Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya tugas mata kuliah ini.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Malang,..........Januari 2021
(Penyusun)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................... 1
2.2 Anatomi................................................................................................................... 3
2.4 Etiologi................................................................................................................... 6
2.6 Gejala......................................................................................................................8
2.7 Prognosis................................................................................................................8
2.8 Penanganan............................................................................................................ 9
2.9 Pencegahan.............................................................................................................9
BAB 4 PENUTUP............................................................................................................. 19
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 19
4.2 Saran..................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Apakah intervensi Terapi Latihan efektif dapat mengurangi nyeri pada kasus tendinitis
patellaris?
1.4 Manfaat
Menjadi dasar penelitian dan pengembangan ilmu fisioterapi di masa yang akan datang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tendinitis patella adalah suatu kondisi dimana terdapat cedera pada tendon patella.
Secara makroskopik ditemukan adanya degenerasi pada tendon akibat adanya gangguan
vaskular dan reaksi inflamasi. Secara histologis ditemukan adanya perdarahan dan robekan
tendon yang menyebabkan peningkatan jumlah sel inflamasi, namun beberapa peneliti
berpendapat bahwa tidak ada sel-sel inflamasi pada tendinitis patella tapi yang ada adalah sel-
sel fibroblast (Khan et al, 1998).
Tendinitis patella adalah jenis cedera overuse yang biasa juga disebut patellar
tendinosis, patellar tendinopathy, jumper’s knee, Sinding-Larsen-Johansson disease (Hyman
et al, 2008). Cedera ini biasa dijumpai pada olahraga yang banyak melakukan gerakan
melompat dan berlari, atau melakukan gerakan melompat berlari yang berulang-ulang yang
menyebabkan munculnya inflamasi pada tendon patella. Olahraga yang sering menjadi
penyebab munculnya tendinitis patella selain bulutangkis adalah olahraga bola basket,
sepakbola, atletik, bola voli, tenis, figure skaters, baseball, football, balap sepeda, anggar dan
lain-lain. Ada juga olahraga yang dapat menyebabkan terjadinya tendinitis patella tanpa ada
gerakan melompat yaitu olahraga angkat besi yang diakibatkan oleh beban yang berlebihan
saat mengangkat beban.
Selain karena aktivitas olahraga, tendinitis patella bisa juga diakibatkan bukan karena
olahraga tapi karena melakukan pekerjaan yang mengharuskan banyak mengangkat beban
seperti pekerja stok barang di toko. Tendinitis patella juga dapat disebabkan oleh kondisi
seperti pinggul yang terlalu besar, adanya pukulan pada lutut dan telapak kaki yang rata dapat
menjadi penyebab munculnya tendinitis patella. Cluett et al, 2006).
2.2 Anatomi
1. Tulang-Tulang Penyusun
Lutut adalah sendi yang paling kompleks dan terdiri dari 2 sendi yaitu sendi
tibiofemoral dan sendi patellofemoral. Tulang-tulang yang menyusun sendi lutut
adalah femur, tibia, patella dan fibula. Pada ujung distal femur terdapat kondilus
medial dan lateral yang menempel dengan cekungan pada ujung proksimal tibia.
Cekungan ini juga terdiri dari bagian medial dan lateral yang dipisahkan oleh spina
tibia (Blackburn and Craig, 1980). Diantara kondilus medial dan lateral terdapat
facies patellaris yang merupakan tempat menempelnya tulang patella. Sedangkan
fibula merupakan tulang panjang yang terletak sejajar dengan tibia disisi lateral
(www.sportsinjuryclinic.net, 2010). Tiap tulang tersebut dilapisi oleh tulang rawan
yang sangat keras namun memiliki permukaan yang sangat halus. Tulang rawan ini
berfungsi untuk mengurangi gesekan antar tulang ketika terjadi pergerakan
(www.sportsinjuryclinic.net,2010)
2. Kapsul Sendi
Kapsul sendi merupakan struktur yang menyelubungi seluruh sendi lutut. Kapsul ini
terdiri dari membran sinovial dan membran fibrosa yang dipisahkan oleh jaringan
lemak (www.sportsinjuryclinic.net, 2010). Membran sinovial merupakan membran
khusus yang berfungsi menyediakan nutrisi bagi struktur penyusun sendi
(www.sportsinjuryclinic.net, 2010). Pada kapsul sendi lutut juga terdapat bursa yang
berisi cairan sinovial. Berbagai bursa yang terdapat pada sendi lutut dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Anonim, 2010): Communicating bursae, yang
terdiri dari : o Bursa suprapatella, di bagian anterior dan proksimal sendi o Bursa
semimembranosa, di bagian posterior sendi o Bursa subtendinosa gastrocnemius
medial dan lateral di origo m. Gastrocnemius. Non-communicating bursae, yang
terdiri dari : o Bursa prepatella subkutaneus, di sisi anterior patella o Bursa
infrapatellaris profunda, di sisi posterior patella (di antara ligamen patella dan
membran fibrosa kapsul sendi. o Bursa subfascialis prepatellaris, bursa subtendinosa
prepatellaris dan bursa subkutaneus prepatellaris.
3. Ligamen
Pada sendi lutut terdapat empat ligamen yang berfungsi untuk mempertahankan
stabilitas lutut.
o Ligamen kolateral medial
Ligamen ini membentang antara epikondilus medial femur dan kondilus medial
tibia, berfungsi melindungi sisi medial lutut dari tekanan yang berasal dari sisi
lateral lutut ( daya valgus ).
o Ligamen kolateral lateral
Ligamen ini disebut juga ligamen fibula karena membentang dari epikondilus
lateral femur ke kaput fibula. Fungsinya adalah untuk mencegah sisi lateral lutut
bengkok ke arah lateral akibat dorongan dari sisi medial ( daya varus ).
o Ligamen krusiatum anterior
Ligamen ini membentang antara kondilus lateral femur dan area interkondilus
anterior pada tibia, serta memiliki fungsi yang sangat penting untuk mencegah
tibia bergeser terlalu jauh ke depan. Cedera sering terjadi pada ligamen ini akibat
tekukan atau rotasi lutut.
o Ligamen krusiatum posterior
Ligamen yang membentang antara permukaan anterior kondilus medial femur
dan area interkondilus posterior tibia ini berfungsi mencegah pergeseran tibia ke
arah posterior.
o Ligamen transversus
Ligamen ini berjalan di sisi anterior meniskus dan menghubungkan meniskus
medial dan lateral.
o Ligamen patella
Ligamen patella menghubungkan bagian inferior patella dengan tuberositas tibia.
memiliki panjang 5-6 cm dan lebar sekitar 3 cm ini merupakan ligamen yang
sangat kuat sehingga memberikan kekuatan mekanis pada keseluruhan sendi
lutut. Ligamen patella sering disebut juga tendon patella karena tidak terlihat
terpisah dengan tendon quadriseps femoris yang menyelubungi patella(Greisamer
and McConell, 1998).
4. Meniskus
Pada bagian tepi permukaan ujung proksimal tibia terdapat tulang rawan yang
berbentuk bulan sabit disebut meniskus. Dengan menjadikan permukaan caput tibia
cekung, meniskus berfungsi sebagai peredam tekanan yang diterima oleh sendi lutut
dan juga mendistribusikan berat secara merata antara tibia dan femur. Terdapat dua
meniskus, yaitu :
- Meniskus medial (fibrokartilago semilunar internal)
Bagian anterior meniskus ini melekat pada sisi anterior fosa interkondilus tibia
dan terletak di depan ligamen krusiatum anterior; sedangkan bagian posteriornya
melekat pada sisi posterior fosa interkondilus tibia dan terletak di antara perlekatan
meniskus lateral dan ligamen krusiatum posterior.
- Meniskus lateral (fibrokartilago semilunar eksternal)
Meniskus ini berbentuk seperti lingkaran dan meliputi area permukaan sendi
yang lebih luas dibandingkan meniskus medial. Ujung anteriornya melekat di depan
eminensia interkondilus tibia pada sisi latero-posterior ligamen krusiatum anterior dan
menyatu dengan ligamen tersebut. Sedangkan ujung posteriornya melekat di sisi
belakang eminensia interkondilus tibia dan di depan ujung posterior meniskus medial
(www.sportsinjuryclinic.net, 2010)
5. Otot-otot
Pada sendi lutut terdapat dua kelompok otot yaitu otot-otot quadriceps femoris dan
otot-otot hamstring (Anonim, 2010).
o Otot quadriceps femoris terdiri dari muskulus rectus femoris, m. vastus
intermedius, m. vastus lateralis dan m. vastus medialis. Kelompok otot ini
berperan sebagai ekstensor lutut jika kaki tidak menapak ke lantai dan sebagai
deselerator atau penahan lutut saat kaki menapak di lantai. Keempat tendon
dari otot-otot tersebut menyatu dan berinsersi pada bagian anterior patella
(Anonim, 2010).
o Otot-otot hamstring berorigo pada tuberositas ischiadika dan terdiri dari m.
semitendinosus yang berinsersi di permukaan medial tibia, m.
semimembranosus yang berinsersi pada condilus medial tibia, dan m. biseps
femoris berinsersi pada sisi lateral
2.3 Epidemiologi
Pada suatu penelitian mengenai kejadian cedera tendinitis patella di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa cedera ini merupakan salah satu cedera tendinopati yang cukup sering
pada atlet dewasa. Pada olahraga yang banyak melakukan gerakan melompat dilaporkan
bahwa kejadian cedera tendinitis patella sekitar 20%. Angka kejadian pada laki-laki dan
perempuan sama apabila cederanya bilateral pada kedua tungkai,sedangkan cedera yang
unilateral pada salah satu tungkai kejadian cedera lebih banyak pada laki-laki dengan rasio
2:1 (Hyman et al, 2008). Pada penelitian terhadap pemain-pemain bulutangkis Malaysia
ditemukan bahwa cedera yang tersering adalah cedera akibat overuse, dan 63% cedera
terjadi di ekstremitas bawah yaitu terutama di daerah lutut. Diantara berbagai cedera yang
ada di lutut, tendinitis patella merupakan cedera yang paling sering ditemukan (42%)
(Shariff et al, 2009).
2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya cedera tendinitis patella masih belum jelas. Ada beberapa
kombinasi faktor penyebab, diantaranya adalah (Houglum, 2001):
- Intensitas dan frekuensi dari aktivitas fisik
Semakin besar intensitas dan frekuensi aktivitas fisik terutama yang disertai dengan
gerakan melompat maka akan semakin besar tekanan yang terjadi pada tendon sehingga
semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya cedera tendinitis patella.
- Faktor kegemukan
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa semakin besar berat badan seseorang maka
semakin besar pula tekanan terhadap tendon patella sehingga risiko terjadinya tendinitis
patella semakin tinggi.
- Kekakuan otot-otot kaki.
Menurunnya kelentukan pada otot-otot quadriseps dan otot-otot hamstring akan
meningkatkan tarikan (strain) pada tendon patella.
- Misalignment tungkai.
Posisi tungkai yang tidak sejajar akan memberikan tarikan yang lebih besar pada tendon
patella.
- Posisi tulang patella yang lebih tinggi (patella alta)
Posisi tulang patella yang letaknya lebih superior dari sendi lutut akan menyebabkan
tendon patella mengalami tarikan yang lebih besar.
- Ketidakseimbangan kekuatan otot-otot tungkai.
Apabila salah satu otot tungkai lebih kuat dari yang lain maka tendon patella dapat
mengalami tarikan yang tidak merata, sehingga menyebabkan tendinitis patella.
Tendinitis patella disebabkan oleh tekanan pada tendon patella saat melompat. Cedera
ini dapat terjadi pada atlet terutama yang berpartisipasi pada cabang olahraga dengan gerakan
melompat yang dominan seperti basket, voli, lompat tinggi atau lompat jauh, bulutangkis,
sepakbola dan lain-lain. Tendinitis patella dapat juga ditemukan pada olahraga yang tidak ada
gerakan melompat seperti angkat besi dan bersepeda, namun hal ini jarang terjadi.
Tendinitis patella dapat dibagi ke dalam 4 stadium menurut intensitas nyerinya, yaitu
(Edell, 2009) :
a. Stadium 1 : nyeri hanya pada saat beraktivitas, tidak ada kerusakan fungsional.
b. Stadium 2 : nyeri selama dan setelah beraktivitas, atlet masih dapat menampilkan
performa yang baik saat bertanding.
c. Stadium 3 : nyeri yang panjang selama dan sesudah beraktivitas, atlet tidak dapat
menampilkan performa yang baik selama bertanding
d. Stadium 4 : nyeri sepanjang hari. Ruptur total tendon.
2.7 Prognosis
Tendinitis patella stadium 1 dan 2 dengan terapi konservatif memiliki prognosis yang baik.
Sedangkan prognosis tendinitis patella stadium III untuk dapat pulih secara sempurna tidak
terlalu baik. Pada stadium IV diperlukan tindakan pembedahan namun biasanya kecil
kemungkinan bagi atlet untuk dapat kembali bermain seperti semula (Hyman et al, 2008)
2.8 Penanganan
Pemberian pengobatan menurut stadium tendinitis patella (Hyman et al, 2010) adalah:
Stadium I
Stadium ini ditandai dengan adanya nyeri yang timbul setelah beraktivitas tanpa
adanya gangguan fungsional. Terapi yang diberikan untuk stadium I cukup dengan
RICE / cryotherapy. Pasien dianjurkan untuk melakukan aplikasi es setelah
melakukan aktivitas yang menyebabkan nyeri. Jika nyeri masih berlanjut dapat
diberikan NSAID. Pada beberapa kasus nyeri dapat timbul kembali setelah pemberian
NSAID dihentikan. Namun dalam hal ini pemberian NSAID jangka panjang tetap
tidak dianjurkan terutama untuk atlet-atlet usia muda. Selain itu injeksi kortikosteroid
lokal juga tidak dianjurkan untuk terapi stadium I. Sebagian besar atlet profesional
enggan mengikuti anjuran untuk beristirahat karena menganggap hal tersebut akan
menurunkan performa dalam berolahraga. Oleh karena itu digunakan protektor
(strapping) untuk mengurangi ketegangan tendon serta gejala yang dirasakan.
Selanjutnya perlu diterapkan latihan fisik yang komprehensif, meliputi peregangan
otot-otot quadriseps dan fleksor sendi panggul serta latihan penguatan yang progresif.
Sebelum melakukan latihan-latihan fisik ini dianjurkan agar melakukan pemanasan
untuk meningkatkan aliran darah dan kelentukan jaringan.
Stadium II
Pada stadium II, nyeri dialami selama beraktivitas dan setelah beraktivitas tapi tetap
mampu berpartisipasi dalam olahraga secara baik, bahkan dapat menggangu saat tidur.
Oleh karena itu aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan pada tendon
patella harus dihindari seperti melompat dan berlari. Pada prinsipnya latihan fisik dan
terapi RICE hampir sama dengan yang diterapkan pada penanganan stadium I.
Perbedaannya adalah pada stadium II, setelah nyerinya berkurang, juga diberikan
latihan yang berfokus kepada ROM, kelentukan dan kekuatan sendi lutut, pergelangan
kaki dan panggul. Bila intensitas nyeri bertambah dan atlet menjadi merasa khawatir
mengenai performanya maka suntikan lokal kortikosteroid dapat dipertimbangkan
untuk diberikan. Sebelum diberikan suntikan kortikosteroid dokter harus menjelaskan
kepada atlet bahwa suntikan ini dapat menyebabkan degenerasi tendon atau bahkan
terjadi ruptur tendon bila atlet terlalu cepat melakukan aktivitas yang membebani
tendon setelah gejala-gejala membaik.
Stadium III
Pada stadium III, rasa nyeri dirasakan terus-menerus hingga mempengaruhi performa
atlet dalam berolahraga. Terapi pada stadium ini secara umum hampir sama dengan
stadium II namun pada stadium ini atlet harus beristirahat dan berhenti dari kegiatan
olahraganya selama sekitar 3 sampai 6 minggu. Atlet harus menghindari aktivitas
yang menyebabkan nyeri serta dianjurkan untuk tetap mengikuti program latihan
kardiovaskuler dan latihan kekuatan. Bila nyeri terus-menerus dirasakan (refrakter)
atlet dapat memilih untuk meninggalkan olahraga yang mengharuskan gerakan
melompat dan / atau menjalani pembedahan. Pada penelitian Bahr et al, ditemukan
tidak ada perbedaan hasil terapi antara atlet dengan tendinitis patella stadium III yang
menjalani pembedahan dan tanpa pembedahan. Hanya sekitar 50% atlet di kedua
kelompok terapi yang dapat kembali berpartisipasi setelah menjalani terapi selama 1
tahun. Peneliti juga menyarankan agar dilakukan latihan penguatan otot-otot
quadriseps secara eksentik sebelum mempertimbangkan untuk melakukan tenotomy.
Stadium IV
Pada stadium IV terjadi ruptur tendon secara total yang membutuhkan tindakan
pembedahan
.
2.9 Pencegahan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera tendinitis patella,
di antaranya adalah (Edell, 2009)
Teknik pemanasan yang benar. Pemanasan yang benar penting untuk membuat
jantung, paru-paru, otot, sendi serta pikiran menjadi siap berolahraga.
Hindari aktivitas berlebihan yang menyebabkan nyeri seperti melompat, berlari,
berjongkok serta naik turun tangga.
Istirahat dan pemulihan. Istirahat sangat penting untuk membantu pemulihan jaringan
lunak setelah aktifitas yang berat.
Latihan keseimbangan. Latihan keseimbangan akan meningkatkan kemampuan
proprioseptif sehingga tubuh memiliki kemampuan untuk mengendalikan posisi tubuh
dan ekstremitas.
Peregangan. Peregangan penting untuk meningkatkan fleksibilitas otot-otot yang
berada di sekitar lutut.
Latihan penguatan otot sekitar lutut.
Penggunaan alas kaki tepat. Alas kaki yang tepat akan membantu stabilitas lutut,
memberikan bantalan yang cukup dan menyokong lutut dan tungkai bawah selama
berjalan dan berlari.
Penggunaan strapping dan taping. Dengan penggunaan strapping dan taping
diharapkan dapat melindungi atlet dari cedera karena strapping dan taping berfungsi
membatasi gerakan pada daerah sendi yang cedera sehingga terhindar dari gerakan
yang berlebihan dan gerakan yang abnormal, selain itu strapping dan taping berfungsi
untuk memberikan tahanan pada otot-otot akibat adanya tekanan.
Meningkatkan ketrampilan melakukan teknik permainan.
BAB 3
STUDY KASUS
Seorang pemain bola voli wanita berusia 15 tahun yang kompetitif dengan nyeri lutut kiri
yang semakin memburuk selama 6 bulan terakhir dirujuk ke terapi fisik oleh dokter spesialis
anak. Dia adalah pemukul luar dan kaki kirinya adalah kaki lepas landasnya. Rasa sakitnya
"tepat di bawah tempurung lutut". Selama latihan bola voli, memukul, melompat, berlari dan
jongkok membuat sakit lututnya semakin parah. Rasa sakitnya sedikit berkurang dengan es.
Dia telah istirahat total dan menghindari aktivitas yang menimbulkan rasa sakit selama 3
minggu hanya untuk mendapatkan rasa sakit kembali segera setelah melanjutkan aktivitas.
Laporan pasien dia tumbuh 4 inci tahun lalu; dia sekarang 5 kaki 10 inci dan berat 121 lb
(indeks massa tubuh 17,4 kg / m2). Karena tinggi badannya, dia dipindahkan dari universitas
junior ke tim voli universitas. Dia melaporkan pelatih "bergantung" padanya untuk menang,
yang menurutnya sangat stres. Selain itu, praktik universitas jauh lebih lama dan dia
mengalami kesulitan menyesuaikan pekerjaan rumah dengan jadwalnya. Dia melaporkan
melakukan pelatihan "ekstra" pada pelatih elips 60 hingga 75 menit setiap malam.
Sejak masuk sekolah menengah tahun lalu, menstruasinya menjadi lebih tidak teratur.
Dalam 12 bulan terakhir, dia hanya mengalami 4 periode dan siklus terakhirnya adalah 4
bulan yang lalu. Dia melaporkan kurangnya menstruasi sebagai "sangat nyaman." Dalam 2
tahun terakhir, dia telah mengalami beberapa cedera akibat penggunaan berlebihan, termasuk
tendinosis Achilles, fraktur stres metatarsal, dan cedera hamstring kronis. Dia melaporkan
bahwa setiap kondisi ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sembuh, bahkan
dengan istirahat. Ketika pasien masuk ke klinik, ahli terapi fisik mencatat pola berjalan
normal, dengan atrofi paha depan kiri yang terlihat. Berdasarkan olahraga pasien, riwayat
kesehatan, deskripsi gejala, dan observasi singkat, ahli terapi fisik mencurigai pasien datang
dengan tendinosis patela kronis karena lingkungan penyembuhan yang buruk terkait
komponen triad atlet wanita.
3) LGS
D. Lembar Skrining
Alat ini dapat diberikan kepada atlet putri pada saat evaluasi pramusim yang dikenal dengan ujian
prapartisipasi. Tanggapan positif untuk pertanyaan-pertanyaan ini harus memicu perhatian untuk
mengevaluasi dokter, sehingga mengidentifikasi atlet wanita yang berisiko untuk Triad Atlet Wanita.
Setelah mengidentifikasi atlet “berisiko”, dokter dapat menyelidiki lebih lanjut dengan mengisi
kuesioner tingkat kedua, yang lebih mendalam, pemeriksaan fisik, dan evaluasi laboratorium yang
ditemukan setelah kuesioner skrining ini.
1. Apakah Anda ingin menimbang lebih atau kurang dari yang Anda lakukan?
123456
2. Apakah Anda menurunkan berat badan secara teratur untuk memenuhi persyaratan berat
badan untuk olahraga Anda?
123456
Bagaimana Anda melakukannya?
________________________________________________
3. Apakah berat / komposisi tubuh menjadi masalah bagi Anda?
123456
4. Apakah Anda puas dengan kebiasaan makan Anda?
123456
5. Apakah menurut Anda kinerja Anda secara langsung dipengaruhi oleh berat badan Anda?
123456
Jika ya, bagaimana? _____________________________________________
6. Apakah Anda memiliki makanan terlarang?
123456
7. Apakah Anda seorang vegetarian?
123456
Sejak usia berapa? _________________________________________
8. Apakah Anda melewatkan waktu makan?
123456
Jika ya, seberapa sering? Untuk alasan apa?__________________________
9. Apakah Anda mengalami peningkatan cepat dalam berat badan Anda?
123456
10. Apa yang Anda anggap sebagai berat badan kompetitif ideal Anda?
________________________
11. Apakah ada yang pernah menyarankan Anda menurunkan berat badan atau mengubah
kebiasaan makan Anda?
123456
12. Apakah pelatih, hakim, atau anggota keluarga pernah menyebut Anda gemuk?
123456
14. Apakah Anda khawatir jika Anda melewatkan latihan?
123456
15. Apakah Anda berolahraga atau aktif secara fisik serta berlatih untuk olahraga Anda?
123456
16. Apakah Anda mengalami stres dalam hidup Anda di luar olahraga?
123456
Apa sajakah tekanan ini? _______________________________________
17. Apakah Anda mampu mengatasi stres?
123456
Bagaimana?_______________________________________________________
18. Bagaimana struktur keluarga Anda? ____________________________________
19. Apakah Anda menggunakan atau pernah menggunakan (d) cara-cara ini untuk menurunkan berat
badan?
Sebuah. Obat pencahar 1 2 3 4 5 6
b. Diuretik 1 2 3 4 5 6
c. Muntah 1 2 3 4 5 6
d. Pil diet 1 2 3 4 5 6
e. Sauna 1 2 3 4 5 6
f. Kantong plastik atau pembungkus selama pelatihan 1 2 3 4 5 6
g. Metode lain (sebutkan) ____________ 1 2 3 4 5 6
Review dari masalah: (sakit kepala / masalah penglihatan, galaktorea / jerawat / pola laki-
lakidistribusi rambut)
Riwayat lengkap cedera
Analisis gizi adalah sebagai pemantau keseimbangan energi dan keseimbangan gizi.
PEMERIKSAAN FISIK
Tinggi: ______________________________
Bobot: _____________________________
Tekanan darah: _______________________
Nadi: _______________________________
Tanda-tanda Fisik Gangguan Makan: (lanugo, pembesaran kelenjar parotis, karotonemia):
__________
_____________________________________________________________________________
Kulit: Hirsutisme Pola Jerawat / Pria: _________________________________________________
Pementasan Tanner: ________________________________________________________________
Persen Lemak Tubuh (kaliper lemak):
____________________________________________________
Penilaian Cedera Muskuloskeletal: ________________________________________________
E. Intervensi Fisioterapi
1. TENS : pasien tidur telentang dengan nyaman di bed. Pasang pad electroda secara
di lutut atur waktu sekitar 10 menit dengan intensitas 20 ppd.
Tujuan : Mengurangi nyeri lutut; meningkatkan fleksibilitas ekstremitas bawah;
meningkatkan kekuatan ekstremitas bawah; kembali ke aktivitas olahraga dan
fungsional dengan nyeri minimal.
2. ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy) adalah tindakan terapi non invasive
dengan gelombang kejut (shockwaves) yang memiliki kemampuan mengatasi nyeri
pada jaringan lunak. Tindakan ESWT biasanya dilakukan untuk menangani nyeri
pada susunan tulang belakang. ESWT dapat menghilangkan nyeri yang tidak dapat
diatasi dengan tindakan lain seperti pemberian terapi obat maupun tindakan
konservatif lainnya.
Tindakan ESWT dapat dilakukan terhadap anda yang mengalami :
1. nyeri pada daerah punggung atau tulang belakang
2. tennis elbow syndrome (nyeri pada siku lengan)
3. peradangan atau pengapuran pada lutut
4. shoulder rotator cuff pain (nyeri pada bahu)
5. hamstring tendonitis (nyeri pada otot paha bagian atas)
6. Plantar fasciitis (nyeri pada telapak kaki)
Keunggulan :
1. merupakan tindakan non-invasif dan dapat dilakukan tanpa anestesi
2. meminimalisir terjadinya komplikasi penyakit karena hamper tidak ada efek
samping yang ditimbulkan
3. dapat menyembuhkan nyeri yang tidak dapat disembuhkan oleh tindakan
konservatif lainnya
4. durasi tindakan yang cepat (5-10 menit) dan pemulihan yang cepat. Pasien
dapat kembali beraktifitas dalam waktu yang singkat
5. ESWT dapat bereaksi langsung pada jaringan saraf yang akan menghilangkan
rasa nyeri.
3. Quadriceps banch : pasien duduk dan berikn pembebanan pada kedua
tungkai. Lakukan pengulangan sebanyak 4 kali selama 15 menit
sebanyak 6 set.
Tujuan : mobilisasi dan peregangan pasif untuk memperbaiki persendian mobilitas
dan fleksibilitas ekstremitas bawah; latihan eksentrik untuk menambah kekuatan
otot dan daya tahan paha depan dan merombak tendon patela
4. Latihan eksentrik
Latihan eksentrik telah menjadi landasan rehabilitasi untuk tendinosis dan banyak
bukti yang mendukung keefektifannya. Secara khusus, squat penurunan eksentrik
yang menyakitkan telah terbukti menjadi intervensi latihan terapeutik yang lebih
unggul dibandingkan dengan squat eksentrik standard
F. Evaluasi
1. Penatalaksanaan yang berhasil dari atlet dengan tendinosis patela meliputi
modifikasi aktivitas, penguatan eksentrik paha depan menggunakan papan
penurunan, mempertahankan kapasitas aerobik, dan menggabungkan fungsional
(multiplanar) peregangan otot yang tidak bisa bergerak.
2. Wanita dengan asupan kalori yang berkurang dan keseimbangan energi negatif
mungkin mengalami penyembuhan yang lambat atau tertunda.
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Tendinitis patella adalah suatu kondisi dimana terdapat cedera pada tendon patella.
Secara makroskopik ditemukan adanya degenerasi pada tendon akibat adanya gangguan
vaskular dan reaksi inflamasi. Secara histologis ditemukan adanya perdarahan dan robekan
tendon yang menyebabkan peningkatan jumlah sel inflamasi, namun beberapa peneliti
berpendapat bahwa tidak ada sel-sel inflamasi pada tendinitis patella tapi yang ada adalah
sel-sel fibroblast (Khan et al, 1998)
Manfaat dari TENS dalam kasus ini adalah untuk mengurangi nyeri. TENS diharapkan
dapat untuk memblokir nyeri yang dibawa oleh nosiseptor ke sel transmisi (sel T) yang
membawa impuls nosiseptif ke otak .
Resisted active movement dan Eksentrik exercise diharapkan dapat untuk meningkatkan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional pada pasien.
4.2 ASARAN
Nattiv A, Loucks AB, Manore MM, Sanborn CF, Sun got-Borgen J, Warren MP. Ameri-
can College o Sports Me icine position stan . he emale athlete tria . Med Sci Sports Exerc.
2007;39:1867-1882.
Peers KH , Lysens RJ. Patellar ten inopathy in athletes: current iagnostic an therapeutic
recom-men ations. Sports Med. 2005;35:71-87.
nopathy applie amongst 16-19 year ol volleyball players. J Strength Cond Res. 2014;28:43-
52.
Kountouris A, Cook J. Rehabilitation o Achilles an patellar ten inopathies. Best Pract Res
Clin Rheumatol. 2007;21:295-316.
Gai a JE, Cook J. reatment options or patellar ten inopathy: critical review. Curr Sports Med
Rep.2011;10:255-270.
training an heavy slow resistance training in patellar ten inopathy. Scand J Med Sci Sports.
2009;19:790-802.
Pur am CR, Jonsson P, Al re son H , Lorentzon R, Cook JL, Khan KM. A pilot stu y o the
eccen-tric ecline squat in the management o pain ul chronic patellar ten inopathy. Br J Sports
Med.2004;38:395-397.