Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 25

Oleh: KELOMPOK G5
Tutor: dr. Eka Febri Zulissetiana, M. Bmd

Nadiah Putri 04011381722158


Fannysha Arrahma 04011381722159
Nys Salsabila Hamidah 04011381722160
Safira Ainun Syafri 04011381722172
Nafrah Ardita 04011381722189
M. Faishal Zamzami 04011381722191
Alfarisi Syukron Lillah 04011381722208
Carolina Maria Sidabutar 04011381722219
Andrian Tinambunan 04011381722221
Muhammad Catra Sadewo W 04011381722222
Aisyah Fristania Ditamor 04011381722230

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Skenario A Blok 25 Tahun 2020” sebagai tugas kompetensi
kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terima kasih
kepada:

1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Eka Febri Zulissetiana, M. Bmd selaku tutor kelompok G5,
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017

Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan
Tuhan.

Palembang, 24 Agustus 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... 2


Daftar Isi ................................................................................................................ 3

Kegiatan Diskusi 4
…………………………………………………………………

Skenario ................................................................................................................. 5
I. Klarifikasi 6
Istilah .........................................................................................
II. Identifikasi 7
Masalah ....................................................................................
III. Analisis 8
Masalah .........................................................................................
IV. Keterbatasan Ilmu 33
Pengetahuan ..................................................................
V. Kerangka 34
Konsep .........................................................................................
VI. 35
Sintesis ........................................................................................................
VII. 59
Kesimpulan ................................................................................................

Daftar 60
Pustaka ........................................................................................................

3
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Eka Febri Zulissetiana, M. Bmd


Moderator : M. Faishal Zamzami
Sekretaris 1 : Fannysha Arrahma
Sekretaris 2 : Nys Salsabila Hamidah
Presentan : Carolina Maria Sidabutar
Pelaksanaan : 24 Agustus 2020 (13.00 - 15.00 WIB)
26 Agustus 2020 (13.00 - 15.00 WIB)

Peraturan selama tutorial:


1. Jika bertanya atau mengajukan pendapat harus mengangkat tangan terlebih dahulu,
2. Jika ingin keluar dari ruangan izin dengan moderator terlebih dahulu,
3. Boleh minum,
4. Tidak boleh ada forum dalam forum,
5. Tidak memotong pembicaraan orang lain,
6. Menggunakan hp saat diperlukan.

4
SKENARIO A BLOK 25 Tahun 2020

Tn. L berusia 36 tahun, alamat Palembang, dibawa ke rumah sakit karena demam hilang
timbul sejak 8 hari ini. Demam berulang setelah 2 hari bebas demam. Sebelum demam
didahului menggigil, dan setelah demam diikuti dengan berkeringat banyak. Saat bebas
demam, Tn. L dapat beraktifitas seperti biasa. Keluhan lainnya berupa mual, lesu, sakit
kepala, Tn. L adalah seorang tentara yang baru pindah tugas ke Palembang 10 hari yang lalu,
sebelumnya bertugas di Bengkulu selama 1 tahun. 6 bulan yang lalu Tn. L pernah mengalami
sakit yang sama dan dirawat di RS di Bengkulu.

Pemeriksaan fisikKeadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 112 x/menit (isi dan tegangan cukup), pernafasan 22 x/menit,
temperatur axilla 39°C.

Tidak ada ruam kulit. Konjungtiva palpebra tampak pucat, sklera tidak ikterik. Tidak ada
pembesaran KGB. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada abdomen
didapatkan hepatosplenomegali ringan. Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratoriumHb 9 gr%, lekosit 8.700/mm3, trombosit 200.000/ mm3, dan


didapatkan gambaran hemolitik dengan morfologi lekosit dan trombosit normal. Urinalisis
dan feses rutin normal. Pada apusan darah tipis didapatkan gambaran seperti dibawah ini:

Hasil pemeriksaan rapid diagnostic test didapatkan:

5
I. Klarifikasi istilah

No Istilah Pengertian
.
1. Demam Peningkatan temperatur tubuh di atas normal
(>37,5°C).
2. Hepatosplenomegali Keadaan di mana pembesaran pada hati dan limfa.
3. Plasmodium vivax Spesies dari genus sporozoa yang bersifat parasit
pada sel darah merah di hewan dan manusia.
Plasmodium ini juga dapat menyebabkan malaria
tertiana.
4. Rapid diagnostic test RDT merupakan alat yang digunakan untuk
menguji ada tidaknya malaria pada pasien yang
memiliki gejala-gejala menyerupai malaria dengan
mendeteksi antigen yang berasal parasit pada darah
pasien. (WHO, 2010)
5. Menggigil Bergemetar tubuh atau suara karena kedinginan,
demam, dan takut.
6. Hemolitik Lisisnya sel darah merah sebelum waktunya.

7. Ruam kulit Perubahan nyata pada tekstur dan warna kulit yang
disebabkan oleh peradangan.
8. Ikterik Keadaan yang tidandai dengan kulit dan sklera
berwarna kuning yang disebabkan oleh akumulasi
bilirubin pada kulit dan membrane mukosa.
9. Apusan darah tipis Preparat yang dibuat dari setetes darah yang
diapuskan seluas area kaca objek sehingga dapat
menentukan kepadatan dan jenis parasit.

6
II. Identifikasi Masalah

No Fakta Ketidaksesuaia Prioritas


. n
1. Tn. L berusia 36 tahun, alamat Palembang, dibawa
ke rumah sakit karena demam hilang timbul sejak
8 hari ini. Demam berulang setelah 2 hari bebas
demam. Sebelum demam didahului menggigil, dan Tidak sesuai
VVVV
setelah demam diikuti dengan berkeringat banyak. harapan
Saat bebas demam, Tn. L dapat beraktifitas seperti
biasa. Keluhan lainnya berupa mual, lesu, sakit
kepala.
2. Tn. L adalah seorang tentara yang baru pindah
tugas ke Palembang 10 hari yang lalu, sebelumnya
bertugas di Bengkulu selama 1 tahun. 6 bulan yang Tidak sesuai
VV
lalu Tn. L pernah mengalami sakit yang sama dan harapan

dirawat di RS di Bengkulu.

3. Pemeriksaan fisikKeadaan umum tampak sakit


sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
Tidak sesuai
110/70 mmHg, nadi 112 x/menit (isi dan tegangan VVV
cukup), pernafasan 22 x/menit, temperatur axilla harapan
39°C.

4. Tidak ada ruam kulit. Konjungtiva palpebra


tampak pucat, sklera tidak ikterik. Tidak ada
pembesaran KGB. Pemeriksaan jantung dan paru Tidak sesuai
dalam batas normal. Pada abdomen didapatkan VVV
harapan
hepatosplenomegali ringan. Pemeriksaan lain
dalam batas normal.

5. Pemeriksaan laboratoriumHb 9 gr%, lekosit Tidak sesuai VVV


8.700/mm3, trombosit 200.000/ mm3, dan harapan
didapatkan gambaran hemolitik dengan morfologi
lekosit dan trombosit normal. Urinalisis dan feses
rutin normal. Pada apusan darah tipis didapatkan
gambaran seperti dibawah ini:

7
Hasil pemeriksaan RDT.

III. Analisis Masalah

1. Tn. L berusia 36 tahun, alamat Palembang, dibawa ke rumah sakit karena


demam hilang timbul sejak 8 hari ini. Demam berulang setelah 2 hari bebas
demam. Sebelum demam didahului menggigil, dan setelah demam diikuti
dengan berkeringat banyak. Saat bebas demam, Tn. L dapat beraktifitas seperti
biasa. Keluhan lainnya berupa mual, lesu, sakit kepala.
a. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan?
Semua rentang usia dan jenis kelamin sama-sama bisa terinfeksi parasit dari
plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria. Namun, laki-laki lebih sering
mengalami malaria daripada perempuan dengan rentang usia terbanyak pada usia
20-39 tahun.

b. Bagaimana mekanisme demam pada kasus?


Merozoit lolos filtrasi dan fagositosis di limpa  menginvasi eritrosit 
berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit (EP; parasite dalam eritrosit)  EP
stadium cincin pada 24 jam I  EP stadium matur pada 24 jam II  EP mengalami
merogoni  melepaskan toksin malaria berupa GP 1 (gikosilfosfatidilinositol) 
merangsang makrofag melepaskan pirogen endogen ( TNF-alpha dan interleukin-1 (IL-
1))  merangsang sel-sel endotel hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat 
sintesis prostaglandin (PGE2)  peningkatan set point hipotalamus  demam.

c. Apa makna klinis demam hilang timbul sejak 8 hari?


Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax / P. ovale
selang waktu satu hari, dan P. Malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
P.knowlesi hanya membutuhkan waktu 24 jam.
Demam malaria timbul secara periodik bersama dengan sporulasi
(pecahnya eritrosit keluarnya merozoit), pada P. vivax dan oval demam setiap
tiga hari, P. falciparum demam timbul secara tidak teratur 24-48 jam, P. malariae
tiap empat hari.
Puncak serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya merozit-
merozit ke dalam peredaran adarah (proses sporulasi). Untuk beberapa hari

8
pertama, pola panas tidak beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak
sesuai spesiesnya.
Pada malaria vivax dan ovale (tersiana) skizon setiap brood (kelompok)
menjadi matang setiap 48 jam sehingga periode demamnya bersifat tersiana, pada
malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, hal ini terjadi
dalam 72 jam sehingga demamnya bersifat kuartan. Masa tunas intrinsik berakhir
dengan timbulnya serangan pertama (first attack). Tiap serangan terdiri atas
beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan dengan
sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga tergantung pada jumlah parasit
(cryogenic level, fever treshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan
hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat
intermitten (febris intermitten), dapat juga remitten (febris remitens) atau terus
menerus (febris continua).

d. Mengapa demam didahului menggigil?


Periodisitas demam pada malaria berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merzoit yang masuk aliran darah. Respon
yang terjadi bila organisme penginveksi menyebar didalam darah, yaitu
pengeluaran suatu bahan kimia oleh makrofag tang disebut pyrogen
endogen(TNF alfa dan IL-1).

e. Mengapa setelah demam diikuti berkeringat banyak?


Merupakan mekanisme homeostasis tubuh, di mana tubuh akan
mempertahankan kondisi konstan agar tubuh dapat berfungsi dengan normal.
Demam menyebabkan suhu tubuh naik, tubuh akan mengompensasi dengan
berkeringat untuk melepaskan panas.
f. Apa makna klinis keluhan lain seperti mual, lesu, dan sakit kepala?
- Mual: mual pada kasus dapat disebabkan oleh pembesaran organ hepar dan
spleen yang menekan lambung, hal ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas
organ untuk menghancurkan sel darah merah yang terinfeksi sehingga organ
pun membesar.
- Lesu: dikarenakan anemia.
- Sakit kepala: di karenakan koagulasi sel darah merah yang mengakibatkan
obstruksi pembuluh darah di area otak.

9
- Anemia (pucat): dikarenakan sel darah merah banyak yang dihancurkan
oleh spleen sehingga mengakibatkan penurunan jumlah, hal ini
mengakibatkan terjadinya anemia.

g. Apa saja jenis-jenis demam?


1. Berdasarkan Penurunan Suhu:
a. Suhu mencapai normal
Demam hektik  range ≥ 2 oC
Demam intermiten range < 2 oC
Demam siklik  siklus demam mingguan
b. Suhu tidak mencapai normal
Demam septik  range ≥ 2 oC
Demam remiten range 1-2 oC
Demam kontinyu range ≤ 1 oC
2. Berdasarkan Interval:
a. Demam septik dan demam hektik: suhu tubuh berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun ke tingkat di atas normal
pada pagi hari. Bila demam turun ke tingkat normal dinamakan demam
hektik.
b. Demam intermiten: suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari.
c. Demam remiten: Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal.
d. Demam kontinyu: Demam dengan variasi suhu sepanjang hari tidak
lebih dari satu derajat.
e. Demam siklik: Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti periode bebas demam beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu tubuh seperti semula.

10
2. Tn. L adalah seorang tentara yang baru pindah tugas ke Palembang 10 hari
yang lalu, sebelumnya bertugas di Bengkulu selama 1 tahun. 6 bulan yang lalu
Tn. L pernah mengalami sakit yang sama dan dirawat di RS di Bengkulu.
a. Bagaimana hubungan penyakit sebelumnya dengan keluhan sekarang?
Pada infeksi P. vivax dan P. ovale, beberapa parasit dapat dalam fase di hati
selama beberapa bulan hingga sekitar 4 tahun setelah seseorang digigit nyamuk
yang terinfeksi. Ketika parasit ini keluar dari hibernasi dan mulai menyerang sel
darah merah kembali (relaps), akan terjadi infeksi ulang.

b. Apa makna riwayat berpergian Tn. L?


Menurut Kemenkes RI (2016), wilayah Bengkulu termasuk ke dalam area
medium cumulative incidence (MCI) dengan angka annual parasite incidence
(API) adalah 2,03 (MCI apabila API 1-5) dan dengan terjadinya peningkatan
kasus malaria dari tahun 2015-2016 menurut dinas kesehatan kota bengkulu,
maka semakin besar kemungkinan bahwa Tn.L terkena penyakit malaria.

3. Pemeriksaan fisikKeadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 112 x/menit (isi dan tegangan cukup),
pernafasan 22 x/menit, temperatur axilla 39°C.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik umum?
No. Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
1. Keadaan umum Tampak sakit Tidak tampak Abnormal
sedang sakit
2. Kesadaran Compos mentis Compos mentis Normal

3. Tekanan Darah 110/70 mmHg <120/<80 mmHg Menurun

4. Nadi 112x/mnt 60-100x/menit Takikardi

(isi dan tegangan


cukup)
5. RR 22x/mnt 16-24x/menit Normal

6. Suhu 390C 36,5-37,50C Hipertermi

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan fisik?

11
- Keadaan umum: Semua gejala yang terjadi pada malaria tertiana 
Menyebabkan keadaan umum tampak sakit sedang.
- Tekanan darah: merozoit menempel di RBC  rupturnya eritrosit 
hematokrit menurun  tekanan darah menurun.

12
- Nadi: Kompensasi tubuh akibat hemolysis dan kenaikan suhu tubuh 
Takikardi.
- Suhu: Inflamasi plasmodium  memicu keluarnya sitokin  demam.

4. Tidak ada ruam kulit. Konjungtiva palpebra tampak pucat, sklera tidak ikterik.
Tidak ada pembesaran KGB. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas
normal. Pada abdomen didapatkan hepatosplenomegali ringan. Pemeriksaan
lain dalam batas normal.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik spesifik?
No. Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
1. Kulit Tidak ada ruam kulit (-) Normal

2. Konjungtiva Tampak pucat (-) Anemia


palpebra
3. Sklera Tidak ikterik (-) Normal

4. Jantung dan Paru Dalam batas nomal (-) Normal

8. Abdomen Hepatosplenomegali (-) Abnormal


ringan
9. KGB Tidak membesar (-) Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan fisik spesifik?


- Konjungtiva palpebra pucat: Merozoit berikatan dengan reseptor duffy
antigent pada permukaan sel darah merah  menginvasi retikulosit 
berkembang biak secara aseksual dalam retikulosit  mengalami proses
skizogoni menjadi tropozoit imatur stadium cincin  terjadi maturasi
tropozoit  berkembang menjadi skizon  eritrosit ruptur  Hemolitik
anemia  Hb rendah  Konjungtiva palpebra pucat.
- Hepatosplenomegali ringan:
Infeksi plasmodium yang terjadi di hepar dan sel darah  Peningkatan
jumlah eritrosit yang terinfeksi plasmodium  Aktivasi sistem RES untuk
Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit  Penambahan
sel-sel radang ini akan menyebabkan kerja lien meningkat  Perbesaran lien
 Splenomegali.

13
Sporozoit-sporozoit yang tidak berhasil dicerna oleh sel Kupffer  Akan
menginvasi hepatosit dengan interaksi antara ligan di permukaan parasit
yaitu TRAP (thrombospondin-related anonymous protein) dengan
reseptornya di permukaan hepatosit yaitu sulfated heparan glycan 
Hepatosit yang sudah terinfeksi akan membentuk vakuola khusus di dalam
sitoplasmanya yaitu vakuola parasitoforus, sebagai tempat berkembangnya
sporozoite  Banyaknya sporozoit yang bersirkulasi menuju sinusoid hati
akibat cocoknya reseptor di hepatosit dengan ligan pada parasite  Hepar
melakukan kompensasi dengan memperbanyak jumlah sel  Menyebabkan
sinusoid-sinusoid hati melebar  Dilatasi sinusoid paling berperan dalam
pembesaran jaringan hepar  Hepatomegali.

5. Pemeriksaan laboratoriumHb 9 gr%, lekosit 8.700/mm3, trombosit 200.000/mm3,


dan didapatkan gambaran hemolitik dengan morfologi lekosit dan trombosit
normal. Urinalisis dan feses rutin normal. Pada apusan darah tipis didapatkan
gambaran seperti dibawah ini:

Hasil pemeriksaan RDT.

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?


Pemeriksaan Normal Interpretasi
Hb 9 gr% Laki-laki: 13-16 gr/dL Abnormal
leukosit 8.700/mm3 5000-10.000/mm3 Normal
Trombosit 200.000/mm3 150.000-350.000/mm3 Normal
Gambaran hemolitik Tidak ada gambaran Abnormal
dengan morfologi lekosit hemolitik
dan trombosit normal
Urinalisis dan feses rutin Normal Normal

14
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan laboratorium?
- Anemia dan Apusan darah tepi hemolitik: Merozoit berikatan dengan
reseptor duffy antigent pada permukaan sel darah merah  menginvasi
retikulosit  berkembang biak secara aseksual dalam retikulosit 
mengalami proses skizogoni menjadi tropozoit imatur stadium cincin 
terjadi maturasi tropozoit  berkembang menjadi skizon  eritrosit ruptur
 Hemolitik anemia  Apusan darah tepi terdapat gambaran hemolitik.

c. Apakah terdapat pemeriksaan penunjang lain untuk kasus?


Tes yang mungkin diperlukan untuk memeriksa apakah terjadi malaria berat
atau komplikasi yaitu pemeriksaan darah rutin dan gula darah. Jika malaria berat
maka periksa bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, albumin, ureum, kreatinin,
Na, K, analisa gas daah, hemoglobin urin.
Pemeriksaan penunjang lain yang memiliki sensitivitas lebih baik adalah
menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) namun memiliki kekurangan pada keterbatasan
kepemilikan dan harga yang mahal.

d. Bagaimana prosedur melakukan pemeriksaan apusan darah tipis?


1) Apusan Darah Tipis
a) Gunakan kaca sediaan bersih sebagai “penggeser”, dan tetesan darah
berada pada permukaan yang rata dan keras.

b) Sentuh tetes darah dengan penggeser, biarkan darah bergerak


sepanjang ujung kaca penggeser.
c) Dengan tegas, tolak penggeser ke depan, jaga agar sudut nya tetap
45°. Pastikan penggeser tetap menempel dengan kaca sediaan selama
proses penggeseran.

15
2) Biarkan apusan darah tebal dan tipis mengering pada tempat yang
datar dan terlindung dari debu, lalat, dan sengatan panas.

3) Apusan darah yang sudah mengering dibungkus dengan rapi dan


dikirim ke laboratorium Puskesmas secepat mungkin disertai formulir
catatan pasien.

e. Bagaimana interpretasi pemeriksaan apusan darah tipis?

16
Pemeriksaan: Normal: Interpretasi:
Apusan darah tipis Tidak ada Abnormal
gambaran parasit (ring form dan schuffner
dots)

- Gambar Apusan Darah Tipis Plasmodium vivax :


a) Terdapat ring form invasi Plasmodium vivax kedalam erytrocyt muda
(retikulosit) langsung membentuk cincin.
b) Terdapat Schuffner dots saat trophozoit berkembang erytrocyt membesar,
pigmennya berkurang dan berkembang menjadi peculiar stipling disebut
“Schuffners dot”. Dot (titik) tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan
terlihat parasit di dalamnya.
c) Stadium tropozoit: amuboid
d) Eritrosit yang terinfeksi berukuran lebih besar.
Mekanisme abnormalitas:
- Apusan darah tipis abnormal: Merozoit berikatan dengan reseptor
duffy antigent pada permukaan sel darah merah  menginvasi retikulosit
 berkembang biak secara aseksual dalam retikulosit  mengalami
proses skizogoni menjadi tropozoit imatur stadium cincin  Apusan
darah tipis didapatkan gambaran ring form Plasmodium vivax.

f. Bagaimana interpretasi pemeriksaan rapid diagnostic test?


Interpretasi: Positif  Plasmodium vivax

17
Mekanisme abnormalitas:
- Pemeriksaan rapid diagnostic test abnormal: Infeksi Plasmodium
vivax Saat stadium aseksual akan dihasilkan Plasmodium vivax-
specific lactate dehydrogenase (LDH) sebagai antigen dari P.vivax
pada sirkulasi darah perifer Pemeriksaan RDT menggunakan
darah tepi antigen ditangkap oleh antibodi monoclonal terjadi
perubahan warna yang tervisualisasi dalam bentuk garis merah jambu
 RDT positif jenis Plasmodium vivax.

18
Hipotesis:
Tn. L diduga mengalami demam malaria vivax relaps.

1. Bagaimana algoritma penegakkan diagnosis pada kasus?


Jawaban:

2. Apa saja diagnosis banding pada kasus?


Jawaban:
a) Berdasarkan manifestasi klinis
Malaria harus dibedakan dari penyakit demam lain untuk menghindari
kesalahan tatalaksana. Di daerah endemis malaria, terdapat komorbiditas di mana
parasitemia malaria secara kebetulan terlihat pada pasien dengan patologi akut
lainnya seperti meningitis bakteri dan hepatitis. Ini karena pada populasi tersebut,
setelah serangan malaria berulang, dapat mentoleransi parasit tanpa gejala.
Demam Berulang
- Leishmaniasis Viseral
- Trypanosomiasis
- Infeksi Rickettsia
- Relapsing Fever

19
Coma
- Ensefalitis viral
- Meningoencephalitis bakterial
- Meningitis fungal dan protozoal
- Typhoid cerebral
- Abses otak
- Heat stroke
- Leptospirosis
- Glomerulonehritis
Kuning dan Hepatomegali
- Hepatitis viral
- Demam kuning
- CMV dan EBV
- Leptospirosis
b) Berdasarkan manifestasi klinis
P. falciparum P. vivax P. ovale P. malariae
Siklus
ekoeritrosit 5-7 8 9 14-15
primer (hari)
Siklus aseksal
dalam darah 48 48 50 72
(jam)
Masa prepaten 6-25 8-27 12-20 18-59
(hari)
Masa inkubasi 7-27 13-17 14 23-69
(hari)
Keluarnya
gametosit 8-15 5 5 5-23
(hari)
Jumlah
merozoit per 30.000-40.000 10.000 15.000 15.000
skizon jaringan
Siklus

20
sporogoni 9-22 8-16 12-24 16-35
dalam nyamuk
(hari)
Ukuran 1/4-2/3
tropozoit 1/5-1/3 1/4-2/3 1/4-2/3 diameter
dibandingkan diameter diameter diameter eritrosit, tetapi
diameter eritrosit eritrosit eritrosit biasanya
eritosit tampak bentuk
sabuk (band)
Gambaran Tetap tidak Membesar Membesar, Tetap tidak
eritrosit berubah dan berwarna oval dengan berubah atau
terinfeksi pucat ujungnya menjadi lebih
yang bergigi kecil dan
kadangkala
berwarna leih
gelap
Dots pada Biasanya tidak
eritrosit ada. Pada
terinfeksi beberapa sel Kecil Selalu
yang terinfeksi kemerahan nampak besar Tidak ada
tropozoit tua, (Schuffer (James dots)
butiran besar dots)
kemerahan
(Maurer clefts)
Stadium yang Tropozoit atau
ditemukan gametosit atau Semua Semua Semua
keduanya stadium stadium stadium
bersama. ditemukan ditemukan ditemukan
Beberapa pada 1 pada 1 pada 1 sediaan
tropozoit dapat sediaan darah sediaan darah darah yang
ditemukan yang sama yang sama sama
dalam 1 sel.

21
3. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Jawaban:
Malaria vivax relaps tanpa komplikasi et causa infeksi Plasmodium vivax.

4. Apa definisi penyakit pada kasus?


Jawaban:
Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penyakit malaria disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium di dalam eritrosit dan
biasanya disertai gejala demam yang dapat berlangsung secara akut ataupun kronis. Infeksi
malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi atau mengalami komplikasi sistemik yang
dikenal sebagai malaria berat.

5. Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?


Jawaban:
 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imum
yang lebih kuat dibandingkan laki-laki sehingga laki-laki lebih sering terinfeksi.
Namun kehamilan dapat meningkatka risiko infeksi malaria.
 Berdasarkan Info Datin, penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur
baik laki-laki maupun perempuan.
 Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali
Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunei, dan
Australia sudah terhindar dari malaria akibat vector kontrolnya yang baik.
 P Falciparum dan P Malariae banyak terjadi di Afrika, Hiati, dan Papua Nugini.
 P falciparum dan P vivax banyak terdapat di Amerika Latin, AS, Asia Tenggara,
negara Oceania, dan India.
 Untuk P ovale hanya terdapat di Afrika
 Di Indonesia sendiri beberapa wilayah Timur adalah wilayah endemis malaria
falciparum dan vivax, seperti Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara,

22
Maluku, Irian Jaya, dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur. Beberapa daerah
di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi, dan Batam juga terdapat jumlah
kasus malaria yang cenderung meningkat.

 Berdasarkan Annual Paracite Incidence (API) 2015 secara berurutan Papua,


Papua Barat, NTT, Maluku, Maluku Utara, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka
Belitung adalah 7 provinsi dengan kasus malaria tertinggi di Indonesia sehingga
di sebut sebagai wilayah endemis malaria.
 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi
kasus malaria berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, dan kelompok umur.

23
 Pekerjaan petani/nelayan/buruh memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok orang yang tidak bekerja, wiraswasta, pegawai, dan
profesi lainnya. Hal ini akibat besarnya peluang kelompok ini untuk terpapar
dengan vector malaria.
 Penduduk yang tinggal di pedesaan memiliki prevalensi 7,1% untuk kasus malaria
dibandingkan penduduk di perkotaan. Hal ini juga disebabkan oleh fakta bahwa
habitat vector malaria adalah wilayah pedesaan.
 Berdasarkan kelompok umur dapat diketahui bahwa kelompok usia 25-34 tahun
memiliki prevalensi tertinggi. Hal ini diasumsikan sebagai kelompok usia
produktif sehingga memiliki peluang yang lebih tinggi untuk tertular malaria
melalui gigitan nyamuk di luar rumah.
 Tentara juga kemungkinan berpeluang untuk terkena malaria karena pekerjaannya
yang lebih banyak diluar rumah, terlebih berada di wilayah endemis

6. Bagaimana etiologi penyakit pada kasus?


Jawaban:
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk genus

24
plasmodium dari famili plasmodidae, ordo Eucoccidiorida, kelas Sporozoasida, dan
filum Apicomplexa.
Plasmodium ini pada manusia menginfeksi sel darah merah dan mengalami
pembiakan aseksual dijaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh
nyamuk anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium, sementara
itu ada empat plasmodium dapat menginfeksi manusia, yang sering dijumpai ialah
plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, dan plasmodium
ovale, dan plasmodium knowlesi.
Infeksi parasite malaria dimulai saat anopheles betina menggigit manusia dan
melepasan sporozoite ke dalam pembuluh darah dan berkembang di sel parenkim hati
dalam bentuk aseksual skizon intrahepatic. Pada spesies tertentuyaitu P. vivax dan P.
ovale sebagian parasite didalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan
sampai bertahun-tahun yang dapat menyebabkan relaps malaria.

7. Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus?


Jawaban:
Spesies Plasmodium dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan memiliki siklus
hidup yang kompleks. Parasit ini dapat bertahan hidup di lingkungan seluler yang
berbeda, baik dalam tubuh manusia (fase aseksual) maupun nyamuk (fase seksual).
Replikasi Plasmodium terjadi melalui 2 tahap dalam tubuh manusia. Fase eritrositik yang
terjadi di dalam sel-sel hati dan fase eritrositik yang terjadi di dalam sel darah merah.
Fase eksoeritrositik dimulai dengan inokulasi sporozoit ke dalam peredaran darah
oleh nyamuk Anopheles betina. Dalam hitungan menit, sporozoit akan menginvasi sel-sel
hepatosit, berkembang biak secara aseksual dan membentuk skizon. Setelah 1-2 minggu,
sel-sel hepatosit ruptur dan mengeluarkan ribuan merozoit ke dalam sirkulasi. Skizon
spesies P. falciparum, P. Malariae, dan P. knowlesi sekali ruptur tidak akan lagi berada
di hati. Skizon spesies P. vivax dan P. ovale ruptur dalam 6-9 hari dan ruptur sekunder
pada skizon yang dorman (hipnozoit) dapat terjadi setelah beberapa minggu, bulan atau
tahun sebelum mengeluarkan merozoit dan menyebabkan relaps (malaria kronis).
Fase eritrositik dimulai saat merozoit dari hati menginvasi sel darah merah. Di
dalam eritrosit, parasit ini bertransformasi menjadi bentuk cincin yang kemudian

25
membesar membentuk tropozoit. Tropozoit berkembang biak secara aseksual yang
kemudian ruptur dan mengeluarkan eritrositik merozoit, yang secara klinis ditandai
dengan demam. Beberapa dari merozoit ini berkembang menjadi gametosit jantan dan
gametosit betina, sekaligus melengkapi fase siklus aseksual pada manusia. Gametosit
jantan dan gametosit betina ini dicerna oleh nyamuk Anopheles betina saat mengisap
darah dari manusia. Dalam perut nyamuk, gametosit jantan dan betina ini bergabung
untuk membentuk zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus
dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar, nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan
selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.

8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit pada kasus?


Jawaban:
1. Malaria Falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul intermiten dan
dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang
menyebabkan kematian.
2. Malaria Vivax
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan interval
bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang disebabkan
oleh Plasmodium vivax.
3. Malaria Ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat ringan.
Pola demam seperti pada malaria vivax.
4. Malaria Malariae
Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan interval
bebas demam 3 hari.
5. Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria
falsiparum.

26
9. Bagaimana pemeriksaan fisik dari penyakit pada kasus?
Jawaban:
a) Anamnesis
Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah
endemis malaria, dan trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan
demam dan kemudian timbul keringat yang banyak; pada daerah endemis
malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama).
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
1) Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegalpegal.
2) Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
3) Riwayat berkunjung ke daerah fokus atau endemis tinggi malaria.
4) Riwayat tinggal di daerah fokus atau endemis tinggi malaria.
Setiap penderita dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu
ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.
Kriteria diagnosis menurut rekomendasi WHO tahun 2010:

- Pada daerah resiko rendah, diagnosis klinis malaria inkomplikata


sebaiknya berdasarkan kemungkinan terpapar malaria dan riwayat demam
dalam 3 hari terakhir tanpa ada tanda penyakit akut lain.
- Pada daerah resiko tinggi, diagnosis klinis sebaiknya berdasarkan keluhan
demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia, yang pada anak-
anak, telapak tangan yang pucat merupakan tanda yang sangat jelas

27
b) Pemeriksaan fisik
1) Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
2) Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3) Sklera ikterik
4) Pembesaran Limpa (splenomegali)
5) Pembesaran hati (hepatomegali)

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit pada kasus?


Jawaban:
Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit/jumlah parasit.
- Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatograi. Sebelum menggunakan RDT perlu
dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan
RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi

11. Bagaimana tatalaksana dari penyakit pada kasus?


Jawaban:
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini menggunakan DHP dan Primakuin.
Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi.
Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian DHP secara oral. Disamping itu
diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.

28
1) Malaria Falsiparum dan Malaria Vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah
primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivax,
Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin
ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks.
4) Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin

29
5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

12. Bagaimana komplikasi dari penyakit pada kasus?


Jawaban:
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum
dengan salah satu lebih komplikasi yang terdiri dari malaria serebral (koma),
asidemia/asidosis, anemia berat, gagal ginjal akut dan hipoglikemia.

13. Bagaimana prognosis dari penyakit pada kasus?


Jawaban:
- Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria
ovale: bonam. P. vivax tidak seberat P. falciparum, namun
kematian yang terjadi biasanya disebabkan karena rupture limpa
atau karena retikulositosis setelah anemia. Kekambuhan bisa terjadi
apabila pengobatan antihepatik malaria tidak diberikan.
- Malaria berat: dubia ad malam. Prognosis malaria berat tergantung
kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. Apabila tidak
ditanggulangi, dilaporkan bahwa mortalitas pada anak-anak 15%,
dewasa 20%, dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.
Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah 50%, kegagalan
4 fungsi organ atau lebih adalah 75%. Adanya korelasi antara
kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu :
a) Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas < 1 %
b) Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
c) Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %

14. Bagaimana kajian, informasi dan edukasi penyakit pada kasus?


Jawaban:
Pencegahan malaria tidak hanya pemberian obat profilaksis, karena tidak ada satupun
obat malaria yang dapat melindungi secara mutlak terhadap infeksi malaria.

30
WHO menetapkan prinsip langkah pencegahan malaria adalah:
(A) Awareness (Pengetahuan)
Kewaspadaan terhadap risiko malaria dengan cara mengetahui segala hal yang
berisiko untuk terkena malaria, habitat nyamuk Anopheles, sedari masa inkubasi
dan gejala utamanya.
(B) Bites prevention (Pencegahan gigitan nyamuk)
a) Hindari gigitan nyamuk terutama menjelang senja hingga fajar dengan cara:
- Membatasi aktivtas luar saat menjelang senja hingga fajar.
- Memakai pakaian yang sesuai, misalnya dengan memakai baju lengan
panjang dan celana panjang.
- Tutup jendela dan pintu rapat-rapat atau menggunakan kelambu yang
menggunakan insektisida.
- Menggunakan spray atau losion anti nyamuk yang mengandung
diethyltoluamide (DEET)
b) Bersihkan daerah-daerah yang memungkinkan untuk menjadi sarang nyamuk:
- Menutup rapat tempat penampungan air.
- Menguras bak mandi dan membuang/mengganti genangan-genangan air
secara rutin.
- Mengubur kaleng bekas atau wadah kosong ke dalam tanah.
(C) Chemoprophylaxis (Kemoprofilaksis)
Pemberian obat profilaksis. Doksisiklin: diberikan 1-2 hari sebelum
keberangkatan, diminum pada waktu yang sama pada setiap harinya, sampai 4
minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Obat ini tidak boleh diberikan
kepada anak-anak <8 tahun dan ibu hamil.
- Dosis dewasa: 1x100mg
- Dosis anak 28 tahun: 2mg/kgBB/hari, maksimum 100mg
 Untuk daerah dengan infeksi P.vivax:
Primakuin dengan cara pemberian yang sama dengan pemberian obat
malaron. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien defisiensi G6PD, ibu
hamil dan menyusui (kecuali bayi yang disusui mempunyai bukti dokumen
dengan level G6PD yang normal).
- Dosis dewasa: primakuin basa 1x30mg

31
- Dosis anak: primakuin basa 0,5mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari,
dikonsumsi saat makan.
 Sebagai terapi anti relaps pada infeksi P.vivax dan P.ovale:
Primakuin diberikan pada orang-orang yang telah terkena eksposur yang
lama terhadap P.vivax dan P.ovale. Obat ini diberikan selama 14 hari setelah
meninggalkan daerah endemis malaria dan tidak boleh diberikan pada pasien
defisiensi G6PD, ibu hamil dan menyusui (kecuali bayi yang disusui
mempunyai bukti dokumen dengan level G6PD yang normal).
- Dosis dewasa: primakuin basa 1x30mg
- Dosis anak: primakuin basa 0,5mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari
(D) Diagnosis dan treatment
Meskipun upaya pencegahan (A, B dan C) telah dilakukan, risiko tertular
malaria masih mungkin terjadi. Oleh karena itu jika muncul gejala malaria segera
berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk memastikan apakah tertular atau tidak.
Diagnosis malaria secara dini dan pengobatan yang tepat sangat penting. Segera
dapatkan diagnosis dan terapi apabila mengalami gejala malaria yang muncul 1
minggu setelah memasuki daerah rawan malaria sampai 3 bulan setelah
meninggalkan daerah tersebut.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan
kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan
dosis 100mg/hari. Obat ini diminum 1 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu
hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 3
(tiga) bulan.
Pemberian obat kemoprofilaksis diutamakan pada orang dengan risiko
tinggi terkena malaria karena pekerjaan dan perjalanan ke daerah endemis tinggi
dengan tetap mempertimbangkan keamanan dan lama dari obat yang digunakan
tersebut.

15. Bagaimana SKDI penyakit pada kasus?


Jawaban:

32
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

33
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

No Learning What I Know What I Don’t What I Have to How I


Issues Know Prove Learn

1. Malaria Algoritme - -
penegakan
diagnosis, definisi,
epidemiologi,
etiologi, faktor
risiko, klasifikasi,
patofisiologi,
patologi, diagnosis,
pemeriksaan fisik, Jurnal,
pemeriksaan textbook,
penunjang, internet
tatalaksana,
komplikasi,
prognosis, SKDI
2. Plasmodium Jenis-jenis dan - -
gejala

3. Apusan darah Prosedur apusan - -


tipis darah

34
V. Kerangka Konsep

35
VI. Sintesis

A. Malaria
2. Alur Penegakan Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis (anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap
penderita dengan demam harus dilakukan), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Untuk malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO.
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah endemis
rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan
transfusi sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat
untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji
diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT).
A. Anamnesis
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka
anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap
pasien dengan demam harus dilakukan. Keluhan utama pada malaria
adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal. Pada anamnesis
juga perlu ditanyakan :
1) Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
2) Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
3) Riwayat sakit malaria / riwayat demam.
4) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
5) Riwayat mendapat transfusi darah.
6) Riwayat menginap / tinggal di hutan.

B. Pemeriksaan fisik
1. Demam (>37,5ºC aksila).
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali) pada keadaan kronik.
4. Pembesaran hati (hepatomegali) pada keadaan kronik

36
C. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan dengan mikroskopik merupakan gold standard
(baku emas) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan
mikroskopik dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan
tipis. Pemeriksaan ulang darah dapat sampai 72 jam (untuk
antisipasi P.vivax). Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis di
rumah sakit / puskesmas / laboratorium untuk menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria;
b. Spesies dan stadium plasmodium;
c. Jumlah parasit / kepadatan parasit.
 Semi Kuantitatif
a. (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
b. (+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
c. (++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
d. (+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB)
e. (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %


- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
 Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah
tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test/RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metode imunokromatografi. Tes ini
digunakan pada kondisi kegawatdaruratan (emergensi) di fasilitas
pelayanan kesehatan, kejadian luar biasa malaria, fasilitas
pelayanan kesehatan dengan keterbatasan pemeriksaan
mikroskopik dan skrining malaria. Semua pemeriksaan dengan
RDT idealnya harus disertai dengan pemeriksaan mikroskopik.

37
Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah :

a. Hematologi rutin.
b. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan
SGPT, alkali fosfatase, albumin / globulin, ureum, kreatinin,
natrium dan kalium, analisis gas darah).
c. Urinalisis.
d. Foto toraks.
e. Lumbal punksi pada penurunan kesadaran atau gangguan
neurologis.
Pemeriksaan ulang darah dapat sampai 72 jam (untuk antisipasi
P.vivax). Gejala klinis berupa demam atau pucat. Pengobatan yang
diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia termasuk
stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk
mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan
rantai penularan.

38
3. Definisi
Penyakit malaria ialah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
plasmodium di dalam eritrosit. Infeksi malaria dibuktikan dengan pemeriksaan
mikroskopik yang positif, adanya antigen malaria dengan tas cepat, ditemukan
RNA/DNA parasit pada pemeriksaan PCR. Infeksi malaria dapat memberikan
gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Penyakit ini dapat
berlangsung akut ataupun kronis. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa
komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria
berat.

4. Epidemiologi
Peta penyebaran Malaria tahun 2016 dalam World Malaria Report 2016
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk
endemik malaria menurut World Health Organization (WHO). Selain itu, angka
Annual Parasite Incidence (API) atau jumlah kasus positif malaria per 1.000
penduduk dalam 1 tahun, yang dimuat dalam Infodatin Malaria 2016,

39
menunjukkan bahwa rata-rata angka API Indonesia tahun 2015 adalah sebesar 0.85
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2016)

5. Klasifikasi
Terdapat lima jenis malaria, yaitu:
 Malaria Falsiparum (malaria tropika)
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul
intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria
berat yang menyebabkan kematian.
 Malaria Vivaks (malaria tersiana)
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax.
 Malaria Ovale
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya
bersifat ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.
 Malaria Malariae (malaria kuartana)
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium malariae. Gejala demam berulang
dengan interval bebas demam 3 hari.
 Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai
malaria falsiparum.

6. Etiologi

40
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yang menginfeksi
manusia yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.

7. Faktor Resiko
1. Tinggal di daerah endemis malaria.
2. Berpergian menuju daerah endemi malaria.
a. Tanpa profilaksis
b. Tanpa perlindungan diri
 Obat obatan (profilaksis)
 Berada di luar ruangan (terpapar nyamuk)
 Tidak menggunakan obat nyamuk
 Tidak menakan kelambu, kawat nyamuk
 Keluar rumah pada senja, atau saat fajar (waktu aktif nyamuk)
3. Wanita hamil (penekanan sistim imun selama kehamilan)
4. Anak kecil (sistem imun belum sebaik orang dewasa).
5. Orang tua
6. Imunosupressed, orang dengan splenektomi

Faktor yang mempengaruhi :


a) Perilaku
Perilaku yang dimaksud dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
malaria adalah perilaku hidup seseorang dalam usaha melindungi dirinya dari
gigitan nyamuk dan menjaga kebersihan sanitasi lingkungan dimana ia tinggal
sehingga tidak ada kemungkinan vektor penyebab penyakit malaria untuk
berkembang.  
b) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Cahaya matahari
sangat penting karena dapat mencegah nyamuk bersarang didalam rumah.Oleh
karena itu rumah harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup seperti
jendela dan ventilasi.Jendela dan ventilasi mempunyai banyak fungsi
diantaranya untuk menjaga aliran udara di dalam rumah agar tetap sehat,

41
menjaga keseimbangan oksigen dan menjaga kelembaban udara di dalan
rumah.
c) Suhu udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik.Makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi
ekstrinsik dan sebaliknya makin rendah suhu siklus ekstrinsik makin tinggi.
d) Musim
Terdapat hubungan langsung antara musim dan perkembangan larva
nyamuk anopheles menjadi bentuk dewasa. Nyamuk anopheles akan lebih
cepat berkembang pada musim hujan apalagi pada hujan yang deras dengan
jumlah hari hujan yang cukup lama sebab hal itu akan mempengaruhi tempat
nyamuk anopheles atau tempat perindukannya berkembang.
e) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan
saat terbangnya kedalam atau keluar rumah adalah salah satu faktor yang ikut
menentukan jumlah kontak antara manusia dengan nyamuk.
f) Saluran pembuangan air limbah
Saluran pembuagan air limbah juga dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit malaria, apabila saluran air limbah tersebut tidak diperhatikan dengan
baik keadaan sanitasinya serta aliran limbahnya apakah tergenang atau tidak
sebab nyamuk anopheles menyukai tempat yang airnya statis atau mengalir
sedikit. Air limbah yang tidak diolah dengan baik akan menyebabkan berbagai
gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup diantaranya menjadi
transmisi atau media berkembang biak nyamuk.
g) Berpergian ke daerah dimana ada penyakit malaria malaria dan tidak
minum obat untuk mencegah malaria sebelum, selama, dan setelah perjalanan,
atau tidak minum obat dengan benar. Berada di luar, terutama di daerah
pedesaan, pada waktu senja dan fajar (malam hari), yaitu waktu aktif dari
nyamuk yang menularkan malaria. Tidak mengambil langkah pencegahan
untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk.
h) Kebanyakan orang dewasa yang tinggal di daerah yang ada penyakit
malaria, telah mengembangkan kekebalan parsial terhadap penyakit ini karena
pernah terinfeksi, sehingga hampir tidak pernah berkembang menjadi penyakit
parah. Namun anak-anak yang tinggal di daerah ini dan wisatawan yang
42
datang ke daerah ini berisiko terkena malaria karena mereka belum
mempunyai kekebalan terhadap malaria.
i) Wanita hamil lebih mungkin terkena malaria berat dibandingkan
wanita yang tidak hamil, karena sistem kekebalan tubuhnya ditekan selama
kehamilan. Wanita hamil, anak-anak, orang dewasa, dan orang-orang yang
memiliki masalah kesehatan lain, lebih mungkin mengalami komplikasi serius
ketika mereka terkena malaria.
j) Orang yang limpanya diangkat (splenektomi) dapat terkena malaria
yang lebih parah.

8. Patofisiologi dan Patogenesis


Anopheles merupakan jenis nyamuk yang menjadi vector dari malaria.
Nyamuk ini biasanya menggigit antara senja hingga fajar. Nyamuk ini biasanya
bertelur pada air yang dangkal dan jernih. Telur kemudian akan menetas dan
tumbuh menjadi nyamuk dewaa. Pada Anopheles betina, nyamuk ini akan mencari
darah untuk menutrisi telur mereka. Siklus hidup parasit plasmodium terjadi di
tubuh manusia dan nyamuk Anopheles betina. Ada dua siklus hidup plasmodium
dalam berkembang biak yaitu siklus sporogoni (seksual) dan schizogony (tahap
aseksual).
a. Siklus hidup plasmodium di tubuh manusia (siklus aseksual)
Parasit yang masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Anopheles yang
terifeksi (sporozoit) akan menuju liver dan menginfeksi sel di liver serta
melakukan replikasi aseksual menjadi schizont. Schizont akan pecah dan
membebaskan merozoite. Pada spesies P.vivax dan P.ovale, dapat terjadi fase
dorman (hypnozoit) dan menetap di liver apabila tidak diobati dan dapat
menyebabkan relaps dengan cara menginvasi aliran darah. Seluruh siklus ini
disebut fase eksoeritrosit.
Merozoit selanjutnya akan masuk ke dalam aliran darah dan menginfeksi
sel eritrosit. Merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan berkembang
menjadi parasit dengan bentuk cincin karena adanya vakuola di dalam sel
parasit sehingga sel inti berada di tepi (tropozoit). Tropozoit akan matur
menjadi lebih besar sehingga bentuk cincin terlihat jelas. Tropozoit kemudian
bereplikasi aseksual dengan pembelahan inti menjadi schizont yang terdiri dari
10-30 inti bergantung species parasitnya.
43
Schizon yang telah matur akan pecah dan melepaskan banyak merozoit
baru yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya (siklus eritrositer). Siklus
replikasi menyebabkan banyak eritrosit yang pecah dan rusak, berulangnya
replikasi dan kerusakan menyebabkan timbulnya gejala klinis. Periode sejak
gigitan nyamuk yang infektif sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai
masa inkubasi intrinsik.
Setelah beberapa kali bereplikasi, beberapa tropozoit berdiferensiasi
menjadi menjadi gamet jantan (mikrogametosit) dan betina (makrogamet).
Pada tahap inilah parasit akan terbawa nyamuk saat menghisap darah manusia
yang terinfeksi dan akan berkembang di dalam tubuh nyamuk.
b. Siklus hidup plasmodium di tubuh nyamuk (pembiakan seksual/sporogoni)
Mikrogamet dan makrogamet yang terhisap dari darah manusia yang
terinfeksi, akan terjadi perkawinan silang antara jantan (mikrogamet) dan
betina (makrogamet) menjadi zigot. Zigot berkembang dan memanjang
menjadi ookinete yang akan menembus dinding lambung (midgut) selanjutnya
menjadi ookista. Ookista yang telah matur akan pecah menghasikan ribuan
sporozoit baru yang akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk termasuk
kelenjar ludah. Proses perkembangan dari zigot sampai sporozoid
membutuhkan waktu 12-14 hari disebut masa inkubasi ekstrinsik.

44
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax.
1. Siklus hidup plasmodium
Pada saat nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit
yang berada dikelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama
kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi
tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-
30.000 merozoit hati (tergantung speciesnya). Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.
Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam hati selama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun. Pada suatu saat imunitas tubuh menurun, akan
menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium sporozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung

45
speciesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah sampai 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah akan membentuk stadium seksual (genosit jantan dan betina).

2. Siklus pada nyamuk anopheles

Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung


gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan
menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding
lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadio okista
dan selanjutnya menjadi sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.

9. Diagnosis Banding
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardia relatif, roseola, leukopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan
jumlah trombosit dan kenaikan kadar hemoglobin dan hematokrit dan tes
serologi (antigen dan antibodi).
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival
injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang
mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau
tes serologi positif.
d. Cikungunya
Demam tinggi, sakit kepala, atralgia dan mialgia.

46
10. Manifestasi klinis
Pada malaria demam merupakan gejala utama. Pada permulaan sakit, dapat
dijumpai demam yang tidak teratur. Sifat demam akut (paroksismal) yang
didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian
berkeringat banyak. Periodisitas gejala demam tergantung jenis malaria. Selain
gejala klasik diatas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah,
diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Pada orang-orang yang tinggal di daerah
endemis (imun) gejala klasik tidak selalu ditemukan.
Gejala klasik malaria disebut dengan ‘Trias Malaria’ yang secara berurutan:
- fase dingin (15-60 menit) : pasien menggigil dan sering kali membungkus
tubuhnya dengan selimut, perasaan sangat dingin, gigi gemertak, nadi cepat
tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiruan (sianotik), kulit kering dan
terkadang muntah
- fase panas (2-4 jam): Demam adalah gejala utama malaria dengan sifat demam
akut (paroksismal) mengikuti jenis parasitnya  pasien merasakan demam,
merasa kepanasan, muka merah, kulit kering, sakit kepala, dan sering kali
muntah. Nadi kembali kuat, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat
meningkat hingga 41⁰C.
Demam pada malaria falsiparum dapat terjadi setiap hari; demam pada malaria
vivax/ovale yang terjadi setiap 3 hari dengan interval 2 hari bebas demam;

47
demam pada malaria kuartana terjadi setiap 4 hari dengan interval 3 hari bebas
demam.
- Fase berkeringat (2-4 jam): pasien berkeringat sangat banyak dan temperatur
tubuh turun kadang sampai di bawah normal dan penderita merasa sehat

11. Pemeriksaan fisik


- Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat
- Sklera ikterik
- Pembesaran Limpa (splenomegali)
- Pembesaran hati (hepatomegali)

12. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a). Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b). Spesies dan stadium plasmodium.
c). Kepadatan parasit/jumlah parasit.

- Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatograi. Sebelum menggunakan RDT perlu
dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan
RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi.

13. Tatalaksana
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan simptomatik dan radikal
malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh
manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis
dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.

48
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
a. Pengobatan Simptomatik
Pemberian antipiretik pada anak demam untuk mencegah hipertermia
dengan dosis paracetamol 15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Apabila terjadi
hipertermia (suhu rektal >40°C), berikan paracetamol dosis inisial 20
mg/kgBB/dosis dilanjutkan dengan dosis rumatan 15 mg/kgBB/dosis. Pada
anak kejang, sebaiknya berikan diazepam intravena perlahan dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB/dosis atau diazepam rektal 5 mg (berat badan <10 kg) atau 10
mg (berat badan >10 kg), dan segera rujuk ke rumah sakit, karena kejang
merupakan salah satu gejala malaria berat yang membutuhkan penanganan
lanjutan. Suplementasi zat besi dengan atau tanpa zinc secara bermakna
meningkatkan kadar hemoglobin pada penderita malaria tropikana di daerah
endemis. Namun, pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak
dianjurkan, kecuali bila disebabkan oleh defisiensi besi.

b. Pengobatan Malaria

49
- Malaria Falsiparum dan Malaria Vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan
malaria vivax, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada
hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks
selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Primakuin tidak boleh
diberikan pada bayi usia < 6 bulan.

Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP

50
dan Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin

- Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis
Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
- Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis
Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
- Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP
ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya
sama dengan untuk malaria vivaks.
- Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3
hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan primakuin

51
- Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari
serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
- Tabel 3. Pengobatan infeksi campur P.falciparum P.vivax/P.ovale dengan
DHP + Primakuin

Catatan:
a) Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan
berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan
kelompok umur.
b) Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c) Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
d) Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

14. Komplikasi
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum
dengan salah satu lebih komplikasi yang terdiri dari malaria serebral (koma),
asidemia/asidosis, anemia berat, gagal ginjal akut dan hipoglikemia. Patogenesis
malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan
menyebabkan anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal
ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga
terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian

52
eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

15. Prognosis
Sebagian besar anak dengan malaria tanpa komplikasi akan menunjukkan
perbaikan dalam 48 jam setelah mulai pengobatan dan bebas demam setelah 96
jam. Apabila malaria dapat dideteksi dini dan diberi pengobatan yang tepat,
prognosis malaria tanpa komplikasi pada anak umumnya baik.

16. SKDI

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri


dan tuntas. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

B. Plasmodium
Ciri M. falcifarum M. tertiana M. kuartana M. ovale

Inkubasi 9–14 hari 12–17 hari 18– 40 hari 16–18 hari

Interval
Panas 48jam 72 jam 48jam
24,36,48jam

Relaps - Vv Vv V

53
Recrudensi Vv - - V

Menggigil Jarang menggigil Menggigil Jarang menggigil

Jarang
Splenomegali Jarang
Splenomegali splenomegali
splenomegali

Jarang
Anemiahemolysis Anemia kronik anemia Anemia kronik

Jarang terjadi
Manifestasi klinis Syok Jarang terjadi syok Jarang terjadi syok
syok

Demam Demam lama


berlangsung cepat sampai 5 minggu

Gejala serebral;
edema paru;
hipoglikemi.

54
C. Apusan Darah Tipis
I. Tata Cara Pengambilan Darah Jari
1) Posisikan telapak tangan kiri pasien menghadap ke atas, pilih jari ke tiga dari
ibu jari. (Pada bayi, ibu jari kaki dapat digunakan sedangkan pada orang
dewasa dan anak-anak, ibu jari tidak boleh digunakan)
a) Gunakan sarung tangan
b) Bersihkan jari dengan kapas alkohol

55
c) Keringkan jari menggunakan kapas yang bersih

d) Tusuk ujung jari dengan lancet, sambil menekan dengan lembut ujung jari

2) Buang lancet ke dalam safety box

3) Keluarkan tetesan darah pertama dan hapus dengan kapas kering

56
4) Pegang ujung kaca sediaan, tekan sedikit ujung jari dan keluarkan satu tetes
darah, kira-kira sebesar ini ●, ke bagian tengah kaca  untuk sediaan darah
tipis
5) Tekan sedikit lagi, ambil dua atau tiga tetes yang lebih besar  untuk sediaan
darah tebal

6) Hapus sisa darah dari ujung jari dengan menggunakan kapas

II. Pembuatan Apusan Darah


4) Apusan Darah Tipis
d) Gunakan kaca sediaan bersih sebagai “penggeser”, dan tetesan darah
berada pada permukaan yang rata dan keras.

e) Sentuh tetes darah dengan penggeser, biarkan darah bergerak sepanjang


ujung kaca penggeser.
f) Dengan tegas, tolak penggeser ke depan, jaga agar sudutnya tetap 45°.
Pastikan penggeser tetap menempel dengan kaca sediaan selama proses
penggeseran.

57
5) Apusan Darah Tebal
a) Gunakan sudut kaca penggeser, campurkan 3 tetes darah dengan cepat dan
merata. Sebarkan dengan gerakan memutar 3 sampai 6 gerakan.

b) Beri label dengan pensil.


c) Tulis pada bagian putih di ujung apusan.

6) Biarkan apusan darah tebal dan tipis mengering pada tempat yang datar dan
terlindung dari debu, lalat, dan sengatan panas.

58
7) Apusan darah yang sudah mengering dibungkus dengan rapi dan dikirim ke
laboratorium Puskesmas secepat mungkin disertai formulir catatan pasien.

59
VII.Kesimpulan
Tn. L usia 36 tahun, mengalami malaria vivax relaps tanpa komplikasi et causa infeksi
Plasmodium vivax.

60
DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, Reza, Rosaline NI Krimadi, Rustam Siregar, Endang Dewi Lestari, Harsono
Salimo. 2016. Profil Infeksi Plasmodium, Anemia dan Status Nutrisi pada Malaria
Anak di RSUD Scholoo Keyen, Kabupaten Sorong Selatan. Sari Pediatri, Vol. 17, No.
6.
CDC. 2017. “Malaria”. Diakses dari https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/index.html pada 25
Agustus 2020.
Cook GC, Zumla AI. 2009. Manson’s Tropical Disease Twenty-Second Edition. British
(London): British Library Cataloguing in Publiction Data
Depkes RI. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Ditjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI.
Fauci, A.S. and Kasper, D.L., 2013. Harrison's Infectious Diseases. McGraw-Hill.
Gillet et al. 2010. External quality assessment on the use of malaria rapid diagnostic tests in a
non-endemic setting. Malaria Journal, 9:359.
Global Health, Division of Parasitic Diseases and Malaria. 2019. Malaria.
https://www.cdc.gov/malaria/about/disease.html. Diakses 25 Agustus 2020 pukul 19.02
WIB.
Herdiana H, Cotter C, Coutrier FN, Zarlinda I, Zelman BW, Tirta YK, Greenhouse B,
Gosling RD, Baker P, Whittaker M, Hsiang MS. 2016. Malaria risk factor assessment
using active and passive surveillance data from Aceh Besar, Indonesia, a low endemic,
malaria elimination setting with Plasmodium
Kasper, D. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L. 1., Jameson, J. L., & Loscalzo, J.
2018. Harrison’s principles of internal medicine (20th ed.). McGraw Hill Education.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta:
Kemenkes.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2019. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
Rinawati, Weny dan Henrika, Fify. 2019. Diagnosis Laboratorium Malaria. Jakarta:J Indon
Med Assoc, Volum: 69, Nomor: 10.
P. Vivax Information Hub. 2016. P. Vivax relapse. https://www.vivaxmalaria.org/p-vivax/p-
vivax-relapses. Diakses 25 Agustus 2020 pukul 19.12 WIB.
Pratamawati, D. A. et al. (2019) ‘Potensi Penularan Malaria Pada Prajurit Tentara Nasional

61
Indonesia (Studi Pada Batalyon Infantri 411 Kota Salatiga)’, Vektora : Jurnal Vektor
dan Reservoir Penyakit, 11(1), pp. 53–62. doi: 10.22435/vk.v11i1.1594.
Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes
RI. Eksplorasi P. knowlesi pada primata telah dilakukan sejak tahun 2006 dan infeksi
pada primata mulai ditemukan pada tahun 2012.
Setiadi W, Sudoyo H, Trimarsanto H, Sihite BA, Saragih RJ, Juliawaty R, Wangsamuda S,
Asih PB, Syafruddin D. 2016. A zoonotic human infection with simian malaria,
Plasmodium knowlesi, in Central Kalimantan, Indonesia. Malar J. 15:218. doi:
10.1186/s12936-016-1272-z.
Sulistyaningsih E, Fitri LE, Löscher T, Berens-Riha N. 2010. Diagnostic difficulties with
Plasmodium knowlesi infection in humans. Emerg Infect Dis. 16(6):1033-4. doi:
10.3201/eid1606.100022. WHO (2020) Malaria. Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria.
The USAID Quality Assurance Project (QAP), University Research Co., LLC, and the World
Health Organization (WHO), Bethesda, MD, and Geneva. 2009. How to use a rapid
diagnostic test (RDT): A guide for training at a village and clinic level (Modified for
training in the use of the Generic Pf-Pan Test for falciparum and non-falciparum
malaria).
Triajayanti, Ade dan Oktarlina, Rasmi Zakiah. 2017. Peran Antioksidan pada Buah Delima
dan Buah Merah (Pandanus conoideus) terhadap Splenomegali pada Penderita Malaria.
Lampung: Medula, Volume 7, Nomor 4 hal. 94.

62

Anda mungkin juga menyukai