Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan penulisan........................................................................................ 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Dislokasi Bahu........................................................................ ..... 3
2.2 Anatomi Fungsional Sendi Bahu
2.2.1 Sendi Glenohumeralis.......................................................................... ..... 4
2.2.2 Sendi suprahumeral.......................................................................... .... 6
2.2.3 Sendi Sternoclaviculare.............................................................. ........ .... 7
2.2.4 Sendi Acromioclaviculare.......................................................... ........ .... 8
2.2.5 Sendi subacromiale................................................................ ............ 9
2.2.6 Sendi Scapulothoracicus............................................................ ........... 9
a. Otot Penggerak Sendi Bahu........................................................... ... 9
b. Otot Penggerak Pergelangan Bahu.................................................. ... 12
2.3 Biomekanika Sendi Bahu........................................................................ ... 14
2.4 Etiologi.................................................................................................. .... 17
2.5 Faktor Resiko................................................................................ ............ 18
2.6 Klasifikasi............................................................................................ ... 13
A. Dislokasi Anterior..................................................................... .......... 20
B. Dislokasi Posterior................................................................... ........ .. 26
C. Dislokasi inferior....................................................................... ........ .. 28
2.7 Diagnosis............................................................................................ . 29
2.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................... .. 30
2.9 Komplikasi....................................................................................... .... 30
2.10 Penatalaksanaan................................................................................ ....... 31
2.11 Prognosis........................................................................................... ....... 31
1
BAB III. KESIMPULAN ...................................................................... ....... 34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... vi

BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1 Latar Belakang1,6
Fungsi anggota badan (Ekstrernitas) manusia bagian atas yang terdiri atas lengan dan
tangan adalah bagian yang sangat penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Kita
mempergunakan anggota badan bagian atas tersebut antara lain untuk membersihkan diri,
mengenakan pakaian, makan, minum, mengendarai kendaraan, menyelesaikan pekerjaan kita
masing-masing serta masih banyak kegiatan sehari-hari yang mempergunakan anggota badan
bagian atas.

Agar lengan dan tangan tersebut dapat berfungsi dengan baik, selain otot-otot dan
persyarafannya harus baik, maka persendian harus dapat berfungsi secara baik pula. Gerakan –
gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang saling
berhubungan erat. Adanya gangguan pada persendian yang berupa terbatasnya gerakan dan
kekakuan sendi akan dapat mengakibatkan terganggunya fungsi anggota badan bagian atas
tersebut, sehingga mengakibatkan terhalangnya sebagian kegiatan kita sehari-hari. Salah satu
sendi pada anggota badan bagian atas yang sering mengalami gangguan adalah sendi bahu.

Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu gangguan pada sendi di ekstremitas atas
yang masih sering kita temukan. Dislokasi itu sendiri adalah terlepasnya sebuah sendi dari
tempat yang seharusnya. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya.

Dislokasi bahu sering dijumpai oleh atlet – atlet olahraga. Olahraga yang biasa
menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Dislokasi bahu juga bisa disebabkan karena
trauma yang membentur bagian bahu saat berkendara atau karena terjatuh terpeleset dan dapat
pula dislokasi ini disebabkan karena adanya kelainan patologis pada tubuh.

Secara statistic : dislokasi yang terjadi biasanya 96% dislokasi kearah depan bahu
(anterior), 3,4% dislokasi kearah belakang bahu (posterior), dan 0,1% dislokasi bahu yang
turun ke bawah (inferior / luxatio erecto).

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

3
1. Menambah ilmu, wawasan dan pengetahuan mengenai dislokasi bahu

2. Memenuhi persyaratan bagi mahasiswa untuk mengikuti persyararatan kepaniteraan


klinik Ilmu Bedah RS. TNI-AL Dr.Mintohardjo jakarta

1.2.2 Tujuan Khusus

Mendapatkan gambaran anatomi, gambaran klinis, dan penanganan dari dislokasi bahu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dislokasi Bahu2,3

4
Beberapa Pengertian Dislokasi:

• Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis ( tulang lepas dari sendi ) ( Brunner & Suddarth ).

• Keluarnya ( bercerainya ) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu


kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).

• Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di
sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).

Jadi dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi), atau suatu keadaan
dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis.
Secara kasar adalah tulang terlepas dari persendian.

Subluksasi adalah dislokasi parsial (sebagian) permukaan persendian kadang dapat


muncul dan berganti dengan episode dislokasi total.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

2.2 Anatomi fungsional sendi bahu1,2,5,8

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga
memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi
bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-
tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone),
dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular,
sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut
bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat luas lingkup geraknya
5
karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal
(Sidharta, 1984).6

Berbeda dengan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila
dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada beberapa fungsi persendian yang kompleks,
yaitu:

1. Sendi glenohumeralis

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah pir. Permukaan sendi meliputi oleh rawan
hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell, 1997).

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas


dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih
dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih
luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamen


glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral dan ligamen
coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum anatomicum
humeri (Snell, 1997).

Ligament yang memperkuat antara lain:

6
1) Ligamentum coraco humerale, yang
membentang dari procesus coracoideus sampai tuberculum humeri.

2) ligament coracoacromiale, yang


membemtang dari procesus coracoideus sampai acromion.
3) ligament glenohumerale, yang
membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke collum anatobicum, dan ada 3 buah
yaitu:
a) ligament glenohumerale superior, yang melewati articulatio sebelah
cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah
ventral.
c) Ligamentum glenohumeralis inferios, yang melewati articulation
sebelah inferios.

Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:

1) Bursa musculus latisimus dorsi, terletak pada tendón teres mayor dan tendon latisimus
dorsi.

2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositas humeri.
3) Bursa musculus pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio musculus
pectoralis mayor.
4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah musculus
deltoideus.
5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum coracoclaviculare.
6) Bursa musculus subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan
musculus subscapularis.
7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit

Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°,
serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1) gerak
protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi
terjadi roll clavicula kearah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll kearah
cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai fleksi 90°) terjadi gerak

7
elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah
cranial.

2. Sendi Sternoclaviculare

Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavicularis, dengan incisura clavicularis sterni.


Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantara
kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuaikan
kedua facies articularisnya dan sebagai cavum articulare. Capsula articularis luas, sehingga
kemungkinan gerakan luas.

Ligamentum yang memperkuat:


1) ligamentum interclaviculare, yang
membentang diantara medial extremitas sternalis, lewat sebelah cranial incisura
jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang
membentang diantara costae pertama sampai permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare,
yang membentang dari bagian tepi caudal incisura clavicularis sterni, kebagian
cranial extremitas sternalis claviculare.

Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°,
serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1) gerak
protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi
8
terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll kearah
cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai fleksi 90°) terjadi gerak
elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah
cranial.

3. Sendi Acromioclaviculare

Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion


scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara facies
articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena
facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

Ligamentum yang memperkuatnya:


1) Ligament acromio claviculare,
yamg membentang antara acromion dataran ventral sampai dataran caudal
clavicula.
2) ligament coraco clavicuculare,
terdiri dari 2 ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,

Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada
sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari

9
sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi
sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.

4. Sendi Scapulothoracicus

Sendi scapulothoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula
terhadap dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002].

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kearah medial lateral yang dalam
klinis disebut down ward-up, wardrotasi juga gerak kearah cranial-caudal yang dikenal
dengan gerak elevasi-depresi. Pada sendi ini, skapula bergerak menggelincir pada dinding
thoraks. Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula ke atas, ke bawah, ke
depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus. Biasanya gerak skapula
adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa antara sendi glenohumeral dan


scapulothoracicus terdapat perbandingan saat melakukan gerakan abduksi dan fleksi bahu.
Mereka menemukan bahwa dua pertiga dari gerakan tersebut dilakukan oleh sendi
glenohumeral (sekitar 1200) sedangkan sepertiganya oleh sendi scapulothoracius (sekitar 600).
Jadi perbandingannya 2:1, yang merupakan hasil yang konstan.

Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya
sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan gerakan
bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang
menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle). Otot-otot tersebut, yaitu :

a. Otot Penggerak Sendi Bahu

1. Deltoid

Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :


• Pars clavicularis (anterior)
Origo : Acromial sepertiga clavicula
Gerakan : Prime mover fleksi 90° dan adduksi bahu dan sebagai
pembantu gerakan internal rotasi dan abduksi lebih dari 60° dari
bahu.
• Pars acromialis (middle)
10
Origo : Acromion
Gerakan : Prime mover abduksi bahu sampai 90°
• Pars spinalis (posterior)
Origo : Spina scapula (ventral bertendon pendek, dorsal bertendon
panjang)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu
Insertio : Tuberositas deltoid (bursa subdeltoid antara otot dan
tuberkulum majus)
Persyarafan : N. Axillaris (C5 – C6)

2. Suprasipnatus

Origo : Fosa supraspinatus


Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover abduksi bahu hingga 90°

3. Infraspinatus

Origo : Fosa infraspinatus


Insertio : Middle dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N.Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover rotasi ke lateral dan ekstensi horisontal bahu
dan sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.

4. Subskalpularis

Origo : Fosa subskapularis


Insertio : Tuberculum minus humerus
Persyarafan : N. Subskapularis superior dan inferior (C5 – C6)
Gerakan : Prime mover rotasi ke dalam dari humerus

5. Teres minor

Origo : Permukaan belakang lateral scapula


Insertio : Distal dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Axillaris (C5)
11
Gerakan : Prime mover rotasi kelateral dan ekstensi horisontal bahu dan
sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.

Kelima otot di atas disebut juga sebagai otot intrinsik bahu, sedangkan otot nomor dua hingga
lima disebut sebagai “Rotator Cuff”.

6. Teres mayor

Origo : Lateral skapula dan angulus inferior


Insertio : Krista tuberkulum minus humerus
Persyarafan : N. Subskapularis inferior (C5 – C6)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu

7. Lattisimus dorsi

Origo : Proccesus spinosus dari thoracal 6 hingga lumbal, belakang


sacrum, bagian posterior crista illiaka dan beberapa tulang iga
bagian bawah.
Insertio : Medial sulkus bisipitalis
Persyafaran : N. Thorakodorsalis (C7 – C8)
Gerakan : Prime mover ekstensi dan rotasi kemedial dari bahu.

8. Coracobrachialis

Origo : Proccesus korakoid skapula


Insertio : Permukaan anteromedial humerus
Persyarafan : N. Muskulokutaneus (C6 – C7)
Gerakan : Prime mover fleksi bahu 90°

9. Pectoralis mayor

Dibagi tiga, yaitu :


• Pars klavikularis
Origo : dua pertiga bagian medial clavicula

12
• Pars manubrialis
Origo : Sternum
• Pars Sternokostalis
Origo : Kartilago kostae 1 – 6
Insertio: Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Pektoralis medial dan lateral (C5, C6, C7, C8, T1)
Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial bahu.

b. Otot Penggerak Pergelangan Bahu

1. Serratus anterior

Origo : 8 tulang rusuk bagian anterolateralis


Insertio : Permukaan anterior skapula dari sudut atas hingga bawah
Persyarafan : N. Thorakalis longus (C5, C6, C7)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke atas skapula dan sebagai
pembantu gerakan abduksi bahu 90°

2. Rhomboideus mayor

Origo : Proccesus spinosus thorakal 2, 3, 4, dan 5


Insertio : Medial skapula hingga bawah skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan sebagai
pembantu gerakan elevansi skapula.

3. Rhomboideus minor

Origo : Proccesus spinosus cervikal 7 dan thorakal 1


Inserti : Spina skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan sebagai
pembantu gerakan elevansi scapula

4. Levator Scapula

Origo : Proccesus transversus cervikalis 1 – 4


Insertio : Tepi atas skapula
13
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C3, C4, C5)
Gerakan : Prime mover elevansi skapula

5. Pectoralis minor

Origo : Tulang iga 3, 4, 5


Insertio : Proccesus korakoideus
Persyarafan : N. Pektoralis medialis (C8 – Th1)
Gerakan : Adduksi horisontal bahu

6. Subclavia

Origo : Permukaan atas tulang rusuk


Insertio : Bagian bawah klavikula
Persyarafan : N. Subklavius (C5 – C6)
Gerakan : Depresi klavikula

7. Trapezius

Dibagi menjadi 3, yaitu :


• Superior
Origo : Sepertiga medial dari tulang occiput
Insertio : Sepertiga lateral dari klavikula bagian posterior
Gerakan: Elevasi skapula
• Middle
Origo : Proccesus spinosus thorakalis atas
Insertio : Tepi medial spina scapula
Gerakan: Adduksi skapula
• Inferior
Origo : Proccesus spinosus thorakalis bawah
Insertio: Tepi bawah spina skapula
Persyarafan : N. Accessory (C3 – C4)
Gerakan : Depresi dan adduksi scapula

2.3 Biomekanika Sendi Bahu

A. Gerakan dan luas gerak sendi bahu


14
Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok otot
penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan skapula dan gerakan dari humerus.
Gerakan-gerakan tersebut antara lain :

1) Gerakan Scapula

a. Elevasi dan Depresi

Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra, dapat


dilakukan dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan depresi adalah
kembalinya bahu dari posisi elevasi. Gerakan vertikal disertai dengan tilting.
Total luas geraknya adalah 10 – 12 cm.

b. Abduksi (prorotasi) dan Adduksi (retraksi)

Protraksi adalah gerakan kelateral skapula menjauhi vertebra. Gerakan ini


dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan mendorong ke depan. Retraksi
yaitu gerakan skapula ke medial, dapat dilakukan dengan menarik bahu ke
belakang. Total luas geraknya adalah kira-kira 15 cm.

c. Upward rotation dan downward rotation

Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari scapula pada bidang frontal
sehingga fossa glenoidalis bergerak ke atas. Sedangkan downward rotation yaitu
gerakan kembali dari upward rotation. Total luas gerak 60°, displacement sudut
bawah skapula 10 – 12cm dan sudut superolateral 5 – 6cm.

d. Upward tilt dan reduction of upward tilt.

Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horisontalyang


menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas. Gerakan ini terjadi
oleh karena rotasi dari klavikula, sehingga bagian superior skapula bergerak
naik-turun dan bagian inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini hanya terjadi
jika bahu hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan kembali dari
upward tilt.

15
2) Gerakan Humerus

Posisi awal berdiri tegak dengan lengan di samping tubuh.

a. Fleksi dan Ekstensi

Gerak fleksi adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari
0° ke 180°. Gerak yang berlawanan ke posisi awal (0°) disebut gerak depresi
lengan. Gerak ekstensi adalah gerak dari lengan dalam bidang sagital ke
belakang dari 0° ke kira-kira 60°.
Gerakan fleksi dibagi menjadi 3 fase :
• Fase 1, fleksi 0° sampai 50° - 60°. Otot yang terlibat yaitu deltoid
anterior, korakobrakhialis, pektoralis mayor serabut klavikular. Gerakan
fleksi bahu ini dibatasi oleh tegangan dari ligamen korakohumeralis dan
tahanan yang dilakukan oleh teres minor, teres major dan infraspinatus.
• Fase II, Fleksi 60° - 120°. Pada fase ini diikuti gerakan shoulder girdle,
yaitu rotasi 60° dari skapula, sehingga glenoid cavity menghadap ke atas
dan ke depan, dan aksial pada sendi sternoklavikular dan akromioklavikular,
setiap sendi membantu 30°. Gerakan ini melibatkan otot trapezius, serratus
anterior. Fleksi pada sendi skapulothorakis dibatasi oleh tahanan lattisimus
dorsi dan serabut kostosternal dari pektoralis mayor.
• Fase III, fleksi 120° - 180°. Jika hanya satu lengan yang fleksi dari
kolumna spinalis. Bila kedua lengan fleksi maksimum akan terjadi gerakan
lordosis dari lumbal melebihi normal.

b. Abduksi dan Adduksi

Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang
frontal dari 0° ke 180° Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi yaitu
gerak lengan menuju garis tengah tubuh.

Gerakan abduksi dibagi menjadi 3 fase :

• Fase I, abduksi 0° – 90° merupakangerakan start abduksi dari sendi


bahu. Otot-otot yang terlibat yaitu deltoid middle dan supraspinatus. Pada
akhir abduksi 90°, shoulder mengunci sebagai hasil greater tuberosity
menyentuh superior margin dari glenoid.
16
• Fase II, abduksi 90° –150° , ketika abduksi 90°, disertai fleksi sehingga
dapat aduksi sampai 120° shoulder mengunci dan abduksi hanya dapat maju
dengan disertai gerakan shoulder girdle. Gerakan ini adalah ayunan dari
skapula dengan rotasi tanpa mengunci, sehingga kavitas glenoidalis
menghadap agak keatas dengan luas gerakan 60° Aksial rotasi pada sendi
sternoklavikularis dan akromioklavikularis, setiap sendi membantu gerakan
30°. otot- otot yang terlibat ialah trapezius atas dan bawah dan seratus
anterior. Pada gerakan 150° , yang dihasilkan oleh rotasi skapula diketahui
dengan adanya tahanan peregangan dari otot-otot abduktor yaitu latissimus
dorsi dan pektoralis mayor.
• Fase III, abduksi 150° – 180° dalam fase ini, abduksi mencapai posisi
vertikal dan disertai gerakan kolumna spinalis . Bila gerakan hanya satu
tangan disertai pemelesetan ke lateral dari kolumna splinalis yang
dihasilkan oleh otot spinal lawannya. Jika kedua lengan abduksi bersama-
sama sampai 180° akan terjadi lumbar lordosis yang dipimpin oleh otot
spinal.

c. Fleksi dan Ekstensi horizontal

Gerak fleksi horizontal adalah gerak dari lengan dalam bidang horizontal
mulai 0° – 135°. Gerak ekstensi horisontal ialah gerak lengan kebelakang dalam
bidang horisontal dari 0° – 45°.

d. Rotasi

Rotasi dengan lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan
bawah digerakkan menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan
bawah digerakkan menuju garis tengah tubuh disebut endorotasi. Luas geraknya
90°. Rotasi dengan lengan dalam abduksi 90° dan telapak tangan menghadap
kebawah, bila lengan diputar kearah kranial disebut eksorotasi dan bila kearah
kaudal disebut endorotasi. Luas geraknya 90° .

B. Pengukuran ROM (Luas Gerak Sendi) Bahu

17
Alatnya disebut Goniometer. Untuk mengukur LGS dibutuhkan 3 titik atau minimal
2 titik. Titik pertama terletak diatas sendi yang akan diukur, titik kedua terletak pada
sendi itu sendiri sedangkan titik ketiga berada dibawah sendi yang akan diukur.
Dalam pengukuran LGS ini terdapat 2 macam sistem penulisan yaitu :

1) ISOM ( International standart Orthopaedic measurement)

Ketentuan pencatatan :
Sendi : Bidang : Gerakan : Zero starting position - Gerakan
Contoh : Shoulder: Sagital : Ekstensi- 00-fleksi
Sagital : 50° - 0° – 180°
LGS (ROM) = 230°

2) AAOOS (American Academy of Orthopaedic Surgeon)

Ketentuan pencatatan :
Sendi : Zero Starting Position – Gerakan
Contoh : Shoulder : fleksi 0° – 180°

2.4 Etiologi 6,7

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga
ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya
tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan
congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale

Dislokasi dapat disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga


Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah
raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terpeleset diatas lantai yang licin

18
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang

2.5 Patofisiologi 10

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh yang bertumpu pada tangan dan bahu.
Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Meski jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah;
lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi di bawah coracoid).

Cross-sectional anatomy of a
normal shoulder. Note the close
relationship between the
subscapularis tendon and the
anterior capsule. A magnified view
of the area show that the labrum is
essentially devoid of fibrocartilage
and is composed of tissues from
nearby hyaline cartilage, capsule,
synovium, and periosteum

Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior glenoid.
Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus
keduanya terlepas atau terentang kearah anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi
pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat
kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.

2.6 Klasifikasi 6

Klasifikasi dislokasi :
1. Dislokasi Congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik :

19
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi Traumatik :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan
sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi :

1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot
dan tarikan.

Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4% dislokasi
posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus dari sendi
glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi
posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)

Klasifikasi Dislokasi Bahu (shoulder dislocation) : 4,6,8,10

A. Dislokasi Anterior

20
Dislokasi preglenoid, subcoracoid, subclaviculer. Paling sering ditemukan jatuh
dalam keadaan out stretched atau jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu atau
cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, dan ekstensi. trauma pada scapula
gambaran klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu rata,
caput humerus bergeser ke depan pada pemeriksaan radiologis.

• Manifestasi :

1. Khas : penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku
dengan menggunakan tangan sebelahnya.
2. Lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat ‘squared off’
4. Nyeri yang sangat.

• X ray : AP dan axial atau “Y” Scapular view akan membantu membedakan
dislokasi anterior dengan posterior.

Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk menyingkirkan


fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya Manipulasi dan Reduksi. ada
peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi bahu yang rekuren dan
atraumatis tidak membutuhkan pre-Manipulasi dan reduksi X ray. Namun,
keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.

21
• Komplikasi

1. Rekuren
Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari
humeral head atau suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan
lingkar glenoid anterior setiap mengalami dislokasi) dapat terlihat pada
pasien yang sebelumnya menderita dislokasi anterior.
2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada pasien > 45 tahun).
3. Fraktur anterior glenoid lip
4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus brakialis.
Catatan : Harus memeriksa :
Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada deltoid atau
‘regimental badge’area, Pulsasi pada pergelangan tangan, Fungsi Nervus
radialis.

22
• Terapi :

1. Isolated anterior dislocation : Manipulasi dan reduksi (dengan bermacam-


macam teknik) dibawah conscious sedation.
2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :
Manipulasi dan reduksi dibawah conscious sedation.
3. Dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : Manipulasi dan
reduksi dibawah general anestesi, pertimbangkan ORIF.

• Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV plug untuk


antisipasi Manipulasi dan Reduksi ), kemudian X ray yang diikuti Manipulasi
dan reduksi dibawah conscious sedation.

• Manipulasi dan Reduksi : merupakan teknik traksi yang disukai untuk digunakan
dari pada teknik terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.
Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana
pasien dapat dimonitoring, dan pasien berada pada kondisi conscious sedation.

1. Teknik Cooper-Milch

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine


dengan siku fleksi 90o.

23
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi abduksi penuh yang
ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang lembut pada
sisi medial dan inferior dari humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.

2. Teknik Stimson’s

Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED


yang sangat sibuk.
a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi dengan
lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg terikat
pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.

3. Teknik Hipocrates

Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam
waktu 15 menit.

24
a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.
b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus kearah lateral dan posterior.
c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan
penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu
d. Pasang collar dan cuff, periksa x-ray post reduksi

4. Teknik kocher
Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat
dibagi menjadi 4 tahap :
a. tahap 1 : dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah
distal.
b. tahap 2 : dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu
c. tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
d. tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu
Setelah terreposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan lengan
bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu

25
5. Teknik Countertraction

Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.


a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.

6. Teknik Spaso

Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas tetapi dianggap bahwa metode
ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.

a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit di dinding dada.


b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.
Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90o, akan terdengar bunyi
‘clunk’, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.

26
B. Dislokasi Posterior

Biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna, serta
terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu, dan dapat juga terkait dengan
kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.

• Manifestasi
1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2. Penderita merasakan nyeri, dan terdapat penurunan pergerakan dari bahu.

• X ray : posisi AP dan “Y” scapular view


Catatan : sangat mudah terjadi miss diagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu
AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi
internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum pada
foto bahu AP.

27
• Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brachialis.

• Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior


1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba Manipulasi dan reduksi dibawah IV
conscious sedation.
2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba Manipulasi dan
reduksi dibawah conscious sedation.
3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk
Manipulasi dan reduksi di bawah general anestesi, pertimbangkan ORIF.

• Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada


posisi abduksi 90o.
2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet
dibawah aksilla perlu dilakukan.
3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.
4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada seorang
dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan cuff.
5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan
early mobilization.

• Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari


28
C. Dislokasi Inferior

Pada luxatio erecta posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus
terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek . Karena robekan kapsul
sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik
keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing” ( Button hole effect ). Pengobatan
dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi
terbuka dengan operasi

• Manifestasi klinis :

1. Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’


2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.

• X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.

29
• Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.

• Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:


1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba Manipulasi dan
reduksi dibawah IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba Manipulasi dan reduksi
dibawah General anestesi, pertimbangkan ORIF

• Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada


lengan yang di abduksi.
2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.

• Disposisi : kontrol ke poli orthopedi setelah 3 hari.

2.7 Diagnosis 2,6

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau


alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat memberikan
informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih
membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada
dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat
penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk mempertimbangkan penanganan yang
akan diambil.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri saat
gerakkan, lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh, pasien
mengendong tangan yang sakit dengan yang lain, pasien tidak bisa memegang bahu yang
berlawanan, terdapat tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi – eksorotasi, tepi
bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu.

30
Ada 2 tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu terutama pada dislokasi anterior yaitu
sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah
akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu
menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia
tidak dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal,
bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi
badan penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula
bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika
pasien tidak terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang
tergeser dapat diraba dibawah prosesus korakoideus.1,2,3,4,7

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas
(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam
abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring.
Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya
menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana
dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.2

2.8 Pemeriksaan Penunjang 5

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu anteroposterior
(AP) dan lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular view. Selain itu juga dianjurkan
melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat dislokasi
posterior. Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih mudah
diintepretasi.

2.9 Komplikasi 2,7

Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus
aksilaris, serta interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat terjadi
terutama pada orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang berlebihan.
Langkah antisipatif yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan melakukan
penekanan kuat pada aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa:
• Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang
31
secara otomatis membatasi Abduksi

• Dislokasi rekurens yaitu : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid

• Kelemahan otot

2.10 Penatalaksanaan 5,7,10,11

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

o Lakukan reposisi segera.


o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
(dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku
atau jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya valium.
o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran
sendi
o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan, maka
dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :

1. Dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri

2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah
keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.

Operasi terdiri atas tiga jenis :

1. Operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur
Bankart)

32
2. Operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan
perbaikan tumpang – tindih (operasi Plutti – Platt)

3. Operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan tulang


otot lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow – Helfet, 1958)

Kalau labrum dan kapsul anterior terlepas, dan sendi tidak nyata – nyata longgar,
sebaiknya dilakukan operasi Bankart yang digabungkan dengan kapsulografi anterior. Sendi
dibuka dengan pendekatan deltopektoral, labrum dijahit pada lubang yang dibor pada lingkar
glenoid dan bila perlu, kapsul dikencangkan dengan lipatan tumpang tindih tanpa
memperpendek subskapularis (Thomas dan Matsen, 1989). Operasi plutti – Platt di mana
subskapularis ditumpang dan dipendekkan, juga memberikan hasil yang baik tetapi dengan
kerugian berupa hilangnya rotasi luar (Hovelius dkk., 1983; Regan dkk; 1989). Operasi
Bristow dimana prosessus coracoids dengan otot – otot yang melekat ditransposisikan ke depan
leher scapula, lebih sedikit menghilangkan rotasi luar.

Lamanya immobilisasi setelah reduksi tertutup dan pasca operasi sukses tergantung
pada usia pasien dan arah dislokasi. Untuk dislokasi anterior: Pasien <40 tahun: diimobilisasi
selama 3-4 minggu, Pasien> 40 tahun: diimobilisasi selama 1-2 minggu. Mengurangi dislokasi
posterior : diimobilisasi selama 4 minggu. Dan untuk dislokasi superior atau inferior:
diimobilisasi selama 3-6 minggu. Selama periode imobilisasi, latihan harian ROM siku harus
dilakukan.

33
Below is an arthroscopic view of a post dislocation Bankart lesion (tear of the anterior labrum). And Below the
sutures have been tied and the anterior glenoid labrum have been repaired arthroscopically.

2.11 Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi

BAB III
KESIMPULAN

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi)

Sendi bahu dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula
(collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Berdasarkan anatomis tentang gelang
bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada beberapa fungsi persendian
yang kompleks yaitu : Sendi Glenohumeralis, Sendi suprahumeral, Sendi Sternoclaviculare,
Sendi Acromioclaviculare, Sendi subacromiale, Sendi Scapulothoracicus.

Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya
sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan gerakan
bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang
menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle).

34
Menurut biomekanika Sendi Bahu, Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang
didasarkan pada kelompok otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan Skapula
(Elevasi dan Depresi, Abduksi (prorotasi) dan Adduksi (retraksi), Upward rotation dan
downward rotation, Upward tilt dan reduction of upward tilt) dan gerakan Humerus (Fleksi
dan Ekstensi, Fleksi dan Ekstensi lumbar dan Rotasi)

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga
ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya
tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan
congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale

Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4% dislokasi
posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus dari sendi
glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi
posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system.


Lea and Febriger Philadelphia, London halaman 225-234.
2. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga,
Jakarta: PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
3. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua.
Penerbit Buku Kedoktern EGC. Jakarta
4. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.
5. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins
6. http://www.scribd.com/doc/75296840/shoulder-dislocation [diunduh : 20 Februari
2012]
7. http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/RockwoodGreensFracturesinAdults/sid9
30742.html [diunduh : 20 Februari 2012]

35
8. http://www.ebmedicine.net/topics.php?
paction=showTopicSeg&topic_id=120&seg_id=2486 [diunduh : 20 Februari 2012]
(x-ray view)
9. http://reference.medscape.com/features/slideshow/sdrt [diunduh : 20 Februari 2012]
10. http://www.practicalpainmanagement.com/pain/other/dislocated-shoulder-
approaches-lessen-pain-reduction-techniques [diunduh : 20 Februari 2012]
11. http://shoulderville.blogspot.com/2008/06/arthroscopic-surgery-and-first-time.html
[diunduh : 27 februari 2012]

36

Anda mungkin juga menyukai