Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang


di iringi dengan kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan masyarakat untuk berpikir praktis misalnya ketika hendak
berpergian kebanyakan masyarakat tidak lagi berjalan kaki tetapi lebih memilih
mengendarai sepeda motor maupun mobil. Masyarakat berpikir merasa aman serta
efisien dan praktis ketika berpergian menggunakan kendaraan seperti motor
maupun mobil.

Di Indonesia,mobilitas yang sangat tinggi dan faktor kelalaian manusia


menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas.Menurut data
kepolisian RI tahun 2012,terjadi 109.038 kasus kecelakaan lalu lintas di seluruh
Indonesia,sedangkan menurut data badan kesehatan dunia (WHO) tahun
2011,kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi pembunuh ke tiga setelah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis.

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat


5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Penyebab fraktur adalah kecelakaan,baik itu kecelakaan
kerja,kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat
faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI,2005)

Akibat dari kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan kematian,cedera


pada tubuh dan patah tulang .Salah satunya adalah fraktur femur sepertiga tengah
.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


yang umumnya disebabkan oleh trauma yang berulang-ulang,kelemahan pada
tulang atau fraktur patologik dan tekanan atau ruda paksa.Fratur ini hanya bisa
berupa retakan ,crumpling,atau splintering dari korteks ,akan tetapi lebih sering
berupa pecah secara komplit dan fragmentasinya mengalami perpindahan lokasi

1
(Solomon 2010).Femur adalah tulang paha atau tungkai atas.sepertiga tengah
adalah sebuah benda yang dibagi menjadi tiga bagian yang sama,kemudian
diambil bagian yang tengah (Thomas dkk,2011) .Jadi fraktur femur sepertiga
tengah adalah suatu patahan yang mengenai tulang paha pada bagian sepertiga
tengah dari tulang .Hal ini bisa terjadi karena trauma tunggal ,trauma berulang-
ulang ,dan kelemahan abnormal pada tulang atau fraktur patologik (Thomas
dkk,2011).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1)
sistem tulang, (2) sistem sendi, (3) sistem otot, (4) sistem saraf.
secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis
dan lutut adalah paha, bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah
tungkai.
a. Sistem tulang
Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput
Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini
bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan
bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC 1995).
Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar
pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang
paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan
epiphysis distalis.

3
- Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris
yang punya facies articularis untuk bersendi dengan
acetabulum ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea
capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang
kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major
ke arah medial juga membulat kecil disebut trochantor minor.
Dilihat dari depan, kedua bulatan major dan minor ini
dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica
(linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan ini
dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat
dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major
terdapat cekungan disebut fossa trochanterica.
- Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang
melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke
depan. Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies
lateralis, facies anterior. Batas antara facies medialis dan
lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea
aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya
suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini
terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium
laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea
intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk
segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor minor
terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran
belakang terdapat foramen nutricium, labium medial lateral
disebut juga supracondylaris lateralis/medialis.
- Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis
dan condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat

4
lagi masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus
medialis dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan
akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan
terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris
untuk bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang
dibagian proximalnya terdapat garis disebut linea
intercondyloidea.
b. Sistem Otot
Otot yang akan dibahas hanya berhubungan dengan kondisi pasien post
operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate and
screw adalah otot yang berfungsi ke segala arah seperti regio hip untuk
gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi dan eksternal rotasi-internal
rotasi.
Untuk lebih terperincinya penulis menyertakan otot-otot yang
berhubungan dengan kondisi tersebut, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1

Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, S. 1986)

No Otot Regio Insertion Fungsi Inervasi


1 Sartorius Spina Permukaa Fleksi,abduksi N.femor
iliaca n medial ,rotasi,lateral alis
anterior tibia arc,coxae
superior
2 Iliacus Fosssa Throchant Fleksi N.femor
iliaca di er femur alis
dalam
abdomen
3 Pectineus Remus Ujung Fleksi,adduksi N.
superior atas linea ,coxae femorali
pubis aspera s
femur

5
4 Rectus SIAS Tendorota Fleksi N
femoris si .femorali
m.quadric s
eps pada
patella
5 Vastus Ujung Tuberosit Ekstensi lutut N.
lateralis atas dan as tibia femorali
batang s
femur
6 Vastus Ujung Ekstensi lutut N.
medialis atas dan femorali
batang s
femur
7 Vastus Intermedi Ekstensi lutut N.
us femorali
s

Tabel 2.2

Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Ricard, S. 1986)

No Otot Regio Insertion Fungsi Inervasi


1 Bicep -Caput Permukaa Fleksi,abduksi Remus
femoris longum(t n medial ,rotasi,coxae tibialis
uber tibia n.
ischiadiku ischiadik
m) um
-Caput
brevis
(linea
aspera,cri

6
sta
supracond
ylaris)
2 Semi Tuber Medial Fleksi dan Remus
tendinosis ischiadiku tibia rotasi medial tibialis
m sendi lutut n.
ischiadik
um
3 Semi Tuber Condylus Fleksi dan Remus
membrano ischiadiku medius rotasi medial tibialis
sis m tibia sendi lutut n.
ischiadik
um
4 Adduktor Tuber Tuberculu Adduksi Remus
magnus ischiadiku m tibialis
m adductor n.
femur ischiadik
um

Tabel 2.3

Otot tungkai atas Regio Glutealis (Richar, S. 1986)

No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi


1 Gluteus Permukaan Tractus Extensi N.
maximus luar ilium, illiotibialis dan gluteus
sacrum, dan rotasi interior
ligamen duterositas laterale
sacrotuberal gluteo Arc.
e femoris Coxae
2 Gluteus Permukana Lateral Extensi N.

7
Medius luar ilium throchantor dan gluteus
mayor rotasi superior
femoris
3 Gluteus Permukaan Anterior Abduksi N.
minimus luar ilium throchantor Arc. gluteus
mayor Coxae superior
femoris
4 Piriformis Permukaan Throchantor Rotasi N.
anterior mayor lateral Sacralis
sacrum femoris I dan II
5 Obturatori Permukaan Tepian atas Rotasi Plexus
us internus dalam throchantor lateral sacralis
membrana mayor
abturatoria femoris

Tabel 2.4

Otot Tuang Medial Paha

No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi


1 M. Gracilis Ramus Tuberositas Addukto Ramus
interior ossis tibia r flexor, anterior
pubis dan dibelakang hip N.
ossis ischi flexor obturatori
dan a L2-4
internal
rotator
tungkai
bawah
2 M. adduktor Dataran M. sartorius Ramus Adduktor,
langus anterior labium anterior flexor hip

8
ramus medial linea N.
superior aspera 1/3 Abtorato
ossis pubis medial rium L2-
3
3 M. adduktor Lateral Labium Addukto Ramus
brevis ramus medial linea r flexor, anterior
interior ossis aspera internal dan
pubis rotasi posterior
hip N.
abturatori
a L2-4
4 M. adduktor Dataran Labium Addukto Ramus
magnus anterior medial linea r dan posterior
ramus aspera extensor dan N.
interfior ossi hip tibialis
ischii dan dan L2-5
tuber dan S1
ischiadicum
5 M. Datarna Fossa External Ramus
Obturatorius anterior throhantorica rotator musculari
externus membrana femoris hip s plexus
abturatoria, membant sacralis
foramen u S1-3
abturatroium extensor
hip

9
c. System persyarafan
Sistem persyarafan pada tungkai atas (paha) dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Nervus femoralis
Merupakan cabang terbesar dari pleksus lumbalis. Nervus ini berisi
dari tiga bagian pleksus anterior yang berasal dari nervus lumbalis
(L2, L3 dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam
abdomen dan berjalan ke bawah melewati m. psoas dan m.iliacus ia

10
terletak di sebelah fasia illiaca dan memasuki paha lateral terhadap
anterior femoralis dan selubung femoral di belakang ligament
inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus
femoralis mensyarafi semua otot anterior paha.
2. Nervus obturatorius
Berasal dari plexus lumbalis (L2, L3 dan L4) dan muncul pada
bagian tepi m. psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke
bawah dan depan pada lateral pelvis untuk mencapai bagian atas
foramen abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi
anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang
muscular pada m. gracilis, m. adduktor brevis dan longus.
Sedangkan devisi posterior mensyarafi articularis guna memberi
cabang-cabang muscular kepada m.obturatorius esternus, dan
adduktor magnus
3. Nervus gluteus superior dan inferior
Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas,
dan bawah foramen ischiadicus majus di atas m. piriformis dan
mensyarafi m.gluteus medius dan minimus serta maximus.

11
d. System peredaran darah
Sistem peredaran darah tungkai atas (paha)
Di sini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas
atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.
1. Pembuluh darah arteri
Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri
ini selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri
pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan
oksigenisasi. Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu:
a) Arteri femoralis
Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang
ligament inguinale dan merupakan lanjutan arteria illiace
externa, yang terletak dipertengahan antara SIAS (spina illiaca
anterior superior) dan sympiphis pubis. Arteria femoralis
merupakan pemasok darah utama bagian tungkai, berjalan
menurun hampir bertemu ke tuberculum adductor femoralis
dan berakhir pada lubang otot magnus dengan memasuki
spatica poplitea sebagai arteria poplitea.
b) Arteria profunda femoralis
Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri
femoralis dari trigonum femorale. Ia keluar dari anterior paha
melalui bagian belakang otot adductor, ia berjalan turun
diantara otot adductor brevis dan kemudian teletak pada otot
adduktor magnus.
c) Arteria obturatoria
Merupakan cabang arteri illiaca interna, ia berjalan ke bawah
dan ke depan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus
obturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas
foramen obturatum.
d) Arteri poplitea

12
Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke
fossa bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam
fossa poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus
tibialis, vena poplitea, arteri poplitea.
2. Pembuluh darah vena
Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:
a) Vena femoralis
Vena femoralis memasuki paha melalui lubang pada otot
adduktor magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, ia
menaiki paha mula-mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian
posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya. Ia
meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral
dan berjalan dibelakang ligamentum inguinale menjadi vena
iliaca externa.
b) Vena profunda femoralis
Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat
disamakan dengan cabang-cabang arterinya, ia mengalir ke
dalam vena femoralis.
c) Vena obturatoria
Vena obturatoria menampung cabang-cabang yang dapat
disamakan dengan cabang-cabang arterinya, dimana
mencurahkan isinya ke dalam vena illiaca internal.
d) Vena saphena magna
Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum
dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus
medialis, venosum dorsalin vena ini berjalan di belakang lutut,
melengkung ke depan melalui sisi medial paha. Ia bejalan
melalui bagian bawah n. saphensus pada fascia profunda dan
bergabung dengan vena femoralis.

13
B. PATOLOGI
1. Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter, 2002; Bare, 2002).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh
tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang
(Carpenito, 2000).
Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur
tulang. Fraktur dapat terjadi pada semua bagian tubuh salah satunya
adalah fraktur femur 1/3 distal yaitu suatu patahan yang mengenai 1/3
bagian bawah tulang paha. Problematik fisioterapi pasca operasi open
fraktur femur dextra 1/3 distal dengan plate and screws meliputi
impairment dan functional limitation
Fraktur femur 1/3 distal atau sering disebut fraktur suprakondiler
femur adalah fraktur yang melibatkan aspek distal metafisis femur yang
mencangkup 8 sampai 15 cm bagian distal femur (Thomas, 2011).

14
2. Etiologi
Menurut etiologinya fraktur dapat disebabkan oleh : (a) trauma
yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung, (b) karena
tekanan pada tulang sehingga tulang mengalami kelelahan, (c) karena
penyakit pada tulang atau faktor patologik.
Oedem, nyeri, gangguan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan
otot dan gangguanakti itas berjalan disebabkan adanya luka %raktur
dan luka bekas operasiBerdasarkan penyebab terjadinya fraktur femur,
dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan besar energi penyebab trauma,
yaitu:
a. High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar,
jenis kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini
antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor (kecelakaan sepeda
motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb), olahraga yang
berkaitan dengan kecepatan seperti misalnya: ski, sepeda balap,
naik gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta luka tembak.
b. Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena
struktur femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan
trauma karena energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang
kehilangan kekuatannya terutama pada orang-orang yang
mengalami penurunan densitas tulang karena osteoporosis;
penderita kanker metastasis tulang dan orang yang mengkonsumsi
kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi mengalami
fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang.
c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari
fraktur femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma
jenis ini mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya
terjadi secara bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan
kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini
seringkali terjadi pada atlet atau pada militer yang menjalani

15
pelatihan yang berat. Fraktur jenis ini biasanya mempengaruhi area
corpus femoris
3. Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejalan fraktur femur sepertiga tengah
adalah: (1) nyeri, (2) hilangnya fungsi,(3) pemendekan ekstremitas,(4)
krepitus,(5) pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer &
Bare,2006)
4. Proses patologi Gangguan Gerak dan Fungsi
Pada kondisi trauma, farktur ini membutuhkan gaya yang besar untuk
mematahkan tulang femur. Kebanyakan terjadi pada orang yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Kondisi degenerasi tulang
(osteoporosis) atau keganasan tulang femur dapat mematahkan tulang
femur. Kerusakan neurovaskuler menimbulkan manifestasi peningkatan
resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke
dalam jaringan maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat.
Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sindrom
kompartemen.. Kerusakan fragmen tulang femur diikuti dengan spasme
otot paha yang menimbulkan deformitas khas dan menimbulkan resiko
terjadinya mal union pada tulang femur. (Arif, 2008) 3
Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mepunyai kekutaan dan
daya tahan pegas untuk menahan tekanan tulang, yang mengalami
fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu
permasalahan yang komplek karena pada fraktur tersebut tidak ditemui
luka terbuka sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu
pertimbangan dengan fiksasi yang baik, agar tidak timbul komplikasi
selama reposisi. Penggunan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal
fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini
bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah kenormal atau tulang
pada posisi sejajar sehingga akan terjadi suatu proses penyambungan
tulang (Appley, 1995).

16
Secara fisiologis tulang mempunyai kemampuan menyambung
setelah terjadi perpatahan,proses penyembuhan tulang dibagi menjadi 5
tahap yaitu: hamtoma, proliferasi, kalsifikasi, konsolidasi dan
remodeling.
a. Tahap Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang
yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
b. Tahap Proliferasi
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone
marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah.Fase ini berlangsung selama 8 jam
setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Tahap Kalsifikasi
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi
oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau
bebat pada permukaan endosteal dan periosteal.Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan
pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.

17
d. Tahap Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
e. Tahap Remodeling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang
padat.Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini
dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus.Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
C. PENDEKATAN INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Positioning
Positioning merupakan salah satu teknik yang dilakukan dengan
memberikan posisi kepada pasien dengan cara meninggikan
sandarannya karena pasien tidak mampu memiringkan tubuhnya.Tujuan
dari positioning ini untuk mencegah terjadinya dekubitus
2. Breathing Exercise
Breathing exercise merupakan salah satu teknik pernafasan dengan
cara menarik nafas lewat hidung dan mengeluarkan lewat mulut.Teknik
latihan pernafasan yang digunakan adalah deep breathing
exersice.Teknik ini menekankan pada inspirasi maksimal dan panjang
lalu dihembuskan dengan perlahan sampai akhir ekspirasi yang bertujuan
mempertahankan alveolus tetap berkembang,mobilisasi thoraks dan
mempertahankan volume paru agar mencegah timbulnya komplikasi
paru pada pre operasi akibat bed rest.

18
3. Statik Kontraksi
Statik kontraksi merupakan teknik untuk menurunkan nyeri.Teknik
ini dilakukan dengan menaruh handuk pada bagian bawah paha pasien
kemudian pasien disuruh untuk menekan handuk itu.

19
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Laporan Status Klinik


Tanggal : 23 April 2018
B. Data – Data Medis
1. Diagnose medis : patologi fracture 1/3 medial left femur suspect
primary bone tumor DD/ infect ion process
2. No. rekam medis : 838665
3. Ruangan : Lontara II orthopedic
4. Tanggal masuk : 02 April 2018
C. Identitas Umum Pasien
1. Nama : Tn.Al
2. Usia : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki laki
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Wiraswasta
6. Alamat : Pare – pare
D. Anamnesis Khusus
1. Keluhan utama : Nyeri pada paha kiri
2. Lokasi Keluhan : Paha kiri
3. Lama keluhan : 3 minggu
4. Sifat Keluhan : Terlokalisir
5. RPP : Dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
(2 April 2018) pasien sementara hendak memakai
celana ketika pasien hendak mengankat kaki
kirinya tiba tiba terdengar bunyi “krek” pada paha
kirinya. Setelah kejadian tersebut pasien sudah
tidak bisa berjalan lagi. Sebelumnya pasien
mengeluh bengkak pada paha kiri sebelum patah .

20
1 tahun yang lalu bengkak kecil lama kelamaan
membesar. Riwayat penurunan berat badan tidak
ada, riwayat tumor di tempat lain tidak ada.
6. Riwayat Penyakit Penyerta : Tidak ada
E. Pemeriksaan Vital Sign
1. Tekanan darah : 110/80 mmHg
2. Denyut nadi : 80 x/menit
3. Pernafasan : 20 x/menit
4. Suhu : 36,50C
F. Inspeksi/Observasi
1. Statis
 Tingkat kesadaran pasien normal, tidur terlentang di atas bed dengan
tungkai kiri terpasang elstis bandage.
 Kepala : normal
 Shoulder : simetris
 Hip : hip sinistra cenderung pada posisi eksorotasi
 Ankle : angkle sinistra cenderung pada posisi dropfoot
2. Dinamis
 Pasien tidak dapat menggerakkan tungkai kiri sepenuhnya.
 Pasien tidak dapat membalikkan badan.
 Pasien tidak dapat melakukan perubahan posisi dari tidur ke duduk.
G. tes orientasi
1. Ketidak mampuan pasien menggerakkan tungkai kiri sepenuhnya
2. Ketidak mampuan pasien memiringkan tubuhnya ke sebelah kiri
3. Ketidak mampuan pasien dari posisi baring ke duduk
H. Pemeriksaan Fungai Gerak Dasar
1. Aktif
Pada pasien tidak dapat dilakukan karena nyeri yang dirasakan pasien
2. Passif
Pada pasien tidak dapat dilakukan karena terpasang alat fiksasi pada
tungkai sinistra pasien dan nyeri

21
I. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi
1. Palpasi
Suhu normal
Nyeri tekan Ada
Spasem otot Quadricep femoris
Terdapat oedema
2. Pengukuran skala nyeri (VAS)

0 5 10
Skala VAS
Skala 0 : Tidak nyeri
Skala 1-4 :Nyeri ringan
Skala 5-7: Nyeri sedang
Skala 8-10 :Nyeri Berat
Hasil : Nilai VAS 5 (Nyeri Sedang)
3. Pemeriksaan MMT (Manual Muscle Testing)
Hasil Dari pemeriksaan MMT:

Tungkai Gerakan Nilai Tungkai Gerakan Nilai


Fleksor Hip 4 Fleksor Hip 1
Ekstensor Hip 4 Ekstensor Hip 1
Abduktor Hip 4 Abduktor Hip 1
Adduktor Hip 4 Adduktor Hip 1
Kanan Fleksor Knee 4 Kiri Fleksor Knee 0
Ekstensor 4 Ekstensor Knee 0
Knee
Dorso fleksi 4 Dorso fleksi 1
Plantar fleksi 4 Plantar fleksi 1

4. Pitting Odema

22
Palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan
amati waktu kembalinya.
Penilaian:
Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat IV : kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Hasil : Derajat I (kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3
detik)

5. Tes Kemampuan Fungsional


Dengan Barthel Index
Aktivitas Score
Makan dan Minum
 Tidak dapat dilakukan sendiri [0]
 Membutuhkan bantuan [5] 10
 Dapat melakukan sendiri [10]
Bathing (Mandi )
 Bergantung sepenuhnya [0] 0
 Dapat melakukan sendiri atau mandiri [5]
Grooming ( Perawatan diri)
 Membutuhkan bantuan perawatan [0] 0
 mandiri [5]
Dressing ( Berpakaian )
 Bergantung sepenuhnya [0]
5
 Memerlukan bantuan,tapi tidak sepenuhnya [5]
 Mandiri [10]
Fecal ( Buang air besar )
 Inkontinensi [0] 10
 Kadang terjadi inkontinensi [5]

23
 Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi [10]

Urinary (Buang air kecil )


 Inkontinensi memerlukan katerisasi [0]
 Kadang terjadi inkontinensi [5] 10
 Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi [10]

Toileting
 Bergantung sepenuhnya [0]
0
 Memerlukan bantuan [5]
 Mandiri [10]
Transfering
 Tidak mampu,tidak ada keseimbangan duduk [0]
 Memerlukan bantuan [5] 0
 Memerlukan bantuan minimal [10]
 Mandiri [15]
Walking
 Immobile atau > 50 yard [0]
 Menggunakan kursi roda secara mandiri [5] 0
 Berjalan dengan bantuan seseorang [10]
 Mandiri sepenuhnya [15]
Menaiki Tangga
 Tidak mampu [0]
0
 Memerlukan bantuan [5]
 Mandiri [10]
Total 35

Penilaian

0-20 = Ketergantungan Penuh

24
21-61 = Ketergantungan Berat
62-90 = Ketergantungan Moderat
Ketergantungan ringan
100 = Mandiri
Hasil : yang diperoleh pasien 35 ( ketergantungan berat )

J. Pemeriksaan Penunjang
- X- Ray thorax AP

Kesan : tidak tampak kelainan radiologic pada foto thorax ini


- X – Ray pelvis AP

25
Kesan : tidak tampak kelainn radiologic pada foto
- X – Ray femur sinistra AP+ Lateral D/S

Kesan : osteomyelitis kronikneksaserbasi akut femur sinistra


Fracture oblique 1/3 distal femur sinistra
- X – Ray Genu sinistra AP/Lateral

Kesan : osteomyelitis kronik eksaserbasi akut femur sinistra


Disuse osteoporosis

26
- MRI

K. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)


1. Diagnosa : Gangguan aktifitas fungsional At Causa Fracture 1/3 distal Os
Femur sinistra suspect bone tumor
2. Problematik Fisioterapi
Nama : Tn. Al

27
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki laki

Kondisi/Penyakit :
Gangguan aktivitas fungsional At Causa Fracture 1/3 distal
Os Femur sinistra suspect bone tumor

Impairment Acivity Limitation Participation Restriction


3.
(Body structure and - Sulit untuk  Sulit melakukan
function) menggerakkan tungkai aktivitas sehari – hari
- Nyeri  Sulit terlibat dalam
kiri
- Odema lingkungan sosialnya
- Belum mampu duduk  Tidak mampu bekerja
- Spasme otot
- Belum mampu dengan baik
- Potensial terjadi
melakukan aktivitas
decubitus
toileting secara
- Potensial terjadi static
mandiri
pneumonia

L. Tujuan Fisioterapi
 Tujuan Jangka Pendek
- Memberikan edukasi dan motivasi sebelum operasi
- Menguurangi nyeri
- Mencegah terjadinya decubitus
- Mencegah terjadinya static pneumonia
 Tujuan Jangka Panjang
- Melanjutkan program jangka pendek dan memberikan edukasi
latihan post operasi
M. perencanaan Intervensi Terapi
a. Komunikasi Terapeutik
b. Positioning
c. Breathing Exercise

28
d. Static Kontraksi
N. Program Intervensi Fisioterapi
a. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Untuk menghilangkan rasa khawatir dan kecemasan mengenai
penyakit yang dialami pasien
Teknik : Fisioterapis memberikan arahan serta motivasi kepada pasien
sebelum melakukan operasi sekaligus juga bertujuan untuk mengurangi
tingkat kecemasan pasien.
b. Positioning
Tujuan : Untuk mencegah terjadinya decubitus
Teknik : Fisioterapis memposisikan dan mengajarkan pasien melakukan
perubahan posisi dengan cara meninggikan tempat sandaran pasien
Dosis : 2 jam
c. Breathing exercise
Tujuan : Mencegah terjadinya static penemonia
Teknik : Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis menginstruksikan
pasien untuk menarik nafas panjang lewat hidung lalu menghembuskan
lewat mulut
Dosis : 3-4 kali
d. Static kontraksi
Tujuan : Mengurangu Nyeri
Teknik : Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis mletakkan handuk
pada bagian paha kemudian pasien diinstruksikan untuk menekan
handuk kebawah.
Dosis : 5-8 kali repetisi
O. Evaluasi Fisioterapi
Evaluasi dari intervensi yaitu pasien semakin siap untuk menjalani operasi
dan tingkat kecemasan pasien meningkat, namun belum tampak adanya
peningkatan kekuatan otot, dan peningkatasan ROM pada tungkai sebelah
kiri.

29
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang.
Fraktur dapat terjadi pada semua bagian tubuh salah satunya adalah fraktur
femur 1/3 distal yaitu suatu patahan yang mengenai 1/3 bagian bawah tulang
paha. Problematik fisioterapi pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3
distal dengan plate and screws meliputi impairment dan functional limitation.
Secara umum tanda dan gejalan fraktur femur sepertiga tengah adalah: (1)
nyeri, (2) hilangnya fungsi,(3) pemendekan ekstremitas, (4) krepitus,(5)
pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer & Bare,2006)
Peran fisioterapi dalam mengembalikan aktifitas fungsional seperti
semula dengan menerapkan intervensi yang efektif dan Terapi Latihan yang
diberikan agar fungsi dan gerak menjadi tidak terganggu dan mencegah
timbulnya komplikasi.

B. SARAN
1. Kepada Pasien
Dalam melakukan latihan dan menjalankan home program yang
diberikan oleh terapis harus dilakukan secara rutin dengan kesungguhan
dan semangat sehingga keberhasilan akan dicapai
2. Kepada Fisioterapi
Dalam melakukan pelayanan hendaknya sesuai prosedur yang ada
sebelum melakukan tindakan terapi. Sebelum Fisioterapi melakukan
intervensi terlebih dahulu mengadakan pemeriksaan yang teliti dan
sistematis sehingga dapat memecahkan permasalahan pasien secara rinci
dan memperoleh informasi yang akurat dan pemilihan intervensi yang
tepat

30
DAFTARPUSTAKA

Aras, Djohan, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad.2016.”The new concept of physical


therapist Test and Measurement,Makassar”.

Maryani. 2008. “penatalaksanaan terapi latihan pada kondisi post operasi


fraktur femur 1/3 medial dekstra dengan pemasangan plate and screw di
rso prof. dr. soeharso Surakarta” (karya tulis ilmiah). Surakarta; jurusan
fisioterapi; fakultas ilmu kesehatan; universitas muhammadiyah Surakarta

Wahyuwahid. 2011. “Fracture femur”.


https://wahyuwahid.files.wordpress.com/2011/12/fractur-femur.doc di
akses tanggal 23 April 2018

Justitiya, surya shang Rilla. 2013. “penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post
orif fracture femur 1/3 distal sinistra dengan modalitas terapi latihan di
poliklinik bbrsbd prof. dr. soeharso Surakarta”. Surakarta; jurusan
Fisioterapi; Universitas Muhammadiyah Surakarta

Widisari. 2017. “Penatalaksanaan terapi latihan pasca orif pada fracture femur”.
(online) https://www.scribd.com/document/346601050/Penatalaksanaan-
Terapi-Latihan-Pasca-Orif-Pada-Fraktur-Femur-1 diakses tanggal 25 April
2018

Kistiantari, Rury. 2009. “penatalaksanaan terapi latihan pada kondisi post


operasi fraktur femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and
screw di rsal dr. ramelan Surabaya” (karya Tulis Ilmiah). Surakarta;
jurusan fisioterapi; Fakultas Ilmu Kesehatan; Universitas Muhammadiyah
Surakarta

31

Anda mungkin juga menyukai