Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian
lateral dari membran timpani. Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan dan otot
serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk
corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga
dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan
dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan
cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm,
akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut,
sedangkan pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit ditemui kelenjar
serumen.
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga
tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak
di atas dari batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum
timpani terletak medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak
kaudal dari membran timpani.
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani,
rangkaian tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan
tingkap bundar.
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam,
sehingga besar energi suara yang masuk dibatasi. Fungsi dari telinga tengah
akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga luar kedalam koklea
yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi melalui
perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang
pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang
diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun
efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun
intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia
akan muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek
bilateral dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi
melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi
10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga
mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun
frekuensi.
Telinga dalam terdiri dari organ keseimbangan dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena
bentuknya yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah
sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan
tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan
labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat
dalam pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu
tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis
dan kokhlea.
Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran
adalah membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga
struktur penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian
apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel
dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi
gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai
pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang
lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan
mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan
regangan pada rantai yang menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal ion pada membran sel, maka
terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan
regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup. Terdapat
perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan endolimfa yang menunjang
terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea mikrofonik,
berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai
pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi
oleh sel rambut luar.
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan
dengan amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi
stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh
bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada
bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz)
mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul
oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks,
sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun
bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau
mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan
membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai
cochlear amplifier.
DEFINISI
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli
konduktif biasanya disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga
tengah. Tuli sensorineural dibagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
pendengaran yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf yang
INSIDENSI
memiliki angka kejadian dua kali lipat selama 30 tahun terakhir. Berdasarkan data
yang diperoleh dari survei federal, didapatkan prevalensi untuk individu yang
berusia tiga tahun atau lebih yang mengalami gangguan pendengaran berkisar 13,2
juta (1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta(1991), dan 24,2 juta (1993). Seorang peneliti
Paparan dengan kebisingan telah lama dikenal sebagai faktor risiko untuk gangguan
pendengaran.Lebih dari 30 juta orang Amerika yang terkena tingkat suara berbahaya
secara teratur.2,3
ETIOLOGI
asetosal atau alkohol. Selain itu, tuli sensorineural juga dapat disebabkan oleh tuli
mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.
pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan sebagainya.
PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal sesuai
dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural (perseptif)
kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran.
Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu
keras untuk jangka waktu yang lama dan iskemia (kekurangan suplai darah ke jaringan
atau organ tubuh karena permasalahan pada pembuluh darah.). Kandungan glikogen
yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui glikolisis
anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik
aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria vaskularis akan
terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli telinga dalam yang nantinya
depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang
tidak biasa dan mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh
eksitasi neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.
dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan oleh sekresi
endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi tidak hanya
menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di pendengaran. Kelainan
genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui menyebabkan hal tersebut. Kanal K+
terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang juga diekspresikan pada organ lain, berperan
dalam proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan ketulian,
endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan antara sel rambut
ruang endolimfe dan perilimfe yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai
MANIFESTASI KLINIS
berkomunikasi atau berat seperti ketulian. Kehilangan pendengaran secara cepat dapat
mendadak, mungkin disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi
darah. Sebuah onset yang tejadi secara bertahap bisa dapat disebabkan oleh penuaan
atau tumor.
Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar sensasi),
mungkin menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga atau otak. Gangguan
yang paling sering dikaitkan dengan penyebab konduktif, trauma, dan neuromas
akustik. Nyeri di telinga dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas
keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli), suara
telinga (otalgia), dan keluar cairan dari telinga (otore). Perlu ditanyakan
apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau
bertambah berat, sudah berapa lama diderita, riwayat trauma kepala, telinga
komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang bising atau
lebih tenang.
1. Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan sensitifitas
retrokoklea.
khusus, yaitu:
diperiksa.
aid).
Audiometri Bekesy
2. Audiometri objektif
Audiometri Impedans
Elektrokokleografi
retrokoklea.
Otoacoustic Emission/OAE
Cara Stenger
minggu.
Dengan Impedans.
Dengan BERA.
4. Audiologi anak
Free field test
DIAGNOSIS BANDING
gondok, neoplasma kanal telinga, neuroma, otitis externa, otitis media dengan
PENATALAKSANAAN
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi
amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di program
sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk menghadapi keadaan yang sulit untuk
mendengarkan.
Presbikusis
1. Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi pada
usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000 Hz atau lebih. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh
usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan.
2. Etiologi
Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga kejadian
presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan,
metabolisme, arteriosclerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifactor.
Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari
pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.
3. Epidemiologi
Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65 tahun di
diagnosis menderita presbikusis terutama pria. Di Indonesia sekitar 30-35% orang
berusia 65- 75 tahun mengalami presbiakusis. Perbedaan jenis kelamin pada ambang
dengar frekuensi tinggi, disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di
tempat kerja dibandingkan perempuan.
4. Faktor Resiko
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Genetik
4. Diabetes mellitus
5. Hipertensi
6. Hiperkolesterol
7. Paparan bising
8. Obat ototoksik
9. Merokok
5. Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan pada struktur koklea dan N VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga
terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya
jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin
akson saraf.
6. Patogenesis
1. Faktor gen
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6J merupakan protein
pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode komponen ujung
sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami apoptosis pada
strain C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan pendengaran.
2. Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stres oksidatif bertambah
dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya menyebabkan proses penuaan.
Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan mitokondria mtDNA dan
kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi disfungsi pendengaran.
d. Gangguan Transduksi Sinyal
Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi mekanik, merubah
stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23 (Cdh23) dan
protocadherin 15 (PCdh 15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung sel rambut koklea
yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal. Terjadinya mutasi menimbulkan
defek dalam interaksi molekul ini dan menyebabkan gangguan pendengaran.
7. Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologis yang terjadi, Schunecht dkk menggolongkan
presbikusis menjadi 4 jenis yaitu:
1. Sensorik
2. Neural
3. Metabolik (strial presbycusis)
4. Mekanik (cochlear presbycusis).
Jenis Patologi
9. Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani suram, mobilitasnya
berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada
murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi
2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada
semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang jenis
lebih rendah.
Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wicara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada jenis neural dan koklear.
12. Komplikasi
Tuli permanen, komplikasi akibat pemakaian alat bantu dengar (hearing aid),
gangguan kognitif dan gangguan psikososial.
13. Edukasi
Peringatkan pasien presbikusis untuk menjauhi penyebab penurunan
pendengaran yang dapat memperburuk pendengaran mereka (misalnya paparan
kebisingan, obat-obatan ototoksik, diabetes tidak terkontrol dan penyakit metabolik
lainnya).
Dalam literatur yang di tinjau oleh Thomson dkk menunjukkan bahwa pada
orang lanjut usia, penurunan pendengaran merupakan faktor resiko demensia. Sebuah
studi oleh Su dkk juga sampai pada kesimpulan yang sama, rasio bahaya untuk
demensia pada orang dengan penurunan pendengaran yang berkaitan dengan usia
menjadi 1:30.
14. Prognosis
Prognosis untuk pasien presbikusis adalah perkembangan lebih lanjut dari
penurunan pendengaran. Tingkat penurunan pendengaran diperkirakan 0,7-1,2 dB per
tahun dan tidak bergantung pada usia dan frekuensi.
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
15. SKDI
Tingkat Kemampuan 3A – Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
PEMERIKSAAN TAMBAHAN TELINGA
Tes Rinne
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada
telinga yang diperiksa sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli hantaran
(conductive hearing loss).
B. Prosedur Pemeriksaan
- Untuk menilai hantaran udara, ujung lengan panjang garputala yang sudah
digetarkan dipasang di prosesus mastoideus (B),
- Pasien ditanya apabila sudah tidak mendengar, garputala dipindah 1 inch di depan
meatus auditorius eksternus (A)
Gambar Tes Rinne untuk membandingkan Hantaran Udara (A) dan Hantaran Tulang (B)
- Interpretasi hasil :
Tes Rinne positif : suara dari konduksi udara lebih keras dibandingkan konduksi
tulang tidak ada tuli hantaran.
Tes Rinne negatif : suara dari konduksi tulang lebih keras menunjukkan adanya
tuli hantaran atau tuli sensorineural total (suara garputala ditransmisikan melalui
konduksi tulang tengkorak dan diterima oleh telinga kontralateral – tes Rinne
false negative).
Tes Weber
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk membandingkan hantaran tulang telinga yang sakit dengan telinga yang sehat
B. Prosedur Pemeriksaan
Garpu tala digetarkan dan tangka garpu tala di letakkan di garis tengah kepala (di vertex
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi garpu tala
terdengar lebih keras pada salah satu sisi telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan kearah telinga mana bunyi terdengar lebih keras
disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Tes Schwabach
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
B. Prosedur Pemeriksaan
Gambar uji Schwabach
A.Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui derajat ketulian.
B.Prosedur Pemeriksaan
Audiometer adalah suatu alat elektronik yang mengeluarkan nada murni dengan
mcmakai osilator. Intensitas bunyi yang dihasilkan dapat diubah-ubah dan diukur
dalam desibel. Bunyi bicara normal terdengar pada spektrum frekuensi 500, 2000, 4000
putaran perdetik. Dalam pengambilan audiogram diperlukan ruangan sunyi yang ada
pada rumah sakit dengan fasilitas klinik otologi. Apabila dilakukan luar rumah sakit
cukup dilakukan pada ruangan sunyi dan jauh dari keramaian lalu-lintas. Penderita
memakai ear phone yang dihubungkan dengan audiometer. Penderita mendengarkan
bunyi yang pertama terdengar sampai tak terdengar lagi. Nilai pengukuran kedua nilai
ambang ini adalah kekurangan pendengaran untuk frekuensi itu. Hal ini mula-mula
diukur untuk konduksi melalui udara dan kemudian melalui tulang pada tiap-tiap
frekuensi.
- Audiogram Normal
Secara teoritis, bila pendengaran normal, ambang dengar untuk hantaran udara
maupun hantaran tulang tercatrat sebesar 0 dB. Pada anakpun keadaan ideal
seperti ini sulit tercapai terutam pada frekuensi rendah bila terdapat bunyi
lingkungan (ambient noise). Pada keadaan tes yang baik, audiogram dengan
ambang dengar 10 dB pada 250, 500 Hz 0 dB pada 1000, 2000,4000, 10000
Hz pada 8000 Hz dapat dianggap normal.
Gambar ambang audiogram pada orang normal
Pengecualian adalah pada tuli konduktif karena fiksasi tulang stapes (misalnya pada
otosklerosis). Disini terdapat ambang hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada
2000Hz. Diperkiran keadaan ini bukan karena ketulian sensorineural, tapi belum
diketahui sebabnya. Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga,
contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap
keadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran seperti fiksasi kongenital, fiksasi
karena trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan
peninggian amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap antara
hantran tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif.
Derajat ketulian yang disebabkan otitis media sering berfluktuasi. Eksarsebasi dan
remisi sering terjadi pada penyakit telinga tenga terutama otitis media serosa. Pada
orang tua sering mengeluhkan pendengaran anaknya bertambah bila sedang pilek,
sesudah berenang atau sedang tumbuh gigi. dapat juga saat perubahan pada musim
tertentu karena alergi. Penurunan Pendengaran akan menetap sekitar 55-60 dB pada
pasien otitis media. Selama koklea normal, gangguan pendengaran maksimum tidak
melebihi 60 dB. Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya menunjukkan
pendengaran lebih pada frekuensi rendah. Dapat pula berbentuk audiogram yang datar.
- Audiogram Non-organis
Pasien dapat berpura-pura tuli dalam pemeriksaaan, ada yang secara sadar atau tidak
sadar melebih-lebihkan derajat ketuliannya. Pada keadaan ganti rugi atau kompensasi
misalnya, hal ini dapat menguntungkan. Indikasi adanya keadaan ini adalah bila
terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan audiometri. Bila
tes diulang akan tampak perbedaan nilai ambang. Pemeriksa sebaikya mengulang
pemeriksaan audiometri dan menerangkan ambang yang tidak tetap dan tidak dapat
dipercaya.
Anak kecil yang memberikanhasil audiogram yang tidak dapat dipercaya biasanya
dapat diperiksa tanpa sadar dengan suara binatang atau musik. Ia akan memberi reaksi
yang benar. Sebaikmua dilakukan pemeriksaan beberapa kali untuk mendapatkan
ambang yang sebenarnya. Ketulian non organis ini perlu mendapatkan pengobatan dari
psikiater atau psikolog.
Pemeriksaan timpanometri
A. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.
B.Prosedur Pemeriksaan
Pertama, dilakukan pemeriksaan otoskopi untuk memastikan tidak adanya sumbatan
pada telinga dan membran timpani tidak perforasi.
Pemeriksaan timpanometri dilaksanakan selama lebih kurang tiga detik sampai
pemeriksaan selesai, posisi probe ditempatkan sedemikian rupa pada liang telinga luar.
Bunyi dengan frekuensi 226 Hz dialirkan oleh timpanometer ke dalam liang telinga
melalui probe. bunyi tersebut akan menggetarkan membran timpani, sebagian bunyi
tersebut akan dipantulkan kembali dan ditangkap oleh alat timpanometer (disebut
admittance atau compliance) yang akan diinterpretasikan dalam bentuk grafik
timpanogram.
Gambar proses pemeriksaan timpanometri
a. Tipe A : normal
b. Tipe AD : diskontinuitas tulang-tulang pendengaran
c. Tipe AS : kekakuan rangkaian tulang pendengaran
d. Tipe B : cairan di dalam telinga tengah
e. Tipe C : gangguan fungsi tuba Eustachius
1. AP, Anang. 2003. Anatomi dan fisiologi pendengaran. Available
from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3468/1/tht-
andrina1.pdf .
http://www.asha.org/public/hearing/Hearing-Loss/ .
https://www.aarphealthcare.com/adamcontent/sensorineuraldeafness?hlpage=a
rticle&loc=table_of_contents_nav#definition.
from:http://www.mdguidelines.com/hearing-loss.
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :