Anda di halaman 1dari 16

Nama: Nanda Safira Alisa

NIM: 04011381722192
Kelas: Gamma2017

Learning Issue

Anatomi dan Fisiologi Ekstremitas inferior

Gambar 1. Anatomi ekxtermitas bawah

Anatomi ekstremitas bawah terdiri atas tulang pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal, dan
tulang-tulang phalangs.


 Pelvis
Pelvis terdiri dari sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Tulang
pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian
superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian
inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium
disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan
pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-
ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang
femur.

 Femur
Pada bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan
tibia melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter
mayor dan trochanter minor, yang dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian
distal anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia,

1
serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa
intercondylar.
 Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan
fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya
merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk
berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk
perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal
dan malleolus medial.

 Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia.
Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula
membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.

 Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan di proksimal dan
dengan metatarsal di distal.Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus (berperan sebagai
tulang penyanggah berdiri), talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3).
 Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan
tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang
sesamoid.
 Phalangs
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki.Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3
phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari kaki,
menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.

2
Tarsal tunnel adalah celah/ruang sempit yang berjalan di belakang dan dibawah medial
malleolus. Celah/ terowongan tersebut di tutupi oleh flexor retinaculum yang fungsinya
melindungi struktur yang ada di dalam celah/terowongan tersebut. Flexor Retinaculum
merupakan ligament tebal yang menghubungkan antara malleolus medial dan calcaneus.
Struktur yang terdapat di dalam kanal tersebut dari medial ke lateral adalah:
1. Tendon Tibialis Posterior
2. Tendon Flexor Digitorum Longus
3. Arteri tibialis posterior dan vena
4. Nervus Tibial
5. Tendon Flexor Hallucis Longus
Nervus tibialis posterior lewat diantara Flexor digitorum longus dan flexor hallucis longus
sebelum bercabang dua di terowongan tarsal dan membentuk saraf plantar media dan
lateral. Saraf plantar media melewatu abductor hallucis dan otot flexor hallucis longus dan
mempersarafi pada setengah medial kaki dan 3,5 jari-jari pertama dan mempersarafi fungsi
motoric dari lumbricals, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, dan flexor hallucis
brevis.
Nervus plantar lateral berjalan melewati otot abductor hallucis dan memberikan persarafan
sensorik medial calcaneus dan tumit lateral dan juga mempersarafi fungsi motoric ke flexor
digitorum brevis, quadratus plantae dan abductor digiti minimi.
Saraf calcaneus medialis biasanya bercabang dari saraf tibialis posterior proksimal ke
terowongan tarsal dan memberikan persarafan sensorik ke bagian tumit posteromedial.

3
Inervasi dari percabangan dari saraf tibialis posterior:
- Percabangan calcaneal - Aspek medial dan posterior dari tumit
- Percabangan media plantar – percabangan cutaneous dari aspek plantar medial dari kaki,
percabangan motorik dari otot abductor hallucis dan flexor digitorum brevis, dan
percabangan talonavicular dan calcaneonavicular joints.
- Percabangan lateral plantar – percabangan motorik dari otot abductor digiti quinti dan
quadrates plantae, saraf cutaneos ke jari ke V, percabangan-percabangan tersebut
berhubungan ke saraf bagian jari IV, percabangan motorik ke lumbricalis: kedua, ketiga,
dan keempat dari percabangan interosei ke bagian atas dari transversa dari adductor
hallucis dan otot pertama dari interosseous space.

4
Tarsal Tunnel Syndrome
1. Tarsal Tunnel Syndrome
a. Definisi
Tarsal tunnel adalah ruang sempit yang terletak di bagian dalam pergelangan kaki
sebelah tulang pergelangan kaki. Terowongan ditutupi dengan ligament tebal (flexor
retinakulum yang melindungi dan memelihara struktur yang terkandung dalam
terowongan-arteri,vena,tendon dan saraf. Salah satu struktur ini adalah saraf tibialis
posterior, yang merupakan focus dari sindrom terowongan tarsal
Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) adalah jenis neuropati kompresi di mana saraf tibialis
dikompresi dalam terowongan tarsal yang berjalan di sepanjang bagian dalam
pergelangan kaki ke kaki. Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) adalah suatu kondisi yang
tidak biasa yang dapat melemahkan akibat rasa sakit yang progresif. Dengan TTS, rasa
sakit berasal dari pergelangan kaki dari jebakan saraf tibialis posterior atau cabang
medial, lateral atau kalkanealis di terowongan tarsal proksimal dan / atau distal tarsal
distal.

b. Etiologi
Etiologi dari Tarsal Tunnel Syndrome dapat dibagi menjadi 2 yaitu intrinsic dan
extrinsic
1. Ekstrinsik: meliputi sepatu yang tidak pas, trauma, kelainan anatomi-biomekanik
(koalisi tarsal, valgus atau varus hindfoot), jaringan parut pasca operasi, penyakit
sistemik, edema ekstremitas bawah, artropati inflamasi sistemik, diabetes, dan
jaringan parut pasca operasi.
2. Intrinsik: meliputi tendinopati, tenosynovitis, perineural fibrosis, osteophytes,
hypertrophic retinaculum, and space-occupying atau efek lesi akibat massa
(pembesaran dari vena, kista ganglion, lipoma, neoplasma, dan neuroma).
Insufisiensi dari arteri dapat menyebabkan iskemik pada saraf.
Selain itu etiologi dari TTS:
1. Aktivitas stress yang repetitive seperti berlari, berjalan, atau berdir yang
berebihan
2. Trauma seperti fraktur, dislokasi atau cedera akibat regangan
5
3. Varus atau valgus (kelainan anatomi-biomekanik)
4. Fibrosis
5. Obesitas
6. Lesi yang terdpat di dalam terowongan tarsal seperti ganglion, tumor, osteofit
atau varises
7. Tendonitis
8. Penyakit sistemik yang mengakibatkan inflamasi pergelangan kaki atau yang
melibatkan saraf (diabetes, arthritis)

tindakan berulang dari dorsi exion dan plantar exion selama kegiatan seperti berlari
dan melompat dapat menyebabkan peningkatan tekanan terowongan dan iritasi
berikutnya. Karena berjalan, berlari dan melompat jarang mengakibatkan iritasi
terowongan tarsal, banyak pasien yang didiagnosis dengan TTS memiliki faktor
intrinsik atau ekstrinsik yang membuat mereka menjadi TTS. Faktor intrinsik
mungkin termasuk tendonopathies, osteophytes, anomali anatomi dan lesi yang
menempati ruang seperti otot-otot aksesori, ganglia atau lipoma.Takakura et al.
melaporkan ganglia menjadi ruang yang paling umum menempati lesi pada TTS
proksimal. Faktor intrinsik di terowongan tarsal distal dapat menyebabkan neuritis
traksi. Sebagai contoh, melemahnya plantar fascia dapat mengakibatkan peregangan
saraf plantar lateral, menaruhnya di tempat sehingga berubah menjadi kaki distal di
atas exor digitorum brevis .

6
Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya tarsal tunnel neuropathy. Soft-tissue
masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf tibialis
posterior. Contoh termasuuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada tarsal
canal, nerve sheath dan nerve tumor, dan vena varicose. Tulang yang menonjol dan
exostoses dapat pula menimbulkan gangguan.

Etiologi yang paling umum dari sindrom terowongan tarsal adalah lesi massa dalam
terowongan seperti lipoma, ganglion, osteochondromas, varises, dan sinovitis akibat
rheumatoid arthritis atau uremia kronis. Kelainan bentuk kaki, patah tulang
calcaneus atau talus, eksostosis, koalisi talocalcaneal, lesi olahraga atau
tromboflebitis adalah penyebab lain dari TTS. Nyeri dan parestesia di kaki adalah
manifestasi klinis yang paling sering. Nyeri secara khas dimulai pada aspek plantar
dari kaki depan dan menjalar ke jari-jari kaki. Biasanya diperburuk di malam hari
karena perubahan postur kaki yang menyebabkan penambatan saraf atau kongesti
vena. Kelemahan motor atau atrofi otot-otot kaki intrinsik jarang terlihat

c. Epidemiologi
Insiden dari TTS tidak diketahui. TTS merupakan penyakit yang relative jarang dan
sering tidak terdiagnosis. TTS lebih sering dialami oleh wanita daripada pria dan dapat
ditemui pada usia berapapun.

d. Patofisologi

TTS (Tarsal Tunnel Syndrome) dihasilkan dari kompresi saraf tibialis posterior atau salah
satu dari dua cabangnya, saraf plantar lateral atau medial yang berada di dalam terowongan
tarsal. Sebanyak 43% pasien memiliki riwayat trauma seperti keseleo dari pergelangan kaki.
Abnormalitas dari biomekanik juga dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit. Pada
dasarnya apasaja yang dapat menyebabkan penekanan pada terowongan tarsal dapat
menyebabkan TTS (Tarsal Tunnel Syndrome).
TTS juga diduga disebabkan oleh adanya traksi berulang (repetitive traction) pada saraf
yang menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Gerakan berulang dari dorsiflexi dan

7
plantarfelxi pada aktivitas seperti sprint dan lompat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan terowongan tarsal dan iritasi selanjutnya.
Kompresi ekstrinsik dari tulang, ganglion, atau proliferasi synovial dari gangguan tendon
juga dapat menyebabkan TTS.
Ketika tekanan di dalam terowongan tarsal meningkat, aliran darah menjadi menurun dan
menyebabkan saraf iskemik yang nantinya akan mengakibatkan malfungsi saraf dan
menimbulkan gejala kesemutan atau mati rasa.

e. Gejala Klinis
Gejala dari tarsal tunnel syndrome bervariasi dari masing-masing individu, tetapi dari
klinis umumnya: gangguan sensorik yang bervariasi dari mulai sharp pain sampai
hilangnya sensasi, gangguan motorik dengan resultant atrophy dari intrinsic
musculature, dan gait abnormality (Contoh Overpronation dan pincang karena nyeri
dengan weight bearing). Deformitas dari hindfoot valgus berpotensi ke dalam gejala
dari tarsal tunnel syndrome karena deformitas tersebut dapat meningkatkan tension
menjadi peningkatan dari eversion dan dorsiflexion. Tidak ada penelitian lainnya yang
dapat menunjukkan hubungan secara statistik dari tarsal tunnel syndrome dalam kondisi
bekerja atau beraktivitas sehari-hari. Prevalensi dan insiden dari tarsal tunnel syndrome
belum pernah dilaporkan.

f. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Manifestasi klinis dari Tarsal Tunnel Syndrome:
Gejala umum dari Tarsal Tunnel Syndrome adalah paresthesia (terbakar, mati rasa,
atau kesemutan) pada tibialis posterior, plantar lateral, dan atau distribusi saraf
plantar lateral. Gejala lainnya yaitu rasa terbakar, kesemutan, atau nyeri di bagian
tengah pergelangan kaki atau bagian plantar dari kaki. Pasien biasanya mengeluh
gejala memburuk pada saat eversi paksa dan dorsofleksi kaki.
Ketika saraf plantar medial dipengaruhi, maka pasien akan mengeluh nyeri kaki
seperti ditusuk pada saat berjalan. Dalam kasus TTS yang kronis, kelemahan otot
abductor kaki dan fleksor dapat terlihat. Pada kasus yang lebih berat juga dapat
terlihat atrofi otot.
8
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis TTS adalah:
Tinnel’s Sign: Perkusi dari terowongan tarsal akan menimbulkan parathesia baik
lokal maupun menjalar disepanjang saraf. Hasil yang positif mungkin disebabkan
oleh terjebaknya saraf oleh jaringan disekitarnya. Lebih dari 50% pasien TTS positif
tinnel sign.
Dorsiflexion-Eversion Test: Gerakkan kaki pasien pada posisi dorsofleksi dan eversi
maksimal dan tahan selama 5-10 detik. Hasilnya positif pada pasien TTS. Pada saat
pemeriksaan dorsiflexion eversion test saraf tibal posterior tertarik dan tertekan,
sehingga apabila positif diduga TTS.

Intensifikasi gejala lebih lanjut juga dapat diperoleh dengan menggunakan tes
Trepman atau tes inversi fleksi plantar. Manuver in jug dapat meningkatkan tekanan
pada saraf tibialis di dalam batas tarsal. Manuver ini tidak hanya dapat mengurangi
lebar dari terowongan tarsal namun juga menekan saraf plantar lateral. Jadi
dorsoflexi eversi atau plantar flexi inversi dapat menimbulkan rasa sakit atau
meningkatkan gejala TTS.
Triple Compression Stress Test (TCST) menggabungkan Tinnel sign dan uji
Trepman dengan cara menggerakkan kaki plantar flexi maksimal, inversi, dan
menekan secara konstan pada bagian saraf tibialis posterior selama 30 detik.
Kompresi ganda pada saraf dari Gerakan plantar flexi dan inversi, dan kompresi
langsung menggunakan jari dinamai triple compression stress test.

9
3. Pemeriksaan Penunjang
MRI dianggap sebagai gold standar dalam mengidentifikasi adanya kompresi pada
terowongan tarsal yang disebabkan oleh adanya massa, lesi, atau tumor.
Pemeriksaan X-rays dilakukan jika ada dugaan kelainan pada anatomi seperti
varus/valgus.
Tes elektrodiagnostik juga dapat membantu dalam mendiagnosis TTS. Tes-tes ini
menilai kecepatan konduksi sensorik dari saraf tibialis atau salah satu cabangnya.

g. Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa yang dapat dilakukan adalah:
1. NSAID
2. Injeksi Corticosteroid
Biasanya tatalaksana medikamentosa dikombinasikan dengan terapi fisik untuk
recovery dan meningkatkan fungsionalitas.
Tindakan operasi diindikasikan bagi pasien yang tidak mendapatkan manfaat dari terapi
konservasi seperti terapi fisik dan memiliki gejala yang sangat mempengaruhi
kehidupan (aktivitas sehari-hari).
Individu dengan lesi pada terowongan tarsal (space occupying lesion) cenderung tidak
berpengaruh dengan manajemen konservatif dan sering memerlukan tindakan
pembedahan. Terdapat juga lasifikasi yang dikaitkan dengan reespons yang berhasil
terhadap tindakan operasi yaitu usia muda, riwayat gejala yang singkat, tidak ada
riwayat patologi pergelangan kaki sebelumnya, diagnosis dini, dan etiologi yang telah
ditentukan.

Indikasi

10
Riwayat penyakit terdahulu yang positif disertai dengan pemeriksaan suportif yang
ditemukan (pemeriksaan fisik) dan hasil dari elektrodiagnostik positif, menghasilkan
diagnosis tarsal tunnel neuropathy. Pasien-pasien dengan kompresi pada jaringan saraf
umumnya mempunyai hasil yang baik setelah diambil tindakan operasi dekompresi
pada saraf tibial. Sangat penting untuk diketahui bahwa walaupun hasil dari
elektrodiagnostik memberikan hasil berkurangnya fungsi dari saraf, tidak menutup
kemungkinan akan tindakan dari dekompresi akan menghilangkan gejala-gejala dari
tarsal tunnel syndrome.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Electromyography (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) untuk
mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk memastikan adanya
neuropathy. Sebagai tambahan, dapat membedakan dari tipe-tipe dari jaringan saraf
(sensorik, motorik atau keduanya) dan patofisiologi (aksonal vs demyelinating dan
simetrik vs asimetrik) dari pemeriksaan EMG dan/atau NCV. Psikiater atau neurolog
yang telah cukup berpengalaman dalam pemeriksaan ekstremitas dengan menggunakan
pemeriksaan EMG dan NCV akan lebih mendapatkan hasil yang baik pada pemeriksaan
tersebut. Pemeriksaan EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian
distal sampai ke otot dari abductor hallucis atau abductor digiti quinti. Pemeriksaan ini
juga dapat disertai dengan adanya penurunan amplitude dari fungsi motorik atau
hilangnya respons dari otot-otot yang diperiksa. Awalnya pada pemeriksaan sensibilitas
bagian medial dan/atau lateral plantar di mana aksi potensial akan terpengaruhi dengan
pemanjangan dari masa laten, lambatnya velocity, dan penurunan amplitude.
Aksi potensial dari sensorik dapat tidak terdeteksi pada beberapa kasus yang lebih berat
seperti tarsal tunnel syndrome, pemeriksaan dengan jarum (needle) pada otot abductor
hallucis dan/atau abductor digiiti quinti dapat menunjukkan adanya denervation dan
perubahan-perubahan aktif dan/atau kronis. Untuk memastikan hasil penemuan-
penemuan tersebut bukanlah suatu lesi pada cabang dari S1, otot dari tibialis posterior
ke bawah dari tarsal tunnel (posterior tibialis) atau otot-otot lainnya dari bagian otot dari
tibialis posterior (extensor digitorum brevis) harus dilakukan pemeriksaan
pembandingnya. Otot-otot dari lumbosacral paraspinal haruslah sensitif terhadap
pemeriksaan EMG dan NCV.
11
- Pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motorik:
Terminal latensi dari otot abductor digiti quinti (saraf lateral plantar)
yang lebih dari 7 ms adalah abnormal.
- Terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) lebih dari
6,2 ms adalah abnormal.
- Adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan ulang dari EMG seharusnya dilakukan dalam waktu 6 bulan
setelah tindakan operasi yang biasanya memberikan hasil yang baik setelah
penderita menjalani tindakan dekompresi. Penurunan fungsi dapat ditemukan
pada distal latensi, hasil dari pemeriksaan NCV dapatlah normal pada pasien-
pasien dengan small fiber neurophaties. Sebagai tambahan, respons dari
lower-extremity sensory dapat tidak didapatkan pada pasien-pasien berusia
tua. Terlebih lagi pemeriksaan elektrodiagnostik haruslah tidak boleh
digantikan untuk suatu pemeriksaan secara klinis yang baik.
Pada pemeriksaan diabetes mellitus pada bagian distal, sensorik simetris dan
motor polyneuropathy. Ini merupakan aksonal neuropathy yang mengalami
degenerasi pada akson bagian distal. Pada penderita diabetes juga didapatkan
neuropathy juga sama halnya dengan microangiopathy, dimana memberikan
hasil pada bagian proximal, asymmetric mononeuropathy (primarily motor
nerves). Evaluasi permulaannya harus termasuk pemeriksaan urinalisis dan
pemeriksaan dari tingkat serum glukosa, hemoglobin A1C (HbA1C/HgA1C),
blood urea nitrogen (BUN), creatinine, complete blood cell count(CBC),
erythrocyte sedimentation rate (ESR), dan kadar dari vitamin B12.
Artritis dihubungkan dengan Reiter syndrome yang khususnya mempunyai
efek ke lutut, angkle, dan kaki, menimbulkan rasa nyeri dan bengkak pada
pergelangan, jari-jari dan persendian lainnya yang terkena. Pasien-pasien
dengan Reiter syndrome umumnya mengalami proses inflamasi di mana
tendon akan menyerang ke dalam tulang, kondisi ini yang dinamakan
enthesopathy. Enthesopathy menghasilkan rasa nyeri dan pemendekan dan
penapisan dari jari-jari kaki. Beberapa pasien yang menderita Reiter
syndrome juga didapatkan heel spurs yang dihubungkan dengan chronic or
long-lasting foot pain. Laki- laki yang berusia antara 20-40 tahun merupakan
yang tersering terkena Reiter syndrome. Merupakan arthritis yang sering 12

terdapat pada laki-laki muda, pada laki-laki di bawah 50 tahun, sekitar 3,5
dari 100.000 menderita Reiter syndrome setiap tahunnya. Tepatnya 3% dari
semua laki-laki dengan sexual transmitted disease akan menderita Reiter
syndrome. Wanita juga dapat terkena gejala ini, walaupun hanya sedikit
dibandingkan laki-laki, dengan gejala yang lebih ringan dan lebih tidak
terdeteksi. Sekitar 80% akan mengenai pasien-pasien dengan human
leukocyte antigen (HLA) – B27 yang positif. Hanya 6% orang-orang yang
tidak terkena dari Reiter syndrome dengan gen HLA-B27 yang mendasari
kondisi dari sistemik arthritis, ESR, rheumatoid factor (RF), dan antinuclear
antibody (ANA) yang didapatkan. Khususnya pasien-pasien dengan
rheumatic disease, termasuk Reiter syndrome didapatkan peningkatan dari
ESR. Meskipun pada Reiter syndrome hasil dari RF dan pemeriksaan ANA
adalah negatif, meskipun demikian HLA- B27 dapatlah berguna dalam
membedakan apakah suatu seronegative arthopahty dari arthritis yang
lainnya.
Generalized amyloidosis dapat menimbulkan peripheral neuropathy
bersamaan dengan atrophy dari jaringan saraf. Central nervous system tidak
terpengaruhi kecuali pada area dengan kurangnya blood-brain barrier,
seperti choroid plexus dan kelenjar pineal. Pada beberapa kasus, biopsi dapat
membantu untuk mendiagnosis suatu leprosy, amyloid neuropati, sarcoidosis,
dan leukodystrophies.

Pemeriksaan Imaging
Magnetic resonance imaging (MRI) dan ultrasonography dapat cukup
membantu yang berhubungan dengan kasus soft-tissue masses dan space-
occupying lesion lainnya pada tarsal tunnel. Sebagai tambahan, MRI berguna
dalam menilai suatu flexor tenosynovitis dan unossified subtalar joint
coalitions.
Plain radiography juga berguna untuk mengevaluasi pasien-pasien dengan
dasar kelainan struktur dari kaki, fraktur, bony masses, osteophytes, dan
subtalar joint coalition.

h. Komplikasi
Karena dari segi anatomi mempunyai efek pada area tersebut, maka 13

beberapa komplikasi dari tindakan dekompresi setelah dilakukan tindakan


operasi akan muncul kemudian. Kebanyakan dari semua komplikasi
tersebut dapat diminimalkan dengan diseksi yang teliti dan hati-hati
dengan memperhatikan anatominya. Laserasi dari saraf atau arteri
posterior dapat secara signifikan mempunyai efek langsung yang
mengganggu fungsi kaki. Kegagalan dari pelepasan retinaculum sepanjang
perjalanan saraf dapat menimbulkan hasil post operasi yang buruk. Hal ini
merupakan penyebab tersering dari gagalnya tindakan operasi. Akhirnya
nantinya dihubungkan dengan fasitis plantaris yang dapat menimbulkan
nyeri persisten dari region medial heel setelah dilakukan tindakan
dekompresi. Pada sebuah kasus penelitian oleh Kim dan Dellon
memperlihatkan bahwa neuroma dari bagian distal saraf saphenous dapat
difikirkan sebagai penyebab dari nyeri yang terjadi terus-menerus setelah
tindakan operasi.
i. Hasil dan Prognosis
Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Tandanya adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi
yang tampak, diikuti dengan berkurangnya gejala. Resolusi komplet dari
gejala-gejala tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan karena
banyaknya etiologi yang mendasaripenyakit ini dan juga karena area dari
saraf yang rusak tidak dapat kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri
setelah tindakan dekompresi sangatlah jarang terjadi. Penelitian dari Mann
memperlihatkan sekitar 75% pasien-pasien yang telah dilakukan tindakan
operasi dekompresi didapatkan nyeri yang cukup dirasakan, dan 25%
didapatkan nyeri yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Mann juga
menyatakan bahwa tindakan operasi explorasi dari tarsal canal release
sangatlah jarang menyebabkan nyeri yang hebat pada pasien.

j. SKDI

3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis


klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan 14
gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

1. Ahmad M, et al. tarsal tunnel syndrome: A literature review. Foot Ankle


Surg(2011),doi:10.1016/j.fas.2011.10.007
2. Antoniadis G, Scheglmann K. posterior tarsal tunnel syndrome: Diagnosis
and treatment. Dtsch Arztebl Int.2008;23(6):404-411
3. Persich, G. Tarsal Tunnel Syndrome. Available from: URL:
http://Bedah%20Saraf/Tarsal%20Tunnel%20Syndrome%20%20eMedici
ne%20Ortho pedic%20Surgery.htm.

1. Mengapa nyeri tidak menjalar pada kasus?


15
2. Apa hubungan usia, riwayat pekerjaan dengan keluhan yang dialami pasien
dalam kasus?
Tidak ada hubungan antara usia dan jenis kelamin pada kasus ini karena
etiologi dari kasus ini tidak dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin

3. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan sensorik dengan uji raba


halus dan uji nyeri pada telapak kaki pada kasus?
Tekanan yang berulang pada kaki nervus tibia posterior terkompresi atau
terjepit di tarsal tunnel  proksimal tarsal tunnel syndrome  hipoesthesia
pada tumit dan telapak kaki
Hipoesthesi pada tumit hingga telapak kaki yang menandakan kepekaan yang
menurun terutama pada sentuhan diakibatkan kerusakan sistem saraf karena
beberapa jenis trauma, stroke, tumor yang mengganggu fungsi sensorik.
Gangguan aliran darah arteri tertentu, menghasilkan kekurangan oksigen
dalam sel.

4. Bagaimana prosedur pemeriksaan sensorik dengan uji raba halus dan uji nyeri
pada telapak kaki?
Pemeriksaan sensoris, dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan
sentuhan ringan, atau dengan menggunakan tusukan peniti, yang mana pasien
akan merasakan hiperalgesia atau hipoatheisa pada area nervus plantar medial
dan pada area nervus plantar lateral jarang ditemukan atau pada seluruh
telapak kaki.

5. Apa definisi penyakit pada kasus?


Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) adalah jenis neuropati kompresi di mana saraf
tibialis dikompresi dalam terowongan tarsal yang berjalan di sepanjang bagian
dalam pergelangan kaki ke kaki. Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) adalah suatu
kondisi yang tidak biasa yang dapat melemahkan akibat rasa sakit yang
progresif. Dengan TTS, rasa sakit berasal dari pergelangan kaki dari jebakan
saraf tibialis posterior atau cabang medial, lateral atau kalkanealis di
terowongan tarsal proksimal dan / atau distal tarsal distal.
16

Anda mungkin juga menyukai