Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma - trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba - tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ - organ pentingl ainnya. Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. ANATOMI

a. Sistem tulang Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.

Epiphysis Proksimalis Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya facies

articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major terdapat cekungan disebut fossa

trochanterica.

Diaphysis Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang merupakan

segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis. Epiphysis distalis Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis disebut linea intercondyloidea.

b. Arthrologi/sistem sendi Sendi adalah hubungan antara dua tulang atau lebih dari sistem sendi. 1) Sendi panggul Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput femoris. Facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan cekungan bentuk simetris terbentang melampaui equator labium acetabuli, labium acetabuli mengandung zat rawan fibrosa. Facies lunata dan labium menjadi dua pertiga caput femoris lekuk tulang tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh lig trasuersum, acetabuli, dimana terdapat bantalan lemak menuju caput femoris. Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labium acetabuli sehingga labium aetabuli dengan bebas masuk ke rongga kapsul. Sendi panggul diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang diantaranya:

a) Ligamentum Iliofemorale Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterium dan interior berfungsi mencegah gerakan extensi dan exirotasi tungkai atas yang berlebihan pada sendi pangkal paha. b) Ligamentum pubofemorale Berbentuk segitiga, dasarnya ligamen pada ramus superior pubis, berfungsi mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan. c) Ligamentum ischiofemorale Berbentuk spiral, melekat pada corpus ischium dekat tepi aetabulum. d) Ligamentum transferum acetabuli Dibentuk oleh labium acetabulare. Berfungsi mencegah keluarnya caput femoris dari acetabuli. e) Ligamentum cepitis femoris Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput femoris. Berfungsi sebagai tempat berjalan vasa dan saraf, meratakan sinovial pada permukaan sendi. 2) Sendi Lutut Sendi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella yang mana pada facet sendi terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral, yang mana pada satu permukaan bagian medial otot vastus lateralis menarik patella ke arah proximal sedangkan otot vastus medialis menarik patela ke arah medial, sehingga patella stabil. Pada posisi 30o, 40o dari ekstansi, patellah tertarik oleh mekanisme gaya kerja otot sangat kuat.

Keterangan gambar 2.4

Keterangan gambar 2.5:

1. Lig. Pubofemorale 2. Canalis obturatorius 3. Membrana obturatoria 4. Trochanter minor 5. Trochanter major 6. Pars transversa 7. Pars descendens 8. M. rectum femoris, Tendo

1. Caput reflexum 2. Caput rectum 3. Lig. Iliofemorale 4. collum femoris 5. trochanter major 6. Tuberositas glutea 7. Trochanter minor 8. Lig. Ischio femorale 9. Lig. Sacrotuberale 10. Lig. sacrospinale

1.

Sistem Otot Tabel 2.1 Otot Tungkai Atas Bagian Anterior

No Otot 1 Sartorius

2 3

Iliacus Quadricep Femoralis a. Rectus femoris

Regio Spina iliace anterior superior (SIAS) Fossa illiaca di dalam abdomen SIAS

Insertio Permukaan medial tibia Throcantor femur

Fungsi Fleksi abduis, rotasi, lateral arc coxae Flexi

Inervasi N. femoralis

N. femoralis

Tendon m. quadriceps pada patela, vialigamentum patellae ke dalam tuberositas tibia

Flexi arc coxae

N. femoralis

Extansi lutut N. femoralis Extensi lutut, menstabilkan patela Extensi lutut

b. Vatus lateralis

c. Vatus medialis

Ujung atas dan batang femur, septum facialis lat ke dalam Ujung atas dan batang femur Permukaan anterior dan lateral batang femur

N. femoralis

N. femoralis

d. Vatus intermedius

Tabel 2.2 Otot Tungkai Atas Bagian Posterior


No Otot 1 Biceps femoralis Regio Caput longum (tuber isciadoleum) caput breve (linea aspera) crista supra condilair lateral batang femur) Tuber ischiadikum Tuber ischiadikum Insertio Permukaan medial tibia Fungsi Flexi abduksi, rotasi lateral arc.Co xae Inervasi Ramus tibialis N. ischiadicum

Semi tendonisosis

Medial tibia

Flexi, rotasi, medial sendi lutut serta Arc. Coxae Flex dan rotasi, medial sendi lutut serta extensi serta extensi Arc. Coxae Extensi Arc Coxae

Ramus tibialis N.ischiadicum

Semi membranosus

Condylus medialis tibia

Ramus tibialis N. ischiadicum

Adduktor magnus

Tuber ischiadicum

Tiberculum adduktor femur

Ramus tibialis N. Ischiadicum

Tabel 2.3 Otot tungkai atas Regio Glutealis (Richar, S. 1986)


No 1 Otot Gluteus maximus Regio Permukaan luar ilium, sacrum, ligamen sacrotuberale Permukana luar ilium Permukaan luar ilium Permukaan anterior sacrum Permukaan dalam membrana abturatoria Insertio Tractus illiotibialis dan duterositas gluteo femoris Lateral throchantor mayor femoris Anterior throchantor mayor femoris Throchantor mayor femoris Tepian atas throchantor mayor femoris Fungsi Extensi dan rotasi laterale Arc. Coxae Extensi dan rotasi Inervasi N. gluteus interior

Gluteus Medius Gluteus minimus Piriformis Obturatorius internus

N. gluteus superior N. gluteus superior N. Sacralis I dan II Plexus sacralis

Abduksi Arc. Coxae Rotasi lateral Rotasi lateral

4 5

Tabel 2.4 Otot Tuang Medial Paha


No 1 Otot M. Gracilis Regio Ramus interior ossis pubis dan ossis ischi Dataran anterior ramus superior ossis pubis Lateral ramus interior ossis pubis Dataran anterior ramus interfior ossi ischii dan tuber ischiadicum Datarna anterior membrana abturatoria, foramen abturatroium Insertio Tuberositas tibia dibelakang Fungsi Adduktor flexor, hip flexor dan internal rotator tungkai bawah Ramus anterior N. Abtoratorium L2-3 Inervasi Ramus anterior N. obturatoria L2-4 Adduktor, flexor hip

M. adduktor langus

M. adduktor brevis M. adduktor magnus

M. sartorius labium medial linea aspera 1/3 medial Labium medial linea aspera Labium medial linea aspera

Adduktor flexor, internal rotasi hip Adduktor dan extensor hip

Ramus anterior dan posterior N. abturatoria L2-4 Ramus posterior dan N. tibialis dan L2-5 dan S1 Ramus muscularis plexus sacralis S1-3

M. Obturatorius externus

Fossa throhantorica femoris

External rotator hip membantu extensor hip

c. Sistem Persyarafan Sistem persyarafan pada tungkai atas (paha) dibagi menjadi 4 yaitu: 1) Nervus femoralis Merupakan cabang terbesar dari pleksus lumbalis. Nervus ini berisi dari tiga bagian pleksus anterior yang berasal dari nervus lumbalis (L2, L3 dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah melewati m. psoas dan m.iliacus ia terletak di sebelah fasia illiaca dan memasuki paha lateral terhadap anterior femoralis dan selubung femoral di belakang ligament inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis mensyarafi semua otot anterior paha. 2) Nervus obturatorius Berasal dari plexus lumbalis (L2, L3 dan L4) dan muncul pada bagian tepi m. psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan depan pada lateral pelvis untuk mencapai bagian atas foramen abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang muscular pada m. gracilis, m. adduktor brevis dan longus. Sedangkan devisi posterior mensyarafi articularis guna memberi cabang-cabang muscular kepada m.obturatorius esternus, dan adduktor magnus.

3) Nervus gluteus superior dan inferior Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas, dan bawah foramen ischiadicus majus di atas m. piriformis dan mensyarafi m.gluteus medius dan minimus serta maximus. d. Sistem peredaran darah 1) Pembuluh darah arteri Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri ini selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan oksigenisasi. Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu: a) Arteri femoralis Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament inguinale dan merupakan lanjutan arteria illiace externa, yang terletak dipertengahan antara SIAS (spina illiaca anterior superior) dan sympiphis pubis. Arteria femoralis merupakan pemasok darah utama bagian tungkai, berjalan menurun hampir bertemu ke tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada lubang otot magnus dengan memasuki spatica poplitea sebagai arteria poplitea. b) Arteria profunda femoralis

Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis dari trigonum femorale. Ia keluar dari anterior paha melalui bagian belakang otot adductor, ia berjalan turun diantara otot adductor brevis dan kemudian teletak pada otot adduktor magnus. c) Arteria obturatoria Merupakan cabang arteri illiaca interna, ia berjalan ke bawah dan ke depan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus obturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas foramen obturatum. d) Arteri poplitea Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke fossa bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis, vena poplitea, arteri poplitea. 2) Pembuluh darah vena Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain: a) Vena femoralis Vena femoralis memasuki paha melalui lubang pada otot adduktor magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, ia menaiki paha mula-mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya. Ia meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral dan berjalan dibelakang ligamentum inguinale menjadi vena iliaca externa. b) Vena profunda femoralis Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat disamakan dengan cabang-cabang arterinya, ia mengalir ke dalam vena femoralis. c) Vena obturatoria Vena obturatoria menampung cabang-cabang yang dapat disamakan dengan cabang-cabang arterinya, dimana mencurahkan isinya ke dalam vena illiaca internal. d) Vena saphena magna Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialis, venosum dorsalin vena ini
10

berjalan di belakang lutut, melengkung ke depan melalui sisi medial paha. Ia bejalan melalui bagian bawah n. saphensus pada fascia profunda dan bergabung dengan vena femoralis.

II.

DEFINISI Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak langsung. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang didekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yangdisebut fraktur dislokasi.

III.

ETIOLOGI Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita

harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

membengkok, memutar dan tarikan. Trauma dapat bersifat : Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang danterjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengantangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

11

Tekanan pada tulang dapat berupa : Tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif ataumemecah misalnya pada bahan vertebra. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentuakan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z Fraktur oleh karena remuk Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

IV.

PATOFISIOLOGI Fraktur traumatik yaitu yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba. Fraktur patologis

dapat terjadi hanya tekanan yang relatif kecil apabila tulang telah melemah akibat osteoporosis atau penyakit lainnya. Fraktur stres yang terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

V.

KLASIFIKASI FRAKTUR. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas 3: complete, dimana

tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi: 1. Fissure/Crack/Hairline tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih 2. Greenstick Fracture biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,clavicula, dan costae 3. Buckle Fracture fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi 3: 1. Transversal garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu tulang)
12

2.

Oblik garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari sumbutulang)

3. Longitudinal garis patah mengikuti sumbu tulang 4. Spiral garis patah tulang berada di dua bidang atau 5. Comminuted terdapat 2 atau lebih garis fraktur Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur: 1. Undisplace fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya. 2. Displace fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas: Shifted Sideway menggeser ke samping tapi dekat Angulated membentuk sudut tertentu Rotated memutar Distracted saling menjauh karena ada interposisi Overriding garis fraktur tumpang tindih Impacted satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Gambar 2.1. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi A.Fraktur diafisis, B.Fraktur metafisis, C.Dislokasi dan fraktur, D. Fraktur intra-artikuler

13

Gambar 2.2 Klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi a.Transversal, b.Oblik, c.Spiral, d.kupu-kupu, e.komunitif, f.segmental, g. depresi

Gambar 2.3. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur a.Transversal b.Oblik c.Segmental d.Spiral dan segmental e.Komunitif f.Depresi

a) Shifted Sideway, b)Angulatid, c)Rotated, d)Distrakted, d)Over-riding, f)Impacted


14

Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)

IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat. IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelasatau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertaikontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.

III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagiandistal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

VI. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR 1. FRAKTUR COLLUM FEMUR Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuhdengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yangmendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam : Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur) Fraktur Intracapsular diklasifikasikan : Grade I: Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak
15

Grade II: Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulumtidak angulasi Grade III: Slightly displaced, pola trabekular angulasi Grade IV: Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada kontinuitas tulang

2. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalambeberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu : tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

3. FRAKTUR BATANG FEMUR Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkanperdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satuklasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengandaerah yang patah. Dibagi menjadi : - tertutup - terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar.

4. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

5. FRAKTUR INTERCONDYLAIR Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
16

6. FRAKTUR CONDYLER FEMUR Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

7. FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR DAN FRAKTUR INTERKONDILER Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan fraktur interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks. Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) : Tipe I ; fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T. Tipe IIA ; fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk Y). Tipe IIB ; sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil. Tipe III ; fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total.

Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur

Entracapsular fraktur termasuk trochanter

17

Derajat fraktur intracapsular

Fraktur supracodylar, condylar, intercondilar

Comminuted mid-femoral shaft fracture postinternal

Femoral shaft fracturefixation

VII.

DIAGNOSIS

ANAMNESIS Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.

18

PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: a. Syok, anemia atau pendarahan b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. c. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

PEMERIKSAAN LOKAL 1. Inspeksi ( Look ) Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak u n t u k membedakan fraktur tertutup atau terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam s a m p a i beberapa hari P e r h a t i k a n a d a n ya d e f o r m i t a s b e r u p a a n g u l a s i , r o t a s i d a n kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organorgan lain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi.

2. Palpasi ( Feel ) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan : Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanyadisebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibatfraktur pada tulang
19

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harusdilakukan secara hati-hati Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.

3. Pergerakan (Move) Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan kelainan tulang dan sendi : Foto Polos

Tujuan pemeriksaan radiologis : Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
20

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua: Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang -kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan f r a k t u r pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus a t a u f e m u r , m a k a p e r l u d i l a k u k a n f o t o p a d a panggul dan tulang belakang. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak

j e l a s s e h i n g g a b i a s a n ya d i p e r l u k a n f o t o b e r i k u t n ya 1 0 - 1 4 h a r i kemudian

CT-Scan suatu jenis pemeriksaan untuk melihatlebih detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.

21

MRI MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot,tulang rawan, dan tulang.

VIII. PENATALAKSANAAN 1. Terapi konservatif : Proteksi Immobilisasi saja tanpa reposisi Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Traksi Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin

22

Metode Pemasangan traksi: Traksi Manual Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan

Emergency.Dilakukan dengan menarik bagian tubuh. Traksi Mekanik Ada dua macam, yaitu :

Traksi Kulit Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatasuntuk 4 minggu dan beban < 5 kg.Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bilatidak diteruskan dengan pemasangan gips.

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukanuntuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringanmetal.Kegunaan pemasangan traksiTraksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya : Mengurangi nyeri akibat spasme otot Memperbaiki dan mencegah deformitas Immobilisasi Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi). Mengencangkan pada perlekatannya. 2. Terapi operatif ORIF (Open Reduction internal fixation), Indikasi ORIF : Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operas

23

XI. KOMPLIKASI Early : Lokal :Vaskuler : compartement syndromeTrauma vaskulerNeurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer Sistemik : emboli lemak Crush syndrome Emboli paru dan emboli lemak

Late : Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal

(angulasi,perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu

24

Anda mungkin juga menyukai