Anda di halaman 1dari 31

Anatomi dan Fisiologi Pendengaran

Anatomi Telinga

Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian
lateral dari membran timpani. Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan dan otot
serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk
corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga
dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan
dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan
cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm,
akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut,
sedangkan pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit ditemui kelenjar
serumen.
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga
tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak
di atas dari batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum
timpani terletak medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak
kaudal dari membran timpani.
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani,
rangkaian tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan
tingkap bundar.
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam,
sehingga besar energi suara yang masuk dibatasi. Fungsi dari telinga tengah
akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga luar kedalam koklea
yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi melalui
perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang
pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang
diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun
efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun
intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia
akan muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek
bilateral dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi
melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi
10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga
mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun
frekuensi.
Telinga dalam terdiri dari organ keseimbangan dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena
bentuknya yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah
sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan
tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan
labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat
dalam pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu
tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis
dan kokhlea.

Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang


dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial
menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding
medial terdapat dua cekungan yaitu spherical recess untuk sakulus dan eliptical
recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical recess terdapat lubang kecil
akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus endolimfatikus ke fossa
kranii posterior diluar duramater
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest.
Pada ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang
membawa serabut saraf kohlea kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus,
kanalis semisirkularis superior dan lateral menembus dinding tulang pada
daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus meatus akustikus
internus. Di dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis
semisirkularis dan dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli
kohlea.

Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,


posterior dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum.
Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama tetapi
dengan diameter yang hampir sama sekitar 0,8 mm. Pada salah satu ujungnya
masing-masing kanalis ini melebar disebut ampulla yang berisi epitel sensoris
vestibular dan terbuka ke vestibulum.
Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada
masing-masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior
terletak dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior
yang tidak mempunyai ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus
communis yang masuk vestibulum pada dinding posterior bagian tengah. Ujung
kanalis lateralis yang tidak memiliki ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah
cruss communis.
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama
yaitu bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap
bidang horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus
terhadap kanal ini sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir
sejajar dengan posterior telinga kanan demikian pula dengan kanalis posterior
telinga kiri sejajar dengan kanalis superior teling kanan (Mills JH, 1998).
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan
panjang sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala
timpani. Skala timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan
+ +
konsentrasi K 4 mEq/l dan Na 139 mEq/l. Skala media berada dibagian
tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan
+
dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K 144 mEq/l dan
+
Na 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat
istirahat dan berkurang secara perlahan dari basal ke apeks (Ballenger JJ, 1996).

Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di


bagian basal dan melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti
spiral. Beberapa komponen penting pada organ corti adalah sel rambut dalam,
sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensen’s, Claudiu’s, membran tektoria
dan lamina retikularis. Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari
3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk
oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial
terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel
rambut luar dengan jumlah 12000 berperan dalam merubah hantaran bunyi
dalam bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.

Vaskularisasi telinga dalam


Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A.
Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis.
Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.
Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi
A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi
N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.
A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah
menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular
memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal
kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea,
limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N. Akustikus di
kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari modiolus.
Vena dialirkan ke V. Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus
inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus
vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior.

Persarafan telinga dalam


N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear
dan vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar
N.Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris
vestibularis dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa)
terletak didasar dari meatus akustikus internus.
Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis dengan ganglion
spiralis corti terletak di modiolus.

Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran
adalah membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga
struktur penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian
apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel
dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi
gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai
pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang
lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan
mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan
regangan pada rantai yang menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal ion pada membran sel, maka
terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan
regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup. Terdapat
perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan endolimfa yang menunjang
terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea mikrofonik,
berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai
pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi
oleh sel rambut luar.
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan
dengan amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi
stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh
bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada
bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz)
mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul
oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks,
sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun
bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau
mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan
membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai
cochlear amplifier.

Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi


oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan
pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.
TULI SENSORINEURAL

DEFINISI

Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli

konduktif biasanya disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga

tengah. Tuli sensorineural dibagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.

Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan

pendengaran yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf yang

berjalan dari telinga ke otak (saraf pendengaran), atau otak.3

INSIDENSI

Keterampilan komunikasi adalah pusat kehidupan yang sukses untuk semua

orang.Gangguan komunikasi sangat mempengaruhi pendidikan, pekerjaan, dan

kesejahteraan banyak orang. Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran

memiliki angka kejadian dua kali lipat selama 30 tahun terakhir. Berdasarkan data

yang diperoleh dari survei federal, didapatkan prevalensi untuk individu yang

berusia tiga tahun atau lebih yang mengalami gangguan pendengaran berkisar 13,2

juta (1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta(1991), dan 24,2 juta (1993). Seorang peneliti

independen memperkirakan bahwa 28,6 juta orang Amerika memiliki gangguan

pendengaran pada tahun 2000. Gangguan pendengaran sensorineural mendadak

ditemukan hanya 10-15% dari jumlah pasien. Insidensi tahunan gangguan

pendengaran sensorineural diperkirakan adalah 5 sampai 20 kasus per 100.000 orang.

Paparan dengan kebisingan telah lama dikenal sebagai faktor risiko untuk gangguan

pendengaran.Lebih dari 30 juta orang Amerika yang terkena tingkat suara berbahaya

secara teratur.2,3
ETIOLOGI

Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital), labirinitis (oleh

bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina,

asetosal atau alkohol. Selain itu, tuli sensorineural juga dapat disebabkan oleh tuli

mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut

pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan sebagainya.

PATOFISIOLOGI

Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal sesuai
dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural (perseptif)
kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran.
Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu
keras untuk jangka waktu yang lama dan iskemia (kekurangan suplai darah ke jaringan
atau organ tubuh karena permasalahan pada pembuluh darah.). Kandungan glikogen
yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui glikolisis
anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik

aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria vaskularis akan

terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli telinga dalam yang nantinya

mempengaruhi konduksi udara dan tulang. Ambang pendengaran dan perpindahan

komponen aktif membran basilar akan terpengaruh sehingga kemampuan untuk

membedakan berbagai nada frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya,

depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang
tidak biasa dan mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh

eksitasi neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.

Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan berperan

dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan oleh sekresi

endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi tidak hanya

menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di pendengaran. Kelainan

genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui menyebabkan hal tersebut. Kanal K+

terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang juga diekspresikan pada organ lain, berperan

dalam proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan ketulian,

tetapi juga perlambatan repolarisasi miokardium.

Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana ruang

endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan antara sel rambut

dan membran tektorial (edema endolimfe). Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara

ruang endolimfe dan perilimfe yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai

dengan serangan tuli dan vertigo.3,4

MANIFESTASI KLINIS

Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-tiba.

Gangguan pendengaran mungkin sangat ringan, mengakibatkan kesulitan kecil dalam

berkomunikasi atau berat seperti ketulian. Kehilangan pendengaran secara cepat dapat

memberikan petunjuk untuk penyebabnya. Jika gangguan pendengaran terjadi secara

mendadak, mungkin disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi

darah. Sebuah onset yang tejadi secara bertahap bisa dapat disebabkan oleh penuaan

atau tumor.
Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar sensasi),

mungkin menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga atau otak. Gangguan

pendengaran dapat terjadi unilateral atau bilateral. Kehilangan pendengaran unilateral

yang paling sering dikaitkan dengan penyebab konduktif, trauma, dan neuromas

akustik. Nyeri di telinga dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada

kanal. Infeksi telinga juga dapat menyebabkan demam.

DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas

keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli), suara

berdenging (tinnitus), rasa pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam

telinga (otalgia), dan keluar cairan dari telinga (otore). Perlu ditanyakan

apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau

bertambah berat, sudah berapa lama diderita, riwayat trauma kepala, telinga

tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat ototoksik,

pernah menderita penyakit infeksi virus, apakah gangguan pendengaran ini

sudah diderita sejak bayi sehingga terdapat gangguan bicara dan

komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang bising atau

lebih tenang.

B. Pemeriksaan audiologi khusus 3,5

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan

yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri objektif, pemeriksaan tuli

anorganik, dan pemeriksaan audiometri anak.

1. Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan sensitifitas

pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar dan kelelahan

merupakan adaptasi abnormal yang merupakan tanda khas tuli

retrokoklea.

Kedua fenomena ini dapat dilacak dengan beberapa pemeriksaan

khusus, yaitu:

 Tes SISI (short increment sensitivity index)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien dapat

membedakan selisih intensitas yang kecil (samapai 1 dB).

 Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)

Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada

kedua telinga sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama.

 Tes Kelelahan (Tone decay)

Telinga pasien dirangsang terus-menerus dan terjadi kelelahan.

Tandanya adalah tidak dapat mendengar dengan telinga yang

diperiksa.

 Audiometri Tutur (Speech audiometri)

Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kemampuan pasien

berbicara dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing

aid).

 Audiometri Bekesy

Tujuan pemeriksaan adalah menilai ambang pendengaran seseorang

dengan menggunakan grafik.

2. Audiometri objektif
 Audiometri Impedans

Tujuan pemeriksaan adalah untuk memeriksa kelenturan membran

timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.

 Elektrokokleografi

Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari

evoke electropotential cochlea.

 Evoked Response Audiometry

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai perubahan potensial listrik

di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.

Pemeriksaan ini bermanfaat pada keadaan tidak memungkinkan

untuk dilakukan pemeriksaan biasa dan untuk memeriksa orang

yang berpura-pura tuli (malingering) atau kecurigaan tuli saraf

retrokoklea.

 Otoacoustic Emission/OAE

Emisi otoakustik menunjukkan gerakan sel rambut luar dan

merefleksikan fungsi koklea.

3. Pemeriksaan tuli anorganik

 Cara Stenger

Memberikan 2 nada yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian

nada dijauhkan pada sisi yang sehat.

 Audiometri nada murni dilakukan secara berulang dalam satu

minggu.

 Dengan Impedans.

 Dengan BERA.

4. Audiologi anak
 Free field test

Bertujuan untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan

respons terhadap rangsang bunyi yang diberikan.

 Audiometri bermain (play audiometry).

 BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry).

 Echocheck dan emisi Otoakustik (Otoacoustic emissions/OAE).

DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding

tuli sensorineural,antara lain barotrauma, serebrovaskular hiperlipidemia, efek akibat

terapi radiasi, traumakepala, lupus eritematosus, campak, multiple sclerosis, penyakit

gondok, neoplasma kanal telinga, neuroma, otitis externa, otitis media dengan

pembentukan kolesteatoma, ototoxicity ,poliartritis, gagal ginjal, dan sipilis.

PENATALAKSANAAN

Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi

dapat distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan menyediakan alat

bantu dengar (amplifikasi) khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui

amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di program

sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk menghadapi keadaan yang sulit untuk

mendengarkan.
Presbikusis
1. Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi pada
usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000 Hz atau lebih. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh
usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan.

2. Etiologi
Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga kejadian
presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan,
metabolisme, arteriosclerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifactor.
Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari
pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.

3. Epidemiologi
Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65 tahun di
diagnosis menderita presbikusis terutama pria. Di Indonesia sekitar 30-35% orang
berusia 65- 75 tahun mengalami presbiakusis. Perbedaan jenis kelamin pada ambang
dengar frekuensi tinggi, disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di
tempat kerja dibandingkan perempuan.

4. Faktor Resiko
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Genetik
4. Diabetes mellitus
5. Hipertensi
6. Hiperkolesterol
7. Paparan bising
8. Obat ototoksik
9. Merokok
5. Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan pada struktur koklea dan N VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga
terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya
jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin
akson saraf.

6. Patogenesis

Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis terjadinya


presbikusis, yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme
molekuler, seperti faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.
a. Degenerasi koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada nilai
potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV atau lebih. Pada presbikusis
terlihat gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat penurunan
pendengaran sebesar 40 – 50 dB dan potensial endolimfe 20 mV (normal 90 mV).
b. Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius meningkatkan
nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi input-output dari
CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial saraf pusat,
memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita
mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.
c. Mekanisme molekuler

1. Faktor gen
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6J merupakan protein
pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode komponen ujung
sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami apoptosis pada
strain C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan pendengaran.
2. Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stres oksidatif bertambah
dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya menyebabkan proses penuaan.
Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan mitokondria mtDNA dan
kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi disfungsi pendengaran.
d. Gangguan Transduksi Sinyal
Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi mekanik, merubah
stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23 (Cdh23) dan
protocadherin 15 (PCdh 15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung sel rambut koklea
yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal. Terjadinya mutasi menimbulkan
defek dalam interaksi molekul ini dan menyebabkan gangguan pendengaran.

7. Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologis yang terjadi, Schunecht dkk menggolongkan
presbikusis menjadi 4 jenis yaitu:
1. Sensorik
2. Neural
3. Metabolik (strial presbycusis)
4. Mekanik (cochlear presbycusis).

Menurut penelitian prevalensi terbanyak adalah jenis metabolic (34,6%).


Sedangkan prevalensi jenis lainnya adalah neural 30,7%, mekanik 22,8% dan sensorik
11,9%

Jenis Patologi

Sensori Lesi terbatas pada koklea.


atrofi organ Corti, jumlah sel-
sel rambut dan sel-sel
penunjang berkurang.

Neural Sel-sel neuron pada koklea


dan jaras auditorik berkurang.

Metabolik (strial Atrofi stria vaskularis.


presbycusis) Potensial mikrofonik
menurun.
Mekanik (cochlear Terjadi perubahan gerakan
presbycusis) mekanik ductus koklearis.
Atrofi ligamentum spiralis.
Membran basalis lebih kaku.

Tabel Klasifikasi Jenis Presbikusis


8. Manifestasi klinis
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran
tidak diketahui pasti.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar percakapan, tapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan
cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila
intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga. Hal ini disebabkan oleh
faktor kelelahan saraf (recruitment)

9. Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani suram, mobilitasnya
berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada
murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi
2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada
semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang jenis
lebih rendah.
Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wicara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada jenis neural dan koklear.

10. Diagnosis banding


Meniere’s disease, otitis media, intoksikasi obat, sudden hearing loss, noise
induced hearing loss, otosklerosis.

11. Tata laksana


Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Adakalanya pemasangan alat
bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading);
prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).

12. Komplikasi
Tuli permanen, komplikasi akibat pemakaian alat bantu dengar (hearing aid),
gangguan kognitif dan gangguan psikososial.

13. Edukasi
Peringatkan pasien presbikusis untuk menjauhi penyebab penurunan
pendengaran yang dapat memperburuk pendengaran mereka (misalnya paparan
kebisingan, obat-obatan ototoksik, diabetes tidak terkontrol dan penyakit metabolik
lainnya).
Dalam literatur yang di tinjau oleh Thomson dkk menunjukkan bahwa pada
orang lanjut usia, penurunan pendengaran merupakan faktor resiko demensia. Sebuah
studi oleh Su dkk juga sampai pada kesimpulan yang sama, rasio bahaya untuk
demensia pada orang dengan penurunan pendengaran yang berkaitan dengan usia
menjadi 1:30.

14. Prognosis
Prognosis untuk pasien presbikusis adalah perkembangan lebih lanjut dari
penurunan pendengaran. Tingkat penurunan pendengaran diperkirakan 0,7-1,2 dB per
tahun dan tidak bergantung pada usia dan frekuensi.
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

15. SKDI
Tingkat Kemampuan 3A – Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
PEMERIKSAAN TAMBAHAN TELINGA

Pemeriksaan Garpu Tala/ Penala


Bertujuan untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran (tuli/ hearing loss) dan
membedakan tuli hantaran (conductive hearing loss) dan tuli sensorineural
(sensorineural hearing loss).
Tes penala didasarkan pada 2 prinsip utama, yaitu :
1. Telinga dalam lebih sensitif terhadap hantaran suara oleh udara dibandingkan
oleh tulang.
2. Bila ada gangguan pada hantaran suara oleh udara, telinga yang terganggu akan
lebih sensitif terhadap hantaran oleh tulang, disebut tuli hantaran murni
(conductive hearing loss).
Yang dipakai biasanya adalah garputala frekuensi 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz.

Tes Rinne
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada
telinga yang diperiksa sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli hantaran
(conductive hearing loss).
B. Prosedur Pemeriksaan
- Untuk menilai hantaran udara, ujung lengan panjang garputala yang sudah
digetarkan dipasang di prosesus mastoideus (B),
- Pasien ditanya apabila sudah tidak mendengar, garputala dipindah 1 inch di depan
meatus auditorius eksternus (A)

Gambar Tes Rinne untuk membandingkan Hantaran Udara (A) dan Hantaran Tulang (B)

- Interpretasi hasil :
 Tes Rinne positif : suara dari konduksi udara lebih keras dibandingkan konduksi
tulang tidak ada tuli hantaran.
 Tes Rinne negatif : suara dari konduksi tulang lebih keras menunjukkan adanya
tuli hantaran atau tuli sensorineural total (suara garputala ditransmisikan melalui
konduksi tulang tengkorak dan diterima oleh telinga kontralateral – tes Rinne
false negative).

Tes Weber

A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk membandingkan hantaran tulang telinga yang sakit dengan telinga yang sehat
B. Prosedur Pemeriksaan

Gambar Tes Weber untuk menilai terjadinya lateralisasi suara

Garpu tala digetarkan dan tangka garpu tala di letakkan di garis tengah kepala (di vertex
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi garpu tala
terdengar lebih keras pada salah satu sisi telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan kearah telinga mana bunyi terdengar lebih keras
disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
B. Prosedur Pemeriksaan
Gambar uji Schwabach

- Garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus


penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera
dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya
normal.
- Interpretasi hasil:
 Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek (tuli
sensorineural).
 Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih
dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang (tuli konduksi).
 Bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut
Schwabach sama dengan pemeriksa (normal)

Tabel Interpretasi hasil pemeriksaan tes penala

Keterangan: AD =Auris Dekstra; AS =Auris Sinistra


*jika tuli sensorineural total, suara melalui hantaran tulang dan diterima telinga
kontralateral.
Pemeriksaan audiometri

A.Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui derajat ketulian.

B.Prosedur Pemeriksaan
Audiometer adalah suatu alat elektronik yang mengeluarkan nada murni dengan
mcmakai osilator. Intensitas bunyi yang dihasilkan dapat diubah-ubah dan diukur
dalam desibel. Bunyi bicara normal terdengar pada spektrum frekuensi 500, 2000, 4000
putaran perdetik. Dalam pengambilan audiogram diperlukan ruangan sunyi yang ada
pada rumah sakit dengan fasilitas klinik otologi. Apabila dilakukan luar rumah sakit
cukup dilakukan pada ruangan sunyi dan jauh dari keramaian lalu-lintas. Penderita
memakai ear phone yang dihubungkan dengan audiometer. Penderita mendengarkan
bunyi yang pertama terdengar sampai tak terdengar lagi. Nilai pengukuran kedua nilai
ambang ini adalah kekurangan pendengaran untuk frekuensi itu. Hal ini mula-mula
diukur untuk konduksi melalui udara dan kemudian melalui tulang pada tiap-tiap
frekuensi.

C.Interpretasi Hasil Audiogram

- Audiogram Normal
Secara teoritis, bila pendengaran normal, ambang dengar untuk hantaran udara
maupun hantaran tulang tercatrat sebesar 0 dB. Pada anakpun keadaan ideal
seperti ini sulit tercapai terutam pada frekuensi rendah bila terdapat bunyi
lingkungan (ambient noise). Pada keadaan tes yang baik, audiogram dengan
ambang dengar 10 dB pada 250, 500 Hz 0 dB pada 1000, 2000,4000, 10000
Hz pada 8000 Hz dapat dianggap normal.
Gambar ambang audiogram pada orang normal

- Gangguan dengar Konduktif


Diagnosis gangguan dengar kondukstif ditegakkan berdasarkan prinsip bahwa
gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan gangguan hantaran udara yang lebih
besar daripada hantaran tulang. Pada keadaan tuli konduktif murni, keadaan koklea
yang baik (intak) menyebabkan hantaran tulang normal, yaitu 0 dB pada audiogram.

Pengecualian adalah pada tuli konduktif karena fiksasi tulang stapes (misalnya pada
otosklerosis). Disini terdapat ambang hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada
2000Hz. Diperkiran keadaan ini bukan karena ketulian sensorineural, tapi belum
diketahui sebabnya. Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga,
contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap
keadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran seperti fiksasi kongenital, fiksasi
karena trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan
peninggian amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap antara
hantran tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif.
Derajat ketulian yang disebabkan otitis media sering berfluktuasi. Eksarsebasi dan
remisi sering terjadi pada penyakit telinga tenga terutama otitis media serosa. Pada
orang tua sering mengeluhkan pendengaran anaknya bertambah bila sedang pilek,
sesudah berenang atau sedang tumbuh gigi. dapat juga saat perubahan pada musim
tertentu karena alergi. Penurunan Pendengaran akan menetap sekitar 55-60 dB pada
pasien otitis media. Selama koklea normal, gangguan pendengaran maksimum tidak
melebihi 60 dB. Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya menunjukkan
pendengaran lebih pada frekuensi rendah. Dapat pula berbentuk audiogram yang datar.

Gambar audiogram tuli konduktif

- Gangguan dengar Sensorineural (SNHL)


Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran hantaran tulang dan
udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini terjadi bila terdapat gangguan koklea,
N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran termasuk kelainan yang terdapat
didalam batang otak. Kelainan pada pusat pendengaaran saja (gangguan pendengaran
sentral) biasanya tidak menyeababkan gangguan dengar untuk nada murni, namun tetap
terdapat gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada koklea terjadi karenadua cara,
pertama sel rambut didalam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapat hancur. Proses
ini dapat terjadi karenainfeksi virus, obat ototoksik, dan biasa terpapar bising yang
lama, dapat pula terjadi kongenital. Istilah retrokoklea digunakan untuk sistem
pendengaran sesudah koklea, tetapi tidak termasuk korteks serebri (pusat pendengaran),
maka yang termasuk adalah N.VIII dan batang otak.
Berdasarkan hasil audiometri saja tidak dapat membedakan jenis tuli koklea atau
retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Pada ketulian Meniere,
pendengaran terutama berkurang pada frekuensi tinggi. Tuli sensorineural karena
presbikusis dan tuli suara keras biasanya terjadi pada nada dengan frekuensi tinggi.
Apabila tingkat konduksi udara normal, hantaran tulang harusnya normal pula. Bila
konduksi udara dan konduksi tulang keduaduannya abnormal dan pada level yang
sama, maka pastilahnya masalah terletak pada koklea atau N. VIII, sedangkan telinga
tengah normal.

Gambar audiogram tuli sensorineural

- Gangguan Dengar Campuran


Kemungkinan tarjadinya kerusakan koklea disertai sumbatan serumen yang padat dapat
terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan gangguan fungsi koklea ditambah dengan
penurunan pendengaran karena sumbatan konduksi udara mengambarkan tingkat
ketulian yang disebabkan oleh komponen konduktif.
Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai “jarak udaratulang”
atau “air-bone gap”. Jarak udara-tulang merupakan suatu ukuran dari komponen
konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Level hantaran udara menunjukkan
tingkat patologi koklea, kadang disebut sebagai “cochlear reserve” atau cabang koklea.
Gambar audiogram tuli campuran

- Audiogram Non-organis
Pasien dapat berpura-pura tuli dalam pemeriksaaan, ada yang secara sadar atau tidak
sadar melebih-lebihkan derajat ketuliannya. Pada keadaan ganti rugi atau kompensasi
misalnya, hal ini dapat menguntungkan. Indikasi adanya keadaan ini adalah bila
terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan audiometri. Bila
tes diulang akan tampak perbedaan nilai ambang. Pemeriksa sebaikya mengulang
pemeriksaan audiometri dan menerangkan ambang yang tidak tetap dan tidak dapat
dipercaya.
Anak kecil yang memberikanhasil audiogram yang tidak dapat dipercaya biasanya
dapat diperiksa tanpa sadar dengan suara binatang atau musik. Ia akan memberi reaksi
yang benar. Sebaikmua dilakukan pemeriksaan beberapa kali untuk mendapatkan
ambang yang sebenarnya. Ketulian non organis ini perlu mendapatkan pengobatan dari
psikiater atau psikolog.

Derajat Ketulian (ISO)


Derajat kurang pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:
Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz (Hertz) AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Menentukan derajat kurang pendengaran yang dihitung hanya ambang dengar
udaranya (AC/”Air Conduction”) saja.
Derajat menurut Jerger: 0-20 dB (desibel) : Normal
>20-40 dB : Tuli ringan
>40-55 dB : Tuli sedang
>55-70 dB : Tuli sedang berat
>70-90 dB : Tuli berat
> 90 dB : Tuli sangat berat.

Pemeriksaan timpanometri

Gambar alat timpanometri

A. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.
B.Prosedur Pemeriksaan
Pertama, dilakukan pemeriksaan otoskopi untuk memastikan tidak adanya sumbatan
pada telinga dan membran timpani tidak perforasi.
Pemeriksaan timpanometri dilaksanakan selama lebih kurang tiga detik sampai
pemeriksaan selesai, posisi probe ditempatkan sedemikian rupa pada liang telinga luar.
Bunyi dengan frekuensi 226 Hz dialirkan oleh timpanometer ke dalam liang telinga
melalui probe. bunyi tersebut akan menggetarkan membran timpani, sebagian bunyi
tersebut akan dipantulkan kembali dan ditangkap oleh alat timpanometer (disebut
admittance atau compliance) yang akan diinterpretasikan dalam bentuk grafik
timpanogram.
Gambar proses pemeriksaan timpanometri

C.Klasifikasi jenis tympanogram

Gambar grafik timpanogram

a. Tipe A : normal
b. Tipe AD : diskontinuitas tulang-tulang pendengaran
c. Tipe AS : kekakuan rangkaian tulang pendengaran
d. Tipe B : cairan di dalam telinga tengah
e. Tipe C : gangguan fungsi tuba Eustachius
1. AP, Anang. 2003. Anatomi dan fisiologi pendengaran. Available

from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3468/1/tht-

andrina1.pdf .

2. ASHA. Hearing Loss. 2011. Available from:

http://www.asha.org/public/hearing/Hearing-Loss/ .

3. AARP. Sensorineural deafness. 2009. Available from:

https://www.aarphealthcare.com/adamcontent/sensorineuraldeafness?hlpage=a

rticle&loc=table_of_contents_nav#definition.

4. MD Guidelines. 2010. Hearing Loss. Available

from:http://www.mdguidelines.com/hearing-loss.

5. AE Conlin. (2007). “Treatment of Sudden Sensorineural Hearing Loss”.

ARCH OTOLARYNGOLOGY HEAD NECK SURG. 133, 573-581

6. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. 2008. Gangguan Pendengaran (Tuli).

Dalam: SoepardiEA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

7. Soepardi EA, Iskandar. 2008. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok,

Kepala dan Leher.Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI.

8. Roland, PS. dkk. 2017. Presbycusis. Diakses dari


https://reference.medscape.com/article/855989-followup pada tanggal 10
September 2019 pukul 17.22 WIB
9. Soetirto, I. dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai