penting karena
merupakan tempat melekatnya beberapa otot utama pada paha dan pantat.(Carolla,1990)
Daerah antara collum femoris dan korpus femoris membentuk sudut yang disebut sebagai sudut collum femoris. Sudut
collum femoris disebut juga sebagai sudut kolodifisis. Sudut ini besarnya bervariasi. Pada bayi baru lahir besarnya kira-kira
150° dan pada orang dewasa besarnya kira-kira 126°.(R. Putz; R.Pabst,2000)Coxa valga adalah terminologi yang dipakai untuk
menunjukkan sudut collum femoris yang lebih besar dari 135°, sedangkan coxa vara adalah terminologi yang dipakai untuk
menunjukkan sudut collum femoris yang kurang dari 115°. Pada keadaaan coxa valga caput femoris terletak lebih tinggi
daripada trochanter mayor sehingga merupakan salah satu predisposisi terjadinya subluksasi, sedangkan pada coxa vara terdapat
penurunan fungsi dari otot abduktor sehingga dapat menyebabkan terjadinya pemendekan dari paha.(Netter,2006) Ujung
proksimal tulang femur juga membentuk sudut anteversi terhadap bidang coronal dengan variasi sekitar 1° sampai dengan 40°
dengan sudut rata-rata 14°.(Shuler,2008) Aliran pembuluh darah pada caput femoris berasal dari arteri sirkumfleksa femoralis
medialis melalui pembuluh darah retinakuler yang terletak subsinovial.(Netter,2006)
Badan dari tulang femur, atau biasa disebut sebagai corpus femoris berbentuk sedikit melengkung ke
anterior.(Carolla,1990),(Shuler,2008) Corpus femoris mempunyai struktur yang lembut kecuali pada garis longitudinal yang
kasar pada bagian posterior yang disebut sebagai linea aspera. Struktur ini juga merupakan tempat melekatnya beberapa otot.
Pada bagian distal dari tulang femur, di atas dari lutut terdapat condylus lateralis dan condylus medialis. Condylus
berartikulasi dengan tulang tibia. Proximal dari condylus terdapat epicondylus lateralis dan epicondylus
medialis.(Carolla,1990) Epicondylus merupakan tempat melekatnya beberapa otot, sedangkan condylus berperan dalam
pergerakan dari persendian. Condylus medialis mempunyai ukuran yang lebih besar daripada condylus lateralis. Struktur ini
bermanfaat pada saat lutut atau patella bergerak saat berjalan, maka tulang femur melakukan rotasi ke medial sehingga
“mengunci” sendi lutut.
BAB 3
MUSKULUS FEMUR
Hampir seluruh permukaan dari pinggul dan paha dilapisi oleh struktur otot. Kondisi ini menyebabkan daerah pelvis
dan femur mendapatkan aliran pembuluh darah yang sangat baik, sehingga penyembuhan fraktur pada daerah ini sangat baik.,
kecuali pada daerah collum femoris. Otot-otot pada daerah paha dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu kompartemen anterior
(quadriceps), medial (adductor), dan posterior (hamstring). Beberapa otot di daerah paha juga melewati persendian
lutut.(Netter,2006)
Otot-otot yang termasuk kelompok kompartemen anterior adalah m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus
medialis, m. vastus intermedius, m. sartorius, dan m. tensor fasciae latae. Otot-otot yang termasuk kelompok kompartemen
posterior adalah m. biceps caput longum, m. biceps caput brevis, m. semitendinosus, dan m. semimembranosus. Otot-otot ini
disebut juga sebagai hamstring muscles.(R. Putz; R.Pabst,2000) Otot-otot yang termasuk kelompok kompartemen medial
adalah m. gracilis, m. pectineus, m. adductor brevis, m. adductor longus, m. adductor magnus, dan m. obturatorius eksternus.
a. M. rectus femoris mempunyai origo pada spina iliaka anterior superior serta tepi kranial asetabulum, sedangkan
insersionya pada tepi proksimal dan tepi samping patella, tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella, dan
proksimal dari dari ujung tibia (daerah di samping tuberositas tibia di atas retinacula patella). Otot ini diinervasi oleh
n. femoralis. Fungsi utamanya adalah fleksi dari sendi panggul dan ekstensi sendi lutut.
b. M. vastus lateralis mempunyai origo pada trochanter mayor (daerah distal) dan labium lateral linea aspera, sedangkan
insersionya pada tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella dan bagian lateral dari patella. Otot ini diinervasi
oleh n. femoralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi pada sendi lutut.
c. M. vastus intermedius mempunyai origo pada facies anterior tulang femur ( ⅔ bagian atas), sedangkan insersionya
pada tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella. Otot ini diinervasi oleh n. femoralis. Fungsi utamanya adalah
ekstensi pada sendi lutut.
d. M. vastus medialis mempunyai origo pada labium medial linea aspera (⅔ bagian bawah), sedangkan insersionya pada
tuberositas tibia tepatnya di atas ligamentum patella. Otot ini diinervasi oleh n. femoralis. Fungsi utamanya adalah
ekstensi pada sendi lutut.
e. M. sartorius mempunyai origo pada spina iliaka anterior superior, sedangkan insersionya pada sisi medial dari
tuberositas tibia. Otot ini diinervasi oleh n. femoralis bagian cabang dari pleksus lumbalis. Fungsi utamanya adalah
fleksi, rotasi ke luar, dan abduksi pada sendi panggul serta fleksi, rotasi ke dalam pada sendi lutut.
f. M. tensor fascia lata mempunyai origo pada spina iliaka anterior superior, sedangkan insersionya pada bagian lateral
dari ujung tibia (di atas traktus iliotibialis, di bawah condylus lateralis tibia). Otot ini diinervasi oleh n. femoralis
bagian cabang dari pleksus lumbalis. Fungsi utamanya adalah fleksi, abduksi, rotasi ke dalam pada sendi panggul serta
stabilisasi dalam posisi lurus pada sendi lutut.(R. Putz; R.Pabst,2000)
a. M. biceps caput longum mempunyai origo pada tuberischiadicum (bersatu dengan m. semitendinosus), sedangkan
insersionya pada caput fibula, menyebar ke dalam fascia cruris. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian tibial
yang merupakan bagian cabang pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke luar pada sendi
panggul serta fleksi, rotasi ke luar pada sendi lutut.
b. M. biceps caput brevis mempunyai origo pada labium lateral dari linea aspera (⅓ bagian tengah), sedangkan
insersionya pada caput fibula, menyebar ke dalam fascia cruris. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian fibula
yang merupakan bagian cabang pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke luar pada sendi
panggul serta fleksi, rotasi ke luar pada sendi lutut.
c. M. semitendinosus mempunyai origo pada tuberischiadicum (bersatu dengan origo m. biceps caput longum),
sedangkan insersionya pada permukaan medial tuberositas tibia. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian tibial
yang merupakan bagian cabang pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke dalam pada sendi
panggul serta fleksi, rotasi ke dalam pada sendi lutut.
d. M. semimembranosus mempunyai origo pada tuberischiadicum, sedangkan insersionya pada sebelah bawah condylus
medialis tibia, kapsul belakang sendi lutut, fascia m. popliteus. Insersio bercabang tiga dari muskulus ini dahulu dikenal
sebagai pes anserinus profundus. Otot ini diinervasi oleh n. ischiadicus bagian tibial yang merupakan bagian cabang
pleksus sakralis. Fungsi utamanya adalah ekstensi, adduksi, rotasi ke dalam pada sendi panggul serta fleksi, rotasi ke
dalam pada sendi lutut. (R. Putz; R.Pabst,2000)
Gambar 3.2. Otot-otot Posterior Paha
a. M. gracilis mempunyai origo pada ramus inferior os pubis (pinggir medila sepanjang simfisis pubis), sedangkan
insersionya pada bagian medial dari tuberositas tibia. Otot ini diinervasi oleh n. obturatorius yang merupakan bagian
cabang dari pleksus lumbalis. Fiungsi utamanya adalah adduksi, fleksi, rotasi pada sendi panggul serta fleksi, rotasi ke
dalam pada sendi lutut.
b. M. pectineus mempunyai origo pada pecten os pubis, sedangkan insersionya pada linea pectinea femur. Otot ini
diinervasi oleh n. femoralis dan n. obturatorius. Fungsi utamanya adalah adduksi, rotasi ke luar, fleksi pada sendi
panggul.
c. M. adductor brevis mempunyai origo ramus inferior os pubis, sedangkan insersionya pada labium medial linea aspera.
Otot ini diinervasi oleh n. obturatorius. Fungsi utamanya adalah adduksi, fleksi, rotasi ke luar pada sendi panggul.
d. M. adductor longus mempunyai origo pada os pubis, tepatnya di bawah crista pubis sampai dengan simfisis pubis,
sedangkan insersionya pada labium medial linea aspera. Fungsi utamanya adalah adduksi, fleksi, dan rotasi ke luar
pada sendi panggul.
e. M. adductor magnus mempunyai origo pada ramus inferior os pubis serta ramus dan tuber os ischii, sedangkan
insersionya pada labium medial linea aspera (⅔ bagian proksimal), tuberositas dan tuberkulum adduktorium. Otot ini
diinervasi oleh n. obturatorius dan n. ischiadicus. Fungsi utamanya adalah adduksi, rotasi ke luar, fleksi (bagian depan),
serta ekstensi (bagian belakang) pada sendi panggul. M adductor minimus menunjukkan adanya pembelahan yang
tidak sempurna di bagian proksimal dari m. adductor magnus.
f. M. obturatorius eksternus mempunyai origo seluas foramen obturatorium, sedangkan insersionya berupa tendon di
dalam fossa trochanterica. Otot ini diinervasi oleh n. obturatorius. Fungsi utamanya adalah rotasi ke luar, adduksi,
fleksi pada sendi panggul. (R. Putz; R.Pabst,2000)
Gambar 3.3. Otot Medial Paha
BAB 4
Pleksus sakralis dibentuk oleh ramus ventral L4 – S4.(Netter,2006)Saraf yang berasal dari pleksus sakralis keluar
melalui bagian posterior panggul menuju hip joint. N. ischiadicus berasal dari pleksus ini setinggi L4 – S3. N. ischiadicus
terbentuk oleh n. tibialis dan n. peroneus communis. Segmen tibia dari n. ischiadicus menginervasi otot-otot paha bagian
posterior, kecuali m. biceps femoris caput brevis yang diinervasi oleh n. peroneus communis.(Netter,2006) N. ischiadicus keluar
pada daerah femur anterior dari m. piriformis dan terletak posterior dari otot eksternal rotator yang lain. N. ischiadicus turun di
bawah m. gluteus maksimus dan berjalan ke posterior dari m. adductor magnus dan diantara m.biceps femoris caput longum
dan m. semimembranosus. Sebelum keluar melalui fossa poplitea, n. ischiadicus dibagi menjadi n. tibialis dan n. peroneus
communis.
Vaskularisasi daerah femur terutama berasal dari arteria femoralis yang merupakan cabang dari arteri iliaka eksterna.
Posterior dari femur juga mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteri iliaka interna yaitu arteri gluteus superior dan inferior.
Pembuluh darah keluar dari cavum pelvis di sebelah anterior dan posterior dari hip joint. Arteri iliaka eksterna berjalan di bawah
ligamentum inguinale dan keluar sebagai arteria femoralis. Arteri femoralis memasuki trigonum femorale dan dan memberikan
cabang arteri profunda femoris. Arteri ini memberikan vaskularisasi pada bagian anteromedial dari regio femur. Arteri profunda
femoris mempunyai dua cabang utama, yaitu arteri circumfleksa femoris medialis dan lateralis. Arteri circumfleksa femoris
lateralis berjalan oblique dan di bawah m. sartorius dan m. rectus femoris. Arteri ini memberikan cabang asenden menuju daerah
trochanter mayor dan cabang desenden yang berjalan di lateral dari m. rectus femoris. Arteri circumfleksa femoris medialis
memberikan vaskularisasi pada sebagian besar caput femoris. Arteri ini berjalan diantara m. pectineus dan m.
iliopsoas.(Shuler,2008)
Setelah memberikan vaskularisasi dari cabang arteri profunda femoris, arteri femoralis turun di bawah m. sartorius dan
terletak antara kelompok otot adductor dan dan m. vastus medialis menuju canalis adductorius. Arteri ini di bagian distal,
medial dari condylus medialis femoris memberikan cabang desenden yang disebut ramus geniculatum, kemudian arteri ini
meneruskan diri sebagai arteri poplitea.(Shuler,2008)
Arteri obturatoria adalah cabang dari arteri iliaka interna dan cabangnya ke arah posterior memberikan vaskularisasi
pada ligamentum teres dan asetabulum. Arteri ini merupakan arteri yang penting sebagai vaskularisasi pada caput femoris pada
bayi baru lahir sampai berusia sekitar 4 tahun.
2. Osteoporosis
A. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. (Sudoyo,2005).
B. Etiologi
Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serat sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. Oleh
karena itu, proses pembentukan tulang oleh osteoblas menjadi melemah. Dampak konsumsi alkohol pada
osteoporosis berhubungan dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan
menyebabkan melemahnya daya serat sel terhadap kalsium dari darah ke tulang
Antara lain protein, kandungan garam pada makanan, perokok berat, peminum alkohol dan kopi yang berat.
3) Gaya hidup
Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus
penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
4) Menopause dini
Menopause yang terjadi pada usia 46 tahun) dan hormonal, yaitu kadar esterogen plasma yang
kurang/menurun. Dengan menurunnya kadar esterogen, resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan
terjadi penurunan massa tulang yang banyak. Bila tidak segera diintervensi, akan cepat terjadi osteoporosis.
Penggunaan obat-obatan.
C. Jenis-jenis Osteoporosis
Yaitu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, dibagi menjadi dua kelompok yakni : osteoporosis tipe
I dan tipe II
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat
menopause
Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpi kalsium di usus
sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis
2. Osteoporosis Sekunder
Yaitu osteoporosis yang diketahui sebabnya, dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif (misalnya
mieloma multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang
(misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
3. Osteoporosis Idiopatik
diopatik adalah osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada : usia kanak-kanak
juvenile ; Usia remaja (adolesen) ; Pria usia pertengahan . (Sudoyo, 2005)
D. Patogenesis
Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostatis tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung
dan tidak langsung pada tulang. Efek tidak langsungnya meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan
homeostatis kalsium yang meliputi regulasi absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25 (OH)2D, ekskresi Ca di ginjal dan
sekresi hormone paratioid.
Efek langsung dari estrogen meningkatkan formasi tulang dan menghambat resorpsi tulang oleh esteoklas.
Pasca menopause terjadi penurunan estrogen yang menyebabkan produksi sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang
meningkatkan kerja osteoklas sehingga menyebabkan aktifitas osteoklas meningkat, yang apabila aktifitas osteoklas
maka akan terjadi meningkatan resorbsi tulang sehingga dapat menyebabkan osteoporosis karena terjadi penurunan
densitas tulang terutama pada tulang trabekuler. Selain itu, menopause juga meningkatkan eksresi kalsium di ginjal
sehinga terjadi reabsorpsi kalsium di ginjal sehingga timbul keseimbangan negatife kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat karena tejadi pengaturan kadar ion Ca dalam jaringan sehingga didapatkan peningkatan
kadar kalsium dalam serum.(Robbins, 2005).
Lebih disebabkan oleh usia lanjut, terutama pada decade ke-delapan dan kesembilan kehidupannya terjadi
ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah
atau menurun. Defisiensi kalsium dan vitamin D terjadi karena asupannya berkurang sehingga terjadi
hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatakan resorpsi tulang dan kehilangan
massa tulang. Selain itu juga terjadi penurunan sekresi GH dan IGF-1, penurunan aktifitas fisik, penurunan sekresi
estrogen yang menyebabkan terganggunya fungsi oesteoblas dan peningkatan turnover tulang yang memicu terjadinya
osteoporosis, yang padat menimbulkan fraktur apabila terjadi trauma ringan.
E. Manifestasi Klinis
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan
(terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita
sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti: patah tulang,
punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan dan nyeri punggung.
Anamnesis
Anamnesis diperlukan karena keluhan utama dapat langsung mengarah ke pada diagnosis, misalnya fraktur kolum
femoris pada osteoporosis, kesemutan dan rasa kebal disekitar mulut, immobilisasi yang lama, pengaruh obat-obtan,
alcohol, merokok. (De Jong, 2005).
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada apsien osteoporosis, gaya berjalan, nyeri spinal, sering ditemukannya
kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan
Pemeriksaan ini dilakukan prediksi kehilangan massa tulang, prediksi fraktur, evaluasi efektivitas terapi. Meliputi
hitung kalsium total kalsium dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor dalam serum, kalsium urin, fosfat urin
Pemeriksaan Radiologis
DXA merupakan metode yang paling sering digunakan dalm diagnosis osteoporosis karena mempunyai tingkat akurasi
dan presisi yang tinggi. Sumber energinya bukan dari sinar X tapi enerigi yang dihasilkan dari tabung sinar X. Hasil
pengukurannya berupad densitas mineral tulang, kandungan mineral, perbandingan hasil densitas mineral tulang.
Katagori Diagnostiknya Normal untuk T-score >-1 ; Osteopenia <-1 ; Osteopororsis <-2,5 (tanpa fraktur) ;
Osteoporosis berat <-2,5 (dengan fraktur).(Hayes, 2004).
SPA digunakan unsure radioisotope I yang mempunyai energy photon rendah dan digunakan hanya pada bagian tulang
yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.
Metode ini mempunyai kelebihan berupa tidak menggunakan radiasi, aplikasi ini dipakai untuk menilai tulang
trabekula melalui dua langkah yaitu T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan
tulang trabekula dan kedua untuk menilai arsitektur trabekula
Prognosis : Tergantung dengan tindak pencegahan dini osteoporosis saat masih masa pertumbuhan sesuai pemenuhan
kalsium tubuh, nutrisi, asupan, aktivitas fisik, dan pada masa menopause pemenuhan hormone estrogen.
Komplikasi : Dapat terjadi fraktur pada penderita, karena terjadinya trauma-trauma ringan karena osteoporosis
menyebabkan berkurangnya densitas massa tulang. (Rasjad,2005).
5. Prognosis
Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika terapi farmakologi dengan estrogen
atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan bila terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang
(bertahun-tahun). Penggunaan bifosfonat dapat memperbaiki keadaan osteoporosis pada penderita, serta mampu
mengurangi risiko terjadinya patah tulang.
Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas pada pasien. Pada penelitian Hannan et
al (2001) dilaporkan bahwa nilai mortalitas pada subjek penelitian (571 orang dengan usia 50 tahun atau lebih) dalam
6 bulan setelah mengalami patah pada tulang pinggul adalah sekitar 13.5% dan sejumlah penderita membutuhkan
bantuan secara sepenuhnya dalam mobilitas mereka setelah mengalami patah tulang pinggul.
Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap mortalitas, serta dapat mengakibatkan nyeri
kronis yang berat dan sulit untuk dikontrol. Meskipun jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat
mengakibatkan bungkuk (kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ dalam tubuh dan mengganggu sistem
pernafasan dari penderita.
Walaupun penderita osteoporosis mempunyai kadar mortalitas yang meninggi karena adanya komplikasi fraktur,
jarang fatal. Fraktur tulang pinggul bisa menyebabkan penurunan mobilitas dan tambahan dari resiko komplikasi
multiple. Kadar mortalitas sampai 6 bulan setelah fraktur tulang pinggul adalah sebanyak 13,5% dan proporsi yang
hampir sama pada penderitan yang mengalami fraktur tulang pinggul yang memerlukan bantuan untuk mobilisasi.
Namun fraktur tulang vertebra yang multiple bisa menyebabkan kiposis. Selain dari resiko kematian dan komplikasi
yang lain, fraktur soteporotic bisa menyebabkan pengurangan kualitas hidup (Hannan, 2001).
SKDI
1. Fraktur Patologis
Tingkat Kemampuan 2: Mendiagnosis dan Merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
2. Osteoporosis
Tingkat Kemampuan 3: Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaanawal danmerujuk
Analisis Masalah
1. Ny. A, seorang wanita berusia 67 tahun datang ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri di pangkal paha kanan sejak 2 jam yang lalu, akibat
terjatuh di rumahnya ketika sedang berjalan. Pasien mengeluh nyeri hebat di pangkal pahanya terutama ketika digerakkan. Pasien menjadi
tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri.
Keluhan tambahan: nyeri hebat di pangkal paha terutama ketika digerakkan dan tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri.
f. Bagaimana mekanisme pasien tidak dapat berdiri dan berjalan pada kasus?
3. Pemeriksaan fisik
PRINSIP PEMERIKSAAN
Pasien duduk.
Area yang dipaparkan meliputi regio leher, dada, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah (mengenakan pakaian
dalam).
1. Inspeksi :
a. Anterior :
Leher dan kepala: adakah tortikolis, apakah miring ke satu arah (karena prolaps diskus servikalis atau spasme otot),
adakah asimetri wajah (biasanya karena neglected tortikolis).
b. Lateral :
Lordosis
Pembengkakan
c. Posterior :
Prominent m. trapezius
Wasting muscle
Pembengkakan
Untuk identifikasi level collumna vertebralis, palpasi processus spinalis T1 (paling prominen).
Adanya spasme otot (m. sternocleidomastoideus penderita diminta menengok ke kiri- kanan, pemeriksa di belakang
pasien).
Dilakukan secara aktif dan pasif dengan memegang kepala dengan dua tangan pada regio temporal, bergerak/ digerakkan
ke segala arah.Diamati apakah gerakan yang terjadi smooth atau terdapat keterbatasan gerakan karena rasa nyeri (lihat ekspresi
pasien).
1. Fleksi anterior :
2. Ekstensi :
a. Compression Test
Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien, tekan ke bawah. Pasien dalam keadaan duduk. Hasil positif
bila pasien merasakan nyeri di sepanjang daerah cervical.
b. Distraction Test
Tangan pemeriksa bagian palmar diletakkan di bawah dagu pasien, dan tangan pemeriksa yang lain diletakkan di
bagian occiput pasien. Hasil positif bila pasien merasa lebih nyaman/enak.
Keterangan :
Gambar kiri : aspek anterior
A=Pelvic tilting oleh karena deformitas adduksi/abduksi deformitas, short leg, skoliosis. B=Muscle wasting oleh
Pasien Berdiri :
- Posterior tilting bahu/ pelvis, skoliosis, scar, sinus, gluteal muscle wasting, deformitas tumit/ kaki.
- Trendelenburg’s Tes : Untuk mengetahui stabilitas level arm hip, dilakukan oleh mekanisme abduktor (lihat
gambar 41).
Pasien Berjalan :
Normal Gait : Stance phase 60% (heel strike -- foot flat -- mid stance -- push off);
Swi ng phase 40% (accelera
- tion – midswing -- deceleration).
Gambar 42.Kiri :normal gait; kanan : high stepping gait pada foot drop
- Kulit :scar, sinus, pembengkakan, muscle wasting (m. quadriceps femoris, gluteal).
- Bandingkan kedua ekstremitas inferior adakah pemendekan ?
Keterangan:
Kiri : Palpasi origo m. adductor longus, bila nyeri biasanya oleh karena strain adductorlongus & osteoarthritis
panggul.
Kanan :lakukan rotasi eksternal artikulasio coxae, palpasi trochanter minor. Bila terasa nyeri, biasanya oleh karena
strain m. illiopsoas.
c. Pada pergerakan :
panggul 0 - 135o
Gambar 48. Hip Abduksi Gambar 49. Hip Adduksi
Gambar 50.Rotasi internal panggulGambar 51. Rotasi eksternalpanggul pada posisi fleksi
a. Inspeksi :
- Penderita jongkok.
Gambar 52. Pemeriksaan lutut
b. Palpasi :
Untuk mengetahui adanya wasting otot dilakukan dengan cara mengukur lingkarpaha.
lutut
d. Tes Khusus
Anterior/Posterior drawer test untuk menilai ruptur ligamentum cruciatum anterior atau posterior
(ACL/ PCL).
Anterior drawer test, cara pemeriksaan :
- Penderita berbaring dengan posisi knee fleksi
- Pemeriksa melakukan fiksasi pada kedua kaki dan kedua tangan memegang tulang tibia dengan sendi lutut
- Dengan gentle menarik tulang tibia ke anterior
- Positif bila terasa tulang tibia terasa bergerak/seperti lepas ke anterior
1. Burton, R., 1983, The Hand Examination & Diagnosis, 2nd edition, Churchill Livingstone.
2. Hoppenfeld, S., 1986, Physical Examination Of The Spine and Extremities, Appleton
& Lange.
3. Salomon, L., 2001, System of Orthopaedics and Fractures,8th edition, Oxford
University, New York.