Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

Proses Penyembuhan Fraktur Pada Pasien Diabetes Melitus

Oleh:
FITRAH HAYATI
H1AP12014

Pembimbing:
dr. Abdul Wasik, Sp.OT

STASE ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
RUMAH SAKIT M. YUNUS BENGKULU
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Fitrah Hayati

NIM

: H1AP12014

Fakultas

: Kedokteran

Judul

: Proses Penyembuhan Fraktur Pada Pasien Diabetes Melitus

Bagian

: Bedah

Pembimbing

: dr. Abdul Wasik, Sp.OT

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik di Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.

Bengkulu, Januari 2017


Pembimbing

dr. Abdul Wasik, Sp.OT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran Universitas
Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dr. Abdul Wasik, Sp.OT sebagai pembimbing yang telah


bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta
bantuan dalam penyusunan tugas ini.

2.

Teman teman yang telah memberikan bantuan kepada penulis


dalam menyusun laporan referat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat berharap agar referat ini
dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu,

Penulis

Januari 2017

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat
umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang
bekerja yang membutuhkan kesimbangan, masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang
beresiko tinggi (tukang besi, supir, pembalap mobil, orang dengan penyakit degeneratif atau
neoplasma).
Diabetes melitus merupakan kondisi metabolik kronik yang ditandai adanya
hiperglikemia persisten dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan terkait komplikasi
mikrovaskuler ataupun makrovaskuler. DM tipe 1 disebabkan defisiensi insulin akibat
destruksi sel-sel di pankreas yang diperantarai proses autoimun. Pada DM tipe 2, terjadi
resistensi insulin, glukoneogenesis di hepar yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang
terganggu sehingga menyebabkan defisiensi relatif hormon insulin. Kerusakan mikrovaskuler
dan makrovaskuler pada diabetes menyebabkan neuropati perifer dan berakibat berkurangnya
sensasi proprioseptif dan nyeri. Mikrotrauma berulang dan tidak nyeri akibat neuropati akan
menyebabkan destruksi persendian secara perlahan dan diperberat karena proses
penyembuhan yang buruk dan iskemia perifer.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fraktur
2.1.1 Definisi
Fraktur adalah deformasi atau hilangnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat terjadi akibat
trauma, stress berulang, serta akibat kelainan pada tulang (fraktur patologis;misalnya pada
osteoporosis).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur patologis.
Frakur adalah setiap patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,
deformitas, gangguan fungsi, dan krepitasi. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang
diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Jadi, fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang terjadi akibat
trauma atau proses patologis.
2.1.2 Klasifikasi fraktur
a). Fraktur komplit dan inkomplit
- Fraktur komplit : garis fraktur melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
- Fraktur inkomplit : garis fraktur tidak mealalui seluruh penampang tulang (Hairline
fracture, buckle fracture, greenstick fracture).
b). Fraktur berdasarkan bentuk garis fraktur
- Fraktur transversal

- Fraktur oblik
- Fraktur butterfly
- Fraktur spiral
- Fraktur segmental
- Fraktur kominutif
c). Fraktur berdasarkan ada tidaknya pergeseran
- Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit namun fragmen tidak bergeser.
- Fraktur displaced (bergeser): terjadi pegeseran fragmen-fragmen fraktur dapat berupa
angulasi, shortening, translation, dan rotasi.
d). Fraktur berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan dunia luar
- Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan dunia luar dengan tulang yang
fraktur.
- Fraktur tertutup : bila tidak terdapat luka yang menghubungkan dunia luar dengan tulang
yang fraktur.
Tabel. 1 Derajat fraktur terbuka menurut Gustilo and Anderson
Derajat
I

Deskipsi luka
Laserasi <1cm
Kerusakan jaringan tidak berarti

II

Relatif bersih
Laserasi >1cm
Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat

III

Ada kontaminasi
Luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan
disekitarnya
Kontaminasi hebat

Gambar.1 Jenis Fraktur berdasarkan garis fraktur

Gambar. 2 Hairline Fracture

Gambar. 3 Buckle Fracture

2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Faktor sistemik
a. Umur : anak-anak dan dewasa lebih cepat penyembuhannya daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis dan penurunan fungsi hati dapat
mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
b. Penyakit sistemik: pada orang yang menderita gangguan pembuuh darah perifer,
hipertensi atau diabetes melitus aliran darah dapat terganggu. Selain itu paad DM,
terjadi hambatan sekresi insulin yang mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
c. Nutrisi : nutrisi yang tidak adekuat akan menghambat pertumbuhan
d. Obat-obatan : obat antiinflamasi non steroid mengurangi respon infalamasi normal.

2. Faktor lokal

a. Lokasi : bagian metafisis lebih cepat sembuh daripada bagian diafisis.


b. Derajat imobilisasi : pergerakan yang banyak dapat mengahambat penyembuhan.
c. Derajat trauma lokal : fraktur yang kompleks dan merusak jaringan lunak sekitarnya
lebih sulit sembuh.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari 5 fase, yakni fase inflamasi, proliferasi, kalus,
ossifikasi, dan remodelling.
1. Fase inflamasi (hematom)
Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan terbentuk hematoma di
sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat
persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian
akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga
hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Fase ini
berlangsung selama 3 hari.

2. Fase proliferasi
Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di
bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus. Ujung fragmen
dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang
membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam
daerah tersebut. Fase ini berlangsung selama 3 hari sampai 2 minggu.

3. Fase Pembentukan Kalus


Sel yang berkembangbiak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan,
juga kartilago. Populasi sel juga mencakup osteoklas yang mulai membersihkan tulang
yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara
tulang fibrosa yang imatur menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin
berkurang pada empat minggu setelah fraktur menyatu. Fase ini berlangsung selama 2
minggu sampai 6 minggu.

4. Stadium Konsolidasi
Kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara perlahanlahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik
berlanjut, fibrosa yang imatur berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang
cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa antara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal. Fase ini berlangsung 3
minggu sampai 6 bulan.
5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan,
atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi

dan pembentukan tulang akan memperoleh bentuk 14 yang mirip bentuk normalnya.
Fase ini berlangsung 6 bulan sampai 12 bulan.

2.2 Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Assocition (ADA) 2010, diabetes merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena
kelainan kerja insulin atau sekresi insulin atau keduanya. Insulin merupakan hormon yang
dalam keadaan normal dihasilkan oleh sel beta pankreas akibat pengaruh rangsangan. Secara
fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama hormon glukagon yang
disekresikan oleh sel alfa pankreas.
Klasifikasi DM:
1. DM tipe 1 : destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.
2. DM tipe 2 : bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan efek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. DM tipe lain :
a. Defek genetik fungsi sek beta: MODY (maturity onset diabetic of young)
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, tumor pankreas
d. Endokrinopati : hipertiroidisme
e. Obat/zat kimia: glukokortikoid
f. Infeksi : rubella kongenital
g. Sindrom genetik lain : sindrom turner, dll.

4. DM gestasional.

2.3 Proses Penyembuhan Fraktur Pada Pasien Diabetes Melitus


Pada pasien DM terjadi peningkatan gula darah sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan
metabolik dimana kadar Low Density Lipoprotein (LPL) , Very Low Density Protein
(VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin,
peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet yang
menyebabkan atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar,
dan proliferasi endotel. Pembuluh darah yang terkena aterosklerosis akan berkurang
elastisitasnya dan aliran keseluruh akan terganggu. Suplai darah merupakan hal yang sangat
krusial untuk mempertahankan kehidupan jaringan. Hipoksia jaringan mengakibatkan
lingkungan yang buruk untuk penyembuhan luka. Studi klinis dan eksperimental juga telah
memperlihatkan adanya hubungan antara diabetes dan penyembuhan fraktur yang tertunda.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita
diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering
terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai
menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes.

2.4 Manajemen preoperatif dan postoperatif pada pasien DM


a. Preoperatif
1. Semua pengobatan umum diteruskan sampai pagi hari operasi
2. Metformin dihentikan 2 hari sebelum operasi mayor karena dapat emnyebabkan
asidosis laktat.

3. Chlorpropamida dihentikan 3 hari sebelum operasi karena masa kerjanya memanjang,


digantikan dengan glibenklamid dengan masa kerja yang kebih pendek.
4. Periksa gula darah preoperatif setiap 4 jam pada DM tipe 1 dan tiap 8 jam pada DM
tipe 2.
b. Intraoperatif
Siapkan aksesm intravena lain untuk infus dextrose 5%,. Bila pasien mulai hipoglikemia
diberikan suplemen dextrose, sebaliknya bila terjadi hiperglikemia intraoperatif dapat
diberikan insulin intravena i unit insulin dapat menurunkan gula darah sebesar 20-30
mg/dL.
C. Postoperatif
Stop infus saat penderita makan dan minum dan mulai memberikan obat oral antidiabetik.

BAB III
KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma,
beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan

fraktur patologis. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyembuhan fraktur adalah
Diabetes Melitus. Pada pasien DM terjadi peningkatan gula darah sehingga menyebabkan
kelainan vaskuler dan metabolik sehingga menyebabkan atherosklerosis, terjadi penebalan
membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel. Pembuluh darah yang
terkena aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya dan aliran keseluruh akan terganggu.
Penurunan suplai darah akan menyebabkan hipoksia yang pada akhirnya mengakibatkan
lingkungan yang buruk untuk penyembuhan luka sehingga penyembuhan luka menjadi
lambat. Studi klinis dan eksperimental juga telah memperlihatkan adanya hubungan antara
diabetes dan penyembuhan fraktur yang tertunda, sehingga diperlukan manajemen operasi
meliputi preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif pada pasien Diabetes Melitus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Smith LL, Burnet SP, McNeil JD. Musculoskeletal manifestations of diabetes mellitus. Br J
Sports Med. 2003; 37(1): 30-5.

2. Alvin CP. Diabetes mellitus. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D,
Jameson JL, editors. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th ed. McGraw-Hill;
2008.pp.2275-310.
3. Silva MBG, Skare TL. Musculoskeletal disorders in diabetes mellitus. Rev Bras Reumatol.
2012; 52: 594-609.
4. Wyatt LH, Ferrance RJ. The musculoskeletal eff ects of diabetes mellitus. Journal of the
Canadian Chiropractic Association 2006; 50(1): 43-50.
5. Boswell SB, Patel DB, White EA, Gottsegen CJ, Forrester DM, Masih S, et al.
Musculoskeletal manifestations of endocrine disorders. Clin Imaging 2014; 38(4): 384-96.
6. Abourazzak FE, Akasbi N, Harzy T. Musculoskeletal manifestations of upper limbs in
diabetes. OA Musculoskeletal Medicine 2014; 2(1): 9.
7. Molsted S, Tribler J, Snorgaard O. Musculoskeletal pain in patients with type 2 diabetes.
Diabetes Research and Clinical Practice 2012; 96(2): 135-40.
8. Arkkila PE, Gautier JF. Musculoskeletal disorders in diabetes mellitus: An update. Best
Pract Res Clin Rheumatol. 2003; 17: 945-70.
9. Banon S, Isenberg DA. Rheumatological manifestations occurring in patients with diabetes
mellitus. Scand J Rheumatol. 2013; 42: 1-10.
10. Arkkila PE, Kantola IM, Viikari JS, Rnnemaa T. Shoulder capsulitis in type I and II
diabetic patients: Association with diabetic complications and related diseases. Ann Rheum
Dis. 1996; 55(12): 907-14.
11. Sjamsuhidajat R. De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.

Anda mungkin juga menyukai