Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Plantar Fasciitis adalah proses inflamasi atau peradangan pada

Fascia Plantaris, yang merupakan jaringan ikat fibrosa disepanjang

permukaan bawah telapak kaki yang menghubungkan tulang tumit

(Calcaneus) dengan tulang jari-jari kaki (Phalange) (Kurniawan,

2012).

(Spasi seharusnya bernilai 1,5 bukan 2,0)

2. Anatomi Fungsional

Memperkuat fungsional pada kaki dibutuhkan struktur kaki yang

kuat. Struktur tersebut akan membantu kaki dalam bermobilisasi.

Struktur kaki tersebut meliputi:

a. Tulang pembentuk kaki

Tulang pembentuk kaki terdiri dari tulang pergelangan

kaki, tulang telapak kaki, dan tulang jari kaki. Tulang pergelangan

kaki berjumlah tujuh, yaitu Talus, Calcaneus, Os. Naviculare, Os.

Cuneiforme Mediale-Intermedium-Lateral, serta Os. Cuboideum.

Tulang telapak kaki (Os. Metatarsalia) bersendian dengan Os.

Cuneiforme dan Os. Cuboideum. Secara garis besar, Os. Tarsalia

dan Os. Metatarsalia dapat dibagi menjadi tiga kelompok.

6
7

Kelompok belakang adalah Talus dan Calcaneus, kelompok

tengah terdiri atas Os. Naviculare, Os. Cuboideum, dan Os.

Cuneiforme, kelompok depan ditempati Os. Metatarsalia. Tulang

jari kaki adalah Phalange.

Gambar 2.1
Tulang kaki dilihat dari Proksimal (F. Paulsen & J. Waschke, 2002)
(Menggunakan referensi 5 tahun terakhir)

Keterangan Gambar:

1. Phalank Distal 7. Os. Calcaneus

2. Phalank Medial 8. Os. Tallus

3. Phalank Proksimalis 9. Os. Naviculare

4. Metatarsophlangeal 10.Os.Cuneiforme Intermedium

5. Os. Cuneiforme Lateral 11. Os. Cuneiforme Medial

6. Os. Cuboideum
8

Os. Metatarsal dan phalange menyerupai metacarpal dan

phalange kaki, dan masing-masing terbagi atas basis, corpus dan

caput. Metatarsal dan phalange diberi nomor dari sisi medial ke

lateral. Phalange sendiri terdiri atas phalange proximal, phalange

medial, dan phalange distal, kecuali phalange I hanya terdiri dari

phalange proximal dan phalange distal.

Bagian terbesar Os. Calcaneus disebut corpus, facies dorsalis

terdapat facies articularis anterior, posterior, dan medialis.

Bagian proximal facies articularis medialis menonjol disebut

sustentaculum tali.

b. Sistem Sendi

1) Articulasio talo tibia fibularis adalah sendi antara Fascies

articularis Os. Tibia dan Os. Fibula dengan trochlea tali

bagian medial dan lateral. Bentuk sendi engsel gerakan

sendi ini dapat dilakukan dorsal fleksi dan plantar fleksi.

Sendi tibia fibular dibentuk antara ujung atas dan ujung

bawah kedua tulang tungkai bawah batang dari tulang-

tulang itu digabungkan oleh sebuah ligament antara tulang

yang membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang

itu (Syaifuddin, 2006). (Seharusnya menggunakan

jurnal 5 tahun terakhir)

2) Articulasio talo tibia fibularis mempunyai 2 bagian: Art.

Talo calcaneo (sendi loncat atas), antara fascies articularis


9

calcanei posterior ossis talus dan fascies articularis tali

posterior ossis calcaneus (Syaifuddin, 2006).

(Seharusnya menggunakan jurnal 5 tahun terakhir)

3) Articulasio talo calcaneo navicularis (sendi loncat bawah)

antara fasies articular naviculare calkanei medial anterior

dan fasies articularis os. talus dengan fascies medial

anterior os. calcaneus dan fasies articularis tali os.

navicular pedis. Gerakan sendi dapat dilakukan 2 cara

yaitu gerakan plantar flexi dan adduksi dan gerakan dorsal

flexi disertai adduksi (Syaifuddin, 2006 (Tidak ada tutup

kurung dan jurnalnya harus menggunakan 5 tahun

terakhir)

4) Articulasio tarso transverso merupakan linea amputiones

choparti. Ada 2 bagian yaitu art. Talo navicularis pedis

(antara capitulum tali fascies articularis os. navicularis

pedis) dan art. calcanea cuboidea (antara articularis

cuboidea dari os. columnae fasies articularis calcanei dari

os. cuboideum). Gerakan rotasi sumbu gerak searah dengan

panjang kaki (Syaifuddin, 2006). (jurnalnya harus

menggunakan 5 tahun terakhir)

5) Articulasio tarso metatarsea sendi ini ada diantara

permukaan distal os. Cunaiformis I, II, III dengan

permukaan proksimal os. Metatarsalia I, II, III. Permukaan


10

sendi distal os. Cuboideum dengan permukaan proksimal

os. Metatarsalia IV, V. Antara permukaan distal os.

Metatarsalia dengan permukaan proksimal os. Falangea I,

digiti I, II, III, IV, V (Syaifuddin, 2006)

6) Articulasio interfalangeal ada diantara ruas jari I, II III

masing-masing jari (digiti) I, II, III, IV, V untuk gerakan

fleksi dan ekstensi (Syaifuddin, 2006).

c. Sistem Otot

Tabel 2.1 Otot-Otot Plantar Fleksi (Omar & David, 2002)

No Otot Origo Insersio Inervasi Fungsi

1. Plantaris Planum Os. Nervus Plantar fleksi


popliteus calcaneus tibialis art.
femoris Talocruralis
(Berjalan sisi
medial tendo
calcaneus)
2. Gastroknemius Caput medial Posterior Nervus Plantar
condylus os. tibialis S1-2
medial femoris calcaneus

3. Soleus Permukaan Os. Nervus Plantar fleksi


posterior calcaneus tibialis art.
capitulu Talocruraris
fibulae, 1/3
proksimal
fasies
posterior
fibulae, linea
poplitea, 1/3
tengah margo
medialis tibiae
4. Tibialis 1/3 proksimal Tuberositas Nervus Plantar
posterios facies medialis os.navicular tibialis fleksi
fibulae, facies is, os. art.talocrur
posterior cuneiformis, aris, inversi
tibiae, os. art.
membrana cuboideus, talocalcane
11

interossea os. onavicularis


cruris metatarsus
II-IV

(Gunakan spasi 1,5. Bukan 1,0)

Tabel 2.2 Otot-Otot Dorsi Fleksi (Omar & David, 2002)

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

1. Tibialis ½ prox. Facies Sisimedial Nervus Dorsi fleksi


anterior lateralis tibiae, os. peroneus art.Talocru
membran cuneiformi I profundus rars,inversi
ainterosea dan basis os art.Talocalc
cruris metatarsus I aneonavicul
as

2. Perones ¼ distal Basis os Nervus Dorsi fleksi


tertius bagian depan metatarss V peroneus art.Talocru
os fibula, profundus raris, eversi
membrana art.Talocalc
interosea aonavicular
cruris is

Tabel 2.3 Otot- Otot Eversi (Omar & David, 2002)

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

1. Peroneus 2/3 proksimal Basis os Nervus Eversi art.


Longus facies fibulae metatarus I, peroneus Talocalcaneo
(proksimal ankle os cunoifrm superfisi navicularis,
membentuk I alis membantu
tendon ke distal plantar fleksi
di belakag art.
malleolus Talocruraris
lateralis,
dilateral os
calcaneus
masuk sulcus
peronei
12

2. Peroneus 2/3 distal facies Tuberosilas Nervus Eversi art.


brevis lateralis fibulae, os tibialis peroneus Talocalcaneo
di belakang superfisi navicularis,m
malleolus alis embantu
lateralis plantar fleksi
art,
talocalcaneo
navicularis

Tabel 2.4 Otot-Otot Fleksi Phalange (Omar & David, 2002)

No Otot Origo Insertio Nerves Fungsi

1. Fleksor ½ prox. Facies Os.phalan Nervus Fleksi art.


digitorum posterior tibia geal tibialis MP dan IP
longus distalis jari II-V
jari II-V

2. Fleksor Bagian medial Sisi Nervus Fleksi MP


hallucis permukaan medial plantaris
brevis plantar medialis
os.cuboideum,
bagian lateral os
cunoiormis III

3. Lumbricalis Tendon m. Basis os Nervus Fleksi art.


Fleksor Phalange plantaris
digitorum al prox,
longus, jari II-V,
menyilang sisi tendon
medial art. MP M.fleksor
jari II-V digitorum
longus

4. Fleksor Processus Os.phalan N.plantar Fleksi art.MP


digitorum medialis tuberis geal jari V
brevis calcanei, caput
laterale,perteng
ahan telapak
tangan

5. Fleksor Facies posterior Os. Nervus Fleksi art.


13

hallucis fibulae (di phalang tibialis MP dan IP


longus bawah origo dis jari1,plantar
m.soleus) fleksi art.
Talocrurai,
membantu
inversi art.
Talocalcaneo
naviculai

Tabel 2.5 Otot-Otot Ekstensi Phalange (Omar & David, 2002)

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

1 Ekstensor ¼ tengah bagian Basis os. Nervus Ekstensi art.


hallucis depan os fibula, Carpal peroneus MP dan IP
longus membrana profundus jari I, Dorsi
interosea cruris fleksi
art.Talocrurr
is

2. Ekstensor ¾ prox. Bagian Os. Nervus Ekstensi


digitorm depan os. phalangea peroneus
longus Fibulae l medial profundus
dan distal
setiap jari
pada jari
II-V
14

(Gambar nya terlalu jauh)

(Spasi terlalu jauh, seharusnya spasi 1,5)

Gambar 2.2
Otot Kaki Tampak dari Bawah (F. Paulsen & J. Waschke, 2002)
15

Keterangan Gambar

1. M. Flekso hallucis brevis


2. M. Abduktor Hallucis
3. Aponeurosis Plantaris
4. M. Fleksor digitorum brevis
5. M. Fleksor digit minimi
6. M. Abduktor digiti minimi
7. M. Interosseus plantaris III
8. M. Adduktor Hallucis
9. M. Lumbricales pedis IV-I

d. Sistem Ligament

Sendi pergelangan kaki diperkuat oleh ligament collateral

pada sisi lateral dan ligament collateral medial atau deltoideum

pada sisi medial. Bagian collateral lateral terdiri dari:

1) Ligamentum tibio fibulare anterior berjalan dari maleolus

lateralis ke permukaan permukaan tallus.

2) Ligamentum Calcaneo fibulare berjalan dari ujung

maleolus lateral ke bawah dan belakang menuju

permukaan calcaneus.

3) Ligamentum tallo fibulare posterior berjalan dari talus ke

ujung fibula atau maleolus lateral.

4) Ligamentum tallo fibulare anterior

5) Ligamentum calcaneo cuboideum. Bagian collateral

medial yaitu terdiri dari:

a) Ligamentum tibiotalare anterior


16

b) Ligamentum tibiotalare posterior

c) Ligamentum tibio naviculare

d) Ligamentum tibio calcaneus

(GAMBARNYA TERLALU JAUH)

Gambar 2.3
Ligamentum Pergelangan Kaki Tampak Lateral (F. Paulsen & J. Waschke, 2002)

Keterangan gambar
17

1. Lig. Tibiofibular Anterior


2. Lig. Calcaneofibulare
3. Lig. Plantare Longum
4. Lig. Calcaneonaviculare
5. Lig. Calcaneocuboideum Plantare
6. Lig. Metatarsalia Dorsal
7. Lig. Cuneonavicular Dorsal
8. Lig. Cuboideumnavicular Dorsal
9. Lig. Talocalcaneum Interosseum
10. Lig. Talocalcaneum Laterale
(Spasi seharusnya 1,5)

e. Sistem Vaskularisasi

1) Arteri

Arteri tibialis anterior berjalan bersama-sama

dengan N. Peroneus profundus, terbenam dalam oto-otot

ekstensor menuju dorsum pedis, dan selanjutannya adalah

arteri dorsalis pedis (Werner, 2000).

Rete malleolare lateralis dan rete malleolare

mediale di atas pergelangan kaki disuplai oleh cabang-

cabang arteri malleolaris anterior medialis rami

malleolare lateralis dan rami malleolare madialis. Arteria

dorsalis pedis bersma-sama dengan N. Peroneus profundus

terletak lateral dari tendon M. Hallucis longi, dimana

pulsasi dapat diraba. Arteri ini mengeluarkan cabang arteri

tarsea lateralis, dan bersama-sama dengan arteri ini


18

membentuk arkade vaskuler, yaitu arteri arcuatapedis,

menyilang caput ossis metatarsalis (Werner, 2000).

Arteri Metatarseae dorsales merupakan cabang-

cabang arkade dan darinya muncul Arteri digitales

dorsales menuju jari kaki, juga rami perforantes dan

ramus plantaris profundus antara os. Metatarsalia I dan II

yang menuju telapak kaki. Nervus peroneus superficial,

fibula, tibia (Werner, 2000).

Arteri tibialis posterior merupakan arteri yang

terbesar dari kedua Arteri tibialis. Arteri ini berjalan

dibawah arcus tendineus musculi solei di antara otot-otot

fleksor superfisial dan profunda, berjalan dibelakang

malleolus medialis bersama-sama dengan N. Tibialis dan

akhirnya dilapisi oleh M. Abduktor hallucis, arteri ini

mencapai telapak kaki (Werner, 2000).

Cabang-cabangnya adalah arteri peronea, yang

berjalan sepanjang fibula menuju malleolus lateralis,

mensuplai M. Soleus dan M. Peronei serta mendarahi

malleolus lateralis dan retia calcanei (yang dihubungkan

dengan A. Tibialis posterior) (Werner, 2000).

Arteri plantaris medialis mengeluarkan cabang

superfisial menuju ibu jari kaki (halux) dan cabang

profunda menuju arcus plantaris. Arteri plantaris lateralis


19

menyilang m. Quadratus plantae, dan berjalan turun,

profunda dari batas lateral kaki dan membentuk arcus

plantaris.Yang di sebut terakhir ini beranatomosis dengan

ramus plantaris profundus arteriae dorsalis pedis. Arcus

plantaris mengeluarkan cabang Arteri Metatarseae

plantares, dari mana muncul Arteri Digitales plantarae

menuju Arteri Metatarsae dorsales (Werner, 2000).

(Spasi seharusnya 1,5)

2) Vena

Vena saphena parva berjalan dibelakang malleolus

lateralis sepanjang sisi lateral betis dan mengalirkan darah

ke V. Poplitea. Vena saphena magna berjalan anterior dari

malleolus medial, sepanjang sisi medial tungkai dan

mengalirkan darah kedalam V. Femoralis (Werner, 2000).

f. Sistem nervorum

1) Nervus peroneus communis (L4-S2)

Nervus peroneus communis dibagi menjadi nerveus

peroneus superficialis dan nerveus peroneus profundus.

Nervusperoneus superficial, yang terutama bersifat

sensoris, berjalan di antara M. Peroneus longus dan fibula

ke dorsum pedis. N. Peroneus profundus, yang terutama

bersifat motoris, berputar ke anterior menuju otot-otot

ekstensor tungkai bawah dan berjalan ke dorsum pedis


20

melalui permukaan lateral M. Tibialis anterior (Werner,

2000).

Nervus peroneus superfacialis memberikan

musculares menuju ke M. peroneus longus dan M.

peroneus brevis. Sisa sarafnya bersifat sensoris murni

terbagi atas dua cabang akhir, nervus cutaneus dorsalis

medialis dan nervuscutaneus dorsalis intermedius, yang

mensarafi kulit dorsum pedis, kecuali bagian celah antara

ibu jari kaki dan jari kedua kaki (Werner, 2000).

Nervus peroneus profundus memberikan beberapa

cabang motoris ke otot-otot extensor tungkai bawah dan

kaki, ke M. Tibialisanterior, M. Externsordigitorum, dan

M. extensor hallucis longus dan M. extensor hallucis

brevis. Cabang akhirnya bersifat sensoris dan mensarafi

permukaan yang berhadapan di celah antara ibu jari kaki

dan jari kedua kaki (Werner, 2000).

2) Nervus Tibialis (L4-S3)

Nervus cutaneus surae medialis memisahkan diri

dalam fossa poplitea dan berjalan ke bawah di antara dua

caput M. gastrocnemius untuk bergabung dengan ramus

communicans fibularis untuk membentuk nervus suralis.

Saraf ini berjalan di sebelah lateraltendon achilles serta di

belakang dan di sekeliling malleoluslateralis untuk


21

mencapai pinggir lateral kaki. Saraf ini memberikan

cabang ramicalcaneii lateralis, menuju ke kulit di sisi

lateral tumit dan N. cutaneus dorsalislateralis menuju ke

pinggir lateral kaki (Werner, 2000).

Selain itu cabang-cabang motoris muncul dalam

fossa poplitea untuk menyarafi otot-otot flexor tungkai

bawah: kedua caput M. gastrocnemius, M. soleus, serta M.

plantaris dan M. popliteus. Nervus interosseus cruris yang

di percabangkan dari ramus popliteus dan berjalan pada

permukaan posterior membran interossea. Saraf ini

mengurus persarafan sensoris pada periosteum tibia,

bagian atas pergelangan kaki, dan articulation

tibiofibularis, nervus tibialis memberikan rami musculares

untuk M. tibialis posterior, untuk M. flexor digitorium

longus, dan M. flexor hallucis longus. Sebelum saraf utama

ini bercabang menjadi rami terminalis, ia memberikan rami

calcanei medialis untuk kulit daerah medial tumit

(Werner, 2000).

Bagian medial dari kedua rami terminales, nervus

plantaris medialis, mempersarafi M. abductor hallucis , M.

flexor digitorum brevis, dan M. flexor hallucis brevis. Saraf

ini terpecah menjadi tiga nervi digitalis plantaris

communis, yang menyarafi M. lumbricales 1 dan 2, dan


22

selanjutnya terbagi lagi menjadi nervus digitales plantares

profundi yang menyarafi kulit pada celah antar jari-jari

pertama samapai jari keempat (Werner, 2000).

Ramus terminalis kedua, N. plantaris lateralis,

bercabang lagi menjadi ramus superficialis yang bersama-

sama dengan N. plantares communesnervi digitales

profundi menyarafi kulit pada daerah jari kelima dan

ramus profundus untuk otot-otot interosei, M. adductor

hallucis dan tiga otot di sebelah lateral, M. lumbricale, dan

M. flexor digiti minimi brevis (Werner, 2000).

(Jarak penulisan kata dan gambar terlalu jauh)

Gambar 2.4
Persyarafan Ekstremitas Bawah (R.Putz & R.Pabst, 2002)
23

Keterangan gambar

1. N. Fibularis Profundus 6. N. Plantaris Medialis

2. N. Fibularis Superficialis 7. N. Sularis

3. N. Saphenus 8. N. Fibularis Communis

4. N. Digitales Dorsales Pedis 9. N. Ischiadicus

5. N. Plantaris Medialis

g. Fasciia

Fasciia plantaris merupakan sebuah ligamentous/jaringan

ikat yang kuat yangyang menghubungakan dua tulang di bawah

kaki yang membentuk lengkungan(arkus), melekat atau berorigo

pada bagian medial tubercalcaneum dan menyebar keanterior dan

bergabung atau berinsersio dengan ligamen-ligamen dari sendi

metatarsophalangeal I-V. Fascia plantaris memiliki dua fungsi,

yaitu fungsi statis arkus longitudinal medial dan secara dinamis

mengembalikan arcus dan membantu mengkonfigurasikan kaki

saat berjalan.

Fungsi utama dari fasciia plantaris adalah untuk

menstabilkan arcus longitudinal pada kaki, yang bekerja seperti

pegas. Untuk menahan tekanan kedasar/landasan tumit dan telapak

kaki berikut jari-jari kaki, dilengkapi dengan jaringan-jaringan

lunak yang merupakan bantalan penahan beban yang menekan


24

pada landasan berupa bursa subcalcaneus dan heel pad dari

jaringan lemak yang tebal.

Secara normal, beban tubuh sewaktu berdiri jatuh lurus ke

talus dan kemudian dibagi ke calcaneus, ke anterior medial dan ke

anterior lateral, sehingga terlihat cetakan kaki dimana sisi medial

tidak terlihat. Bila diumpamakan berat yang membebani talus

adalah 6 kg makan beban yang jatuh ke calcaneus 3 kg, ke

anterior media 2 kg, dan ke anterior lateral 1 kg.

Pada kondisi tertentu dimana beban dari tibia ke talus

menyebabkan talus cenderung bergeser ke anterior dan ke medial

di atas calcaneus, maka calcaneus akan terputar ke posterior dan

ke lateral atau tidak pada posisinya. Keadaan ini membuat arcus

longitudinal akan memanjang sehingga fasciia plantaris akan

bertambah tegang.Hal ini membuat tarikan di periosteum juga

meningkat. Dengan adanya rotasicalcaneus ke posterior,

naviculare akan turun oleh tarikan ligamen calcaneonaviculare.

Dengan adanya tarikan calcaneus ke lateral (calcaneus

valgus) pada awalnya akan mengakibatkan terjadi peregangan

pada ligamen colateral medial, apabila keadaan ini berlanjut akan

mengakibatkan pula peregangan pada ligamen talocalcaneal.

Ketegangan pada tendon Achilles turut memberikan tekanan pada

fascia plantaris dan ini sering dihubungkan dengan nyeri tumit.


25

3. Biomekanik

a. Analisa gait

Dalam pembahasan mengenai berjalan, maka istilah gait

merupakan istilah yang sering dimunculkan. Gait adalah cara

berjalan, jalan merupakan salah satu cara dari ambulansi, pada

manusia ini dilakukan dengan cara bipedal (dua kaki). Dengan

cara ini jalan merupakan gerakan yang yang sangat stabil

meskipun demikian pada kondisi normal jalan hanya

membutuhkan sedikit kerja otot-otot tungkai. Pola jalan yang

normal dapat dibagi dalam dua fase :

1) Stance phase

Yaitu fase menumpu berat badan. Pada fase ini terdapat 4

tahap yaitu: (1) heel strike adalah saat tumit menyentuh

lantai, pada heel strike tulang yang pertama menyentuh lantai

adalah os. Calcaneus, (2) foot flat adalah saat telapak kaki

rata dengan lantai, (3) mid stance adalah saat satu tungkai

menumpu berat badan, (4) push off adalah saat kaki

mendorong lantai.

2) Swing phase

Yaitu fase mengayun, fase ini terdapat 3 tahap yaitu:

a) Acceleration percepatan tungkai ke arah fleksi

b) Mid swing tungkai di samping tungkai yang menumpu

c) Desceleration perlambatan tungkai ke arah ekstensi.


26

4. Patofisiologi

Biomekanik kaki adalah penyebab paling umum dari Plantar

Fasciitis, namun, infeksi, neoplasma, rematik, neurologis, trauma, dan

lainnya kondisi sistemik dapat membuktikannya. Patologi yang di

yakini menjadi sekunder untuk pengembangan microtrauma

(microtears), dengan kerusakan yang terjadi pada dataran calcaneal,

fasia (Young C Craig, 2012).

Berat badan yang berlebihan mengakibatkan peregangan pada

Plantar fasia dapat mengakibatkan microtrauma struktur ini, baik

sepanjang perjalanannya atau di mana ia memasukkan ke tuberositas

calcaneal medial. Microtrauma ini, jika berulang-ulang, dapat

mengakibatkan degenerasi kronis dari serat Plantar fasia. Permukaan

jaringan degeneratif dan penyembuhan Plantar fasia dapat

menyebabkan nyeri Plantar yang signifikan, terutama dengan

beberapa langkah pertama setelah tidur atau saat kaki tidak aktif

(Young C Craig, 2012).

Istilah Fasciitis mungkin pada kenyataannya, menjadi sesuatu yang

keliru, karena penyakit ini sebenarnya adalah sebuah proses

degeneratif yang terjadi dengan atau tanpa perubahan inflamasi, yang

mungkin termasuk proliferasi fibroblastik. Hal ini telah terbukti dari

biopsi fasia dari orang-orang yang menjalani operasi untuk Plantar


27

fasia. Studi telah memperkenalkan konsep etiologi fasciosis sebagai

patologi (Young C Craig, 2012).

Fasciosis, seperti Tendinosis, di definisikan sebagai suatu kondisi

degeneratif kronis yang ditandai oleh hipertrofi histologis fibroblastik,

adanya sel-sel inflamasi, kolagen tidak teratur dan hiperplasia vaskular

dengan zona avascularity. Perubahan ini menunjukkan kondisi

peradangan dan pembuluh darah mengalami gangguan. Dengan

mengurangi vaskularisasi dan kompromi dalam aliran darah gizi

melalui fasia, akan menjadi sulit bagi sel untuk mensintesis matriks

ekstraseluler yang diperlukan untuk perbaikan jaringan (Young C

Craig, 2012).

5. Etiologi

Penyebab dari Plantar fasciitis sering tidak jelas dan mungkin

multifaktorial. Karena tingginya insiden pada pelari. Faktor risiko yang

mungkin termasuk obesitas, pekerjaan yang membutuhkan berdiri

terlalu lama. Faktor risiko lain mungkin secara luas di klasifikasikan

sebagai Ekstrinsik (kesalahan pelatihan dan peralatan) atau Intrinsik

(fungsional, struktural, atau degeneratif) (Young C Craig, 2012)

a. Faktor ekstrinsik

Kesalahan pelatihan adalah salah satu penyebab utama

Plantar fasciitis. Atlet biasanya memiliki sejarah peningkatan di

kejauhan, intensitas, atau durasi aktivitas. Penambahan kecepatan


28

latihan, dan bukti latihan adalah perilaku berisiko tinggi untuk

pengembangan Plantar fasciitis khususnya. Berjalan dalam

permukaan buruk/lantai yang tidak rata, alas kaki yang kurang

tepat merupakan juga faktor risiko.

b. Faktor Intrinsik

Faktor risiko struktural termasuk pes planus, over

pronation, pes cavus, kaki panjang ketidak cocokan, berlebihan

torsi tibia lateral, dan anteversion femoralis berlebihan. Atlet

dengan pes planus (rendah melengkung) atau pes cavus (tinggi

melengkung) kaki telah meningkat stres ditempatkan pada Plantar

fasia dengan pemogokan pada kaki. Pronasi adalah gerakan

normal selama berjalan dan berlari, memberikan permukaan kaki

kedarat akomodasi dan penyerapan dampak dengan

memungkinkan kaki untuk membuka dan menjadi struktur yang

fleksibel.

Overpronation disisi lain, dapat menyebabkan peningkatan

ketegangan pada Plantar fascia. Ligament panjang ketidak

cocokan, berlebihan torsi tibial lateral, dan anteversion femoralis

yang berlebihan dapat menyebabkan sebuah perubahan dari

biomekanik, yang mungkin akan meningkatkan Plantar fasia stres.

Mengenai faktor risiko fungsional, spasme pada otot

gastrocnemius dan soleus dan tendon Achilles dianggap sebagai

faktor risiko untuk Plantar fasciitis. Mengurangi dorsi flexion telah


29

terbukti untuk menjadi merupakan faktor risiko penting untuk

kondisi ini. Kelemahan dari gastrocnemius, soleus, dan otot kaki

intrinsik juga dianggap sebagai faktor risiko untuk Plantar

fasciitis. Penuaan dan tumit pada atrofi. 2 faktor risiko degeneratif

untuk Plantar fasciitis (Young C Craig, 2012).

(Jarak penulisan terlalu jauh)

6. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala klinis dari penyakit Plantar Fasciitis adalah :

a. Nyeri tumit yang cenderung bertambah buruk pada beberapa

langkah pertama setelah bangun tidur (Apleys, 2010)

b. Nyeri tumit yang timbul setelah berdiri lama atau setelah duduk

lama kemudian bangkit dan berjalan maka timbul nyeri tumit

(Kurnia, 2011)

c. Nyeri di telapak kaki (Apleys, 2010).

7. Diagnosa Banding

a. Tarsal tunnel syndrome

Saraf medial dan lateral yang berjalan disepanjang

malleolus sebelah dalam dapat menjadi radang yang diakibatkan

karena pronasi kaki yang berlebihan yang mengakibatkan


30

penekanan pada saraf tersebut. Pasien merasakan nyeri yang tajam

dibagian lengkungan kaki, tumit, bahkan ke jari-jari (Shelden,

2013).

b. Calcaneus spurs

Adalah tonjolan tulang pada permukaan bawah calcaneus

yang menyebabkan nyeri pada waktu berjalan (Dorland, 2002).

c. Calcaneal Apophysitis

Calcaneal Apophysitis biasanya terdapat pada anak laki-

laki usia 6-10 tahun, terutama yang obesitas dan melakukan

aktivitas berat. Rasa sakit berada pada bagian posterior calcaneus

dan rasa sakit bertambah berat setelah aktivitas olah raga. Palpasi

pada posterior calcaneus sekeliling insersio tendon Achilles

biasanya menimbulkan rasa sakit. Tendon Achilles tegang dengan

kemampuan dorsifleksi yang terbatas, yang menyebabkan pasien

berjalan dengan bertumpu pada jari-jari kaki untuk mengurangi

rasa sakit.

d. Sciatica

Rasa sakit pada tumit berasal dari sciatica karena tekanan

pada nervus L5-S1, yang mempersarafi tungkai bawah bagian

posterior, dan gluteal, kaki bagian anterior, posterior, dan lateral,

juga tumit. Nervus ini berperan dalam reflek ankle patellar reflex

(APR). Rasa sakit tajam yang menjalar dari bawah pantat dan

posterior tungkai bawah dan distal tumit.


31

8. Komplikasi

Mengabaikan plantar fasciitis dapat menyebabkan keadaan

menahun yang mengganggu aktivitas rutin. Pada tahap awal keluhan

akan tampak ringan tetapi bila dalam jangka waktu yang lama akan

mengubah cara berjalan (Bimaariotej, 2010).

Plantar fasciitis dalam jangka waktu yang lama apabila dibiarkan

tanpa pengobatan maka akan terjadi deposit calsium pada calcaneus

sebagai mekanisme proteksi terhadap beban regangan fasciia plantaris

terhadap calcaneus sehinggan terbentuk calcaneus spur atau heel spur

(Kessler, 2006).

9. Prognosis

Prognosis merupakan ramalan mengenai berbagai aspek penyakit.

Penilaian prognosis dapat dinyatakan sebagai : baik, ragu-ragu (dubia)

dan jelek. Dalam bidang rehabilitasi medis, penilaian prognosis

ditujukan kepada pemulihan kapasitas fungsional penderita. Bila

kapasitas fungisonal penderita diharapkan dapat pulih  seperti

sediakala, walaupun terdapat kecacatan fisik, prognosisnya baik.

Tetapi bila pemulihan fungsi tersebut tidak dapat diharapkan, maka

prognosisnya jelek.

Prognosis dibagi menjadi 4 (Lieven, 2007) yaitu :


32

a. Quo ad vitam : Tinjauan mengenai hidup matinya penderita.

Untuk penderita Plantar Fasciitis memiliki quo ad vitam yang

baik.

b. Quo ad sanam : Tinjauan mengenai penyembuhan untuk

penderita, Plantar Fasciitis memiliki quo ad sanam yang baik.

c. Quo ad fungsionam : Menyangkut fungsional penderita, quo ad

fungsionam dinyatakan baik apabila tidak mengganggu

fungsional penderita. Pada kasus ini quo ad fungsionam

dinyatakan baik.

d. Quo ad cosmetik : Tinjauan mengenai kosmetik. Untuk

penderita Plantar Fasciitis memiliki quo ad cosmetik yang baik

10. Pemeriksaan Spesifik

a. Pemeriksaan Palpasi

Penderita biasanya dapat menunjukkan letak rasa

nyeri tersebut yang dirasakan . Pasien dengan posisi tidur dan

rileks dengan kaki terlentang kemudian tangan kiri kita

menyanggah kaki penderita dan tangan kanan melakukan palpasi

dengan ibu jari menekan pada plantar fascianya. Jika

penderita mengalami sakit maka kemungkinan pasien ini

menderita plantar fasciitis. Manuver lain yang dapat

mereproduksi rasa sakit atau nyeri plantar fasciitis


33

termasuk dorsi flexion pasif dari jari kaki, yang kadang-kadang

disebut windlass test.

Gambar 2.5 Windlass test


(S i n g h D , A n g e l J , B e n t l e y G ,
1997)

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rotgen

Foto rotgen awalnya untuk memastikan tidak nya

“calcaneous spur”. Pada penderita plantar fasciitis dengan

calcaneous sering tebal pada bagian fascia nya dua kali

dari normal.

Gambar 2.6
34

Foto rotgen ( Wolgin M, Cook C, Graham C, Mauldin D,


1994)

11. Obyek yang dibahas

1) Nyeri

The internal association for the study of pain (IASP)

menyebutkan bahwa nyeri adalah pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak nyaman akibat kerusakan jaringan, baik

aktual atau potensial yang digambarkan dalam bentuk

kerusakan tersebut. Definisi tersebut berdasarkan pada sifat

nyeri yang merupakan pengalaman subyektif dan bersifat

individual. Nyeri di klasifikan berdasarkan ringan beratnya

menurut (Tamsuri, 2007).

a) Nyeri ringan

Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan

intensitas yang ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien

secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.

b) Nyeri sedang

Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan

intensitas yang sedang. Pada nyeri sedang secara obyektif

pasien meringis dan dapat menunjukkan lokasi nyeri serta

dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah

dengan baik.

c) Nyeri berat
35

Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan

intensitas yang berat. Pada nyeri berat secara obyektif

pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih

respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,

tidak dapat di atasi dengan alih posisi nafas panjang.

Salah satu pemeriksaan derajat nyeri yaitu dengan

VDS (Verbal Descriptive Scale), VDS adalah cara

pengukuran derajat nyeri dengan 7 skala penilaian,yaitu: 1=

tidak nyeri, 2= nyeri sangat ringan, 3= nyeri ringan, 4=

nyeri tidak begitu berat, 5= nyeri cukup berat, 6= nyeri

berat, 7= nyeri hampir tak tertahankan (Lyrawati, 2009).

2) Penurunan Kekuatan Otot

Dengan adanya imobilisasi kontraksi otot-otot yang sangat

minimal hal ini akan berakibat kurangnya suplai darah ke

jaringan otot tersebut. Sehingga nutrisi dari O2 tidak memadai

akibatnya kekuatan otot mengalami penurunan (Kisner, 2007).

Penilaian kekuatan otot dilakukan dengan Manual Muscle

Testing (MMT). Dengan kriteria :

a) Nilai 1 : ada kontraksi otot, sedangkan nilai nol

tidak ditemukan adanya kontraksi.

b) Nilai 2 : tidak dapat melawan tahanan dan

tidak full ROM


36

c) Nilai 3 : mampu melawan gravitasi dan tidak

full ROM ( Seharusnya nilai mmt 3 itu full ROM)

d) Nilai 4 : dapat melawan tahanan minimal,

melawan gravitasi dan ROM full

e) Nilai 5 : dapat melawan tahanan maksimal,

melawan gravitasi dengan ROM full

3) Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)

Keterbatasan lingkup gerak sendi ankle setelah terjadinya

plantar fasciitis biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada

sendi enkle.

Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau

adhesi intramuscular. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi

yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal. Keterbatasan

gerak terjadi karena adanya rasa nyeri yang timbul ddisekitar

jaringan yang rusak. Hal ini dapat mengakibatkan pemendekan

jaringan lunak, pemendekan jaringan lunak serta dapat terjadi

kelemahan. Dari permasalahan tersebut akan menyebabkan

gerakan pada ankle akan terbatas (Rasjad, 2007).

Parameter yang digunakan untuk mengukur LGS yang

bersangkutan dapat menggunakan alat Goniometer yang

dinyatakan dalam derajat. Hal ini dapat digunakan untuk

mengetahui derajat keterbatasan gerak sendi enkle kanan. Hasil

pengukuran LGS ditulis dengan menggunakan standar ISOM


37

(Internasional Standart Orthopedic Measurement), penulis

dalam posisi netral dan gerakan mendekati tubuh ditulis

dibelakangnya. Hasilnya dilakukan untuk mengetahui ada atau

tidak adanya keterbatasan gerak sendi (Sugijanto, 2009).

4) Aktivitas Fungsional

Pada kondisi plantar fasciitis akan menyebabkan

penurunan aktivitas fungsional karena terdapat nyeri gerak

sehingga pasien kesusahan saat beraktivitas, hal itulah yang

menjadikan salah satu aktivitas fungsional pasien saat

beraktivitas. Pemeriksaan aktivitas fungsional dengan Patien

Spesific Fungsional Scale, digunakan untuk mengetahui dan

menilai perkembangan pasien dalam melakukan aktivitas

fungsionalnya saat sebelum pemberian terapi dan setelah

pemberian terapi (Stratford, P, Gill, C. Westaway, M., Dan

Blinkley, J. 1995).

Keterangan :

1. Tidak mampu untuk dilakukan 4. Sedikit nyeri

2. Sangat nyeri 5. Tidak ada nyeri

3. Nyeri

Adapun kriteria penilaian dari table diatas adalah:

0-10 : Menunjukkan tidak dapat melakukan kegiatan.


38

11-20 : Menunjukkan mampu melakukan kegiatan (Seperti

sebelum cidera).

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi

Problematika yang didapati pada Plantar Fasciitis antara lain :

1. Impairment

Impairment merupakan gangguan yang ada pada

tingkat jaringan yang berhubungan dengan aktivitas

fungsional dasar.

(Jarak penulisan terlalu jauh)

2. Fungsional Limitation

Fungsional limitation merupakan suatu problem

yang berupa penurunan kekuatan otot dan keterbatasan

lingkup gerak saat melakukan aktivitas fungsional sebagai

akibat dari adanya impairment.

3. Disability

Disability merupakan ketidakmampuan dalam

melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan.

Pasien mengalami gangguan fungsional seperti jinjit terasa

nyeri dan berdiri lama.

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi


39

1. Infra Red

Infra red adalah pancaran gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang 7.700 – 4 juta Ǻ (Sujatno, 2003).

Berdasarkan generatornya Infra Red dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Non luminous, hanya mengandung infra red saja, sedang

luminous generator disamping inrfa red juga sinar visible dan

ultra violet. Oleh karena itulah maka pengobatan dengan non

luminous generator sering disebut dengan “Inrfa Red

Radiation”.

b. Luminous generator, pengobatan dengan luminous generator

sering disebut dengan “Radiant Heating”. Istilah tersebut

sebenarnya kurang tepat, oleh karena kedua-duanya

mengandung prosentase infra red yang paling banyak bila

dibanding dengan sinar-sinar yang lainnya.

1) Efek fisiologis

Pengaruh fisiologis infra red, jika infra red

diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat

dimana sinar tadi diabsorbsi. Infra red yang bergelombang

pendek (7.700 – 12.000 Ǻ) penetrasinya sampai pada lapisan

dermis atau sampai ke lapisan dibawah kulit, sedang yang

bergelombang panjanng (diatas 12.000 Ǻ) penetrasinya

hanya sampai pada superfisial epidermis.

2) Meningkatkan proses metabolisme


40

Seperti telah dikemukakan oleh hukum Vant’s Hoff

bahwa suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan

adanya panas atau kenaikan temperatur akibat pemanasan.

Proses metabolisme terjadi pada lapisan superfisial kulit

akan meningkat sehingga pemberian oxigen dan nutrisi

kepada jaringan lebih diperbaiki.

3) Vasodilatasi pembuluh darah

Dilatasi pembuluh darah kapier dan arteriole akan

terjadi segera setelah penyinaran, sehingga kulit akan segera

tampak kemerah-merahan tetapi tidak merata, berkelompok-

kelompok atau seperti bergaris-garis. Keadaan ini

sebenarnya merupakan reaksi tubuh terhadap adanya sinar

panas tadi dan dengan reaksi peradangan. Kulit yang

mengadakan reaksi dan berwarna kemerah-merahan ini

disebut erythema.

4) Pigmentasi

Penyinaran yang berulang-ulang dengan infra red

akan dapat menimbulkan pigmentasi pada tempat yang

disinari. Pigmentsi yang terjadi oleh karena infra red

bentuknya berkelompok dan tidak merata. Hal tersebut

disebabkan oleh karena adanya perusakan pada sebagian sel-

sel darah merah ditempat tersebut.

5) Pengaruh terhadap saraf sensoris


41

Mild heating (pemanasan yang sering) mempunyai

pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung saraf sensoris.

6) Pengaruh terhadap jaringan otot

Kenaikan temperatur disamping membantu

terjadinya berkontraksi. Spasme yang terjadi akibat

penumpukan asam laktat dan sisa-sisa pembakaran lainnya

dapat dihilangkan dengan pemberian pemanasan. Hal ini

dapat terjadi, oleh relaksasi juga akan meningkatkan

kemampuan otot untuk karena pemansan akan mengaktifkan

terjadinya pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme.

Sedangkan keadaan spastis (akibat kerusakan upper motor

neuron) apabila diberikan penyinaran hanya akan diperoleh

relaksasi yang bersifat temporer (sementara).

7) Destruksi jaringan

Ini bisa terjadi apabila penyinaran yang diberikan

menimbulkan kenaikan temperatur jaringan yang cukup

tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga

diluar toleransi jaringan penderita.

5) Efek Teraputi

Pengaruh teraputik dari infra red secara garis besar dapat

disebutkan sebagai berikut :

a) Relief of pain
42

Penyinaran infra red merupakan salah satu cara

yang efektif untuk mengurangi nyeri atau menghilangkan

rasa nyeri. Ada berapa pendapat mengenai mekanisme

pengurangan rasa nyeri, yaitu :

(1) Apabila diberikan mid heating, maka pengurangan rasa

nyeri disebabkan oleh adanya efek sedatif pada

superficial sensory nerve ending (ujung-ujung saraf

sensoris superfisial).

(2) Rasa nyeri ditimbulkan oleh karena adanya akumulasi

sisa-sisa hasil metabolisme yang disebabkan zat “P”

yang menumpuk dijaringan. Dengan adanya infra red

yang memperlancar sirkulasi darah, maka zat “P” juga

akan ikut terbuang, sehingga rasa nyeri berkurang/

menghilang.

(3) Apabila diberikan stronger heating, maka akan terjadi

counter irritation yang akan menimbulkan pengurangan

nyeri.

b) Muscle relaxation

Seperti diketahui bahwa relaksasi akan mudah

dicapai bila jaringan otot tersebut dalam keadaan hangat

dan rasa nyeri tidak ada. Radiasi infa red disamping dapat

mengurangi nyeri, dapat juga menaikkan suhu/temperatur


43

jaringan, sehingga dengan demikian bisa menghilangkan

spasme otot dan membuat otot relaksasi.

6) Indikasi penyinaran Infra merah:

a) kondisi peradangan setelah sub-akut : kontusio, muscle

strain, muscle sprain, trauma sinovitis.

b) Arthritis : rheumatoid arthritis, osteoarthritis, myalgia,

lumbago, neuralgia, neuritis

c) Gangguan sirkulasi darah : thrombo-angitis obliterans,

tromboplebitis, reynold’s desease

d) Penyakit kulit : folliculitis, furuncolosi, wound

e) Persiapan exercise dan massage

(Jarak penulisan terlalu jauh)

7) Kontra Indikasi penyinaran Infra merah:

a) Daerah dengan insufisiensi darah

b) Gangguan sensibilitas kulit

c) Ada kecenderungan terjadi perdarahan

d) Luka bakar

e) Electric shock

f) Headache / pusing

g) Pingsan tiba-tiba sewaktu penyinaran

h) Menggigil
44

i) Mata

2. Massage

Massage adalah Manipulasi yang menggunakan tangan

untuk melakukan massage pada daerah-daerah tertentu serta untuk

memberian pengaruh tertentu (Novita, 2010). Massage adalah

manipulasi manual jaringan lunak (otot dan tendon) untuk

mengurangi nyeri, nyeri otot, spame otot dan untuk meningkatkan

mobilitas umum. Hal ini meningkatkan pasokan oksigen dan nutrisi

ke jaringan otot, meningkatkan ekskresi limbah dari jaringan

otot. Massage memiliki dampak yang signifikan terhadap proses

penyembuhan alami tubuh.

a. Efek Pada Sirkulasi Lymphe

1) Massage dapat mengurangi lymphedema untuk

memperbaiki sistem limfa, yang dapat membantu

membuang yang berlebihan dan bakteri dari sistem yang

lebih efektif dari rentang gerak pasif atau stimulasi otot

elektrik.

2) Presentase dari sel pembunuh alami yang menambah

aktifitasnya dengan massage, sugesti, bahwa massage

dapat memperkuat sistem imun.

b. Efek Sirkulasi Darah

1) Massage melancarkan sirkulasi darah walaupun secara

tidak langsung.
45

2) Jika otot rileks maka jaringan lunak, pembuluh darah

berisi cairan sehingga dengan penekanan akan

mendorong cairan pada pembuluh darah dan vena lebih

dalam.

3) Jika aliran vena meningkat ke cordis maka kecepatan

denyut cor meningkat atau strok volume meningkat

dengan demikian jumlah darah arteri ke perifer

meningkat.

c. Manfaat massage

1) Mengurangi spame otot

2) Mengurangi nyeri otot

3) Meningkatkan fleksibilitas dan kelenturan otot

4) Mengurangi rasa sakit kronis

5) Membantu dalam pemulihan dari cedera dan penyakit

6) Mengurangi stres mental

7) Membantu dalam relaksasi mental

d. Teknik massage yang di gunakan:

1) Friction

Yaitu manipulasi dengan gerakan melingkar

(circular) atau melintang kecil-kecil menggunakan

ujung-ujung jari, ibu jari atau pangkal tangan, siku-siku

(Pujianto, 2006).

2) Ischemic compression
46

Sebuah teknik yang di terapkan pada titik nyeri

dengan ibu jari terapis atau ujung jari. Tekanan yang

digunakan selalu dalam toleransi sakit pasiendan

lamanya waktu bervariasi biasanya sampai pasien

merasa sakit menghilang, komunikasi dengan pasien

sangat penting selama pengobatan ini (Pujianto, 2006).

3. Stretching

Stretching atau peregangan adalah bagian dari terapi latihan

menangani masalah pada musculoskeletal secara spesifik yang

bertujuan meningkatkan elastisitas otot sehinggan bermanfaat

untuk meningkatkan Range Of Motin (ROM) (Arnold et al, 2007).

a) Manfaat stretching

Beberapa manfaat stretching antara lain: (1)

Mengurangi ketegangan (menjadi relaks), (2) Gerakan lebih

mudah, karen ROM meningkat, (3) Mencegah terjadinya

cedera, (4) Aktivitas lebih mudah dilakukan, (5)

Memperbaiki sistem sirkulasi dan nutrisi, (6) Badan merasa

lebih baik dan lebih fit, (7) Balance Muscle Length, body

aligment lebih teratur, postur lebih baik (Arnold et al,

2007).

b) Indikasi Stretching

Beberapa kondisi yang merupakan indikasi

pemberian stretching antara lain: (1) Limitasi ROM akibat,


47

contracture, adhesion, scar formation, pemendekan otot,

jaringan lunak ataupun kulit, (2) Limitasi ROM yang akan

membawa perubahan struktural, (3) kontraktur karena

aktivitas sehari-hari, (4) Ketegangan otot karena yang

berlawanan lemah (muscle inbalance) (Arnold et al, 2007).

c) Kontra indikasi

Beberapa kontra indikasi stretching yaitu: (1)

adanya nyeri akut saat sendi digerakkan atau ulur (2) gejala

hematom (3) adanya kontraktur tetapi justru dapat

menstabilkan sendi dan (4) adanya kontraktur tetapi

diperlukan untuk fungsional (Arnold et al, 2007)

d) Frekuensi

Frekuensi stretching yang terbaik adalah 3-5 kali

perminggu, frekuensi stretching yang sangat efektif

dilakukan sebanyak 4 kali dalam setiap kali pertemuan

(Walker, 1971).

e) Durasi Stretching

Banyak literatur yang menganjurkan durasi untuk

stretching antara 10 hingga 30 detik. Pendapat lain

merekomendasikan 12-18 detik dengan alasan relaksasi

terjadi pada periode ini. Untuk melakukan peregangan

isometric, lakukan posisi peregangan pasif dan kemudian

melakukan kontraksi otot yang diregangkan selama 10-15


48

detik, pastikan ini harus diulang dua hingga lima kali

(Walker,1971).

f) Stretching M. Aponeurosis Plantaris

Dalam posisi tidur tengkurap, pegang tumit satu

kaki dengan satu tangan dan gunakan tangan yang satunya

untuk mengulur jari-jari kaki ke bawah. Tahan peregangan

selama 8 detik, harus merasakan regangan yang baik di

lengkungan kaki. Di lakukan selama 3-8 kali pengulangan.

Gambar 2.7 Stretching M.


Aponeurosis Plantaris
Latihan Edukasi

1) Latihan Wall Stretches

Latihan ini dilakukan untuk meregangkan otot gastrocnemius dan

otot hamstring. Latihan ini posisi tubuh mengadahap ke dinding, berdiri

sekitar 2 atau 3 kaki dari tembok, lakukan dorongan dengan tangan pada

tembok. Dengan kaki yang sakit di belakang dan kaki satunya di depan.

Dorong tembok, jadikan kaki yang depan sebagai tumpuan, sementara

meregangkan kaki yang belakang, biarkan tumit kaki yang belakang

menempel di lantai. Posisi ini akan meregangkan tumit. Tahan posisi ini
49

selama 10 detik. Ulangi 8-10 kali selama 3 kali sehari ( Wolgin M,

Cook C, Graham C, Mauldin D, 1994 ).

Gambar 2.8 Latihan Wall Stretches


( Wolgin M, Cook C, Graham C, Mauldin D, 1994 )

2) Latihan Towel Stretching

Latihan ini dilakukan sebelum turun dari tempat tidur, jadi saat

bangun tidur atau setelah istirahat lama. Hal ini dilakukan karena

saat kita tidur plantar fascia semakin mengencang.


50

Gambar 2.9 Towel Stretching


( Wolgin M, Cook C, Graham C, Mauldin D, 1994)

Anda mungkin juga menyukai