Anda di halaman 1dari 11

Makalah Ilmiah

Cedera Anterior Cruciatum Ligament (ACL)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Kedokteran dan


Patofisiologis

Dosen Pembimbing : Faizah Abdullah, S.St.FT, S.Ft, M.Biomed

Disusun Oleh :

Aisyah Aji Furqonah 1806179825

Larasati Dewi Sartika 1806180064

Lia Chistina 1806179876

Ghazy Albahy R 1806180051

Siti Nurhalizah 1806179926

Ummulkhair Sakinah 1806179806

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PENDIDIKAN VOKASI

UNIVERSITAS INDONESIA

2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anterior cruciate ligament (ACL) adalah ligamen yang paling sering
mengalami cedera pada lutut. Penyebab utamanya terjadinya ACL
adalah aktifitas olah raga. misalnya pada pemain sepak bola atau basket.
Anterior cruciatum ligament (ACL) adalah salah satu dari empat
ligamentum utama di dalam lutut yang menghubungkan tulang tibia dan
femur. Fungsi utama ligamentum ini adalah untuk mencegah tulang
tibia bergeser ke arah depan dari tulang femur dan untuk mengontrol
gerakan rotasi dari lutut.
Oleh karena itu, ruptur ACL dapat mengakibatkan sendi lutut
menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia dapat bergerak secara bebas.
Ruptur anterior crusiatum ligament (ACL) sering terjadi pada kegiatan
olahraga yang pada dasarnya terdapat gerakan jongkok, memutar,
menghentikan gerakan, dan melompat.
Berdasarkan penelitian Kaiser (Hewet & Timoty , 2007) olahraga
seperti football, baseball, basket, dan sepak boladan ski terdapat 78%
cedera ligamen cruciatum anterior menyertai dalam kegiatan olahraga.
Oleh karena itu, bagi pemain bola yang melakukan kegiatan latihan
fisik yang pada dasarnya termasuk high impact memiliki
kecenderungan besar untuk mengalami cedera ruptur anterior cruciate
ligament(ACL).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penatalaksanaan Fisioterapi cedera Anterior Cruciatum
Ligament (ACL)?

1.3 Tujuan
Mampu memahami dan menerapkan penatalaksanaan Fisioterapi
pada cedera Anterior Cruciatum Ligament (ACL)?.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah salah satu dari empat
ligamen utama yang menstabilisasi sendi lutut. Ligamen ini terdiri dari
jaringan fibrosa yang menyerupai tambang yang berkoneksi dengan
tulang di persendian. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang
mencegah pergeseran ke depan yang berlebih dari tulang tibia terhadap
tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang
berlebih tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil.

2.2 Derajad ACL


Robekan ACL lebih dari 50 % atau robekan total dapat
menyebabkan ketidakstabilan sendi lutut. Penderita akan merasa
lututnya sering “goyang”, nyeri dan bengka. Ketidakstabilan sendi lutut
juga akan menimbulkan cedera lanjutan berupa rusaknya bantal
sendi/meniskus dan tulang rawan sendi.
Penilaian derajat cedera ACL dapat dilakukan berdasarkan robekan
yang terjadi, yaitu:
1. Derajat 1: Robekan mikro pada ligamen. Umumnya tidak
menimbulkan gejala ketidakstabilan dan dapat kembali bermain
setelah proses penyembuhan.
2. Derajat 2: Robekan parsial dengan perdarahan. Terjadi penurunan
fungsi dan dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan.
3. Derajat 3: Robekan total dengan gejala ketidakstabilan yang sangat
bermakna.

2.3 Etiologi
Mekanisme yang sangat umum ditemui saat terjadinya ruptur ACL
adalah kombinasi dari gerakan berhenti yang terlalu tiba-tiba dari kaki
yang disertai gerakan memutar yang tiba-tiba dari lutut. Saat ACL
terrobek, penderita merasakan bahwa lututnya seperti keluar dari
persendian dan sering terdengar suara yang sangat keras. Jika penderita
mencoba untuk berdiri, biasanya akan terasa tidak stabil dan akhirnya
menyerah. Lutut biasanya menjadi bengkak, sangat sakit, dan sulit
untuk di gerakkan.

2.4 Patofisiologis
ACL mencegah translasi anterior tibia tehadap femur dan berfungsi
untuk meminimalisasi rotasi tibia. Fungsi sekunder ACL adalah untuk
mencegah posisi valgus dan falrus pada lutut, terutama saat ekstensi.
Cedera ACL menyebabkan perubahan kinematika lutut. Terkait dengan
patologi yang terjadi, penundaan rekontruksi ACL dapat mengakibatkan
terjadinya Osteoarthitis.
Sekitar 15% dari kasus rupture ACL menjalani Total Knee
Replacement (TKR). ACL menerima suplai darah dari arteri middle
genuelate, sehingga jika terjadi rupture ACL akan terjadi
haemoarthrosis. Namun, meskipun lokasinya intra-artikular, ACL
adalah Ektrasinovial karena tidak memiliki zat-zat penyembuh luka,
maka jika terjadi ruptur ACL akan sulit sembuh dengan sendirinya
(Brukner & Khan, 2011).

2.5 Gejala
Ada beberapa tanda-tanda yang mengindikasikan adanya cedera serius
pada ligamen sendi lutut yaitu:
1. Deformitas pada lutut.
2. Ketidakmampuan menumpu berat badan.
3. Pembengkakan atau penumpukan cairan pada lutut.
4. Ketidakmampuan meluruskan lutut secara penuh (mengunci
lutut).
5. Tenderness berat ketika dilakukan tekanan pada lutut.
Penderita paska operasi ruptur ACL kan di temui berbagai tanda
dan gejala yaitu pasien nyeri dibagian luar dan belakang lutut,
haemoarthrosis yang disebabkan dari pendaraghan ligament, dan yang
paling sering adalah ada suara “pop” dari lutut dan lutut terasa
longgar/tidak stabil.

2.6 Diagnosis

Diagnosa untuk kasus rupture ACL adalah Patellofemoral


Dysfunction. Nyeri lutut depan, atau biasa disebut patellofemoral pain
yang berhubungan dengan tidak berfungsinya sendi patellofemoral.
Nyeri di patellofemoral bisa mendeskripsikan banyak kondisi yang
berhubugan dengan disfungsi patellofemoral, ternasuk patella
malalignment syndrome, chondromalacia patellae, dan subluksasi atu
dislokasi patella. Nyeri di daerah patellofemoral dapat disebabkan
karena trauma atau mungkin disebabkan karena overuse. Setelah operasi
di hip, knee atau ankle, biasanya terjadi perubahan mekanik di
ekstremitas bawah, sehingga menyebabkan nyeri di patella-femoral.

2.7 Proses Penyembuhan Jaringan


Proses penyembuhan ligamen setelah terjadinya cedera secara garis
besar dapat dibagi menjadi 3 fase (Hauser, 2013):
1. Fase inflamasi akut
Fase ini dimulai beberapa menit setelah cedera dan berlanjut
hingga 48-72 jam berikutnya. Selama fase ini, darah terkumpul
di tempat cedera dan platelet dengan komponen matriks
mengubah bentuknya dan mulai membentuk gumpalan.
Gumpalan platelet kaya fibrin melepaskan faktor pertumbuhan
yang penting untuk proses penyembuhan dan sebagai platform
dari pembelahan sel yang akan terjadi nantinya. Beberapa faktor
pertumbuhan yang dilepaskan diantaranya adalah Platelet-
Derived Growth Factor, Transforming Growth Factor-B,
Vascular Endothelial Growth Factor, dan Fibroblast Growth
Factor. Masing masing faktor pertumbuhan mempunyai peranan
masing masing pada proses inflamasi.
2. Fase proliferasi

Fase ini dimulai saat sel imun melepas berbagai faktor


pertumbuhan dan sitokin. Pelepasan ini menstimulasi proliferasi
fibroblast untuk membentuk kembali ligamen yang mengalami
cedera. Jaringan yang terbentuk dari proses ini tampak sebagai
jaringan yang tak terorganisasi. Jaringan ini mengandung lebih
banyak pembuluh darah, sel lemak, fibroblast, dan sel inflamasi
dibandingkan dengan jaringan ligamen yang normal. Beberapa
minggu kemudian, sel fibroblast membentuk berbagai macam
tipe kolagen, proteoglikan, glikoprotein, dan protein lain dalam
matriks. Setelah itu, kolagen mulai tersusun rapi namun masih
lebih kecil diameternya dibanding jaringan ligamen normal.

3. Fase remodeling
Fase ini ditandai dengan semakin eratnya susunan serat serat
kolagen yang telah terbentuk sebelumnya dan meningkatnya
pematangan matriks kolagen yang terus berlanjut beberapa
bulan hingga beberapa tahun. Namun, beberapa penelitian
menunjukan bahwa meskipun terjadi pematangan matriks
kolagen tapi strukturnya berbeda dan tidak sempurna seperti
jaringan ligamen yang normal.

2.8 Penatalaksanaan Fisioterapi


Penatalaksanaan cedera ACL terapi non-operatif dapat diberikan
pada kasus-kasus robekan ACL parsial yang tidak menimbulkan gejala
ketidakstabilan, sedangkan operatif sebaiknya dilakukan pada kasus
robekan di atas 50% karena umumnya menimbulkan keluhan dan
ketidakstabilan. Berikut adalah manajemen cedera ACL secara Non-
Operatif (konservatif) maupun operatif :
1. Non-Operatif (Konservatif) Cedera ACL
Menurut Wiley & Sons (2010: 101) perlakuan yang paling
sering dilakukan untuk cedera ACL tingkat I-II adalah RICE
(Rest, Ice, Compression Elevation), mobilisasi dini, latihan
isometrik, dan penguatan isotonik, rehabilitasi neuromuskular
dan kembali ke fungsi normal sesegera mungkin. Cryotherapy
digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan. Untuk
individu yang memilih perawatan konservatif, terapi fisik
dengan ahli terapi fisik atau pelatih atletik yang bertujuan untuk
memperkuat otot di sekitar lutut, terutama femoris paha depan
dan otot hamstring yang sangat diutamakan untuk
meminimalisir kerja ligamen. Namun, tanpa perbaikan bedah,
lutut umumnya tetap tidak stabil dan rentan terhadap cedera
lebih lanjut. Dalam penelitian menyatakan bahwa ada
peningkatan yang signifikan dalam tingkat kerusakan meniscus
dan tulang rawan artikular yang diakibatkan oleh rekonstruksi
yang tertunda.
2. Operatif ACL
Rekonstruksi ACL adalah operasi penggantian ligamen
anterior cruciate dengan cangkok jaringan untuk
mengembalikan fungsi seperti sebelumnya. Operasi ini biasa
dilakukan dengan bantuan arthroscopy. Arthroscopy merupakan
alat yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam suatu sendi
untuk melakukan prosedur diagnosis atau terapeutik di dalam
sendi tersebut.
Rehabilitasi medik dapat dimulai segera setelah cedera
ACL. Rehabilitasi medik berfokus pada tujuan mengurangi
nyeri, memperbaiki kekuatan otot, mengembalikan ROM, dan
membuat pasien dapat menjalani aktivitasnya seperti sebelum
cedera
Pemeriksaan Fisioterapi

a. Umum :

Pemeriksaan umum pada cedera ACL yaitu :

1. Nyeri
2. Ada tidaknya keterbatasan lingkup gerak sendi (ROM)
3. Kualitas bengkak (Oedema)
4. Kekuatan otot penggerak utama gerakan sendi lutut
5. Gait analisis (pola jalan)
b. Khusus :

Pemeriksaan yang lebih bersifat khusus untuk


mengetahui adanya ketidak-stabilan sendi lutut adalah
dengan tes hypermobilitas valgus pasif (positif).

Namun demikian diperlukan juga pemeriksaan gerak


yang lain pada lutut yang memungkinkan terjadinya cidera
jaringan lunak lain di lutut seperti:

1. Tes Hyperekstensi
2. Tes Gravity Sign
3. Tes Laci Sorong
4. Tes Endorotasi-Eksorotasi Pasif
5. Tes Lachmane
6. Tes Pivot Shift
Pelaksanaan Fisioterapi

Modalitas fisioterapi yang di berikan yaitu :

1. TENS
2. InfraRed
3. Hot Pack
4. Cold Pack
5. Micro Wave Diathermy
6. Ultra Sound
7. Terapi latihan
- Active asisted exercise
- Hold relax
- Edukasi

Evaluasi

1. Evaluasi Nyeri dengan Visual analoge scale


2. Evaluasi Lingkup Gerak Sendi dengan Goneometer
3. Evaluasi Pengukur kekuatan otot dengan MMT
4. Evaluasi oedema dengan mide line

Tujuan yang hendak dicapai pada kondisi ini adalah


mengurangi nyeri pasien, menambah kekuatan otot, dan tujuan
jangka panjangnya yaitu mengembalikan dari pekerjaan pasien itu
sendiri.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Ruptur Anterior Cruciate Ligament adalah robekan yang terjadi
pada anterior cruciate ligament yang menghubungkan tulang femur dan
tibia. Ligamen ini mencegah femur bergeser ke arah posterior terhadap tibia
dan mencegah tibia bergeser ke arah anterior terhadap femur. Robekan ini
dapat mengakibatkan berkurangnya stabilitas sendi lutut. Pada kasus ini,
ruptur terjadi ketika pasien mendarat tiba-tiba dan mengalami benturan pada
lutut sebelah kiri pada saat terjun payung, kemudian tungkai atas dan bawah
pasien memutar ke kiri dan terseret oleh parasutnya yang belum ditutup.
Tindakan yang dilakukan adalah operasi rekonstruksi dengan
mengganti anterior ligament cruciate yang ruptur dengan tendon yang lain.
Problematika fisioterapi yang muncul setelah rekonstruksi adalah adanya
nyeri gerak fleksi dan ekstensi knee sinistra, keterbatasan ROM fleksi dan
ekstensi knee sinistra, spasme pada otot hamstring dan gastrocnemius
bagian sinistra, penurunan kekuatan otot fleksor dan ekstensor knee sinistra.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diberikan
beberapa terapi modalitas. Selain itu juga diberikan terapi latihan. Evaluasi
yang didapatkan setelah ditandai dengan berkurangnya nyeri gerak,
meningkatnya ROM, dan spasme pada otot berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhwan,Muhammad. 2013. Cedera Anterior Cruciate Ligament (Acl) Pada

Atlet Berusia Muda: 111-117

Yoga,Alfian. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Operasi

Ruptur Anterior Craciatum Ligament (Acl) Di Rs. Al. Dr Ramelan

Surabaya: 2-5

Darmadi. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Repaired Anterior


Crusiatum Ligament Sinistra Di Rsal Ramelan Surabaya: 5-8

Wihandaru, Yhozy. 2017. Respon Psikolog Pada Atlet Futsal yang


mengalami Cedera ACL : 23-24

Anonym. 2017. Penatalaksanaan Cedera ACL : 16-19

Sustiwi, Rahayu. 2017. Efektivitas Program Terapi Rehabilitasi Cedera


Terhadap Peningkatan Rom Dan Penurunan Bengkak Pasca Rekonstruksi
Acl Di Jogja Sports Clinic : 14-16

Anda mungkin juga menyukai