Anda di halaman 1dari 15

Referat

Rehabilitasi Medik pada Anterior Cruciate Ligament (ACL)


dan Posterior Cruciate Ligament (PCL)

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Kepanitraan Klinik Madya

Oleh

Lufi Indayani, S.Ked

21804101030

Pembimbing

dr. Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR

KEPANITRAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

LABORATURIUM ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E yang telah memberikan kesempatan

kepada penyusun sehingga referat tugas ilmu laboratorium kedokteran fisik dan rehabilitasi ini

dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Tujuan penyusunan referatini adalah sebagai ujian untuk memenuhi tugas kepanitraan

klinik dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca khususnya dalam rehabilitasi

medic pada cidera ACL dan PCL

Penyusun menyadari bahwa penulisan referat ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan

saran membangun dari pembimbing klinik dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan

laporan ini. Atas perhatiannya dalam penyusunan laporan ini, penyusun mengucapkan banyak

terima kasih.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan demi

kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran.

30 Januari 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anterior Cruciate Ligament merupakan bagian dari empat ligamen utama yang menstabilisasi
sendi lutut. Anterior Cruciate Ligament (ACL) dan Posterior Cruciate Ligament (PCL) terentang
dari tulang disekitar fosa interkondiler femur sampai ketibia masing-masing didepan dan
dibelakang interkondiler (William E. Prentice,2016).
ACL dan PCL adalah ligamen yang paling sering mengalami cedera pada lutut. Penyebab
utama terjadinya ruptur pada ligamentum cruciatum adalah aktifitas olahraga berat. Olahraga
yang sering menyebabkan cedera adalah olahraga dengan fisik kaki terfiksir dan badan berubah
arah dengan cepat, misalnya pada pemain sepak bola atau basket dengan 70% kejadiannya
disebabkan oleh mekanisme nonkontak (Finalli, 2003).
Setiap tahun di Amerika Serikat terjadi 250.000 cedera ACL, atau sekitar 1 dari 3000
populasi. Sekitar sepertiga dari pasien yang mengalami cedera ACL memerlukan pembedahan
untuk mengembalikan fungsi gerak dari ligamen ACL (Maguire, 2012). Menurut data tahun
2010, ditemukan 463 kasus cedera PCL. Dari total cedera, sebagian besar penderitanya berkisar
antara usia 18 - 44 tahun, dikarenakan pada usia tersebut, orang masih sangat aktif dalam
aktivitas fisik maupun menggeluti salah satu cabang olahraga tertentu (Miller, 2000).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana rehabilitasi medic pada cidera ACL dan PCL?

1.3 Tujuan
Mengetahui rehabilitasi medic pada cidera ACL dan PCL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Ligamentum Cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat & saling
menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan
anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibia. Ligamentum ini penting karena merupakan
pengikat utama antara femur dan tibiae (John, 2010).
A. Anterior Cruciate Ligament
Istilah cruciate berasal dari kata crux yang artinya menyilang dan crucial (sangat
penting). Cruciate ligament saling bersilangan satu sama lain menyerupai huruf X. ACL adalah
stabiliser untuk knee joint pada aktivitas pivot. ACL berkembang pada minggu ke 14 usia
gestasi & berukuran sebesar jari kita dan panjangnya rata.rata 38 mm dan lebar rata.rata 10 mm,
dan dapat menahan tekanan seberat 500 pon sekitar 226 kg.
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan ke arah
atas, ke belakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus
lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila
lutut diluruskan sempurna. Ini tidak hanya mencegah anterior translasi dari tibia pada femur
tetapi juga memungkinkan untuk helicoid biasa tindakan lutut, sehingga mencegah kemungkinan
terjadinya patologi meniscal. Ligamen ini terdiri dari dua bundelyaitu sebuah bundel
anteromedial yang ketat di fleksi dan bundle posterolateral yang lebih cembung dan ketat dalam
ekstensi.
Suplai vaskuler ACL, berasal dari arteri geniculate media, serta dari difusi melalui
sheath sinovial nya. Persarafan dari ACL terdiri dari mechanoreceptors yang berasal dari saraf
tibialis dan memberikan kontribusi untuk proprioseptifnya, serabut rasa nyeri dalam ACL
hamper tidak ada. Ini menjelaskan mengapa ada rasa sakit yang minimal setelah ruptur ACL akut
sebelum terjadinya hemarthrosis yang menyakitkan.

B. Posterior Cruciate Ligament


Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan
kearah atas, depan dan medial untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus
medialis femoris. Serat. Serat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan
menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat. Serat posterior akan menjadi tegang
dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk men6egah femur ke
anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi, ligamentum cruciatum posterior
akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.

2.2 Definisi
Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) atau ruptur ACL adalah terputusnya
kontinuitas di salah satu ligamen lutut yang menghubungkan os femur dengan os tibia dan fibula.
ACL berfungsi untuk menjaga kestabilan lutut dan mencegah pergeseran berlebih dari tulang
tibia (Thompson, 2010).
Posterior Cruciate Ligament(PCL) merupakan ligamen yang saling bersilangan dengan
ACL yang menghubungkan dan memberikan ikatan antara tulang femur dengan tulang tibia.
Sama seperti ACL, PCL juga memungkinkan mengalami cedera.

2.3 Etiologi
a. ACL
Diperkirakan bahwa 70 % dari cedera ACL terjadi melalui mekanisme non kontak,
sementara 30% adalah hasil dari kontak langsung dengan pemain lain atau objek. Mekanisme
cedera sering dikaitkan dengan perlambatan diikuti dengan pemotongan, berputar atau side
stepping maneuver, pendaratan canggung atau out of control play.
Jatuh dari tangga atau hilang satu langkah di tangga adalah kemungkinan penyebab
lainnya. Seperti bagian tubuh lain, ACL menjadi lemah dengan bertambahnya usia. Jadi robekan
terjadi lebih mudah pada orang tua dengan usia 40 tahun lebih.

b. PCL
Cedera ini sering dipicu saat lutut mengalami benturan dari arah depan saat posisi lutut
dalam keadaan fleksi (menekuk). Contohnya, seperti saat lutut membentur dashboard pada
beberapa kasus kecelakaan di jalan raya. kasus ini juga sering terjadi pada cabang olahraga
fullbody contact seperti American football. Umumnya, penderita cedera ligamen ini mengalami
sensasi popping atau sensasi letusan pada lutut.

2.4 Klasifikasi
Tingkat keparahan cedera ligamen dinilai sebagai:
Grade 1 : Sebuah hamparan ringan dengan nyeri ringan dan bengkak tetapi tidak ada kerusakan
pada ligamen
Grade 2 : Ligamentum tertarik keluar. Ada rasa sakit umumnya lebih, bengkak dan sering
memar. Ligament biasanya akan sembuh tanpa operasi. Ligament akan menjadi lebih lemah
dibandingkan dengan sebelum terjadi cedera tetapi sendi akan sembuh dan biasanya dapat
berfungsi normal dengan sedikit ketidakstabilan.
Grade 3 : Liganmentum tertarik jauh sehingga mengakibatkan terjadinya robekan. Sering kali
ada sedikit rasa sakit. Namun sendi sangat tidak stabil. Lutut akan terlepas atau “buckle”. Sering
terjadi memar disekitar lutut dan operasi seringkali diperlukan untuk perbaikan.

2.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan ruptur ACL akut umumnya mengeluhkan nyeri pada lutut setelah trauma
yang disertai bengkak, pergerakan terbatas dan kesulitan menahan berat tubuh. Terdapat riwayat
seperti bunyi “popping” pada lutut. Diperlukan anamnesis mengenai penyebab cedera,
mekanisme cedera, onset, kondisi sebelum dan stelah cedera, riwayat ketidakstabilan lutut.
Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. 1ni mungkin merupakan tanda
perdarahan dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi tiba-tiba biasanya merupakan tanda cedera
lutut serius. Gerakan lutut terbatas karena pembengkakan dan atau rasa sakit.
Pasien dengan ruptur ACL kronik sering mengalami bengkak berulang dan adanya
perasaan “lutut akan lepas” atau akan terjatuh ketika sedang melakukan aktifitas (Bella,2014).

2.6 Pemeriksaan Fisik


Pada saat melakukan pemeriksaan, pastikan pasien dalam keadaan nyaman. Jika pasien
mengeluhkan nyeri hebat disertai bengkak pada lutut yang disebabkan oleh hemarthrosis yang
luas, dapat dilakukan aspirasi lutut pada suprapatellar pouch menggunakan alat steril.
Pemeriksaan
lutut yang cidera harus dibandingkan dengan lutut kontralateral yang tidak mengalami cidera
(Alford, 2005).

A. Ruptur Ligamentum Cruciatum Anterior


1. Lachman test
dilakukan pada pasien dengan posisi supine, lakukan fleksi lutut yang cidera sampai 30o.
Kemudian letakkan satu tangan pemeriksa dibelakang tulang tibia pasien dengan jempol
pemeriksa berada di tibial tubercle dan tangan yang lain pada paha bawah pasien. Kemudian
tibia ditarik ke arah anterior. Peningkatan pergerakan tibia relatif terhadap femur tanpa batas
yang jelas dibandingkan dengan lutut kontralateral yang tidak cidera sehingga dapat diduga
pasien mengalami ruptur ACL (Bella, 2014).
2. Drawer test
dilakukan pada pasien dengan posisi supine, tetapi fleksi lutut yang cidera dilakukan sampai 90 o.
Pemeriksa meremas tulang tibia tepat dibawah sendi lutut, jempol tangan pemeriksa pada kedua
sisi tendon platellar. Tulang tibia kemudian ditarik ke depan. Peningkatan pergerakan tibia ke
anterior dibandingkan lutut kontralateral yang tidak cidera atau adanya ketidakstabilan pada
pasien diduga mengalami rupture ACL. Ataupun apabila tibia didorong ke posterior akan terjadi
translasi jauh ke posterior berarti positif. Kedua pemeriksaan lachman test dan anterior drawer
test dilakukan pada pasien dalam keadaan rileks (Bella, 2014).
3. Pivot shift test
dilakukan pada pasien dengan posisi supine dan lutut dalam keadaan ekstensi. Pemeriksa
memberikan tekanan pada sisi lateral lutut sambil melakukan fleksi lutut secara perlahan. Sensasi
“ pop” muncul jika terjadi subluksasi tulang tibia terhadap tulang femur, diduga telah terjadi
ruptur ACL pada pasien (Bella, 2014).

B. Ruptur Ligament Cruciatum Posterior


1. Tes Drawer Posterior
Tes ini dibentuk dengan lutut difleksikan pada sudut 90 derajat dan kaki dalam keadaan netral.
Daya digunakan ke dalam arah posterior pada proksimal tibia tanpa ada perubahan. Bila terdapat
Drawer posterior positif maka dapat diindikasikan terjadi kerusakan pada cruciate posterior
(priyonadi, 2014).

2. Tes Recurvatum Rotasi Eksternal


Penderita tidur telentang di meja pelatihan kemudian pemeriksa memegang jari-jari kaki dan
angkat tungkai dari meja. Longgarnya posterior dan rotasi eksternal dari tibia mengindikasikan
kerusakan pada ligamen cruciate posterior dan ketidakstabilan posteropateral (priyonadi, 2014).
3. Tes “Sag” Posterior
Posisi penderita telentang di atas meja pelatihan, kedua lutut di fleksikan pada sudut 90 derajat.
Amati sisi lateral pada sebelah samping cedera, tibia akan terlihat longgar pada sisi posterior
ketika dibandingkan terhadap eksterimitas jika cruciate sebelah posterior mengalami kerusakan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. USG
Adanya ruptur ACL dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG, dimana pasien diposisikan
dalamkondisi lutut fleksi 60 derajat. Akan tetapi posisi ini membuat pasien tidak nyaman karena
kondisi ACL akut disertai dengan hemarthrosis. Pada ruptur ACL ,terdapat gambaran hipoechoic
pada dinding lateral femoral intercondylar notch.

Rupture ACL Rupture PCL


2. MRI
Tanda utama dari ruptur ACL adalah terdapatnya diskontinuitas. Tampilan sagital oblik
adalah tampilan yang baik untuk melihat ruptur ACL di dukung oleh tambilan aksial dan
koronal. Adanya tanda notch kosong pada potongan koronal merupakan temuan tersering pada
ruptur ACL komplit. Pada kondisi cidera akut atau subakut, penebalan dan edema ACL ditandai
dengan peningkatan intensitas sinyal pada rangkaian T2 atau intermediate weighted . Pada
kondisi kronik serat diserap dengan sempurna atau sisa ujung ACL dapat melekat pada synovial
envelope menutupi PCL ( posterior crucriate ligament ). Karena orientasi dari ACL membuat
visualisasi seluruh bagian ACL dalam satu bidang sulit, beberapa ahli menganjurkan
menggunakan bidang oblik, baik parallel mau pun perpendicular terhadap ACL untuk membantu
ACL dan rupturnya terlihat lebih jelas.

Ruptur PCL dapat ditentukan melalui pemeriksaan MRI, tanda yang paling penting pada
gambaran MRI yaitu : terdapat dikontiniuitas parsial atau total dan bentuk amorf dan gambaran
hiperintens pada ligamen.
2.8 Tatalaksana
1. Terapi Operatif
Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di Jahit dan disambung seperti semula. Reparasi ACL
yang diperbolehkan untuk restorasi stabilitas lutut adalah rekonstruksi ligament. Ligamen
tersebut akan diganti dengan graft jaringan ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar untuk
ligament yang baru yang akan tumbuh. Graft diambil dari beberapa sumber, Biasanya dari
tendon patella, yang merupakan sambungan “kneecap” dan “shinebone”. Tendon hamstring pada
posterior juga sering digunakan.
Tindakan operasi untuk rekonstruktif ACL dapat dilakukan menggunakan artroscopi
dengan insisi yang kecil. Kelebihan dari artroskopi adalah tindakkannya yang kurang invasive,
minimal nyeri, masa rawat inap lebih pendek dan penyembuhan lebih cepat.
Rekonstruktif ACL adalah terapi tidak selalu harus dilakukan segera. Hal ini tujuannya
adalah untuk memberi waktu pada proses inflamasi yang berjalan dan memberi kelonggaran bagi
pergerakan sebelum dilakukan operasi. Rekonstruktif yang terlalu dini dapat meningkatkan
resiko artofibrosis atau pembentukan jaringan parut pada sendi dan bisa meningkatkan resiko
kehilangan
fungsi gerak.

2. Tatalaksana di bidang rehabilitasi medis


1. Rehabilitiasi pasca operatif
Rehabilitasi pasca-operasi dimulai sehari setelah operasi. Dapat dilakukan dalam Empat fase
rehabilitasi pasca operasi. Program ini akan memiliki efek langsung pada fungsi pasien untuk
kembali beraktifitas. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai target- target diperlukan intervensi
berupa modalitas dan exercise.
a. Fase I antara lain:
Fase ini dimulai setelah operasi dan berlanjut selama 2-4 Minggu pasca rekonstruksi.
Terdapat perubahan-perubahan pada lutut seperti reaksi inflamasi yang dapat dilihat dengan
adanya bengkak, kemerahan, hangat dan hilangnya fungsi. Selain itu juga akan menimbulkan
nyeri disekitar area lutut yang cedera.
Fase ini, dapat dilakukan dalam beberapa prosedur pemeriksaan diantaranya adalah VAS
(Visual Analogue Scale), pengukuran oedem, ROM (Range of Motion), MMT (Manual Muscle
Testing), dan status fungsional. Terdapat target- target yang harus dicapai pada fase ini yang
diantaranya adalah perlindungan jaringan penyembuhan, penurunan nyeri, penurunan oedem, ,
peningkatan kekuatan otot, Weight Bearing. Oleh karena itu untuk dapat mencapai target-target
diperlukan intervensi berupa modalitas dan exercise. Intervensi pada fase I antara lain (Santoso
et al., 2014):
1) Penggunaan modalitas TENS guna mengurangi nyeri
2) PRICE (Protective, Bracing, Ice, Compression, Elevation)
3) Gait training menggunakan axillary crutches bilateral dengan partial weight bearing
b. Fase II
Fase II ini di mulai 2-6 Minggu setelah operasi. Biasanya akan memakan waktu 3-5 Minggu
untuk mencapai tujuan di fase ini. Pada fase ini terdapat banyak perubahan yang terjadi antara
lain sudah terdapat penurunan nyeri, penurunan oedem, peningkatan LGS, peningkatan kekuatan
otot, serta pasien sudah dapat mobilisasi mandiri dengan keluhan minimal. Intervensi yang
dilakukan pada fase II antara lain (Santoso et al., 2014):
1) Menggunakan modalitas TENS guna mengurangi nyeri
2) Active dan pasive Range of Motion
3) Latihan Keseimbangan
4) Core body
c. Fase III
Fase III dapat dimulai ketika tujuan dari fase 2 terpenuhi. Rata-rata ini akan mulai 6-8 minggu
setelah operasi (Santoso et al., 2014):
1) Range of Motion
2) Penguatan fungsional (squat dengan mengangkat lutut)
3) Balance
4) Core body
5) Menggunakan sepeda static
6) Sudah mulai diberikan latihan olahraga dengan intensitas minimal seperti jogging
d. Fase IV
Fase IV Fase ini dapat dimulai ketika tujuan Tahap 3 terpenuhi . Fase ini biasanya akan dimulai
12-16 minggu setelah operasi .
1) Resisted strengthening, exercise pada otot quadriceps dan hamstring

2) Latihan keseimbangan

3) Menggunakan speda statik

4) Latihan pool walking

2. ROM Excercises
Latihah Range of Motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan masa otot dan tonus otot. Latihan ROM diberikan untuk mempertahankan
mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelenturan jaringan
dan pembentuk kontraktrur. Latihan ROM terdiri dari :
a. Aktif ROM
Merupakan gerakan yang disebabkan oleh gerakan aktif dari otot itu sendiri
b. Pasif ROM
Merupakan gerakan yang sepenuhnya disebabkan oleh gerakan dari luar dengan sangat sedikit
ataupun tidak ada gerakan sadar dari otot. Sumber gerakan dapat berasal dari gravitasi, mesin,
individu yang lain maupun bagian tubuh individu itu sendiri. Kontraindikasi latihan ROM yaitu
jika latihan tersebut menggangu proses penyembuhan, harus dilakukan dengan hati-hati serta
latihan yang tidak tepat adalah timbulnya nyeri dan peradangan (Santoso et al., 2014):

3. Proprioceptive Neuromuscular Fascilitation (PNF)


Proprioseptif neuromuskular Fasilitasi (PNF) Proprioceptive dengan methode PNF maka
akan semakin diperkuat dan diintensifkan rangsangan-rangsangan spesifik melalui receptor
receptor yaitu panca-indra dan atau proprioceptor. Neuromuscular, juga untuk meningkatkan
respons dari sistem neuromuscular.
Teknik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud yang spesifik dimana
tehnik-tehnik tersebut mempunyai tujuan antara lain mengajarkan gerak, menambah kekuatan
otot, relaksasi, memperbaiki koordinasi, mengurangi sakit, menambah ruang lingkup gerak
sendi, menambah stabilisasi, mencegah kelelahan, mengajarkan kembali gerakan dan
memperbaiki sikap. tipe stretching yang digunakan adalah passive stretching dengan hold relax
(Santoso et al., 2014):

a. Passive stretching
Teknik penguluran dimana pasien dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan gerakan,
Prosedur:
1) Stretching dimulai dari keterbatasan LGS
2) Pasien harus rileks
3) Kekuatan stretch paling sedikit 6 detik dengan pengulangan dalam 1 sesi
4) Intensitas dan durasi stretching sesuai dengan toleransi pasien

b. Hold Relax
Suatu tehnik dimana kontraksi isometris mempengaruhi otot antagonis yang mengalami
pemendekan, yang diikuti dengan hilang atau berkurangnya ketegangan dari otot-otot tersebut
(Prinsip reciproke inhibisi). Hold relax digunakan untuk relaksasi otot antagonis, meningkatkan
mobilisasi dan mengurangi nyeri.
Prosedur:
1) Otot yang tegang dalam posisi mengulur dan nyaman
2) Pasien diminta melakukan kontraksi isometrik pada otot yang tegang tersebut selama 5-10
detik
3) Kemudian pasien diminta untuk relaks kembali
4) Fisioterapis kemudian mengulur otot tersebut sampai batas kemampuan untuk LGS
5) Ulangi prosedur ini
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ACL dan PCL adalah ligamen yang paling sering mengalami cedera pada lutut. Penyebab utama
terjadinya ruptur pada ligamentum cruciatum adalah aktifitas olahraga berat. Tatalaksana di
bidang rehab medic dapat dimulai sehari setelah operasi. Dapat dilakukan dalam Empat fase
rehabilitasi pasca operasi. Program ini akan memiliki efek langsung pada fungsi pasien untuk
kembali beraktifitas. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai target- target diperlukan intervensi
berupa modalitas dan exercise.
Daftar Pustaka
La Bella CR, Henrikus W, Hewelt TE. 2014. Anterior cruciate ligament injuries: diagnosis,
treatment, and prevention. American Academy of Pediatrics; 133(5): 1437-50.

Alford JW, Bach BR. 2005. Examination through familiarity with basic and a systematic
approach managing ACL tears: evaluation and diagnosis. The Journal Musculoskel Med;
21:381G-390.

Finalli. G C.The Multiple Ligament Injured Knee, A Practical Guide To Management, 2003;2-
15.

Maguire J., 2012 Anterior Cruciate Ligament Pathology. Townsville Orthopaedics and Sports
Surgery, Australia. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/307161-overview#showall

Klaud Miller , 2000. Acute Knee And Chronic Ligament Injuries. Available from:
http://www.jockdoc.ws/subs/kneeligament.htm

Santoso et al. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Op Rekonstruksi Anterior Cruciate
Ligament Sinistra Grade III Akibat Ruptur Di RSPAD Gatot Soebroto. Journal Vokasi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai