1. dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total
penduduk 4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai
sumber air rumah tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat
tempat pembuangan sampah yang jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili
setiap desa dengan lokasi yang berada di pinggiran Desa serta dekat dengan
pemukiman warga. Tempat pembuangan sampah ini belum bisa mewakili seluruh desa
sehingga masih terdapat sampah dimana-mana dikarenakan masyarakatnya
mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan walaupun sebagian
masyarakat memiliki kebiasaan membakar sampah jika musim kering. Mayoritas
penduduknya adalah petani, oleh karena itu di dalam Desa banyak area persawahan
irigasi yang drainasenya mengarah ke sungai. Drainase dari aliran Desa banyak
terhambat karena sampah, sehingga membentuk genangan-genangan air. Selain itu
didalam desa terdapat banyak rawa-rawa.
a. Bagaimana kriteria MCK yang baik? 1, 7, 4
b. Bagaimana status demografi di kecamatan Mangga? 2, 6, 3
c. Apa dampak dari banyaknya persawahan terhadap kesehatan lingkungan? 3, 4,
11
d. Bagaimana analisa risiko kesehatan daerah rawa? 4, 5, 10
Permasalahan kesehatan masyarakat dilahan basah di pengaruhi oleh kesehatan
lingkungan yang ada di sekitar yaitu:
1. Air Bersih
Yaitu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dimana
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak. Di daerah lahan basah biasanya masyarakat
mendapatkan air bersih dari PDAM, selebihnya menggunakan sumur
atau sumber lain. Bila datang musim kemarau, krisis air dapat terjadi
dan penyakit dapat muncul.
2. Pembuangan kotoran atau tinja
Masyarakat didaerah lahan basah masih dapat dijumpai membuang
kotoran atau tinja di sungai. Hal ini dapat mencemari sungai dan
menimbulkan penyakit. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu
menggunakan jamban
3. Pembuangan sampah
Pembuangan sampah di indonesia masih memprihatinkan, dimana kita
dapat melihat masih banyak masyarakat yang membuang sampah
disungai, masyarakat masih belum terbiasa membuang sampah pada
tempatnya.
Adanya permasalahan kesehatan masyarakat di lahan basah contohnya
Penyakit menular yang ditularkan melalui air sudah menjadi masalah prioritas
kesehatan masyarakat di Indonesia, dimana angka kejadian dan kematiannya
terjadi dalam waktu yang singkat. Penyebaran penyakit ini terkait dengan aktivitas
manusia, di antaranya penebangan hutan, pembangunan pemukiman,
pembangunan bendungan dan perubahan iklim. Malaria, demam kuning (yellow
fever), demam berdarah, filariasis dan encephalitia termasuk penyakit tropika dan
subtropika yang berkaitan dengan lahan basah. Semula keadaan ini membuat
orang menjauhi lahan basah. Dari sisi preservasi lahan basah, ketakutan orang
pada lahan basah dapat dianggap mengandung hikmah. Akan tetapi kemudian,
dengan alasan memberantas penyakit, orang di banyak negara seperti di Eropa,
Amerika Serikat, Amerika Tengah, Afrika dan juga Indonesia, melakukan
pembukaan dan pengatusan lahan basah secara besar-besaran.
Akibatnya, banyak lahan basah menjadi rusak dan yang paling menderita
adalah kawasan mangrove. Pembukaan kawasan mangrove besar-besaran di Jawa,
Panama dan Puerto Rico dengan maksud memberantas nyamuk Anopheles yang
menjadi vektor malaria justru meningkatkan serangan penyakit malaria karena
spesies nyamuknya berganti yang justru menyukai tempat-tempat yang terang. Di
negaranegara yang berhasil membasmi penyakit malaria, seperti di Eropa bagian
selatan, keberhasilan itu diragukan apakah benar karena penghilangan lahan basah
ataukah karena perbaikan sanitasi dan perumahan. Di negara-negara itu sampai
sekarang spesies nyamuk pengantar penyakit malaria masih tetap ada (Maltby,
1986; Dugan, 1990). Jenis penyakit yang bisa terjadi dilahan basah yaitu:
1. Malaria
Malaria merupakan infeksi parasit pada sel merah yang disebabkan
oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang di tularkan kemanusia
melalui air liru nyamuk. Orang yang beresiko terinfeksi malaria adalah
anak-anak, balita, wanita hami serta penduduk nonimun yang
mengunjungi daerah endemis malaria serta berpenduduk di daerah
lahan basah (Handay & andi, 2008).
2. Demam kuning (yellow fever)
Demam kuning atau yellow fever merupakan penyakit infeksi yang di
sebabkan oleh virus. Disebut demam kuning karena penyakit ini
ditandai dengan ikterik (mata kuning). Penularan virus ini terjadi
karena gigitan oleh nyamuk yang terinfeksi virus demam kuning
namun penularannya tidak terjadi antar manusia (Cahyono, 2010).
3. Demam berdarah
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)merupakan salahsatu
masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan
seringmenimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB)
dengankematian yang besar. Penyakit DBD adalah penyakit infeksi
oleh virus Dengue yangditularkan melalui gigitan nyamukAedes,
dengan ciri demam tinggimendadak disertai manifestasi perdarahan dan
bertendensimenimbulkan renjatan (shock) dan kematian. Sampai
sekarang penyakit DBD belum ditemukan obat maupunvaksinnya,
sehingga satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini
dengan memutuskan rantai penularan yaitu denganpengendalian vektor
(Fathi dkk, 2005).
4. Filariasis
Filariasis adalah penyakit infeksi sistemik kronik yang disebabkan oleh
cacing seperti benang, dari genus Wuchereria dan Brugia yang dikenal
sebagai filaria yang tinggal di sistem limfa (mengandung getah bening),
yaitu jaringan pembuluh yang berfungsi untuk menyangga dan menjaga
Edukasi :
Membuang sampah sembarangan merupakan salah satu pelanggaran etika yang
sering dijumpai, ada banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari membuang
sampah sembarangan yaitu seperti banjir, wabah penyakit dan tentunya
kerusakan lingkungan yang lainnya. Sedangkan Darmono (2010) menyatakan
bahwa beberapa dampak lainnya adalah terjadinya pencemaran udara yang
merusak lapisan ozon sehingga menimbulkan pemanasan global; pencemaran
air yang berupa pencemaran substansi kimia dan radioaktif yang mengganggu
fauna misalnya keracunan hingga terjadinya kerusakan genetik dan gangguan
reproduksi atau perkembangbiakan; dan perpindahan emisi logam yang
mempengaruhi kesehatan makhluk hidup. Racun dari sampah saat ini telah
banyak berubah. Sampah plastik dibuat dari bahan sintetis, umumnya
menggunakan minyak bumi sebagai bahan dasar, ditambah bahan-bahan
tambahan yang umumnya merupakan logam berat (kadnium, timbal, nikel)
atau bahan beracun lainnya seperti Chlor. Racun dari plastik ini terlepas pada
saat terurai atau terbakar. Penguraian plastik akan melepaskan berbagai jenis
logam berat dan bahan kimia lain yang dikandungnya. Bahan kimia ini terlarut
dalam air atau terikat di tanah, dan kemudian masuk ke tubuh kita melalui
makanan dan minuman. Sedangkan pembakaran plastik menghasilkan salah
satu bahan paling berbahaya di dunia, yaitu Dioksin. Dioksin adalah salah satu
dari sedikit bahan kimia yang telah diteliti secara intensif dan telah dipastikan
menimbulkan Kanker. Bahaya dioksin sering disejajarkan dengan DDT, yang
sekarang telah dilarang di seluruh dunia. Selain dioksin, abu hasil pembakaran
juga berisi berbagai logam berat yang terkandung di dalam plastik.
Tanah merupakan proses penguraian batuan yang terdiri dari proses mekanik
disintegrasi dan proses kimia dekomposisi. Ada beberapa jenis tanah yang
mempunyai komposisi mineral yang sama dengan batu asalnya atau beberapa
mineral baru karena dimungkinkan bersenyawa dengan air, karbondioksida dan
mineral organik lainnya.
Sifat fisik tanah mempengaruhi kesuburan tanah dan daya tumbuh tanaman.
Sifat fisik terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah tekstur
tanah dan struktur tanah. Menurut ukurannya butiran tanah dibedakan atas
pasir, lumpur, dan tanah liat.
Ciri-ciri fisik :
Ciri-ciri kimia :
Cation-exchange capacity
Exchangeable cation
Alkaline earth carbonates
Toxic ion salinity
m. Berapa idealnya jumlah wilayah kerja yang dipegang oleh satu puskesmas? 2,
3, 10
2. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga
belum terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang
menggambarkan kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari
ini ada 5 orang anak Sekolah Dasar yang didiagnosa Demam Berdarah Dengue yang
dirujuk ke Rumah Sakit. Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari
evaluasi program terjadi peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada
tahun lalu.
a. Apa saja kriteria kelengkapan SDM di puskesmas berdasarkan akreditasi? 3, 4, 9
b. Bagaimana persyaratan dan penilaian akreditasi puskesmas? 4, 11, 8
Dasar hukum diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Mandiri Dokter Gigi.
Penilaian keberhasilan Puskesmas dapat dilakukan oleh internal organisasi
Puskesmas itu sendiri, yaitu dengan ”Penilaian Kinerja Puskesmas,” yang
mencakup manajemen sumber daya termasuk alat, obat, keuangan dan tenaga,
serta didukung dengan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan, disebut
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS). Tujuan utama akreditasi
Puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan
yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan
Kasus DBD dipengaruhi oleh jumlah penduduk pada suatu wilayah yang
dicerminkan melalui perhitungan Incidence Rate (IR). Incidence Rate dari kota
Blitar tahun 2016 adalah 189 per 100.000 orang. Nilai IR tersebut termasuk
dalam klasifikasi sangat tinggi (Kemenkes RI, 2016b).
Di Indonesia, KLB DBD sering terjadi pada saat perubahan musim dari kemarau
ke hujan atau sebaliknya. Hampir sebagian besar wilayah Indonesia endemis
a. Pemberdayaan
Pemberdayaan di instusi pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren, seminari
dan lain-lain, dilakukan terhadap para anak didik. Sebagaimana di desa atau
kelurahan, di sebuah institusi pendidikan pemberdayaan juga diawali denan penoani-
sasian masyarakat (yaitu masyarakat instusi pendidikan tersebut). Pengorganisasian
masyarakat ini adalah untuk membentuk atau merevitalisasi Tim Pelaksana UKS atau
yan disebut dengan nama lain dan para pendidik di instusi pendidikan yan
bersangkutan (pengembangan kapasitas pengelola). Dengan pengorganisasian
masyarakat di institusi pendidikan tersebut, maka selanjutnya pemberdayaan anak
didik dapat diserahkan kepada pimpinan insi pendidikan, komite atau dewan
penyantun, Tim Pelaksana UKS atau yan disebut denan nama lain, para pendidik, dan
anak-anak didik yang ditunjuk sebagai kader (misalnya dokter kecil).
2. Bina Suasana
Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukan oleh para pendidik, juga oleh
para pemuka masyarakat (khususnya pemuka masyarakat bidan pendidikan dan
agama), pengurus organisasi anak didik seperti OSIS dan sejenisnya, Pramuka dan
para kader. Para pendidik, pemuka masyarakat, pengurus organisasi anak didik,
Pramuka dan kader berperan sebaai panutan dalam mempraktekkan PHBS di
pendidikan tersebut. Bina suasana juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan media
seperti billboard di halaman, poster di kelas, pertunjukan film, pembuatan
makalah/berita di majalah dinding atau majalah sekolah, serta penyelenggaraan
seminar/simposium/diskusi, pakar atau alim-ulama atau publik untuk berceramah,
pemanfaatan halaman untuk taman obat/taman gizi dan lain-lain.
3. Advokasi
Advokasi dilakukan oleh fasilitator dari kabupaten/ kota/provinsi terhadap para
pemilik/pimpinan institusi pendidikan, para pendidik dan pengurus organisasi peserta
didik, agar mereka berperan serta dalam kegiatan pembinaan PHBS di institusi
pendidikannya. Para pemilik/pimpinan institusi pendidikan misalnya, harus
memberikan dukungan kebijakan/pengaturan dan menyediakan sarana agar PHBS di
Institusi Pendidikannya dapat dipraktekkan. Advokasi juga dilakukan terhadap para
penyandan dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu upaya pembinaan
PHBS di Institusi Pendidikan.
c. Strategi Advokasi
Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi
pimpinan, pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan penyandang dana dan
pimpinan media massa agar proaktif dan mendukung berbagai kegiatan
promosi penanggulangan Penanggulangan DBD sesuai dengan bidang dan
keahlian masing-masing.
Sasaran advokasi adalah:
- Pimpinan legislative (Komisi DPRD)
- Pimpinan eksekutif (Gubernur, Bupati, Bappeda)
- Penyandang dana
- Pimpinan media massa
- Pimpinan institusi lintas sektoral
- Tokoh Agama/Masyarakat/PKK, organisasi profesi
Metode Advokasi:
- Lobby
- Pendekatan Informal
- Penggunaan media massa
Materi Pesan
- Harus diketahui jumlah kasus DBD di wilayahnya
- Program cara pencegahan dan pengendalian DBD
Surveillans Epidemiologi
Metode :
1. Penyelidikan epidemiologi
2. Penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakkan
masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
3. Melakukan analis berdasarkan PWS ( Pemantauan Wilayah Setempat )
4. dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan
membuat program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
a. Apa saja factor risiko DBD? 9, 5, 10
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan
prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi
sehingga memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan
yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan
rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah
Hipotesis: Kejadian DBD di wilayah Kecamatan Mangga dapat diturunkan dengan cara
membuat program prevensi melalui promosi kesehatan dan peningkatan kesehatan lingkungan
serta pengendalian pembuangan sampah, Survey Mawas Diri, dan Musyawarah Masyarakat
Desa dengan bantuan para tokoh masyarakat di kecamatan tersebut.
LI :
1. DBD (1, 3, 5, 7, 11)
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dalam bahasa asing dinamakan Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty). Demam
Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). DHF/DBD adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. Demam dengue
adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus lahan basah
merupakan habitat nyamuk untuk hidupnya (Gede S.P, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti
betina menyimpan virus ke dalam tubuh manusia melalui gigitan (Ratnasari E dkk, 2018).
Beberapa tahun terakhir, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) seringkali muncul di musim
pancaroba, khususnya bulan Januari di awal tahun. Karena itu, masyarakat perlu mengetahui
penyebab penyakit DBD, mengenali tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan
menanggulangi dengan baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara
lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk
Gejala klinis khas pada pasien DD dewasa terjadi mendadak yaitu sebagai berikut
(Misnadiarly, 2009):
a) Suhu meningkat tinggi
b) Kadang-kadang disertai menggigil diikuti nyeri kepala
c) Muka kemerahan
d) Dalam waktu 24 jam mungkin muncul rasa nyeri di bagian belakang mata terumata
pada pergerakan otot mata atau tekanan bola mata, fotofobia nyeri punggung.
e) Nyeri otot atau persendian.
klinik/dokter praktek swasta, menggunakan sisitm pelaporan yang telah baku. Penyakit DBD
termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, sesuai dengan UU
Wabah No 4 tahun 1984, PP no. 4 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah dan
PERMENKES No 560 th 1989 tentang Jenis penyakit yg dapat menimbulkan wabah, maka
penderita DBD wajib dilaporkan dalam waktu < 24 jam. Dokter yg menemukan
penderita/tersangka DBD wajib melaporkannya ke Puskesmas setempat sesuai dengan tempat
tinggal penderita.
Berdasarkan penelitian sitepu dkk (2010) Pengumpulan data yang dilakukan dalam
pelaksanaan sistem surveilans DBD, yaitu Petugas di DKK Singkawang mengumpulkan.
data kasus DBD dari rumah sakit (RS) dengan cara dijemput langsung. Laporan dari RS akan
ditabulasi untuk diteruskan kepada masing-masing petugas di tingkat Puskesmas agar segera
dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE).
Petugas surveilans lebih aktif dalam mengumpulkan data kasus DBD d a n
menginformasikan kepada petugas Puskesmas Petugas puskesmas melaksanakan active case
finding di masyarakat di sekitar tempat tinggal kasus.
b. Interpretasi
Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan DKK, informasi juga harus
disebarluaskan kepada stakeholder yang lain seperti Camat dan lurah,lembaga swadaya
masyarakat, Pokja/Pokjanal DBD dan lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat berbentuk
laporan rutin mingguan wabah dan laporan insidentil bila terjadi KLB.
Implementasi
Data surveilans DBD didapatkan dari Ditjen PP & PL Depkes RI tahun 2009 yang disajikan
dalam bentuk tabel, grafik yang menjelaskan penyebaran penyakit DBD di Indonesia.
Penyebaran kasus DBD dilihat dari tahun 1968 – 2009 di seluruh provinsi di Indonesia yang
disajikan dalam bentuk tabel. Dari data surveilans tersebut juga dapat dilihat Angka Insiden
( AI ) / Insident Rate ( IR ) berdasarkan 100.000 penduduk dari tahun 1968 – 2009. JIka
terjadi peningkatan kasus DBD tiap tahunnya maka harus dilakukan program pengendalian
DBD dan menjadi perhatian utama pada tingkat Kota/Kabupaten maupun Puskesmas.
Selain itu, dengan menggunakan data surveilans, Angka Insiden pada tahun 2009 di setiap
Provinsi dapat diketahui. Hasil analisi ini dapat disajikan menggunakan grafik sehingga dapat
diketahui Provinsi mana saja yang mengalami kasus DBD tertinggi maupun terendah. Selain
Analisis data surveilans DBD menurut tempat dan waktu, analisis juga dilakukan menurut
orang dengan menghitung Angka Insiden berdasarkan kelompok umur dan Jenis Kelamin.
Dari data yang ada, dapat dihitung pula Angka Kematian / Case Fatality Rate ( CFR )
berdasarkan provinsi di Indonesia.
Jika data surveilans didapatkan dari laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan pasien
DBD di RS dari tahun 2004-2008 dan tidak diketahui jumlah rumah sakit yang melaporkan
dari tahun ke tahun, sehingga sulit menganalisis atau menginterpretasi data tersebut. Dari data
ini tampak cukup banyak pasien DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan validasi
data apakah pasien rawat jalan adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja atau pasien lama
diitambah dengan pasien baru.
Selain laporan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll. Analisis juga dapat menggunakan faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian DBD seperti perubahan iklim dapat memperpanjang
Tahap Diseminasi
Tahap disseminasi yakni melakukan penyiapan bahan perencanaan, monitoring & evaluasi,
koordinasi kajian, pengembangan dan diseminasi, serta pendidikan dan pelatihan bidang
surveilans epidemiologi (BBTKLPP, 2013). Yang mana hasil analisis dan interpretasi
didiseminasikan kepada orang-orang yang berkepentingan dan sebagai umpan balik
(feedback) agar pengumpulan data di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Diseminasi
berguna kepada orang-orang yang mengumpulkan data, decision maker, orang-orang tertentu
(pakar) dan masyarakat. Pelaksanaan diseminasi dapat berupa buletin dan laporan, seminar,
symposium serta laporan (Isna, 2013).
Contohnya seperti yang tertera pada Buletin Jendela Epidemiologi tahap disseminasi
informasi yang telah dilakukan yaitu :
· Buletin Jendela Epidemiologi Vol.2 yang diterbitkan pada Agustus 2010 merupakan
salah satu bentuk disseminasi informasi surveilans epidemiologi pada penyakit DBD yang
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
· Laporan data berupa grafik dan tabel mengenai kejadian DBD yang bersumber dari
penelitian, Depkes RI dan WHO.
· Metode komunikasi/penyampaian informasi/pesan pada perubahan perilaku dalam
pelaksanaan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui pendekatan sosial budaya
setempat yaitu Metode Communication for Behavioral Impact (COMBI).
Tahap Advokasi
TAHAP EVALUASI
Tahap evaluasi system surveilans merupakan suatu tahapan dalam surveilans yang dilakukan
secara sistematis untuk menilai efektivitas program. Hasil evaluasi terhadap data system
surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta
program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi
dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi
maupun penilaian hasil kegiatan.
Setiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodic untuk mengevaluasi manfaatnya.
Sistem atau program tersebut dikatakan dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi
paling tidak salah satu dari pernyataan berikut :
- apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi
perubahan dalam kejadian kasus penyakit,
- apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemic kejadian penyakit