Anda di halaman 1dari 32

Bab 2

Reaksi Jaringan Muskuloskeletal Akibat Gangguan dan Trauma


Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC.

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/ peserta didik diharapkan mampu: menjelaskan tentang reaksi tulang akibat gangguan dan trauma; menjelaskan konsep fraktur dan penyembuhan tulang; menjelaskan tentang reaksi sendi dan kartilago akibat gangguan dan trauma; menjelaskan tentang reaksi otot akibat gangguan dan trauma.

REAKSI TULANG

Gangguan Deposisi Tulang


Osteopetrosis. Pada kondisi ini, deposisi tulang mungkin normal tetapi resorpsinya terganggu, kondisi ini memberikan manifestasi deposisi tulang yang meningkat. Sementara itu, pada kondisi akromegali, adanya peningkatan deposisi tulang terjadi akibat osifikasi intramembran pada periosteum.
4

Gangguan Resorpsi Tulang


Pada kondisi osteoporosis terjadi penurunan deposisi tulang akibat berkurangnya pembentukan osteoblas matriks disertai resorpsi yang meningkat. Bentukkan matriks biasanya normal, tetapi proses kalsifikasi matriks mengalami penurunan. Resorpsi tulang yang lebih besar daripada deposisi akibat trauma akan memberikan perubahan lokal pada tulang. Misalnya: kondisi imobilisasi anggota gerak pada pasien disuse osteoporosis atau gangguan fungsi sendi pada pasien artritis rheumatoid menyebabkan peningkatan resorpsi.
5

Deformitas
Deformitas pada tulang akibat suatu kondisi trauma, bisa merupakan suatu kondisi ketidaksejajaran tulang (loss of alignment). Hal ini terjadi akibat tulang panjang mengalami torsional atau angulasi. Deformitas tulang juga bisa merupakan suatu abnormalitas panjang tulang di mana kelainan tulang mengalami pemendekan atau panjangnya melebihi normal.
6

KONSEP FRAKTUR

Deskripsi
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum dari penggunaan kata fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut serta tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
8

Proses Fraktur
Proses fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Trauma muskuloskeletal yang bisa menjadikan fraktur, dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.

Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam: 1. klasifikasi penyebab; 2. klasifikasi jenis; 3. klasifikasi klinis; 4. klasifikasi radiologis.

10

Klasifikasi Penyebab
Fraktur traumatik. Fraktur patologis (seperti ditunjukkan pada gambar di samping). Fraktur stres.
11

Klasifikasi Jenis

12

Klasifikasi Klinis

1. Fraktur tertutup (close fracture). 2. Fraktur terbuka (open fracture). 3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

13

Klasifikasi Radiologis

14

Faktor-faktor Penyembuhan Faktur


Umur penderita. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Pergeseran awal fraktur. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Reduksi serta imobilisasi. Waktu imobilisasi. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal. Cairan sinovia. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Nutrisi. Vitamin D.
15

Komplikasi Fraktur
Secara umum komplikasi fraktur meliputi: 1. komplikasi awal; 2. komplikasi lama.

16

Komplikasi Awal
Syok Kerusakan Arteri Sindrom Kompartemen Infeksi Avaskular Nekrosis Fat Embolism Syndrome

17

Tanda-tanda Sindrom Kompartemen 5P


1. 2. 3. 4. 5. Pain (nyeri lokal), Paralysis (kelumpuhan tungkai), Pallor (pucat bagian distal), Parestesia (tidak ada sensasi) Pulsesessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki).

18

Komplikasi Lama

Delayed union Non-union Mal-union

19

PENYEMBUHAN TULANG

Tabel 2.4 Proses penyembuhan tulang normal.


Fase 1: Inflamasi Fase 2: Proliferasi sel

Fase 3: Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)

Fase 4: Remodeling

Segera setelah terjadi patah tulang, terbentuk bekuan darah dalam subperiosteum dan jaringan lunak. Neovaskularisasi dan awal pengaturan bekuan darah

Organisasi hematom, pembentukan benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast.

Pembentukan kalus kartilago dan jaring-jaring tulang dekat tempat patah tulang.

Korteks mengalami revitalisasi.

21

REAKSI SENDI

Reaksi Sendi
Bergesernya sendi. Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi. Mobilitas sendi yang berlebihan. Kapsul dan ligamen sendi merupakan jaringan fibrosa yang berfungsi mengamankan sendi dari gerakan abnormal. Apabila terdapat kelemahan kapsul/ligamen karena suatu sebab, maka akan terjadi kecenderungan hipermobilitas sendi.

Mobilitas sendi yang berkurang. Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi karena salah satu sebab, sehingga kemampuan pergerakan sendi kurang dari normal.
23

Reaksi Tulang Rawan Kartilago


Tulang rawan kartilago yang tidak berisikan pembuluh darah, limfatik, atau jaringan saraf bisa bereaksi abnormal terhadap berbagai kondisi gangguan muskuloskeletal dengan tiga cara: 1. destruksi, 2. degenerasi, 3. proliferasi perifer.

24

Destruksi
Kekuatan regenerasi tulang rawan kartilago yang terbatas dari kerusakan yang muncul dari tulang rawan kartilago.

25

Degenerasi
Perubahan tulang rawan kartilago yang lambat dan progresif merupakan respons dari tipe degenerasi yang sering berhubungan dengan proses penuaan. Perubahan pada kartilago ini bisa berupa penipisan/erosi permukaan membran, penurunan viskositas cairan sinovia, penyempitan ruang sendi, dan kerusakan atau destruksi kartilago.
26

Proliferasi Perifer
Bagian perifer kartilago tidak sama seperti bagian sentral, di mana berlapiskan perikondrium dan berhubungan dengan cairan sendi. Degenerasi kartilago pada bagian sentral akan direspons dengan pembentukan kartilago tipis seperti cincin yang merupakan formasi dari kondrosit yang mempunyai tujuan awal untuk mempermudah pergerakan sendi.

27

REAKSI PADA OTOT

Disuse Atrofi
Pada keadaan ini, atrofi terjadi apabila otot tidak dipergunakan secara normal dalam jangka waktu tertentu. Beberapa kondisi seperti pascapoliomielitis, polineuritis, miastenia gravis, atau muscular dystrophy, imobilisasi yang lama, memberikan respons penurunan kontraksi otot harian dan meningkatkan risiko atrofi otot. 29

Hipertrofi
Bila otot dilatih untuk suatu ketahanan tertentu atau dipergunakan secara berlebihan, maka dapat terjadi hipertrofi otot.

30

Nekrosis Iskemia
Penyumbatan arteri otot, baik oleh karena

spasme yang terus-menerus, trombosis


atau emboli dalam jangka waktu 6 jam dapat menyebabkan nekrosis otot.

31

Kontraktur
Apabila terjadi pemendekan otot dalam jangka waktu tertentu, maka dapat terjadi kontraktur otot. Kontraktur juga dapat terjadi akibat penyakitpenyakit tertentu misalnya pada Volkmanns ischemic necrosis, poliomielitis, atau muskular distrofi.
32

Anda mungkin juga menyukai