TINJAUAN PUSTAKA
PCL dibagi menjadi 2 bundel yang berbeda yaitu anterolateral (AL) dan
bundel yang lebih kecil yaitu posteromedial (PM). PCL bekerja sama dengan ligamen
meniskofemoral yang membentuk kompleks PCL. Fungsi utama dari kompleks PCL
adalah membatasi translasi posterior dari tibia terhadap femur dan juga menjadi
penahan sekunder terhadap rotasi eksternal. PCL juga melindungi lutut yang
terekstensi dari stres varus dan valgus. Peran PCL dalam melindungi stabilitas lutut
posterior meningkat seiring lutut diposisikan dalam keadaan fleksi. PCL memberikan
95% stabilitas posterior saat lutut difleksikan diantara 30-90 derajat. Bundel AL akan
menjadi tidak tegang saat ekstensi tapi menjadi lebih kencang saat fleksi sedangkan
bundel PM sebaliknya.2
Ligamen kolateral medial (MCL) atau sering disebut juga dengan ligamen
kolateral tibial merupakan kompleks kapsuloligamen yang menyokong lutut medial
yang terdiri dari komponen statis (kapsul, ligamen) dan dinamis (otot). Stabilisasi
dinamik dibantu oleh otot vastus medialis, semimembranosus, gracilis dan sartorius.
MCL berfungsi untuk memberikan tahanan terhadap stres valgus dan rotasi tibial. 3
Ligamen kolateral lateral (LCL) bekerja sama dengan struktur jaringan lunak
dari ligamen arkuata untuk memberikan stabilitas lutut di bagian posterolateral.
Struktur-struktur utama yang memberikan stabilitas di posterolateral adalah LCL,
tendon popliteus dan ligamen popliteofibular (PFL). LCL berfungsi untuk menjadi
penahan terhadap instabilitas varus di segala sudut dari fleksi lutut. LCL juga dapat
bekerjasama dengan struktur posterolateral lainnya untuk mencegah translasi posterior
dan eksternal rotasi dari tibia terhadap femur saat fleksi lutut awal (0-30 derajat). Saat
sudut lutut meningkat diatas 60 derajat, LCL memberikan tahanan yang kurang kuat
terhadap rotasi eksternal dibandingkan dengan PFL dan diatas 70 derajat, LCL tidak
memberikan resistensi yang signifikan terhadap rotasi eksternal.4
Kedua meniski lutut yang terletak di sendi lutut adalah bantalan yang
berbentuk kresentik yang terdiri dari fibrokartilago diantara kedua kondilus femoralis
dan plateau tibialis. Mereka memiliki fungsi untuk meredamkan stres yang diletakkan
ke lutut, menstabilisasi lutut saat rotasi dan melubrikasi sendi lutut. Meniski
mendapatkan suplai darah dari arteri geniculate namun perdarahan ke arah medial
terbatas dibandingkan dengan perdarahan di lateral.5
A. Epidemiologi
Anterior cruciate ligamen (ACL) adalah ligamen lutut yang paling sering
mengalami cedera. Dilaporkan bahwa di Amerika Serikat terdapat 100,000 hingga
200,000 ruptur ACL per tahun dengan insidensi per tahun di populasi umum sekitar 1
dari 3500 orang walaupun insidensi secara aktual dapat lebih tinggi lagi. 6,7 Di Rumah
Sakit Kepresidenan Gatot Soebroto (RSPAD) Gatot Soebroto tercatat 45 pasien yang
mengalami cedera ACL terbanyak selama 3 bulan terakhir Maret – Mei 2015.8
Mayoritas dari robekan ACL terjadi pada atlet dengan trauma non kontak dan
perempuan memiliki angka kejadian yang lebih tinggi untuk cedera ACL per eksposur
dari olahraga.9,10 Seorang atlet yang berpartisipasi dalam sebuah pertandingan atau
latihan dihitung sebagai sebuah eksposur. Tipe-tipe olahraga yang dapat
meningkatkan resiko trauma ACL adalah olahraga yang melibatkan lari yang
eksplosif, loncat atau pergantian arah secara mendadak seperti sepakbola, American
football, bola basket, bola voli, gimnastik, bola tangan atau ski. Olahraga seperi
gimnast, sepak bola dan bola basket menempatkan perempuan untuk lebih rentan
secara signifikan menderita robekan ACL dibanding laki-laki.11
B. Faktor Resiko
Olahraga yang mengharuskan perempuan untuk bertumpu pada kaki akan
menempatkan perempuan pada resiko yang jauh lebih tinggi untuk cedera ACL
dibangingkan laki-laki. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
Perempuan juga lebih rentan terhadap trauma ACL karena perempuan lebih
condong untuk mengambil posisi angulasi valgus lutut yang lebih besar saat
mengganti arah pada saat olahraga. Peningkatan posisi angulasi valgus dari lutut saat
mengganti arah secara mendadak atau mendarat dari ketinggian dan kekuatan yang
signifikan meningkatkan stress yang harus ditanggung oleh ACL.10 Kelemahan otot
relatif dan biomekanika yang lemah juga menjadi faktor resiko untuk cedera ACL
yang dibuktikan dengan penari perempuan lebih jarang terkena cedera ACL karena
mereka melakukan latihan yang memperkuat otot di lutut, panggul serta torso saat
berlatih meloncat dan mendarat.16
Efek estrogen terhadap cedera ACL secara langsung maupun efeknya secara
tidak langsung terhadap kekuatan jaringan disekitarnya masih menjadi perdebatan.
Serum estrogen dan relaxin dipostulasikan dapat meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas dari jaringan lunak termasuk ligamen dan juga mempengaruhi fugsi
neuromuskular.15,17 Hal ini dibuktikan dari beberapa penelitian observasional dimana
pemberian kontrasepsi oral dapat menurunkan ruptur ACL.15,18
Sudut Q terbentuk dari menarik sebuah garis dari spina iliaka anterior superior
ke arah patella dan garis kedua ditarik dari patella ke tuberkel tibialis. Wanita
memiliki sudut Q yang lebih besar karena wanita memiliki pelvis yang relatif lebih
lebar dan femur yang lebih pendek. Beberapa peneliti mengatakan bahwa ada asosiasi
antara sudut Q yang lebih besar dengan peningkatan cedera ACL namun tidak ada
bukti yang kuat untuk mendukung pernyataan ini.15,19 Perdebatan juga masih terjadi
antara lebar intercondylar notch femur distal yang menurun diasosiasikan dengan
cedera ACL.20,21
C. Mekanisme Trauma
Trauma ACL dapat terjadi akibat mekanisme yang melibatkan energi tinggi
(kecelakaan lalu lintas antar kendaraan) atau energi rendah (olahraga yang tidak
melibatkan kontak). Trauma kontak pada mekanisme energi rendah dapat
mengakibatkan trauma ACL (contohnya pukulan ke lutut lateral) tetapi trauma non-
kontak lebih sering mengakibatkan trauma ACL. Mekanisme yang paling sering
mengakibatkan trauma ACL adalah trauma dengan mekanisme energi rendah tanpa
melibatkan kontak saat aktivitas olahraga misalnya saat seorang atlet melakukan
deselerasi, pergantian arah secara mendadak atau mendarat yang melibatkan rotasi
atau pembengkokan lutut kearah lateral.23 Mayoritas trauma melibatkan posisi valgus
lutut dengan fleksi lutut yang minimal serta rotasi internal dari tibia.24 Mekanisme
kontak dapat menyebabkan trauma ACL dengan cara hiperekstensi atau deformasi
valgus dari lutut akibat pukulan langsung seperti pada American football atau motor
vehicle collision (MVC) dalam kecepatan tinggi.25
E. Pemeriksaan Fisik
F. Pencitraan Diagnostik
G. Klasifikasi
Trauma ACL dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu32:
1. Derajat I
o Ligament ACL tertarik namun tidak robek (mikroskopis)
o Nyeri dan pembengkakan minimal
o Tidak ada sensasi copot atau tidak stabil pada lutut
2. Derajat II
o Serabut-serabut ligament robek sebagian
o Nyeri dan pembengkakan minimal
o Mulai ada sensasi copot atau tidak stabil pada lutut
3. Derajat III
o Ligament robek sepenuhnya menjadi 2 bagian
o Nyeri dapat minimal namun tidak begitu sakit, pembengkakan
dapat minimal atau masif
o Ligamen sudah tidak dapat mengendalikan gerakan dan lutut
mulai merasa tidak stabil dalam kondisi tertentu
H. Terapi
J. Prevensi
A. Epidemiologi
Insidensi trauma posterior cruciate ligamen (PCL) berkisar antara 1-44% dari
seluruh trauma lutut44,45 dan trauma PCL yang terisolasi memiliki prevalensi sekitar
3.5-7.5%46 Bagian lutut lainnya yang sering terkena cedera bersamaan dengan PCL
adalah sudut posterior lateral, ACL dan ligamen mendial kolateral. Banyak atlet yang
mengalami cedera PCL terisolasi tetap dapat berolahraga dan tidak datang berobat
sehingga menurunkan insidensi yang tercatat.47
B. Mekanisme Trauma
Penyebab tersering trauma PCL adalah trauma dengan kekuatan tinggi yang
biasanya melibatkan MVC. Olahraga adalah penyebab tersering kedua dari trauma
dan lebih jarang untuk menyebabkan trauma ligamen multipel.45 Penyebab trauma
PCL dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu akibat trauma dengan energi tinggi atau
rendah. MVC dapat menyebabkan trauma PCL ketika kekuatan yang ditransmisikan
ke arah posterior mengenai kaki yang sedang tertekuk misalnya pada trauma
dashboard dimana selain PCL, struktur lateral atau posterolateral juga dapat cedera.48
C. Presentasi Klinis
Trauma PCL yang disebabkan oleh mekanisme trauma kekuatan tinggi
seringkali diasosiasikan dengan trauma lutut lainnya seperti kerusakan ada sudut
posterolateral, ACL dan ligamen medial kolateral. Trauma PCL dapat dibagi sesuai
dengan timing (akut atau kronis) dan derajat keparahan (terisolasi atau multi-
ligamen).49
D. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan trauma PCL terisolasi akut memiliki gaya berjalan antalgik.52
Hilangnya tahanan terhadap rotasi eksternal tibia (dievaluasi dengan tes dial)
dikombinasikan dengan tibia vara atau genu recurvatum dapat menghasilkan gaya
berjalan varus thrust atau hiperekstensi lutut yang diombinasikan dengan gaya
berjalan varus thrust yang lebih terlihat di fase stance dari siklus gaya berjalan.52
Pada pasien-pasien dengan trauma PCL kronis, penemuan klinis menjadi lebih
sulit. Pemeriksaan yang mungkin ditemukan adalah tibia vara atau genu recurvatum.
Tibia vara dapat diinspeksi dengan jelas ketika melihat pasien sedang menumpu berat
badannya dari belakang sedangkan genu recurvatum dapat terlihat dengan jelas saat
mengobservasi alignment lutut sagittal ketika menumpu berat badan.46
Pemeriksaan khusus untuk mendeteksi trauma PCL ada tiga yaitu tes posterior
drawer, tanda posterior sag (tes Godfrey) dan tes qudriceps aktif. Tes posterior
drawer adalah tes yang paling akurat untuk mendeteksi trauma PCL.53 Sebelum
melakukan tes posterior drawer, klinisi harus memastikan posisi tibia relatif terhadap
femur. Subluksasi posterior dari tibia karena trauma PCL dapat menganggu tes ini.
Cara melakukan tes ini adalah dengan lutut difleksikan 90 derajat dan kaki
distabilisasikan dengan cara duduk diatas kaki pasien, tibia proksimal digenggam
dengan kedua tangan dan tibia didorong kebelakang untuk melihat apakah ada
kerenganggan dibandingkan kaki sebelah.29
Gambar 11. Tes posterior drawer
Tes posterior sag positif apabila salah satu tibia lebih jatuh dibandingkan
dengan lutut yang disebelahnya.29,46 Tes quadriceps aktif dimulai dengan pasien
berbaring supine dan lutut difleksikan 90 derajat. Tangan klinisi memegang kaki
sehingga kaki terfiksasi diatas meja pemeriksa, pasien diminta untuk mengkontraksi
otot quadriceps. Pada pasien dengan PCL yang intak, lutut tidak bergerak kedepan
namun pada pasien dengan trauma PCL, tibia bergerak ke arah anterior saat kontraksi
quadiceps karena saat kontraksi, quadriceps menarik patella, tendon patella dan
akhirnya tuberkel tibia sehingga mengembalikan tibia kembali ke posisi semula.46
E. Klasifikasi
1. Derajat I
o Batas anterior dari plateau tibial medial dapat didorong ke
posterior namun tetap berada anterior dari kondilus femoral
medial (0-5mm perpindahan posterior)
2. Derajat II
o Batas anterior dari plateau tibial medial dapat didorong ke
posterior sampai sejajar dengan kondilus femoral medial (5-10
mm perpindahan posterior)
3. Derajat III
o Batas anterior dari plateau tibial medial dapat didorong ke
posterior melebihi batas anterior dari kondilus femoral medial
(>10 mm perpindahan posterior)
F. Pencitraan Diagnostik
Pada pasien-pasien dengan trauma sedang hingga berat sehingga trauma PCL
dicurigai beserta adanya efusi sendi, tender pada tulang, penurunan range of motion
(ROM) atau pincang, pencitraan sinar X pada kaki merupakan pencitraan diagnosik
inisial dimana sinar X dapat menunjukkan fraktur atau trauma avulsi. Ottawa knee rule
(OKR) atau Pittsburgh knee rule (PKR) dapat digunakan untuk menentukan pasien apa
saja yang membutuhkan pencitraan diagnostik kaki.54 Kriteria Ottawa knee rule adalah
sebagai berikut:
Usia ≥ 55 tahun
Nyeri terisolasi pada patella
Nyeri pada kepala fibula
Ketidakmampuan fleksi lutut 90 derajat
Ketidakmampuan untuk menopang berat badan sendiri setelah 4 langkah
(atau setelah 2 kali mentransfer berat badan dari kiri ke kanan)
Ottawa knee rule memiliki sensitivitas yang hampir 100% tapi spesifitasnya
hanya 49%.55 Kriteria PKR meliputi trauma tumpul atau jatuh sebagai mekanisme
trauma diikuti dengan:
PKR memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan OKR namun dengan
spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan OKR.56 Apabila trauma PCL dicurigai
dengan alasan klinis seperti trauma pada lutut yang terfleksi dengan tes posterior
drawer positif setelah cedera akut maka pemeriksaan MRI disarankan.52
Sinar X merupakan pilihan inisial pada pasien dengan cedera lutut akut dan
cedera PCL dimana posisi anteroposterior (AP) dan lateral digunakan untuk
mengekslusi fraktur plateau tibia, kondilus femoralis dan patella. Gambar lateral
digunakan untuk melihat avulsi tulang dari insersi tibial PCL dan posterior sag dari
tibia yang menandakan adanya trauma PCL.50
Gambar 15. Gambar A menunjukkan diskontinuitas dari plateau tibial posterior sekunder
akibat avulsi PCL distal. Gambar B menunjukkan gambar sagittal T1 yang menunjukkan
avulsi tulang dari PCL distal.
Gambar 16. Gambar A menunjukkan foto lateral normal dimana sebuah garis ditarik dari
batas anterior tibial memotong kondillus femoralis medial yang menandakan tidak adanya
perpindahan posterior. Gambar B mennjukkan adanya perpindahan posterior yang
menunjukkan adanya trauma PCL.
Pada pasien dengan trauma PCL kronis (lebih dari 6 minggu), foto AP
weightbearing, gambar lateral dan sunrise dari patella digunakan untuk menilai
kondisi lutut. Foto sinar x dinilai apakah ada posterior sag dari tibia, fraktur avulsi
dari insersi PCL dan gambaran degeneratif dari kompartemen medial dan
patellofemoral. 50
Gambar 18. Gambar A menunjukkan ligamen normal yang ditandai dengan oval merah
sebagai gambaran curvilinear gelap pada sekuens T1 dan T2. Gambar B menunjukkan ruptur
PCL yang ditandai dengan oval merah yang diasosiasikan dengan hilangnya densitas dan
kontour normal
Pada pasien dengan trauma PCL kronis yang diasosiasikan dengan nyeri dan
instabilitas, pindai tulang radionuklir (radionuclide bone scan) dapat mengidentifikasi
perubahan degeneratif pada patelloffemoral atau kompartemen medial dari lutut. Namun,
tes ini tidak digunakan untuk trauma PCL akut.50 Ultrasound juga dapat digunakan untuk
menilai PCL walau dalam batas tertentu seperti pembesaran ligamen dibandingkan
dengan lutut kontralateral dan pada beberapa kasus disrupsi fokal dari kontinuitas
ligamen.50
G. Diagnosis
Diagnosis definitif dari ruptur ACL akut atau subkaut dapat ditegakkan dengan
bantuan MRI atau arthroskopi walau arthroskopi tidak dilakukan untuk penegakkan
diagnosis. Diagnosis presumptif dapat dibuat berdasakan mekanisme trauma dan
pemeriksaan fisik.53
Terdapat kriteria yang digunakan untuk menilai trauma PCL yang terisolasi
yaitu59:
A. Epidemiologi
Trauma MCL merupakan trauma ligamen lutut kedua tersering dengan insidensi
7.9% dari seluruh cedera lutut.66 Atlet sepakbola dan basket memiliki prevalensi tinggi
untuk trauma MCL atau sering juga disebut trauma ligamen tibial kolateral. Selain dua
olahraga tersebut, pegulat, hoki dan pemain rugby memiliki prevalensi yang cukup tinggi.
Beberapa studi menandakan bahwa perempuan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan
laki-laki untuk mengalami cedera.67
Faktor resiko lainnya adalah trauma sebelumnya, level permainan olahraga yang
lebih kompetitif dan tipe olahraga. Trauma MCL sering diasosiasikan dengan trauma
lainnya seperti robeknya meniskus medial sebesar 5% dan trauma terhadap ligamen
lainnya sebanyak 20-78%.68
B. Mekanisme Trauma
Trauma MCL seringkali terjadi pada olahraga, yang sering terjadi tabrakan
atau olahraga yang membutuhkan perputaran dan torque yang signifikan seperti
sepakbola, tenis, basket dan ski. MCL dapat cedera akibat stres valgus secara
langsung, dari trauma lateral lutut atau secara tidak langsung seperti abduksi atau
rotasi dari kaki bawah. Trauma secara langsung dapat menyebabkan trauma yang
lebih hebat.68
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara ideal dilakukan dalam waktu 20-30 menit setelah
trauma sebelum nyeri, pembengkakan dan spasme otot terbentuk dan membuat
pemeriksaan sulit. Terkadang, penanganan simptomatik dan menganjurkan pasien
untuk kembali untuk reevaluasi setelah gejala hilang dianjurkan.29
Pemeriksaan fisik khusus untuk trauma MCL adalah tes stres valgus (abduksi)
ketika lutut dalam fleksi 0 dan 30 derajat untuk menilai laksitas sendi dan
dibandingkan dengan lutut kontralateral.29 Tes valgus dilakukan dengan cara pasien
supine, panggul dalam posisi fleksi sedikit dan abduksi dan kaki sedikit difleksi.
Setelah itu, berikan tekanan stres valgus di sendi lutut dengan cara mendorong sendi
pergelangan kaki sambil memegang kaki proksimal dengan tangan. Apabila tes stres
valgus menunjukkan adanya laksitas 30 derajat fleksi, MCL superfisial dapat
mengalami cedera. Laksitas pada 0 derajat menunjukkan adanya cedera MCL yang
lebih dalam dan menandakan adanya kemungkinan disurpsi pada ligamen kruksiat
(ACL dan PCL merupakan penahan sekunder dari stres valgus). Sudut posterior
medial dan ligamen posterior oblik dapat mengalami cedera ketika terjadi cedera ACL
dan MCL secara bersamaan.29
Gambar 21. Tes Stres Valgus
D. Klasifikasi
Klasifikasi dari trauma MCL dinilai dari seberapa besar joint opening dan ada
atau tidaknya titik akhir yang jelas saat melakukan tes stres valgus70:
1. Derajat I (Mild)
o <5 mm joint opening dengan titik akhir yang jelas
o Beberapa serabut ligamen robek namun MCL tetap intak
2. Derajat II (Moderate)
o 5-9 mm joint opening dengan titik akhir yang jelas atau
setidaknya masih jelas
o MCL robek sebagian namun masih ada beberapa integritas
ligamen
3. Derajat III (Significant/Severe)
o ≥ 10 mm joint opening dengan tidak adanya titik akhir yang
jelas
o MCL robek sepenuhnya dan dapat menandakan ligamen
lainnya juga cedera.
Gambar 22. Klasifikasi Trauma MCL
E. Pencitraan Diagnostik
MRI jarang dibutuhkan pada trauma MCL terisolasi namun dapat digunakan
untuk menentukan seberapa parah trauma MCL dan melihat apakah ada trauma
lainnya terutama trauma ACL apabila pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-
tanda trauma struktur lutut lainnya. MRI sangat berguna dalam kondisi trauma derajat
III yang digunakan untuk melihat lapisan superfisial atau dalam yang dapat
menentukan kebutuhan untuk operasi.73
Temuan MRI dapat menunjukkan pembengkakan bursa diantara lapisan
superfisial dan dalam, pembengkakan jaringan lunak subkutan serta perdarahan dan
robeknya serabut MCL. Kerusakan serabut dapat berkisar dari gangguan internal
hingga disrupsi total. Penemuan lainnya adalah hemarthrosis, kontusio dari kondilus
lateral femoral atau plateau tibial, trauma meniskus, trauma ligamen lainnya dan
avulsi parsial dari kondilus femoralis medialis.68
Gambar 24. MCL normal tampak sebagai sinyal rendah linear "strap" di seluruh
sekuens, mulai dari epikondilus medial dari femur sampai sebuah poin di tibia kira-
kira 7cm dibawah plateau tibia.
Gambar 25. Derajat I trauma MCL. MCL secara makroskopis intak namun ada sinyal
terang (anak panah) yang menandakan edema superfisial yang diasosiasikan dengan
robeknya serabut.
Gambar 26. Derajat II Trauma MCL. MRI menunjukkan adanya robekkan parsial dengan
sinyal terang tinggi (anak panah) yang menandakan edema superfisial dan dalam dari MCL.
Gambar 27. Derajat III trauma MCL. Anak panah menunjukkan area dari interupsi fokal dari
serabut normal yang gelap dengan perdarahan dan edema yang mengelilingi MCL.
Ultrasound dapat digunakan dalam menilai MCL dimana lesi dinilai dalam
basis abnormalitas secara penampakan dan penilaian kuantitatif dari joint opening.74
Gambar 28. MCL pada lutut yang normal (kiri) dan yang mengalami cedera yang
ditandai dengan melebarnya joint opening (kanan).
F. Diagnosis
H. Komplikasi
A. Epidemiologi
B. Mekanisme Trauma
Trauma LCL terisolasi sangat jarang terjadi dan sebagian besar trauma LCL
melibatkan trauma struktur lainnya seperti PLC, meniskus lateral, PCL dan atau ACL.
Mekanisme trauma tersering adalah trauma multi ligamen pada lutut yang melibatkan
energi kuat yang mengkombinasikan hiperekstensi dan pergerakkan varus.81
Mekanisme trauma LCL juga dapat melibatkan hiperekstensi varus terisolasi atau
rotasi tibial eksternal. Trauma LCL terisolasi terutama derajat rendah biasanya
disebabkan oleh mekanisme varus (truama lutut pada sisi lateral).
Pasien akan mengeluhkan nyeri lutut bagian lateral atau posterolateral. Selain
itu, pasien juga akan mengeluhkan sensasi instabilitas pada lutut ketika diam atau
bergerak. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya pembengkakan pada lutut, sensasi
"locking" pada saat bergerak (apabila meniskus juga ikut cedera) dan sensasi lutut
akan copot ketika bergerak secara cepat ketika menompang berat badan.75
D. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan trauma LCL terutama trauma yang melibatkan PLC dapat
memperlihatkan gaya jalan varus thrust terutama saat LCL gagal untuk menjaga
stabilitas dan mencegah pembukaan lateral yang berlebihan. Gaya berjalan
kompensasi lainnya adalah ketika pasien mempertahankan fleksi lutut dan tidak
membiarkan lutut sampai ke ekstensi penuh . Pemeriksaan fisik yang paling sering
ditemukan adalah tender di sepanjang kaki bagian lateral. Pembengkakan jaringan
lunka yang terlokalisasi mungkin dapat ditemukan.75
Pemeriksaan fisik yang sangat membantu menegakkan diagnosis trauma LCL
adalah test stres varus pada saat lutut ekstensi penuh atau fleksi 30 derajat. Terdapat
beberapa tes spesial lainnya yang apabila hasilnya mendukung satu sama lain dapat
membantu mendiagnosa atau menyingkirkan trauma PLC. Namun, tidak semua
pasien dapat diperiksa tes spesial ini diakibatkan adanya nyeri atau pembengkakan
pada saat presentasi. Kebanyakan klinisi melakukan tes posterolateral drawer dan tes
dial.29
E. Klasifikasi
Seringkali seberapa parah trauma susah ditentukan dan klasifikasi trauma LCL
secara jelas sulit ditentukan terutama apabila pasien datang dengan cedera akut
sehingga menyulitkan klinisi untuk memeriksa pasien secara tepat. Sehingga
disarankan untuk melakukan tatalaksana trauma LCL akut sebagai derajat III sampai
dapat ditentukan derajat keparahan secara tepat. Klasifikasi trauma LCL adalah
sebagai berikut82:
1. Derajat I
o Tenderness terlokalisasi
o Simptom mekanis dan laksitas tendon tidak ada
2. Derajat II
o Tenderness yang terlokalisasi atau lebih difus sepanjang lutut
posterolateral dan lateral
o Pembengkakan dapat timbul
o Laksitas ringan hingga sedang (5-10mm) dapat terjadi namun
ligament memiliki titik akhir yang solid
3. Derajat III
o Nyeri dalam tingkatan yang bervariasi
o Laksitas tanpa titik akhir yang solid
o Simptom mekanik yang biasa diasosiasikan dengan patologis
PLC
F. Pencitraan Diagnostik
Apabila trauma yang terjadi minor dan melibatkan derajat rendah, pencitraan
diagnostik tidak dibutuhkan selain ultrasound. Namun, apabila terjadi trauma yang
cukup signfikan, pemeriksaan sinar X dilakukan ditambah dengan ultrasound. MRI
dibutuhkan apabila terjadi trauma mayor yang melibatkan LCL dan mungkin struktur
lainnya (ligamen kruksiat atau meniskus).82
Trauma LCL tidak dapat terlihat pada sinar X namun posisi AP dan lateral
dibutuhkan ketika trauma cukup berat, trauma LCL dicuriagi dan terdapat tenderness
pada tulang medial femur, tibia atau patella.83 Tanda arkuata, fraktur avulsi kecil (<1
cm) dari styloideus proksimal fibula, merupakan patognomonik untuk trauma PLC
dan mengarahkan klinisi terhadap kemungkinan avulsi LCL distal dan pemeriksaan
MRI harus dilakukan.4 Fraktur Segond yang dapat terjadi pada trauma ACL juga
dapat terjadi pada trauma LCL. Instabilitas lutut lateral kronis dapat bermanifestasi
sebagai perubahan degeneratif pada kompartemen lateral.
Gambar 35. Sinar X posisi lateral di gambar A menunjukkan fraktur avulsi (anak panah) dari
styloideus proksimal fibula. Gambar B menunjukkan gambar A yang diperbesar.
Gambar 36. Foto AP dari lutu kiri menunjukkan penyakit degerneratif sendi
dari kompartemen lateral dengan penyempitan sendi (anak panah) dan osteofit
marginal. Gambar B merupakan pembesaran dari gambar A
H. Terapi
Terapi inisial dari trauma LCL adalah PRICE-M. Perhatian khusus perlu
diberikan pada saat aplikasi es karena es dapat memberikan efek terhadap nervus
peronealis komunis di lutut posterolateral sehingga es tidak boleh diberikan lebih dari
15 menit atau menggunakan pemijatan dengan es dibandingkan dengan aplikasi terus-
menerus yang tidak boleh lebih sering dari setiap 2 jam sekali. Apabila derajat trauma
tidak jelas, PRICE-M dapat dilakukan selama 48-72 sampai trauma dapat dinilai
kembali.
Perlindungan struktur posterolateral sangatlah penting sebagia terapi karena
ini membantu pengendalian nyeri, penyembuhan dan mencegah trauma yang lebih
lanjut. Perlindungan struktur posterolateral dibagi sesuai dengan derajat trauma
seperti berikut:
Indikasi untuk konsultasi ahli bedah tulang dalam kondisi akut adalah:
Sedangkan indikasi konsultasi ahli bedah tulang dalam kondisi tindak lanjut
adalah trauma derajat I atau II yang tidak membaik setelah 4 minggu penanganan
konservatif.88
I. Komplikasi
Trauma PLC sulit untuk didiagnosa dan dapat tidak terdiagnosa pada MRI.
Pada pasien dengan nyeri posterolateral yang terus menerus setelah terjadi trauma di
lutut anteromedial meskipun terapi sudah adekuat perlu dipikirkan untuk trauma PLC.
Komplikasi lainnya adalah apabila terapi tidak adekuat, maka fungsional instabilitas
dapat terjadi.89
A. Definisi
C. Tatalaksana
D. Komplikasi96
I. Awal
a) Trauma arteri
Komplikasi ini terjadi pada 8-14% pasien dimana trauma arteri
popliteal yang mengakibatkan iskemia akut membutuhkan perbaikan
segera. Apabila terlambat dalam memperbaiki ini, kaki dapat
diamputasi
b) Trauma nervus peroneus komunis
Komplikasi ini dapat menyebabkan dorsifleksi tumit yang
lemah atau hilang. Apabila trauma nervus ini hanya terjadi sebagian,
maka perbaikan secara spontan dapat terjadi. Apabila secara studi
konduksi saraf tidak menunjukkan adanya perbaikan maka transfer dari
tendon posterior tibialis melalui membran interosseous ke kuneiform
lateral dapat membantu dorsifleksi tumit.
II. Akhir
a) Instabilitas sendi
Instabilitas sendi ringan walaupun setelah terapi pembedahan
merupakan hal yang umum. Quadriceps yang direhabilitasi dengan
baik dapat mengkompensasi ketidakstabilan sendi ini.
b) Kekakuan
Kekakuan akibat immobilisasi yang terlalu lama dan bekas luka
setelah trauma dapat lebih menganggu dari instabilitas sendi.
7. Meniskus
I. Trauma Meniskus
A. Epidemiologi
B. Mekanisme Trauma
Trauma meniskus akut terjadi ketika seseorang berganti arah yang melibatkan
gaya berputar yang menumpu pada lutut ketika lutut sedang dalam posisi fleksi dan
kaki sedang bertumpu di tanah.95 Manuver ini menyebabkan rotasi kompresi dan
shear stress kepada meniskus yang apabila berlebihan akan menyebabkan meniskus
untuk robek.
Olahraga yang dapat menyebabkan trauma meniksus akut adalah sepak bola,
American football dan olahraga-olahraga lainnya yang melibatkan deselerasi dan
pergantian arah. Individu yang sudah tua dapat mengalami robek degeneratif pada
meniskus tanpa ada trauma yang signifikan.95
Setelah trauma, pasien masih dapat bergerak apabila robekan meniskus kecil.
Setelah itu, nyeri dan pembengkakan akan muncul secara perlahan-lahan dalam waktu
24 jam. Nyeri akan diperparah dengan gerakan berputar dan semakin besar robekan
meniskus, nyeri akan semakin hebat disertai keterbatasan pergerakkan lutut. Pasien
dapat mengeluhkan sensasi "terobek" atau "popping" pada saat trauma terjadi.95
Pasien yang tidak berobat setelah beberapa minggu trauma terjadi dapat
mengeluhkan sensasi "popping", "locking", "catching" dan lutut seperti copot ataupun
mengeluhkan sensasi tidak spesifik seperti ada sesuatu yang tidak beres dengan
lututnya. Sensasi instabilitas berhubungan dengan informasi yang tidak sesuai dari
propriosepsi yang terjadi ketika fragmen meniskus mengambang di antara dua
permukaan artikular sehingga menimbulkan sensasi bahwa lutut berada di posisi yang
tidak seharusnya.95
Efusi merupakan penemuan yang sering terutama pada pasien dengan robekan
yang besar atau kompleks dan dapat terjadi secara intermiten pada robekan yang
diasosiasikan dengan artritis degeneratif. Pasien dengan efusi biasanya mengeluhkan
kekakuan dan bukan karena pembengkakannya.95
D. Jenis-Jenis Robekan
Meniskus medial lebih sering terkena daripada lateral karena meniskus lateral
memiliki hubungan dengan kapsul sehingga membuat meniskus ini tidak bergerak
begitu banyak. Trauma pada kedua meniksus dapat terjadi dengan trauma ligamen
yang berat.96
Pada beberapa kasus, robekan dapat terjadi secara vertical dalam panjang
meniskus. Apabila sobekan masih tersambung secara bagian atas dan bawah maka
robekan akan disebut dengan robekan bucket handle. Bagian yang robek dapat
berpindah ke tengah sendi dan tersendat di antara femur dan tibia. Hal inilah yang
menyebabkan ‘locked knee’.96
Tipe-tipe lain dari robekan meniskus adalah posterior atau anterior horn tears
yang merupakan sebuah deskripsi geografis dari robekan dimana ujung dari meniskus
mengalami robekan serta parrot beak tears yang merupakan robekan oblik yang
menciptakan sebuah flap dari meniskus yang dapat stabil atau tidak stabil.96
E. Pemeriksaan Fisik
Tes Thessaly berusaha untuk memberikan tekanan kepada lutut dengan cara
pasien dan klinisi berpegangan tangan kemudian pasien berdiri dengan satu kaki dan
kaki satunya lagi difleksikan 20 derajat sambil merotasikan badan dan lutut. Lutut
akan berotasi secara internal dan eksternal dan tes disebut positif apabila pasien
merasakan nyeri atau sensasi "locking" atau "catching". Tes Thessaly memiliki
sensitivitas 90% dan spesifisitas 96%.29
Tes Apley dilakukan dengan pasien dalam posisi telungkup dan lutut yang
cedera dalam fleksi 90 derajat. Tumit pasien ditekan ke arah lantai sambil merotasi
interal dan eksternal kaki pasien sehingga mengkompresi meniskus diantara plateau
tibial dan kondilus femoralis. Nyeri fokal yang terjadi akibat kompresi menandakan
tes yang positif. Sensitivitas tes ini hanya 38% sedangkan spesifitas tes ini adalah
41%.29
Gambar 42. Tes Apley
Tes bounce home dilakukan dengan cara memegang lutut dalam kondisi
pasien terlentang dengan kaki ekstensi dan secara perlahan menggoyangkan kaki
mereka. Kaki yang normal akan mengalami ekstensi penuh sedangkan kaki yang
mengalami cedera meniskus tidak akan ekstensi penuh.29
Aspirasi efusi merupakan tes definitif untuk membuktikan adanya efusi lutut.
Aspirasi diindikasikan apabila sendi lutut terinfeksi atau pasien mengalami efusi yang
banyak secara cepat (dalam waktu 3 jam setelah cedera) untuk menyingkirkan
hemarthrosis. Hemarthrosis tidak sering terjadi pada robekan meniskus yang terisolasi
dan apabila terjadi klinisi harus memikirkan trauma ACL atau fraktur intraartikuler.
Globul lemak pada saat aspirasi dapat mengindikasikan fraktur.97
Gambar 44. Tes Fleksi Lutut
F. Pencitraan Diagnostik
Pemeriksaan inisial yang dapat dilakukan adalah sinar X sesuai dengan Ottawa
knee rule dengan posisi sunrise, tunnel, PA, weightbearing AP dan lateral. Sinar X
pada lutut dapat menunjukkan perubahan degeneratif, kalsifikasi meniskus atau benda
lepas yang terkalsifikasi. Posisi tunnel akan menunjukkan intercondylar notch dan
menunjukkan benda lepas yang tersekuestrasi atau defek osteokondral.96
G. Diagnosis
Diagnosis dari trauma meniskus akut dapat sulit untuk ditegakkan karena
tanda dan gejala dapat nonspesifik karena nyeri biasanya tidak terlokalisir. Pada
pasien yang sudah tua, robekan degeneratif kronis meniskus yang tidak terasosiasikan
dengan trauma dapat terjadi sehingga membingungkan klinisi. Diagnosis sementara
dapat dibuat berdasarkan mekanisme trauma, tanda dan gejala seperti mechanical
catching atau locking dan kumpulan pemeriksaan fisik yang positif seperti tenderness
pada garis sendi dan hasil tes profokatif (McMurray, Thessaly) yang positif. MRI
dapat dipertimbangkan menurut usia pasien dan apabila operasi sedang direncanakan.
Arhtroskopi digunakan untuk menentukan diagnosis definitif dan sekaligus sebagai
terapeutik.101
H. Terapi
I. Prognosis
Prognosis pasien dengan trauma meniskus baik untuk pasien dengan robekan
yang dapat ditangani dengan terapi non-operatif. Pada pasien-pasien yang ditangani
secara operatif, pasien muda dengan trauma terisolasi memiliki prognosis lebih
baik.101 Faktor-faktor yang menentukan prognosis lebih baik adalah usia dibawah 35
tahun, robekan vertikal, tidak ada kerusakan kartilago dan pinggir meniskus yang
intak setelah selesai prosedur bedah. Robekan degernatif diasosiasikan dengan
prognosis yang lebih jelek. Trauma meniskus dapat menpredisposisikan pasien
terhadap osteoarthritis pada jangka panjang dan insidensi ini dapat diturunkan dengan
pembedahan meniskus.99
Pasien dengan usia diatas 45 tahun dapat datang dengan gejala robeknya
meniskus tanpa ada trauma sebelumnya. Hasil MRI dapat menunjukkan adanya
belahan horizontal di meniskus medial (karakteristik lesi degnerasi) atau lepasnya
bagian anterior atau posterior tanpa cedera signifikan. Degenerasi meniskus sering
diasosiasikan dengan osteoarthritis atau chondrocalcionosis.96
Menisektomy tidak membantu banyak dan hanya diindikasikan apabila ada
simptom mekanik yang sangat menganggu seperti adanya halangan mekanikal
terhadap pergerakkan atau nyeri tajam berulang dari lutut.96
Fetus memiliki meniskus yang tidak semilunar tapi berbentuk seperi kaset
(disc-like). Apabila bentuk ini terus bertahan sampai postnatal maka gejala seperti
lutut terasa copot atau berbunyi "thud" dengan kencang dapat muncul apabila
meniskus tidak stabil atau robekan terjadi. "Clunk" dapat dirasakan pada saat lutut
difleksikan 110 derajat dan pada saat lutut diluruskan pada 10 derajat. Diagnosis
dapat dipastikan dengan MRI.96
Apabila hanya ada gejala "clunk", maka tidak dibutuhkan terapi namun
apabila nyeri sangat menganggu, menisektomi parsial dapat dilakukan sehingga hanya
tersisa meniskus yang normal.96
Gambar 46. Meniskus lateral diskoid
Meniskus lateral lebih sering terkena dibandingkan yang medial dan pasien
akan mengeluhkan nyeri atau benjolan kecil di samping sendi. Gejala dapat muncul
secara intermiten atau memburuk setelah beraktivitas. Benjolan dapat muncul di garis
sendi atau sedikit dibawahnya yaitu anterior terhadap ligamen kolateral. Kista ini akan
lebih mudah dilihat dengan lutut sedikit ditekuk dan pada posisi tertentu kista akan
benar-benar hilang. Kista lateral biasanya bersifat padat dan kista medial biasanya
lebih besar dan lebih lunak.96
C. Diagnosis Diferensial96
a) Ganglion
Benjolan ganglion biasanya superifisial dan tidak sekeras kista serta tidak ada
hubungannya dengan sendi.
b) Deposisi kalsifikasi di ligamen kolateral
Biasanya muncul di sisi medial, sangat nyeri dan tender serta muncuk di Xray
c) Meniskus yang robek dan prolapse
Muncul sebagai benjolan yang kenyal dan iregular di garis sendi.
d) Tumor
Lipoma, fibroma atau osteochondroma dapat muncul dengan presentasi
benjolan di medial atau lateral terhadap garis sendi. Pemeriksaan fisik akan
menunjukkan bahwa benjolan tidak muncul dari sendi itu tersebut.
D. Tatalaksana
Gambar 48. MRI menunjukkan kista yang berasal dari tepi meniskus
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Ryan PF, Karl BF, Jonathan G. Anterior Cruciate Ligament Injury. UptoDate. August
04, 2017.
2. James M, Richard R, Francis GO, Jonathan G. Posterior Cruciate Ligament Injury.
UptoDate. June 08, 2017.
3. William WD, Karl BF, Jonathan G. Medial Collateral Ligament Injury of the Knee.
UptoDate. January 19, 2017.
4. Sean NM, Karl BF, Jonathan G. Lateral collateral ligament injury and related
posterolateral corner injuries of the knee. UptoDate. December 06, 2016.
5. Dennis AC, Karl BF, Jonathan Grayzel. Meniscal injury of the knee. UptoDate.
August 04, 2017.
6. Gordon MD, Steiner ME.. Anterior cruciate ligament injuries. In: Orthopaedic
Knowledge Update Sports Medicine III, Garrick JG (Ed), American Academy of
Orthopaedic Surgeons, Rosemont 2004. p.169.
7. Albright JC, Carpenter JE, Graf BK, et al.. Knee and leg: soft tissue trauma. In:
Orthopaedic Knowledge Update 6, Beaty JH (Ed), American Academy of
Orthopaedic Surgeons, Rosemont 1999. p.533
8. Media Informasi Rumah Sakit Olahraga Nasional. Edisi KelimaTahun II. 2015.
9. National Collegiate Athletic Association. NCAA Injury Surveillance System
Summary. Indianapolis, Ind: National Collegiate Athletic Association; 2002
10. Agel J, Rockwood T, Klossner D. Collegiate ACL Injury Rates Across 15 Sports:
National Collegiate Athletic Association Injury Surveillance System Data Update
(2004-2005 Through 2012-2013). Clin J Sport Med 2016; 26:518.
11. Prodromos CC, Han Y, Rogowski J, et al. A meta-analysis of the incidence of anterior
cruciate ligament tears as a function of gender, sport, and a knee injury-reduction
regimen. Arthroscopy 2007; 23:1320.
12. Huston LJ, Greenfield ML, Wojtys EM. Anterior cruciate ligament injuries in the
female athlete. Potential risk factors. Clin Orthop Relat Res 2000; :50.
13. Cowling EJ, Steele JR. Is lower limb muscle synchrony during landing affected by
gender? Implications for variations in ACL injury rates. J Electromyogr Kinesiol
2001; 11:263.
14. Wild CY, Steele JR, Munro BJ. Insufficient hamstring strength compromises landing
technique in adolescent girls. Med Sci Sports Exerc 2013; 45:497.
15. Hewett TE, Myer GD, Ford KR. Anterior cruciate ligament injuries in female
athletes: Part 1, mechanisms and risk factors. Am J Sports Med 2006; 34:299.
16. Liederbach M, Dilgen FE, Rose DJ. Incidence of anterior cruciate ligament injuries
among elite ballet and modern dancers: a 5-year prospective study. Am J Sports Med
2008; 36:1779.
17. Park SK, Stefanyshyn DJ, Loitz-Ramage B, et al. Changing hormone levels during the
menstrual cycle affect knee laxity and stiffness in healthy female subjects. Am J
Sports Med 2009; 37:588.
18. Arendt E, Dick R. Knee injury patterns among men and women in collegiate
basketball and soccer. NCAA data and review of literature. Am J Sports Med 1995;
23:694.
19. Pantano KJ, White SC, Gilchrist LA, Leddy J. Differences in peak knee valgus angles
between individuals with high and low Q-angles during a single limb squat. Clin
Biomech (Bristol, Avon) 2005; 20:966.
20. Uhorchak JM, Scoville CR, Williams GN, et al. Risk factors associated with
noncontact injury of the anterior cruciate ligament: a prospective four-year evaluation
of 859 West Point cadets. Am J Sports Med 2003; 31:831.
21. LaPrade RF, Burnett QM 2nd. Femoral intercondylar notch stenosis and correlation to
anterior cruciate ligament injuries. A prospective study. Am J Sports Med 1994;
22:198.
22. Ramesh R, Von Arx O, Azzopardi T, Schranz PJ. The risk of anterior cruciate
ligament rupture with generalised joint laxity. J Bone Joint Surg Br 2005; 87:800.
23. Boden BP, Dean GS, Feagin JA Jr, Garrett WE Jr. Mechanisms of anterior cruciate
ligament injury. Orthopedics 2000; 23:573.
24. Myer GD, Ford KR, Hewett TE. The effects of gender on quadriceps muscle
activation strategies during a maneuver that mimics a high ACL injury risk position. J
Electromyogr Kinesiol 2005; 15:181.
25. Sellards RA, Bach Jr BR. Management of Acute Anterior Cruciate Ligament Injuries.
In: The Adult Knee, Callaghan JJ, Rosenberg AG, et al (Eds), Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia 2003. Vol 1, p.663.
26. Noyes FR, Bassett RW, Grood ES, Butler DL. Arthroscopy in acute traumatic
hemarthrosis of the knee. Incidence of anterior cruciate tears and other injuries. J
Bone Joint Surg Am 1980; 62:687.
27. Fithian DC, Paxton LW, Goltz DH. Fate of the anterior cruciate ligament-injured
knee. Orthop Clin North Am 2002; 33:621.
28. Benjaminse A, Gokeler A, van der Schans CP. Clinical diagnosis of an anterior
cruciate ligament rupture: a meta-analysis. J Orthop Sports Phys Ther 2006; 36:267.
29. Bruce R. The Orthopedic Physical Examination. Elsevier. 2nd Edition.
30. Jackson JL, O'Malley PG, Kroenke K. Evaluation of acute knee pain in primary care.
Ann Intern Med 2003; 139:575.
31. Cosgrave CH, Burke NG, Hollingsworth J. The Segond fracture: a clue to intra-
articular knee pathology. Emerg Med J 2012; 29:846.
32. Mellado JM, Calmet J, Olona M, et al. Magnetic resonance imaging of anterior
cruciate ligament tears: reevaluation of quantitative parameters and imaging findings
including a simplified method for measuring the anterior cruciate ligament angle.
Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc 2004; 12:217.
33. Kostogiannis I, Ageberg E, Neuman P, et al. Clinically assessed knee joint laxity as a
predictor for reconstruction after an anterior cruciate ligament injury: a prospective
study of 100 patients treated with activity modification and rehabilitation. Am J
Sports Med 2008; 36:1528.
34. Fithian DC, Paxton LW, Goltz DH. Fate of the anterior cruciate ligament-injured
knee. Orthop Clin North Am 2002; 33:621.
35. Kennedy JC, Alexander IJ, Hayes KC. Nerve supply of the human knee and its
functional importance. Am J Sports Med 1982; 10:329.
36. Shelbourne KD, Urch SE, Gray T, Freeman H. Loss of normal knee motion after
anterior cruciate ligament reconstruction is associated with radiographic arthritic
changes after surgery. Am J Sports Med 2012; 40:108.
37. van Grinsven S, van Cingel RE, Holla CJ, van Loon CJ. Evidence-based rehabilitation
following anterior cruciate ligament reconstruction. Knee Surg Sports Traumatol
Arthrosc 2010; 18:1128.
38. Culvenor AG, Crossley KM. Accelerated return to sport after anterior cruciate
ligament injury: a risk factor for early knee osteoarthritis? Br J Sports Med 2016;
50:260.
39. Barenius B, Ponzer S, Shalabi A, et al. Increased risk of osteoarthritis after anterior
cruciate ligament reconstruction: a 14-year follow-up study of a randomized
controlled trial. Am J Sports Med 2014; 42:1049.
40. Øiestad BE, Engebretsen L, Storheim K, Risberg MA. Knee osteoarthritis after
anterior cruciate ligament injury: a systematic review. Am J Sports Med 2009;
37:1434.
41. van Meer BL, Meuffels DE, van Eijsden WA, et al. Which determinants predict
tibiofemoral and patellofemoral osteoarthritis after anterior cruciate ligament injury?
A systematic review. Br J Sports Med 2015; 49:975.
42. Hewett TE, Ford KR, Myer GD. Anterior cruciate ligament injuries in female
athletes: Part 2, a metaanalysis of neuromuscular interventions aimed at injury
prevention. Am J Sports Med 2006; 34:490.
43. Taylor JB, Waxman JP, Richter SJ, Shultz SJ. Evaluation of the effectiveness of
anterior cruciate ligament injury prevention programme training components: a
systematic review and meta-analysis. Br J Sports Med 2015; 49:79.
44. McAllister DR, Petrigliano FA. Diagnosis and treatment of posterior cruciate
ligament injuries. Curr Sports Med Rep 2007; 6:293.
45. Lopez-Vidriero E, Simon DA, Johnson DH. Initial evaluation of posterior cruciate
ligament injuries: history, physical examination, imaging studies, surgical and
nonsurgical indications. Sports Med Arthrosc 2010; 18:230.
46. Fanelli GC. Posterior cruciate ligament injuries in trauma patients. Arthroscopy 1993;
9:291.
47. Wind WM Jr, Bergfeld JA, Parker RD. Evaluation and treatment of posterior cruciate
ligament injuries: revisited. Am J Sports Med 2004; 32:1765.
48. Schulz MS, Russe K, Weiler A, et al. Epidemiology of posterior cruciate ligament
injuries. Arch Orthop Trauma Surg 2003; 123:186.
49. Allen CR, Kaplan LD, Fluhme DJ, Harner CD. Posterior cruciate ligament injuries.
Curr Opin Rheumatol 2002; 14:142
50. Logan M, Williams A, Lavelle J, et al. The effect of posterior cruciate ligament
deficiency on knee kinematics. Am J Sports Med 2004; 32:1915.
51. Harner CD, Höher J. Evaluation and treatment of posterior cruciate ligament injuries.
Am J Sports Med 1998; 26:471.
52. Rubinstein RA Jr, Shelbourne KD, McCarroll JR, et al. The accuracy of the clinical
examination in the setting of posterior cruciate ligament injuries. Am J Sports Med
1994; 22:550.
53. Anthony B, Peter F, Jonathan G. Approach to the adult with knee pain likely of
musculoskeletal origin. UptoDate. April 05,2018.
54. Bachmann LM, Haberzeth S, Steurer J, ter Riet G. The accuracy of the Ottawa knee
rule to rule out knee fractures: a systematic review. Ann Intern Med 2004; 140:121.
55. Cheung TC, Tank Y, Breederveld RS, et al. Diagnostic accuracy and reproducibility
of the Ottawa Knee Rule vs the Pittsburgh Decision Rule. Am J Emerg Med 2013;
31:641.
56. Boks SS, Vroegindeweij D, Koes BW, et al. Follow-up of posttraumatic ligamentous
and meniscal knee lesions detected at MR imaging: systematic review. Radiology
2006; 238:863.
57. Servant CT, Ramos JP, Thomas NP. The accuracy of magnetic resonance imaging in
diagnosing chronic posterior cruciate ligament injury. Knee 2004; 11:265.
58. Pierce CM, O'Brien L, Griffin LW, Laprade RF. Posterior cruciate ligament tears:
functional and postoperative rehabilitation. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc
2013; 21:1071.
59. Bedi A, Musahl V, Cowan JB. Management of Posterior Cruciate Ligament Injuries:
An Evidence-Based Review. J Am Acad Orthop Surg 2016; 24:277.
60. Kim KM, Croy T, Hertel J, Saliba S. Effects of neuromuscular electrical stimulation
after anterior cruciate ligament reconstruction on quadriceps strength, function, and
patient-oriented outcomes: a systematic review. J Orthop Sports Phys Ther 2010;
40:383.
61. Fanelli GC. Posterior cruciate ligament rehabilitation: how slow should we go?
Arthroscopy 2008; 24:234.
62. Edson CJ, Fanelli GC, Beck JD. Postoperative rehabilitation of the posterior cruciate
ligament. Sports Med Arthrosc 2010; 18:275.
63. Patel DV, Allen AA, Warren RF, et al. The nonoperative treatment of acute, isolated
(partial or complete) posterior cruciate ligament-deficient knees: an intermediate-term
follow-up study. HSS J 2007; 3:137.
64. Hammoud S, Reinhardt KR, Marx RG. Outcomes of posterior cruciate ligament
treatment: a review of the evidence. Sports Med Arthrosc 2010; 18:280.
65. Bollen S. Epidemiology of knee injuries: diagnosis and triage. Br J Sports Med 2000;
34:227.
66. Louw QA, Manilall J, Grimmer KA. Epidemiology of knee injuries among
adolescents: a systematic review. Br J Sports Med 2008; 42:2.
67. Singhal M, Patel J, Johnson D. Medial ligament injuries. In: DeLee and Drez
Orthopaedic Sports Medici ne, DeLee J, Drez D, Miller M (Eds), Saunders,
Philadelphia 2010. p.1629.
68. Takagi T, Nakao Y, Takayama S, Toyama Y. Traction injury of common peroneal
nerve associated with multiple ligamentous rupture of the knee: a case report.
Microsurgery 2002; 22:339.
69. Creighton RA, Spang JT, Dahners LE. Basic science of ligament healing: Medial
collateral ligament healing with and without treatment. Sports Med Arthrosc 2005;
13:145.
70. Kurzweil PR, Kelley ST. Physical examination and imaging of the medial collateral
ligament and posteromedial corner of the knee. Sports Med Arthrosc 2006; 14:67.
71. Wang JC, Shapiro MS. Pellegrini-Stieda syndrome. Am J Orthop (Belle Mead NJ)
1995; 24:493.
72. Jones L, Bismil Q, Alyas F, et al. Persistent symptoms following non operative
management in low grade MCL injury of the knee - The role of the deep MCL. Knee
2009; 16:64.
73. Craft JA, Kurzweil PR. Physical examination and imaging of medial collateral
ligament and posteromedial corner of the knee. Sports Med Arthrosc 2015; 23:e1.
74. Hanson CA, Weinhold PS, Afshari HM, Dahners LE. The effect of analgesic agents
on the healing rat medial collateral ligament. Am J Sports Med 2005; 33:674.
75. Smyth MP, Koh JL. A review of surgical and nonsurgical outcomes of medial knee
injuries. Sports Med Arthrosc 2015; 23:e15.
76. Nakamura N, Horibe S, Toritsuka Y, et al. Acute grade III medial collateral ligament
injury of the knee associated with anterior cruciate ligament tear. The usefulness of
magnetic resonance imaging in determining a treatment regimen. Am J Sports Med
2003; 31:261.
77. Reider B, Sathy MR, Talkington J, et al. Treatment of isolated medial collateral
ligament injuries in athletes with early functional rehabilitation. A five-year follow-up
study. Am J Sports Med 1994; 22:470.
78. Swenson DM, Collins CL, Best TM, et al. Epidemiology of knee injuries among U.S.
high school athletes, 2005/2006-2010/2011. Med Sci Sports Exerc 2013; 45:462.
79. Majewski M, Susanne H, Klaus S. Epidemiology of athletic knee injuries: A 10-year
study. Knee 2006; 13:184.
80. Levy BA, Stuart MJ, Whelan DB. Posterolateral instability of the knee: evaluation,
treatment, results. Sports Med Arthrosc 2010; 18:254.
81. Stiell IG, Greenberg GH, Wells GA, et al. Derivation of a decision rule for the use of
radiography in acute knee injuries. Ann Emerg Med 1995; 26:405.
82. Lee J, Papakonstantinou O, Brookenthal KR, et al. Arcuate sign of posterolateral knee
injuries: anatomic, radiographic, and MR imaging data related to patterns of injury.
Skeletal Radiol 2003; 32:619.
83. LaPrade RF, Heikes C, Bakker AJ, Jakobsen RB. The reproducibility and
repeatability of varus stress radiographs in the assessment of isolated fibular collateral
ligament and grade-III posterolateral knee injuries. An in vitro biomechanical study. J
Bone Joint Surg Am 2008; 90:2069.
84. LaPrade RF, Gilbert TJ, Bollom TS, et al. The magnetic resonance imaging
appearance of individual structures of the posterolateral knee. A prospective study of
normal knees and knees with surgically verified grade III injuries. Am J Sports Med
2000; 28:191.
85. Sekiya JK, Swaringen JC, Wojtys EM, Jacobson JA. Diagnostic ultrasound evaluation
of posterolateral corner knee injuries. Arthroscopy 2010; 26:494.
86. Haddad MA, Budich JM, Eckenrode BJ. CONSERVATIVE MANAGEMENT OF
AN ISOLATED GRADE III LATERAL COLLATERAL LIGAMENT INJURY IN
AN ADOLESCENT MULTI-SPORT ATHLETE: A CASE REPORT. Int J Sports
Phys Ther 2016; 11:596.
87. LaPrade RF, Wentorf FA, Crum JA. Assessment of healing of grade III posterolateral
corner injuries: an in vivo model. J Orthop Res 2004; 22:970.
88. LaPrade RF, Terry GC. Injuries to the posterolateral aspect of the knee. Association
of anatomic injury patterns with clinical instability. Am J Sports Med 1997; 25:433.
39.
89. Babwah T. Common peroneal neuropathy related to cryotherapy and compression in a
footballer. Res Sports Med 2011; 19:66.
90. Salata MJ, Gibbs AE, Sekiya JK. A systematic review of clinical outcomes in patients
undergoing meniscectomy. Am J Sports Med 2010;38:1907
91. Baker BE, Peckham AC, Pupparo F, Sanborn JC. Review of meniscal injury and
associated sports. Am J Sports Med 1985;13:1
92. Steinbruck K Epidemiology of sports injuries. A 15 year analysis of sports orthopedic
ambulatory care. Sportverletz Sportschaden 1999;13:38
93. Smith BW, Green GA. Acute knee injuries: Part I. History and physical examination.
Am Fam Physician 1995; 51:615.
94. Apley, A.G, Louis S. Apley's System of Orthopaedics and Fractures. Tenth Edition.
London: Arnold, 2018.
95. Maffulli N, Binfield PM, King JB, Good CJ. Acute haemarthrosis of the knee in
athletes. A prospective study of 106 cases. J Bone Joint Surg Br 1993; 75:945.
96. Shetty AA, Tindall AJ, James KD, et al. Accuracy of hand-held ultrasound scanning
in detecting meniscal tears. J Bone Joint Surg Br 2008; 90:1045.
97. Crawford R, Walley G, Bridgman S, Maffulli N. Magnetic resonance imaging versus
arthroscopy in the diagnosis of knee pathology, concentrating on meniscal lesions and
ACL tears: a systematic review. Br Med Bull 2007; 84:5.
98. Bureau NJ, Kaplan PA, Dussault RG. MRI of the knee: a simplified approach. Curr
Probl Diagn Radiol 1995; 24:1.
99. Frobell R, Cooper R, Morris H, Arendt E. Acute knee injuries. In: Clinical Sports
Medicine, 4th ed, Brukner P, Khan K (Eds), McGraw-Hill, 2012. p.634.
100. Boyd KT, Myers PT. Meniscus preservation; rationale, repair techniques and results.
Knee 2003; 10:1.
101. Chatain F, Adeleine P, Chambat P, et al. A comparative study of medial versus
lateral arthroscopic partial meniscectomy on stable knees: 10-year minimum follow-up.
Arthroscopy 2003; 19:842.