Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MANAJEMEN FISIOTERAPI OLAHRAGA

“TENDINOSIS PATELLARIS DI PEMAIN BOLA VOLI WANITA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 9:

Iftithachur Rochmah (208068AJ)


Ina Herdiana (208046AJ)
Dwi Livia Sari (208041AJ)
Riska Jeje Nur'aini (208044AJ)
Sinty Yurita (208043AJ)
Novi Yulaikah (208074AJ)

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI


INSTITUT TEHNOLOGI, SAINS, DAN KESEHATAN
RS DR. SOEPRAOEN KESDAM V/BRW
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya tugas mata kuliah ini.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Malang,..........Januari 2021

(Penyusun)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Makalah..................................................................................................... 1

1.4 Manfaat Makalah................................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 2

2.1 Definisi Tendinitis patella..................................................................................... 2

2.2 Anatomi................................................................................................................... 3

2.3 Epidemiologi ................................................................................................6

2.4 Etiologi................................................................................................................... 6

2.5 Biomekanika Cidera............................................................................................. 7

2.6 Gejala......................................................................................................................8

2.7 Prognosis................................................................................................................8

2.8 Penanganan............................................................................................................ 9

2.9 Pencegahan.............................................................................................................9

BAB 3 STUDY KASUS....................................................................................................10

3.1 Proses fisioterapi................................................................................................... 10

BAB 4 PENUTUP............................................................................................................. 19

4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 19

4.2 Saran..................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek
pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan
pertolongan yang professional dengan segera. Tak ada yang menyangkal jika olahraga
baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun,
berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah
mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri. Cidera olahraga yang
dimaksud adalah segala macam cidera yang timbul, baik pada waktu berlatih, saat
pertandingan maupun sesudah pertandingan. Cidera pada olahraga umumnya terjadi pada
daerah lutut dikarenakan aktivitas dalam olahraga volly banyak melibatkan gerakan
melompat secara vertical dan berlari, dimana dalam dua gerakan tersebut banyak sekali
hentakan yang terjadi. Saat berlari dan melompat, lutut mempunyai fungsi yang besar dan
beban yang besar pula untuk menjaga stabilitas dan mobilitas sendi itu sendiri. Saat
melompat beban berat tubuh yang dimiliki atlit akan mendapatkan suatu tenaga yang
besar dan dalam melakukan gerakan ke bawah yaitu mendarat setelah melompat
memperoleh tenaga dari gravitasi. Dengan demikian, faktor gravitasi ini akan
memberikan beban yang lebih besar. Bila beban yang diterima berat maka seluruh tubuh
yang menerima aksi tersebut dapat mengalami cidera pada lutut.
Cidera lutut dapat menimbulkan resiko cidera tidak hanya pada sendi lutut itu sendiri
tetapi pada semua jaringan yang ada di sekitarnya, meliputi : ligamen, sistem saraf, bursa,
fascia, otot, cartilago, tulang maupun tendon. Tendon pada lutut yang mengalami cidera
bisa menyebabkan tendinitis, ruptur tendon, osgoodsclater, avulsi, dll. Salah satu cidera
tendon yang banyak terjadi adalah tendinitis. Salah satu tendinitis yang populer di
kalangan atlit bola volly adalah tendinitis patelaris. Tendinitis patelaris merupakan cidera
karena penggunaan berlebihan (overuse) dari sebuah tendon yang secara anatomis
menghubungkan otot quadriceps ke tulang patella sampai tulang tibia yang dikenal
dengan nama tendon patella. Tendon patella memainkan peran yang sangat penting pada
gerak dan fungsi tungkai. Cidera pada tendon patella sangat sering dijumpai pada cidera
olahraga yang biasa dikenal dengan sebutan Tendinitis patellaris. Pada ICD-10 dengan
kode M76.5, nyeri pada tendon patella disebut dengan Pattelar Tendinitis. Pada ICF,
pasien pada kondisi ini akan merasakan nyeri pada saat berolahraga (ICF code : d 9201)
terutama olahraga yang banyak melakukan gerakan melompat (ICF code : d4552) dan
berlari (ICF code :d4552). Pasien bahkan tidak akan mampu untuk melakukan gerakan
menendang bola (ICF code : d 4351).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas , maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Apakah intervensi Terapi Latihan efektif dapat mengurangi nyeri pada kasus tendinitis
patellaris?

2. Apakah Terapi Latihan dapat meningkatkan kemampuan fungsional ekstremitas bawah


pada kasus tendinitis patellaris?

3. Menjelaskan penatalaksanaan tendinosis patela yang tepat.

1.3 Tujuan Makalah


Untuk mengetahui efektifitas Terapi Latihan dalam menurunkan derajat nyeri dan
meningkatkan kemampuan fungsional ekstremitas bawah pada kasus tendinitis patelaris.

1.4 Manfaat

1. Manfaat Bagi Penulis

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari dan memahami tentang


proses terjadi serta menejemen fisioterapi pada Tendinitis Patellaris secara lebih
mendalam.

2. Manfaat Bagi Fisioterapi

Menjadi dasar penelitian dan pengembangan ilmu fisioterapi di masa yang akan datang.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tendinitis patella adalah suatu kondisi dimana terdapat cedera pada tendon patella.
Secara makroskopik ditemukan adanya degenerasi pada tendon akibat adanya gangguan
vaskular dan reaksi inflamasi. Secara histologis ditemukan adanya perdarahan dan robekan
tendon yang menyebabkan peningkatan jumlah sel inflamasi, namun beberapa peneliti
berpendapat bahwa tidak ada sel-sel inflamasi pada tendinitis patella tapi yang ada adalah sel-
sel fibroblast (Khan et al, 1998).

Tendinitis patella adalah jenis cedera overuse yang biasa juga disebut patellar
tendinosis, patellar tendinopathy, jumper’s knee, Sinding-Larsen-Johansson disease (Hyman
et al, 2008). Cedera ini biasa dijumpai pada olahraga yang banyak melakukan gerakan
melompat dan berlari, atau melakukan gerakan melompat berlari yang berulang-ulang yang
menyebabkan munculnya inflamasi pada tendon patella. Olahraga yang sering menjadi
penyebab munculnya tendinitis patella selain bulutangkis adalah olahraga bola basket,
sepakbola, atletik, bola voli, tenis, figure skaters, baseball, football, balap sepeda, anggar dan
lain-lain. Ada juga olahraga yang dapat menyebabkan terjadinya tendinitis patella tanpa ada
gerakan melompat yaitu olahraga angkat besi yang diakibatkan oleh beban yang berlebihan
saat mengangkat beban.
Selain karena aktivitas olahraga, tendinitis patella bisa juga diakibatkan bukan karena
olahraga tapi karena melakukan pekerjaan yang mengharuskan banyak mengangkat beban
seperti pekerja stok barang di toko. Tendinitis patella juga dapat disebabkan oleh kondisi
seperti pinggul yang terlalu besar, adanya pukulan pada lutut dan telapak kaki yang rata dapat
menjadi penyebab munculnya tendinitis patella. Cluett et al, 2006).

2.2 Anatomi
1. Tulang-Tulang Penyusun
Lutut adalah sendi yang paling kompleks dan terdiri dari 2 sendi yaitu sendi
tibiofemoral dan sendi patellofemoral. Tulang-tulang yang menyusun sendi lutut
adalah femur, tibia, patella dan fibula. Pada ujung distal femur terdapat kondilus
medial dan lateral yang menempel dengan cekungan pada ujung proksimal tibia.
Cekungan ini juga terdiri dari bagian medial dan lateral yang dipisahkan oleh spina
tibia (Blackburn and Craig, 1980). Diantara kondilus medial dan lateral terdapat
facies patellaris yang merupakan tempat menempelnya tulang patella. Sedangkan
fibula merupakan tulang panjang yang terletak sejajar dengan tibia disisi lateral
(www.sportsinjuryclinic.net, 2010). Tiap tulang tersebut dilapisi oleh tulang rawan
yang sangat keras namun memiliki permukaan yang sangat halus. Tulang rawan ini
berfungsi untuk mengurangi gesekan antar tulang ketika terjadi pergerakan
(www.sportsinjuryclinic.net,2010)
2. Kapsul Sendi
Kapsul sendi merupakan struktur yang menyelubungi seluruh sendi lutut. Kapsul ini
terdiri dari membran sinovial dan membran fibrosa yang dipisahkan oleh jaringan
lemak (www.sportsinjuryclinic.net, 2010). Membran sinovial merupakan membran
khusus yang berfungsi menyediakan nutrisi bagi struktur penyusun sendi
(www.sportsinjuryclinic.net, 2010). Pada kapsul sendi lutut juga terdapat bursa yang
berisi cairan sinovial. Berbagai bursa yang terdapat pada sendi lutut dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Anonim, 2010):  Communicating bursae, yang
terdiri dari : o Bursa suprapatella, di bagian anterior dan proksimal sendi o Bursa
semimembranosa, di bagian posterior sendi o Bursa subtendinosa gastrocnemius
medial dan lateral di origo m. Gastrocnemius.  Non-communicating bursae, yang
terdiri dari : o Bursa prepatella subkutaneus, di sisi anterior patella o Bursa
infrapatellaris profunda, di sisi posterior patella (di antara ligamen patella dan
membran fibrosa kapsul sendi. o Bursa subfascialis prepatellaris, bursa subtendinosa
prepatellaris dan bursa subkutaneus prepatellaris.
3. Ligamen
Pada sendi lutut terdapat empat ligamen yang berfungsi untuk mempertahankan
stabilitas lutut.
o Ligamen kolateral medial
Ligamen ini membentang antara epikondilus medial femur dan kondilus medial
tibia, berfungsi melindungi sisi medial lutut dari tekanan yang berasal dari sisi
lateral lutut ( daya valgus ).
o Ligamen kolateral lateral
Ligamen ini disebut juga ligamen fibula karena membentang dari epikondilus
lateral femur ke kaput fibula. Fungsinya adalah untuk mencegah sisi lateral lutut
bengkok ke arah lateral akibat dorongan dari sisi medial ( daya varus ).
o Ligamen krusiatum anterior
Ligamen ini membentang antara kondilus lateral femur dan area interkondilus
anterior pada tibia, serta memiliki fungsi yang sangat penting untuk mencegah
tibia bergeser terlalu jauh ke depan. Cedera sering terjadi pada ligamen ini akibat
tekukan atau rotasi lutut.
o Ligamen krusiatum posterior
Ligamen yang membentang antara permukaan anterior kondilus medial femur
dan area interkondilus posterior tibia ini berfungsi mencegah pergeseran tibia ke
arah posterior.
o Ligamen transversus
Ligamen ini berjalan di sisi anterior meniskus dan menghubungkan meniskus
medial dan lateral.
o Ligamen patella
Ligamen patella menghubungkan bagian inferior patella dengan tuberositas tibia.
memiliki panjang 5-6 cm dan lebar sekitar 3 cm ini merupakan ligamen yang
sangat kuat sehingga memberikan kekuatan mekanis pada keseluruhan sendi
lutut. Ligamen patella sering disebut juga tendon patella karena tidak terlihat
terpisah dengan tendon quadriseps femoris yang menyelubungi patella(Greisamer
and McConell, 1998).
4. Meniskus
Pada bagian tepi permukaan ujung proksimal tibia terdapat tulang rawan yang
berbentuk bulan sabit disebut meniskus. Dengan menjadikan permukaan caput tibia
cekung, meniskus berfungsi sebagai peredam tekanan yang diterima oleh sendi lutut
dan juga mendistribusikan berat secara merata antara tibia dan femur. Terdapat dua
meniskus, yaitu :
- Meniskus medial (fibrokartilago semilunar internal)
Bagian anterior meniskus ini melekat pada sisi anterior fosa interkondilus tibia
dan terletak di depan ligamen krusiatum anterior; sedangkan bagian posteriornya
melekat pada sisi posterior fosa interkondilus tibia dan terletak di antara perlekatan
meniskus lateral dan ligamen krusiatum posterior.
- Meniskus lateral (fibrokartilago semilunar eksternal)
Meniskus ini berbentuk seperti lingkaran dan meliputi area permukaan sendi
yang lebih luas dibandingkan meniskus medial. Ujung anteriornya melekat di depan
eminensia interkondilus tibia pada sisi latero-posterior ligamen krusiatum anterior dan
menyatu dengan ligamen tersebut. Sedangkan ujung posteriornya melekat di sisi
belakang eminensia interkondilus tibia dan di depan ujung posterior meniskus medial
(www.sportsinjuryclinic.net, 2010)
5. Otot-otot
Pada sendi lutut terdapat dua kelompok otot yaitu otot-otot quadriceps femoris dan
otot-otot hamstring (Anonim, 2010).
o Otot quadriceps femoris terdiri dari muskulus rectus femoris, m. vastus
intermedius, m. vastus lateralis dan m. vastus medialis. Kelompok otot ini
berperan sebagai ekstensor lutut jika kaki tidak menapak ke lantai dan sebagai
deselerator atau penahan lutut saat kaki menapak di lantai. Keempat tendon
dari otot-otot tersebut menyatu dan berinsersi pada bagian anterior patella
(Anonim, 2010).
o Otot-otot hamstring berorigo pada tuberositas ischiadika dan terdiri dari m.
semitendinosus yang berinsersi di permukaan medial tibia, m.
semimembranosus yang berinsersi pada condilus medial tibia, dan m. biseps
femoris berinsersi pada sisi lateral
2.3 Epidemiologi

Pada suatu penelitian mengenai kejadian cedera tendinitis patella di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa cedera ini merupakan salah satu cedera tendinopati yang cukup sering
pada atlet dewasa. Pada olahraga yang banyak melakukan gerakan melompat dilaporkan
bahwa kejadian cedera tendinitis patella sekitar 20%. Angka kejadian pada laki-laki dan
perempuan sama apabila cederanya bilateral pada kedua tungkai,sedangkan cedera yang
unilateral pada salah satu tungkai kejadian cedera lebih banyak pada laki-laki dengan rasio
2:1 (Hyman et al, 2008). Pada penelitian terhadap pemain-pemain bulutangkis Malaysia
ditemukan bahwa cedera yang tersering adalah cedera akibat overuse, dan 63% cedera
terjadi di ekstremitas bawah yaitu terutama di daerah lutut. Diantara berbagai cedera yang
ada di lutut, tendinitis patella merupakan cedera yang paling sering ditemukan (42%)
(Shariff et al, 2009).

2.4 Etiologi

Penyebab terjadinya cedera tendinitis patella masih belum jelas. Ada beberapa
kombinasi faktor penyebab, diantaranya adalah (Houglum, 2001):
- Intensitas dan frekuensi dari aktivitas fisik
Semakin besar intensitas dan frekuensi aktivitas fisik terutama yang disertai dengan
gerakan melompat maka akan semakin besar tekanan yang terjadi pada tendon sehingga
semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya cedera tendinitis patella.
- Faktor kegemukan
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa semakin besar berat badan seseorang maka
semakin besar pula tekanan terhadap tendon patella sehingga risiko terjadinya tendinitis
patella semakin tinggi.
- Kekakuan otot-otot kaki.
Menurunnya kelentukan pada otot-otot quadriseps dan otot-otot hamstring akan
meningkatkan tarikan (strain) pada tendon patella.
- Misalignment tungkai.
Posisi tungkai yang tidak sejajar akan memberikan tarikan yang lebih besar pada tendon
patella.
- Posisi tulang patella yang lebih tinggi (patella alta)
Posisi tulang patella yang letaknya lebih superior dari sendi lutut akan menyebabkan
tendon patella mengalami tarikan yang lebih besar.
- Ketidakseimbangan kekuatan otot-otot tungkai.
Apabila salah satu otot tungkai lebih kuat dari yang lain maka tendon patella dapat
mengalami tarikan yang tidak merata, sehingga menyebabkan tendinitis patella.

2.5 Biomekanika cidera

Tendinitis patella disebabkan oleh tekanan pada tendon patella saat melompat. Cedera
ini dapat terjadi pada atlet terutama yang berpartisipasi pada cabang olahraga dengan gerakan
melompat yang dominan seperti basket, voli, lompat tinggi atau lompat jauh, bulutangkis,
sepakbola dan lain-lain. Tendinitis patella dapat juga ditemukan pada olahraga yang tidak ada
gerakan melompat seperti angkat besi dan bersepeda, namun hal ini jarang terjadi.

Faktor-faktor risiko intrinsik yang berpengaruh diantaranya adalah jenis kelamin,


obesitas, genu varum, genu valgum, peningkatan Q angle, patella alta, patella baja serta
ketidaksamaan panjang tungkai. Satu-satunya gangguan biomekanik yang berhubungan
dengan terjadinya patellar tendinitis adalah kelentukan otot-otot quadriseps dan hamstring
yang buruk.
Kemampuan melompat secara vertikal, teknik melompat dan mendarat juga akan
mempengaruhi pembebanan pada tendon. Tendon patella mengalami tekanan mekanik yang
lebih besar saat mendarat dibandingkan saat akan melompat karena adanya kontraksi otot-
otot quadriceps secara eksentrik. Latihan yang berlebihan dan latihan pada permukaan yang
keras merupakan suatu faktor risiko ekstrinsik (Hyman et al, 2008).
2.6 Gejala
Ada beberapa gejala yang dapat muncul pada cedera tendinitis patella ini, diantaranya adalah
(Peterson et al, 1990):
 Nyeri di sekitar tendon patella
 Pembengkakan pada sendi lutut
 Nyeri di sekitar lutut saat melompat, berlari dan berjalan terutama saat menuruni
tangga
 Nyeri di sekitar lutut saat fleksi dan ekstensi kaki
 Terasa lunak saat perabaan di sekitar lutut
 Lutut terasa lemah
 Snapping sensation pada waktu gerakan jongkok
 Nyeri terus-menerus yang mengganggu saat tidur di malam hari.
Stadium

Tendinitis patella dapat dibagi ke dalam 4 stadium menurut intensitas nyerinya, yaitu
(Edell, 2009) :
a. Stadium 1 : nyeri hanya pada saat beraktivitas, tidak ada kerusakan fungsional.
b. Stadium 2 : nyeri selama dan setelah beraktivitas, atlet masih dapat menampilkan
performa yang baik saat bertanding.
c. Stadium 3 : nyeri yang panjang selama dan sesudah beraktivitas, atlet tidak dapat
menampilkan performa yang baik selama bertanding
d. Stadium 4 : nyeri sepanjang hari. Ruptur total tendon.

2.7 Prognosis

Tendinitis patella stadium 1 dan 2 dengan terapi konservatif memiliki prognosis yang baik.
Sedangkan prognosis tendinitis patella stadium III untuk dapat pulih secara sempurna tidak
terlalu baik. Pada stadium IV diperlukan tindakan pembedahan namun biasanya kecil
kemungkinan bagi atlet untuk dapat kembali bermain seperti semula (Hyman et al, 2008)
2.8 Penanganan

Pemberian pengobatan menurut stadium tendinitis patella (Hyman et al, 2010) adalah:

Stadium I
Stadium ini ditandai dengan adanya nyeri yang timbul setelah beraktivitas tanpa
adanya gangguan fungsional. Terapi yang diberikan untuk stadium I cukup dengan
RICE / cryotherapy. Pasien dianjurkan untuk melakukan aplikasi es setelah
melakukan aktivitas yang menyebabkan nyeri. Jika nyeri masih berlanjut dapat
diberikan NSAID. Pada beberapa kasus nyeri dapat timbul kembali setelah pemberian
NSAID dihentikan. Namun dalam hal ini pemberian NSAID jangka panjang tetap
tidak dianjurkan terutama untuk atlet-atlet usia muda. Selain itu injeksi kortikosteroid
lokal juga tidak dianjurkan untuk terapi stadium I. Sebagian besar atlet profesional
enggan mengikuti anjuran untuk beristirahat karena menganggap hal tersebut akan
menurunkan performa dalam berolahraga. Oleh karena itu digunakan protektor
(strapping) untuk mengurangi ketegangan tendon serta gejala yang dirasakan.
Selanjutnya perlu diterapkan latihan fisik yang komprehensif, meliputi peregangan
otot-otot quadriseps dan fleksor sendi panggul serta latihan penguatan yang progresif.
Sebelum melakukan latihan-latihan fisik ini dianjurkan agar melakukan pemanasan
untuk meningkatkan aliran darah dan kelentukan jaringan.
Stadium II
Pada stadium II, nyeri dialami selama beraktivitas dan setelah beraktivitas tapi tetap
mampu berpartisipasi dalam olahraga secara baik, bahkan dapat menggangu saat tidur.
Oleh karena itu aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan pada tendon
patella harus dihindari seperti melompat dan berlari. Pada prinsipnya latihan fisik dan
terapi RICE hampir sama dengan yang diterapkan pada penanganan stadium I.
Perbedaannya adalah pada stadium II, setelah nyerinya berkurang, juga diberikan
latihan yang berfokus kepada ROM, kelentukan dan kekuatan sendi lutut, pergelangan
kaki dan panggul. Bila intensitas nyeri bertambah dan atlet menjadi merasa khawatir
mengenai performanya maka suntikan lokal kortikosteroid dapat dipertimbangkan
untuk diberikan. Sebelum diberikan suntikan kortikosteroid dokter harus menjelaskan
kepada atlet bahwa suntikan ini dapat menyebabkan degenerasi tendon atau bahkan
terjadi ruptur tendon bila atlet terlalu cepat melakukan aktivitas yang membebani
tendon setelah gejala-gejala membaik.

Stadium III
Pada stadium III, rasa nyeri dirasakan terus-menerus hingga mempengaruhi performa
atlet dalam berolahraga. Terapi pada stadium ini secara umum hampir sama dengan
stadium II namun pada stadium ini atlet harus beristirahat dan berhenti dari kegiatan
olahraganya selama sekitar 3 sampai 6 minggu. Atlet harus menghindari aktivitas
yang menyebabkan nyeri serta dianjurkan untuk tetap mengikuti program latihan
kardiovaskuler dan latihan kekuatan. Bila nyeri terus-menerus dirasakan (refrakter)
atlet dapat memilih untuk meninggalkan olahraga yang mengharuskan gerakan
melompat dan / atau menjalani pembedahan. Pada penelitian Bahr et al, ditemukan
tidak ada perbedaan hasil terapi antara atlet dengan tendinitis patella stadium III yang
menjalani pembedahan dan tanpa pembedahan. Hanya sekitar 50% atlet di kedua
kelompok terapi yang dapat kembali berpartisipasi setelah menjalani terapi selama 1
tahun. Peneliti juga menyarankan agar dilakukan latihan penguatan otot-otot
quadriseps secara eksentik sebelum mempertimbangkan untuk melakukan tenotomy.
Stadium IV
Pada stadium IV terjadi ruptur tendon secara total yang membutuhkan tindakan
pembedahan
.
2.9 Pencegahan

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera tendinitis patella,
di antaranya adalah (Edell, 2009)

 Teknik pemanasan yang benar. Pemanasan yang benar penting untuk membuat
jantung, paru-paru, otot, sendi serta pikiran menjadi siap berolahraga.
 Hindari aktivitas berlebihan yang menyebabkan nyeri seperti melompat, berlari,
berjongkok serta naik turun tangga.
 Istirahat dan pemulihan. Istirahat sangat penting untuk membantu pemulihan jaringan
lunak setelah aktifitas yang berat.
 Latihan keseimbangan. Latihan keseimbangan akan meningkatkan kemampuan
proprioseptif sehingga tubuh memiliki kemampuan untuk mengendalikan posisi tubuh
dan ekstremitas.
 Peregangan. Peregangan penting untuk meningkatkan fleksibilitas otot-otot yang
berada di sekitar lutut.
 Latihan penguatan otot sekitar lutut.
 Penggunaan alas kaki tepat. Alas kaki yang tepat akan membantu stabilitas lutut,
memberikan bantalan yang cukup dan menyokong lutut dan tungkai bawah selama
berjalan dan berlari.
 Penggunaan strapping dan taping. Dengan penggunaan strapping dan taping
diharapkan dapat melindungi atlet dari cedera karena strapping dan taping berfungsi
membatasi gerakan pada daerah sendi yang cedera sehingga terhindar dari gerakan
yang berlebihan dan gerakan yang abnormal, selain itu strapping dan taping berfungsi
untuk memberikan tahanan pada otot-otot akibat adanya tekanan.
 Meningkatkan ketrampilan melakukan teknik permainan.
BAB 3

STUDY KASUS

Seorang pemain bola voli wanita berusia 15 tahun yang kompetitif dengan nyeri lutut kiri
yang semakin memburuk selama 6 bulan terakhir dirujuk ke terapi fisik oleh dokter spesialis
anak. Dia adalah pemukul luar dan kaki kirinya adalah kaki lepas landasnya. Rasa sakitnya
"tepat di bawah tempurung lutut". Selama latihan bola voli, memukul, melompat, berlari dan
jongkok membuat sakit lututnya semakin parah. Rasa sakitnya sedikit berkurang dengan es.

Dia telah istirahat total dan menghindari aktivitas yang menimbulkan rasa sakit selama 3
minggu hanya untuk mendapatkan rasa sakit kembali segera setelah melanjutkan aktivitas.
Laporan pasien dia tumbuh 4 inci tahun lalu; dia sekarang 5 kaki 10 inci dan berat 121 lb
(indeks massa tubuh 17,4 kg / m2). Karena tinggi badannya, dia dipindahkan dari universitas
junior ke tim voli universitas. Dia melaporkan pelatih "bergantung" padanya untuk menang,
yang menurutnya sangat stres. Selain itu, praktik universitas jauh lebih lama dan dia
mengalami kesulitan menyesuaikan pekerjaan rumah dengan jadwalnya. Dia melaporkan
melakukan pelatihan "ekstra" pada pelatih elips 60 hingga 75 menit setiap malam.

Sejak masuk sekolah menengah tahun lalu, menstruasinya menjadi lebih tidak teratur.
Dalam 12 bulan terakhir, dia hanya mengalami 4 periode dan siklus terakhirnya adalah 4
bulan yang lalu. Dia melaporkan kurangnya menstruasi sebagai "sangat nyaman." Dalam 2
tahun terakhir, dia telah mengalami beberapa cedera akibat penggunaan berlebihan, termasuk
tendinosis Achilles, fraktur stres metatarsal, dan cedera hamstring kronis. Dia melaporkan
bahwa setiap kondisi ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sembuh, bahkan
dengan istirahat. Ketika pasien masuk ke klinik, ahli terapi fisik mencatat pola berjalan
normal, dengan atrofi paha depan kiri yang terlihat. Berdasarkan olahraga pasien, riwayat
kesehatan, deskripsi gejala, dan observasi singkat, ahli terapi fisik mencurigai pasien datang
dengan tendinosis patela kronis karena lingkungan penyembuhan yang buruk terkait
komponen triad atlet wanita.

3.1 PROSES FISIOTERAPI


A. Anamnesis
Nama : Nn. Mira
Umur : 15 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : wanita atlet volli triad
Alamat : Surabaya
Keluhan utama : Nyeri lutut kiri tepat di bawah tempurung lutut
Riwayat penyakit sekarang : pada juli tahun 2019 pasien mengalami nyeri lutut kiri
yang semakin memburuk selama 6 bulan terakhir dirujuk ke terapi fisik oleh dokter
spesialis anak kemudian Pasien juga mengatakan sejak masuk sekolah menengah
tahun lalu, menstruasinya menjadi lebih tidak teratur, dia hanya mengalami 4
periode dan siklus terakhirnya adalah 4 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu : Trauma berulang Dalam 2 tahun terakhir, dia telah
mengalami beberapa cedera akibat penggunaan berlebihan, termasuk tendinosis
Achilles, fraktur stres metatarsal, dan cedera hamstring kronis
B. Pemeriksaan
1) Nyeri
Menggunakan VAS (visual analog scale)

(Tidak Nyeri) 0 10Tak Tertahankan


Diam 1
Gerak 3
Tekan 3
2) MMT

Knee Dekstra Sinistra


Fleksor 5 4-
Ekstenso 5 4-
r

3) LGS

Knee Dekstra Sinistra


S 10 -0 10 -0
-130 -130
Derajat Derajat
4) Tes Ely, tes Ober, dan tes Thomas semuanya positif di sebelah kiri
Pemeriksaan patela dengan melakukan quadrisep iso-metrik ("set kuadrat") dapat
dinilai. Jika patela bergerak ke lateral, tarikan lateral yang meningkat pada tendon
patela dapat menyebabkan nyeri.
C. Diagnosa Fisioterapi
1) Impairment
a) Nyeri pada tendon otot patella
b) Penurunan kekuatan otot pada abduksi pinggul, rotasi eksternal, dan ekstensi
lutut.
2) Fungtional limitation
a) Jongkok dan melompat
b) Kesulitan naik turun tangga
c) Kesulitan dari duduk ke berdiri
d) Kesulitan berjalan jauh
3) Disability
PENYARINGAN ATHLETE TRIAD WANITA
Aktivitas bisa dilakukan tetapi terbatas saat aktivitas jalan.
DAFTAR PERTANYAAN

D. Lembar Skrining
Alat ini dapat diberikan kepada atlet putri pada saat evaluasi pramusim yang dikenal dengan ujian
prapartisipasi. Tanggapan positif untuk pertanyaan-pertanyaan ini harus memicu perhatian untuk
mengevaluasi dokter, sehingga mengidentifikasi atlet wanita yang berisiko untuk Triad Atlet Wanita.
Setelah mengidentifikasi atlet “berisiko”, dokter dapat menyelidiki lebih lanjut dengan mengisi
kuesioner tingkat kedua, yang lebih mendalam, pemeriksaan fisik, dan evaluasi laboratorium yang
ditemukan setelah kuesioner skrining ini.

1) Apakah Anda mengkhawatirkan berat badan atau komposisi tubuh Anda?


Ya Tidak
2) Apakah Anda membatasi atau dengan cermat mengontrol makanan yang Anda makan?
Ya Tidak
3) Apakah Anda mencoba menurunkan berat badan untuk memenuhi persyaratan berat atau citra /
penampilan olahraga anda ?
Ya Tidak
4) Apakah berat badan Anda memengaruhi perasaan Anda tentang diri sendiri?
Ya Tidak
5) Apakah Anda khawatir kehilangan kendali atas seberapa banyak Anda makan?
Ya Tidak
6) Apakah Anda membuat diri Anda muntah, menggunakan diuretik atau pencahar setelah makan?
Ya Tidak
7) Apakah Anda saat ini atau pernah menderita gangguan makan?
Ya Tidak
8) Apakah kamu pernah makan diam-diam?
Ya Tidak
9) Pada usia berapa Anda pertama kali menstruasi?
________________________
10) Apakah Anda memiliki siklus menstruasi bulanan?
Ya Tidak
11) Berapa siklus menstruasi yang Anda alami dalam setahun terakhir?
________________________
PENYARINGAN ATHLETE TRIAD WANITA
DAFTAR PERTANYAAN
Tindak Lanjut Dokter
Dokumen ini menguraikan pedoman untuk dokter yang harus dilakukan setelah seorang wanita
atlet telah diidentifikasi berisiko untuk atlet wanita triad dalam proses penyaringan awal. Sebuah
analisis nutrisi rinci ketersediaan energi dapat diselesaikan bekerjasama dengan ahli gizi olahraga
terdaftar.
RINCIAN SEJARAH
Harap lingkari jawaban yang paling sesuai dengan situasi Anda.
Tidak pernah = 1
Jarang = 2
Kadang-kadang = 3
Lebih sering daripada tidak = 4
Secara teratur = 5
Selalu = 6

1. Apakah Anda ingin menimbang lebih atau kurang dari yang Anda lakukan?
123456
2. Apakah Anda menurunkan berat badan secara teratur untuk memenuhi persyaratan berat
badan untuk olahraga Anda?
123456
Bagaimana Anda melakukannya?
________________________________________________
3. Apakah berat / komposisi tubuh menjadi masalah bagi Anda?
123456
4. Apakah Anda puas dengan kebiasaan makan Anda?
123456
5. Apakah menurut Anda kinerja Anda secara langsung dipengaruhi oleh berat badan Anda?

123456
Jika ya, bagaimana? _____________________________________________
6. Apakah Anda memiliki makanan terlarang?

123456
7. Apakah Anda seorang vegetarian?

123456
Sejak usia berapa? _________________________________________
8. Apakah Anda melewatkan waktu makan?
123456
Jika ya, seberapa sering? Untuk alasan apa?__________________________
9. Apakah Anda mengalami peningkatan cepat dalam berat badan Anda?
123456
10. Apa yang Anda anggap sebagai berat badan kompetitif ideal Anda?
________________________
11. Apakah ada yang pernah menyarankan Anda menurunkan berat badan atau mengubah
kebiasaan makan Anda?
123456
12. Apakah pelatih, hakim, atau anggota keluarga pernah menyebut Anda gemuk?
123456
14. Apakah Anda khawatir jika Anda melewatkan latihan?
123456
15. Apakah Anda berolahraga atau aktif secara fisik serta berlatih untuk olahraga Anda?
123456
16. Apakah Anda mengalami stres dalam hidup Anda di luar olahraga?
123456
Apa sajakah tekanan ini? _______________________________________
17. Apakah Anda mampu mengatasi stres?
123456
Bagaimana?_______________________________________________________
18. Bagaimana struktur keluarga Anda? ____________________________________
19. Apakah Anda menggunakan atau pernah menggunakan (d) cara-cara ini untuk menurunkan berat
badan?
Sebuah. Obat pencahar 1 2 3 4 5 6
b. Diuretik 1 2 3 4 5 6
c. Muntah 1 2 3 4 5 6
d. Pil diet 1 2 3 4 5 6
e. Sauna 1 2 3 4 5 6
f. Kantong plastik atau pembungkus selama pelatihan 1 2 3 4 5 6
g. Metode lain (sebutkan) ____________ 1 2 3 4 5 6

Review dari masalah: (sakit kepala / masalah penglihatan, galaktorea / jerawat / pola laki-
lakidistribusi rambut)
Riwayat lengkap cedera
Analisis gizi adalah sebagai pemantau keseimbangan energi dan keseimbangan gizi.

PEMERIKSAAN FISIK
Tinggi: ______________________________
Bobot: _____________________________
Tekanan darah: _______________________
Nadi: _______________________________
Tanda-tanda Fisik Gangguan Makan: (lanugo, pembesaran kelenjar parotis, karotonemia):
__________
_____________________________________________________________________________
Kulit: Hirsutisme Pola Jerawat / Pria: _________________________________________________
Pementasan Tanner: ________________________________________________________________
Persen Lemak Tubuh (kaliper lemak):
____________________________________________________
Penilaian Cedera Muskuloskeletal: ________________________________________________
E. Intervensi Fisioterapi
1. TENS : pasien tidur telentang dengan nyaman di bed. Pasang pad electroda secara
di lutut atur waktu sekitar 10 menit dengan intensitas 20 ppd.
Tujuan : Mengurangi nyeri lutut; meningkatkan fleksibilitas ekstremitas bawah;
meningkatkan kekuatan ekstremitas bawah; kembali ke aktivitas olahraga dan
fungsional dengan nyeri minimal.
2. ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy) adalah tindakan terapi non invasive
dengan gelombang kejut (shockwaves) yang memiliki kemampuan mengatasi nyeri
pada jaringan lunak. Tindakan ESWT biasanya dilakukan untuk menangani nyeri
pada susunan tulang belakang. ESWT dapat menghilangkan nyeri yang tidak dapat
diatasi dengan tindakan lain seperti pemberian terapi obat maupun tindakan
konservatif lainnya.
Tindakan ESWT dapat dilakukan terhadap anda yang mengalami :
1. nyeri pada daerah punggung atau tulang belakang
2. tennis elbow syndrome (nyeri pada siku lengan)
3. peradangan atau pengapuran pada lutut
4. shoulder rotator cuff pain (nyeri pada bahu)
5. hamstring tendonitis (nyeri pada otot paha bagian atas)
6. Plantar fasciitis (nyeri pada telapak kaki)
Keunggulan :
1. merupakan tindakan non-invasif dan dapat dilakukan tanpa anestesi
2. meminimalisir terjadinya komplikasi penyakit karena hamper tidak ada efek
samping yang ditimbulkan
3. dapat menyembuhkan nyeri yang tidak dapat disembuhkan oleh tindakan
konservatif lainnya
4. durasi tindakan yang cepat (5-10 menit) dan pemulihan yang cepat. Pasien
dapat kembali beraktifitas dalam waktu yang singkat
5. ESWT dapat bereaksi langsung pada jaringan saraf yang akan menghilangkan
rasa nyeri.
3. Quadriceps banch : pasien duduk dan berikn pembebanan pada kedua
tungkai. Lakukan pengulangan sebanyak 4 kali selama 15 menit
sebanyak 6 set.
Tujuan : mobilisasi dan peregangan pasif untuk memperbaiki persendian mobilitas
dan fleksibilitas ekstremitas bawah; latihan eksentrik untuk menambah kekuatan
otot dan daya tahan paha depan dan merombak tendon patela
4. Latihan eksentrik
Latihan eksentrik telah menjadi landasan rehabilitasi untuk tendinosis dan banyak
bukti yang mendukung keefektifannya. Secara khusus, squat penurunan eksentrik
yang menyakitkan telah terbukti menjadi intervensi latihan terapeutik yang lebih
unggul dibandingkan dengan squat eksentrik standard

EXERCISE PADA TENDINITIS PATELARIS

Gambar 14-3. Peregangan hamstring di kusen


pintu. Peregangan yang berkepanjangan dalam posisi ini memungkinkan serat otot
untuk merombak ke posisi yang diperpanjang.

Gambar 14-5. Tendangan keledai dari depan (A.)


dan samping (B) Pemanasan dinamis ini membutuhkan kontraksi otot paha
belakang yang konsentrat, sehingga menciptakan penghambatan timbal balik dari
otot paha depan, menghasilkan peregangan paha depan yang dinamis.
Gambar 14-5. Tendangan keledai dari
depan (A.) dan samping (B). Wamup dinamis ini membutuhkan kontraksi konsentris
dari paha belakang, sehingga menciptakan penghambatan timbal balik dari otot paha
depan, menghasilkan peregangan paha depan yang dinamis.

Gambar 14-7. Perkembangan jongkok


tungkai tunggal dengan pasien mengenakan rompi berat dan berdiri di permukaan
yang tidak stabil. A. Tampak samping. B. Tampak depan. Terutama untuk pelatihan
ulang neuromuskuler, atau mengajari atlet cara merekrut otot tertentu, resistansi
harus rendah, tetapi dapat dilakukan setiap hari.

Gambar 14-8. Abduksi pinggul ke samping


menggunakan dinding sebagai isyarat taktil. Atlet meletakkan bantal di belakang
punggungnya, meletakkan tubuhnya di dinding (membiaskannya ke dalam ekstensi
pinggul), dan mendorong tangan atasnya ke matras atau lantai, meningkatkan
aktivasi inti. Tumit kaki bagian atas menempel di dinding sedangkan atlet
melakukan abduksi pinggul. A. Tampak depan. B. Tampak samping. Perhatikan
bagaimana penggunaan bantal di belakang membuat pinggul menjadi ekstensi.

Gambar 14-9. Penguatan hamstring satu kaki


menggunakan bola

Gambar 14-10. Papan depan dengan


pengangkat kaki dengan ekstensi pinggul. Atlet dapat melatih gaya angkat kaki.

F. Evaluasi
1. Penatalaksanaan yang berhasil dari atlet dengan tendinosis patela meliputi
modifikasi aktivitas, penguatan eksentrik paha depan menggunakan papan
penurunan, mempertahankan kapasitas aerobik, dan menggabungkan fungsional
(multiplanar) peregangan otot yang tidak bisa bergerak.

2. Wanita dengan asupan kalori yang berkurang dan keseimbangan energi negatif
mungkin mengalami penyembuhan yang lambat atau tertunda.

3. Pemeriksaan fisik individu dengan tendinosis patela biasanya menunjukkan


penurunan fleksibilitas ekstremitas bawah, nyeri dengan palpasi tendon patella di
penyisipan di puncak patela, dan penurunan paha depan eksentrik kekuatan dengan
tidak ada tanda-tanda peradangan akut saat ini.
4. Karena keterkaitan komponen triad atlet putri, putri dengan satu komponen harus
diskrining untuk komponen lain dan dirujuk kembali ke penyedia layanan primer
mereka untuk pengujian lebih lanjut .

G. Komplikasi & Edukasi


1. Komplikasi yang mengganggu terapi fisik: Ketidakpatuhan pasien modifikasi
aktivitas, khususnya dengan penurunan rutinitas olah raga dan latihan bola voli,
ketidak mampuan keluarga untuk memberikan dukungan emosional seperti
transportasi ke sesi terapi; kebiasaan gaya hidup (misalnya, diet, kebersihan tidur)
yang mengganggu penyembuhan jaringan yang optimal
2. Edukasi : Tentang adekuat istirahat dan pemulihan untuk penyembuhan jaringan
normal; pendidikan tentang pentingnya pelatihan silang dan olahraga khusus
olahraga anaerobic. Latihan yang dilakukan dalam rantai kinetik tertutup,
pemeliharaan kapasitas aerobik, dan penggabungan peregangan fungsional
(multiplanar) dari otot yang diperpendek.
Pada nyeri sedang selama latihan eksentrik dapat diterima. Secara khusus,
menggunakan skala peringkat nyeri numerik di mana 0 menunjukkan tidak ada
nyeri dan 10 adalah nyeri maksimal, tingkat 3 sampai 4 dapat diterima.
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Tendinitis patella adalah suatu kondisi dimana terdapat cedera pada tendon patella.
Secara makroskopik ditemukan adanya degenerasi pada tendon akibat adanya gangguan
vaskular dan reaksi inflamasi. Secara histologis ditemukan adanya perdarahan dan robekan
tendon yang menyebabkan peningkatan jumlah sel inflamasi, namun beberapa peneliti
berpendapat bahwa tidak ada sel-sel inflamasi pada tendinitis patella tapi yang ada adalah
sel-sel fibroblast (Khan et al, 1998)

Manfaat dari TENS dalam kasus ini adalah untuk mengurangi nyeri. TENS diharapkan
dapat untuk memblokir nyeri yang dibawa oleh nosiseptor ke sel transmisi (sel T) yang
membawa impuls nosiseptif ke otak .
Resisted active movement dan Eksentrik exercise diharapkan dapat untuk meningkatkan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional pada pasien.

4.2 ASARAN

Semoga dengan adanya penelitian tentang tendinitis patellaris beserta intervensi


fisioterapi ini akan memberikan manfaat terhadap fisioterapis maupun terhadap
masyarakan penyuka olahraga.
DAFTAR PUSTAKA

Otis CL, Drinkwater B, Johnson M, Loucks A, Wilmore J. American College o Sports Me


icine position stan . he Female Athlete ria . Med Sci Sports Exerc. 1997;29:i-ix.

Nattiv A, Loucks AB, Manore MM, Sanborn CF, Sun got-Borgen J, Warren MP. Ameri-

can College o Sports Me icine position stan . he emale athlete tria . Med Sci Sports Exerc.
2007;39:1867-1882.

Peers KH , Lysens RJ. Patellar ten inopathy in athletes: current iagnostic an therapeutic
recom-men ations. Sports Med. 2005;35:71-87.

Bahr R, Fossan B, Loken S, Engebretsen L. Surgical treatment compare with eccentric


training or patellar ten inopathy ( Jumper’s Knee). A ran omize , controlle trial. J Bone Joint
Surg Am. 2006;88:1689-1698.

Biernat R, rzaskoma Z , rzaskoma L, Czaprowski D. Rehabilitation protocol or patellar ten i-

nopathy applie amongst 16-19 year ol volleyball players. J Strength Cond Res. 2014;28:43-
52.

Kountouris A, Cook J. Rehabilitation o Achilles an patellar ten inopathies. Best Pract Res
Clin Rheumatol. 2007;21:295-316.

Gai a JE, Cook J. reatment options or patellar ten inopathy: critical review. Curr Sports Med
Rep.2011;10:255-270.

Kongsgaar M, Kovanen V, Aagaar P, et al. Corticosteroi injections, eccentric ecline squat

training an heavy slow resistance training in patellar ten inopathy. Scand J Med Sci Sports.

2009;19:790-802.

Pur am CR, Jonsson P, Al re son H , Lorentzon R, Cook JL, Khan KM. A pilot stu y o the
eccen-tric ecline squat in the management o pain ul chronic patellar ten inopathy. Br J Sports
Med.2004;38:395-397.

Anda mungkin juga menyukai