Disusun oleh:
Gilbert Sterling Octavius
00000008119
Pembimbing:
Dr. Agus Widodo, SpPD
1.7. Diagnosis......................................................................................................................................34
1.8. Rencana Tatalaksana: ................................................................................................................. 35
A. Definisi ........................................................................................................................................ 37
B. Anatomi ....................................................................................................................................... 37
C. Fisiologi........................................................................................................................................38
D. Epidemiologi ................................................................................................................................ 40
E. Etiologi ......................................................................................................................................... 40
F. Klasifikasi ..................................................................................................................................... 41
G. Patofisiologi ................................................................................................................................. 42
2
H. Manifestasi Klinis ........................................................................................................................ 45
I. Diagnosis.................................................................................................................... .....................45
K. Penatalaksanaan ........................................................................................................................... 48
M. Pencegahan.....................................................................................................................................51
II. Demam Berdarah Dengue............................................................................................................. 5 1
III. Tuberkulosis............................................................................................................ ..................... 55
IV. Kolesistitis Akalkulous.................................................................................................. ...............57
V. Splenomegali................................................................................................................................ 59
VI. Asites....................................................................................................................... .....................60
VII. Atrial Fibrilasi....................................................................................................................... ......60
VIII. Sindrome Hipersensitivitas Obat........................................................................................ ...... 61
IX. Trombositopenia...........................................................................................................................62
X. Atelektasis............................................................................................................... ..................... 62
BAB III DISKUSI KASUS .............................................................................................................. 64
3
BAB I
TINJAUAN KASUS
Nama : Bp S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 25 Januari 1974
Usia : 44 tahun
Alamat : Trian Mar Cilandak, Jakarta Selatan 12560
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Pekerjaan : TNI Angkatan Laut Pangkat Koptu
Tanggal Masuk : 18 Februari 2018
Jam Masuk : 20:20 W.I.B
4
skala 0 dimana pasien mengeluhkan gejalanya tidak menganggu sama sekali hingga
skala 10 dimana gejalanya sangat menganggu aktivitas, pasien mengaku gejala
gatalnya berada di skala 9. Selain gatal, pasien juga mengeluhkan adanya bengkak di
kedua kaki 1 hari yang lalu. Pasien tidak merasakan adanya bengkak di sekitar
kelopak mata terutama pada pagi hari dan pasien baru menyadari bahwa kakinya
bengkak saat dia mencoba untuk memakai sandal jepit. Tidak ada faktor yang
memperingan atau memperburuk pembengkakan. Sepanjang hari kaki pasien bengkak
tanpa ada perbaikan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sesak nafas semenjak 1 hari
yang lalu. Tidak dilaporkan adanya nyeri dada dan pasien tidak mempunyai riwayat
penyakit jantung. Tidak ada faktor yang memperingan dan memperburuk sesak ini
dan pasien mengaku berjalan sekitar 150 meter (dari ranjang ke toilet) belum begitu
sesak. Pasien tidur dengan hanya 1 bantal tanpa ada elevasi dari kepala dan pasien
tidak pernah terbangun dari tidurnya karena sesak. Tidak ada batuk dan jantung
pasien tidak terasa berdebar-debar.
Pasien juga mengaku belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya untuk
indikasi apapun baik itu untuk demam berdarah, malaria ataupun demam tifoid.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya gangguan buang air kecil ataupun buang air
besar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya mual tanpa disertai muntah
semenjak dirawat di rumah sakit atau sekitar 9 hari yang lalu. Mual ini muncul setiap
hari tanpa ada faktor yang memperingan atau memperburuk. Pasien masih berusaha
untuk menghabiskan makanannya walau seringkali makanan tidak habis dan pasien
tidak merasa rasa sulit ataupun sakit pada saat menelan.
5
suhu 38 derajat Celcius dengan laju nafas 20 kali per menit. Hasil pengecekan
laboratorium dilampirkan sesuai dengan tabel 1. Pada tanggal 10 Februari, pasien
melakukan pemeriksaan x-ray thorax dan hasilnya sesuai dengan gambar 1. Pasien
juga melakukan pemeriksaan rekam jantung dan ditemukan atrial fibrilasi dengan
respons ventrikular yang cepat sesuai gambar 2 dan 3.
6
Gambar 1. (Gambaran TB paru aktif disertai multple cavitas, limfadenopati
perihiler kari dan tidak tampak kardiomegali)
Interpretasi:
Cor: Ukuran tidak membesar (CTR<50%), bentuk dan posisi baik
Paru: Tampak infiltrat di lapang sampai tengah paru kiri dengan
multipel rongga lusen. Corakan bronkovaskuler normal. Hilus kanan
normal, kiri lobulated
Sinuses normal dan diafragma normal, tulang-tulang intak
7
Gambar 2. EKG menunjukkan lead I-III serta aVR,aVL dan aVF
Interpretasi:
Irama : Tidak sinus
Rate : 103x/menit
Axis : normoaxis (lead I positif dan AVF positif)
8
P wave : Irregularly irregular
PR interval : Tidak dapat dinilai
QRS : normal 0,08 sec -> 80 ms
ST segment : Tidak ada ST elevasi ataupun ST depresi
T wave : T wave normal
Kesimpulan : Atrial fibrilasi
Pasien diberikan terapi Intravenous Fluid Drip (IVFD) 20 tetes per menit
(tpm), ceftriaxone drip 1x20 mg yang dilarutkan dalam 100cc NaCl, injeksi
omeprazole 1x 40mg, glimepiride 1x3 mg, metformin 3x500 mg, paracetamol 3x500
mg, codein 3x100 mg dan neurodex 1x1. Pasien dipulangkan pada tanggal 12 Januari
2018 dengan diagnosis DM tipe 2 dan febris suspek et causa bronkopneumonia.
Namun, pada tanggal 13 Januari 2018 pasien kembali datang ke IGD RSMC dengan
keluhan nyeri di dada kiri sejak 3 hari SMRS dan nyeri ini tidak menjalar. Terdapat
batuk dengan riak bewarna kuning kecoklatan. Terdapat demam namun tidak ada
sesak. Tekanan darah pasien pada saat itu 90/60 mmHg, nadi 100 kali per menit, laju
pernafasan 24 kali per menit, suhu 38.6 derajat celcius, saturasi oksigen 96%. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan S1 dan S2 irreguler, murmur (-) dan gallop (-), bunyi
vesikuler +/+, terdapat rhonci basah halus dan kasar pada paru sinistra dan wheezing -
/-. Pasien didiagnosa dengan syok sepsis, tuberkulosis aktif kasus baru, pneumonia
dan atrial fibrilasi. Terapi yang diberikan adalah IVFD 14 tpm, ceftriaxone injeksi
1x2 gr, levofloxacin injeksi 1x750 mg, OAT kategori 1, vitamin B6 20 mg,
glimepiride 1x3 mg, metformin 3x500 mg, neurodex 1x1 dan paracetamol 3x500 mg.
Pasien juga dirujuk ke dokter jantung untuk masalah atrial fibrilasi. Pasien dirawat
hingga tanggal 21 Januari 2018 dan diantara tanggal 13 Januari 21 Januari dilakukan
pemeriksaan laboratorium sesuai dengan tabel 2.
Tabel 2. Hasil laboratorium dari tanggal 13 Januari hingga 21 Januari 2018
Tanggal Pemeriksaan Hasil
13 Januari 2018 Glukosa Puasa 217
9
14 Januari 2018 Glukosa Puasa 169
15 Januari 2018 Hb 15
Ht 43
Leukosit 13.2
Trombosit 127
Glukosa Puasa 111
17 Januari 2018 Glukosa Puasa 101
18 Januari 2018 Glukosa Puasa 136
19 Januari 2018 (07:57) Hb 15.2
Ht 44
Leukosit 14.2
Trombosit 17
Glukosa Puasa 128
19 Januari 2018 (18:02) Hb 14.7
Ht 43
Leukosit 13
Trombosit 19
20 Januari 2018 Hb 14.4
Ht 42
Leukosit 13
Trombosit 18
Glukosa Puasa 101
Morfologi Darah Tepi Trombosit sangat rendah
dan sudah di cross-check
dengan mikroskop
21 Januari 2018 Hb 14
Ht 41
Leukosit 12.3
Trombosit 30
Glukosa Puasa 104
10
Namun, pada tanggal 12 Febuari jam 21:15 pasien kembali datang ke IGD
RSMC dengan keluhan nyeri dada kurang lebih 3 hari SMRS. Nyeri dada dirasakan
seperti tertusuk dan nyeri dirasakan sepanjang hari. Pasien merasakan sesaknya
berkurang apabila berbaring ke arah kanan. GCS pasien 15 dengan tekanan darah
130/80 mmHg. Laju pernafasan 34 kali per menit dengan nadi 110 kali per menit.
Saturasi oksigen 96% dan suhu pasien 40 derajat celcius. Pada pemeriksaan fisik,
pasien terlihat sakit sedang dengan pemeriksaan fisik dalam batas normal kecuali
ditemukannya perselubungan putih di tengah lidah. Pasien dicek darah lengkap,
sputum, X-ray thorax dan EKG. Pada darah lengkap dan sputum ditemukan hasil
sesuai dengan tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengecekan darah lengkap dan sputum tanggal 12 Febuari 2018
Pemeriksaan Hasil
Hb 14.6
Ht 42
Leukosit 16.2
Basofil 0
Eosinofil 0
Neutrofil batang 0
Neutrofil segmen 90
Limfosit 6
Monosit 4
Trombosit 188
LED 86
Batang Tahan Asam (BTA) 2+
Pasien memulai regimen obat anti tuberkulosis fixed drug combination (OAT
FDC) dengan dosis 0-0-5 sesuai dengan berat badan pasien yang 78 kg pada saat itu.
Pengobatan juga ditambah dengan vitamin B6 20 mg. Pasien dipulangkan dengan
11
diagnosis pneumonia sinistra dan Tuberkulosis paru sinistra dengan adanya atrial
fibrilasi dan diabetes mellitus tipe 2.
Pasien masuk lagi ke IGD RSMC pada tanggal 18 Februari 2018 pada jam
20:20 dimana pasien mengeluhkan demam 1 hari SMRS yang berkisar di antara 38
derajat dan demam dirasakan naik turun. Terdapat rasa mual dan pusing yang
dikeluhkan oleh pasien. Pada saat masuk, tensi pasien 110/60 mmHg, pernafasan 30
x/menit, nadi 119x/menit, SpO2 96% dan suhu 37,6oC. Pasien didiagnosis demam
dengue pada TB paru dan diberikan IVFD RL 30 tpm, paracetamol 3x500 mg,
ondansentron IV 3x4 mg, omeprazole IV 1x40 mg, antasida oral 3x1 tab dan sucralfat
3x1 C sebelum makan.
12
mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan juga setia terhadap istrinya. Pasien
mengkonsumsi alkohol berupa Chivas (konten alkohol: 40%) dan Vodka Black
Lemon Lime (konten alkohol: 6.5%). Pasien mengaku dia mengkonsumsi alkohol
sampai tidak sadarkan diri dan kira-kira dibutuhkan 7 botol alkohol untuk membuat
dia tidak sadar. Pasien mengatakan 1 tahun dia hanya mengkonsumsi alkohol
sebanyak 3 kali dan tidak lebih dari itu.
13
Kepala - Bentuk dan ukuran kepala: Normosefali
- Permukaan kepala: benjolan (-), lesi (-), luka (-)
- Rambut: hitam
- Nyeri: (-)
14
- Lubang telinga: sekret (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung - Bentuk: normal, deviasi septum (-)
- Sekret: (-), darah (-)
Mulut - Bentuk: simetris
- Bibir: sianosis (-), edema (-), perdarahan (-)
- Lidah: fissura di lidah,
leukoplakia (-)
15
- Sonor (+/+) pada lapang kanan paru, redup di lapang
kiri
Auskultasi:
- Vesikuler (+/+) pada lapang kanan paru, penurunan
suara vesikuler pada lapang kiri paru, ronchi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung:
Inspeksi:
- Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi:
- Iktus kordis tidak teraba, heave (-), thrill (-)
Perkusi:
- Batas Jantung:
Batas Jantung Kiri: Intercostal 5 Linea
Midclavicularis Sinistra
Batas Jantung Kanan: Intercostal 4 Linea
Parasternalis
Dextra
Batas Jantung
Atas:
Intercostal 2
Linea
Parasternalis
Sinistra
Auskultasi:
- S1, S2 reguler, gallop
(-), murmur (-)
16
Abdomen Inspeksi:
- Bentuk: Cembung, luka (-), caput medusae (-), darm
steifung (-), darm contour (-)
Auskultasi:
- Bising usus (+), normal
- Bruit/metallic sound (-)
Perkusi:
- Timpani pada regio abdomen umbilikus,
epigastrium, suprapubis
- Flank dullness (+) di bagian midclavicular sinistra
dan dextra, shifting dullness (+)
- Perkusi ruang traube dull; splenic percussion sign
positif
Palpasi:
- Nyeri tekan (+) pada regio epigastric, maasa (-),
fluid wave (+), defense muscular (-)
- Hepatomegali (-)
- Shuffner S1
- CVA (-)
17
- Murphy Sign (-), Rovisng sign (-)
18
1.4. Pemeriksaan Penunjang
19
Paratyphii BO -
Paratyphii CO -
Typhii H -
Paratyhpii AH -
Paratyphii BH -
Paratyphii CH -
20 Februari 2018 Hb 13.7
Ht 42
Leukosit 6.2
Trombosit 105
Gula Darah Puasa 91
21 Februari 2018 Hb 13.8
Ht 41
Leukosit 9.8
Trombosit 102
Gula Darah Puasa 88
22 Februari 2018 Malaria Negatif
Hb 13.5
Ht 40
Leukosit 8.8
Trombosit 92
23 Februari 2018 Hb 13.8
Ht 42
Leukosit 10
Trombosit 93
Gula Darah Puasa 122
24 Februari 2018 SGOT 190
20
SGPT 108
Bilirubin Total 7.52
Bilirubin Direk 4.73
Bilirubin Indirek 2.79
Hb 14.3
Ht 41
Leukosit 10.7
Trombosit 96
Gula Darah Puasa 119
25 Februari 2018 Hb 13.6
Ht 39
Leukosit 11.7
Trombosit 106
Gula Darah Puasa 123
26 Februari 2018 Hb 13.5
Ht 38
Leukosit 13.9
Trombosit 105
Gula Darah Puasa 115
27 Februari 2018 HbsAg Negatif
Hb 13.8
Ht 41
Leukosit 13.9
Trombosit 112
Gula Darah Puasa 119
21
Hepar: Ukuran tidak membesar, tepi tumpul, permukaan kasar. Echo parenkim
meningkat homogen. Vaskuler dan ductus bilier baik. Tidak tampak lesi massa.
Tampak koleksi cairan sekitarnya.
Gallbladder: Letak baik. Dinding tampak menebal. Tidak tampak echo batu maupun
dilatasi duktus sistikus
Pankreas: Bentuk, letak, ukuran dan echo parenkim normal. Tidak tampak dilatasi
duktus, kalsifikasi maupun lesi fokal.
Lien: Ukuran membesar, echo parenkim baik, tidak tampak lessi massa
Ginjal kanan: Bentuk, letak, ukuran dan echo baik. Echo diferensiasi cortex-medulla
balik. Tidak tampak dilatasi pelvikokalises, echo batu maupun massa.
Ginjal kiri: Bentuk, letak, ukuran dan echo baik. Echo diferensiasi cortex-medulla
balik. Tidak tampak dilatasi pelvikokalises, echo batu maupun massa.
Buli-buli: Dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu maupun massa
Kesan:
Parenkim hepar yang kasar dengan peningkatan echo parenkim
Cholecystitis
Asites
Splenomegali
Gambaran proses inflamasi pada hepar
22
1.5 Follow-Up
Follow-up tanggal 28 Februari 2018
S: Pasien mengeluhkan adanya demam, kulit kemerahan di seluruh tubuh dan pasien
merasakan gatal di seluruh tubuh belum membaik. Pasien juga mengeluhkan
sesak yang belum membaik. Selain itu, pasien juga mengeluhkan mual dan
menurunnya nafsu makan.
O: KU/Kes : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD: 100/60, HR 92x/menit, RR: 21x per menit, S: 36.4 derajat
CA -/-, SI +/+
Paru: gerak dinding dada simetris, sonor di seluruh lapang paru, suara paru VES
23
menurun di lapang paru sebelah kiri, rhonci -/-, wheezing -/-
Jantung: ictus cordis tidak tampak, ictus cordist idak teraba di ICS 5 linea
midklavikular sinistra, suara jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen: Bentuk abdomen cembung, timpani pada regio abdomen umbilikus,
epigastrium, suprapubis. Terdapat flank dullness (+) di bagian midclavicular
sinistra dan dextra, shifting dullness (+). Perkusi ruang traube dull; splenic
percussion sign positif
Ekstremitas: Edema dorsum pedis : grade 2 pitting edema, edema pretibial : grade
1 pitting edema, edema dorsum palmar : grade 1 pitting edema . Palmar eritema (-
/-), leukonikia (-/-), petechiae (-), asterixis (-), muscle wasting (-)
A: Hb: 13,7 SGOT: 217
Ht: 41 SGPT: 216
Leukosit: 14,5 Bilirubin total: 9.48
Trombosit: 113 Bilirubin direk: 5.79
GDP: 126 Bilirubin indirek: 3.6
DHF perbaikan
Hepatitis Imbas Obat et causa obat antituberkulosis (OAT)
Tuberkulosis paru aktif
Drug Hypersensitivity Syndrome
P: Dextrose 5% : Na Cl 0.9% 1:1 20 tpm Ibuprofen 1x40
Antasida 3x1 tab Levofloxacin drip 1x1 gr
Sucralfat 3xC2 syr Streptomycin 1x1 gr
Curcuma 3x1 tab Urdafalk 3x1
OMZ 2x20 tab Ethambutol 1x1250 gr (Jam 09:00)
Cetirizine 1x20 SNMC 2g/drip
Vaseline aloe vera 2x (Tangan dan kaki) Caladine lotion 2x
Methylprednisolone dan ranitidine ditunda
24
Follow-up tanggal 1 Maret 2018
S: Pasien mengeluhkan adanya demam, kulit kemerahan di seluruh tubuh dan pasien
merasakan gatal di seluruh tubuh belum membaik. Pasien juga mengeluhkan
sesak yang belum membaik. Selain itu, pasien juga mengeluhkan mual dan
menurunnya nafsu makan.
O: KU/Kes : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD: 100/60, HR 90x/menit, RR: 22x per menit, S: 37.1 derajat
CA -/-, SI +/+
Paru: gerak dinding dada simetris, sonor di seluruh lapang paru, suara paru VES
menurun di lapang paru sebelah kiri, rhonci -/-, wheezing -/-
Jantung: ictus cordis tidak tampak, ictus cordist idak teraba di ICS 5 linea
midklavikular sinistra, suara jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen: Bentuk abdomen cembung, timpani pada regio abdomen umbilikus,
epigastrium, suprapubis. Terdapat flank dullness (+) di bagian midclavicular
sinistra dan dextra, shifting dullness (+). Perkusi ruang traube dull; splenic
percussion sign positif
Ekstremitas: Edema dorsum pedis : grade 2 pitting edema, edema pretibial : grade
1 pitting edema, edema dorsum palmar : grade 1 pitting edema . Palmar eritema (-
/-), leukonikia (-/-), petechiae (-), asterixis (-), muscle wasting (-)
A: Hb: 14,2 LED: 7 Limfosit: 12
Ht: 39 Basofil: 0 Monosit: 6
Leukosit: 17,8 Eosinofil: 0
Trombosit: 119 Neutrofil batang: 2
GDP: 96 Neutrofil segmen: 80
DHF perbaikan
Hepatitis Imbas Obat et causa obat antituberkulosis (OAT)
Tuberkulosis paru aktif
25
Drug Hypersensitivity Syndrome
P: Dextrose 5% : Na Cl 0.9% 1:1 20 tpm Ibuprofen 1x40 (STOP)
Antasida 3x1 tab Levofloxacin drip 1x1 gr
Sucralfat 3xC2 syr Streptomycin 1x1 gr
Curcuma 3x1 tab Urdafalk 3x1
OMZ 2x20 PO Ethambutol 1x1250 gr (Jam 09:00)
Cetirizine 1x20 SNMC 2g/drip
26
A: Glukosa puasa: 102 mg/dl
DHF perbaikan
Hepatitis Imbas Obat et causa obat antituberkulosis (OAT)
Tuberkulosis paru aktif
Drug Hypersensitivity Syndrome
P: Dextrose 5% : Na Cl 0.9% 1:1 20 tpm Antasida 3x1 tab
Levofloxacin drip 1x1 gr (STOP) Sucralfat 3xC2 syr
Streptomycin 1x1 gr Curcuma 3x1 tab
Urdafalk 3x1 OMZ 2x1 PO
Ethambutol 1x1250 gr (Jam 09:00) Cetirizine 1x20
SNMC 2g/drip Vaseline aloe vera 2x (Tangan dan kaki)
Caladine lotion 2x Betametasone cream untuk wajah pagi dan sore
Rencana foto thorax PA dan lateral decubitus kiri
27
epigastrium, suprapubis. Terdapat flank dullness (+) di bagian midclavicular
sinistra dan dextra, shifting dullness (+). Perkusi ruang traube dull; splenic
percussion sign positif
Ekstremitas: Edema dorsum pedis : grade 2 pitting edema, edema pretibial : grade
1 pitting edema, edema dorsum palmar : grade 1 pitting edema . Palmar eritema (-
/-), leukonikia (-/-), petechiae (-), asterixis (-), muscle wasting (-)
A: Hb: 12,8 Glukosa puasa: 89
Ht: 36 Protein total: 4,93
Leukosit: 12,3 Albumin: 2.24
Trombosit: 119 Globulin: 2.69
DHF perbaikan
Hepatitis Imbas Obat et causa obat antituberkulosis (OAT)
Tuberkulosis paru aktif
Drug Hypersensitivity Syndrome
P: Dextrose 5% : Na Cl 0.9% 1:1 20 tpm Antasida 3x1 tab
Vipalbumin 2x1 Sucralfat 3xC2 syr
Streptomycin 1x1 gr Curcuma 3x1 tab
Urdafalk 3x1 OMZ 2x1 PO
Ethambutol 1x1250 gr (Jam 09:00) Cetirizine 1x20
SNMC 2g/drip Vaseline aloe vera 2x (Tangan dan kaki)
Caladine lotion 2x Betametasone cream untuk wajah pagi dan sore
28
CA -/-, SI +/+
Terdapat edema palpebra dextra dan sinistra; lebih berat di dextra
Paru: gerak dinding dada simetris, sonor di seluruh lapang paru, suara paru VES
menurun di lapang paru sebelah kiri, rhonci -/-, wheezing -/-
Jantung: ictus cordis tidak tampak, ictus cordist idak teraba di ICS 5 linea
midklavikular sinistra, suara jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen: Bentuk abdomen cembung, timpani pada regio abdomen umbilikus,
epigastrium, suprapubis. Terdapat flank dullness (+) di bagian midclavicular
sinistra dan dextra, shifting dullness (+). Perkusi ruang traube dull; splenic
percussion sign positif
Ekstremitas: Edema dorsum pedis : grade 2 pitting edema, edema pretibial : grade
1 pitting edema, edema dorsum palmar : grade 1 pitting edema . Palmar eritema (-
/-), leukonikia (-/-), petechiae (-), asterixis (-), muscle wasting (-)
A: GDP: 93
DHF perbaikan
Hepatitis Imbas Obat et causa obat antituberkulosis (OAT)
Tuberkulosis paru aktif
Drug Hypersensitivity Syndrome
P: Dextrose 5% : Na Cl 0.9% 1:1 20 tpm Antasida 3x1 tab
Vipalbumin 2x1 Sucralfat 3xC2 syr
Streptomycin 1x1 gr Curcuma 3x1 tab
Urdafalk 3x1 OMZ 2x1 PO
Ethambutol 1x1250 gr (Jam 09:00) Cetirizine 1x20
SNMC 2g/drip Vaseline aloe vera 2x (Tangan dan kaki)
Caladine lotion 2x Betametasone cream untuk wajah pagi dan sore
Rencana untuk cek LFT pada tanggal 7 Maret 2018
29
Follow up tanggal 5 Maret 2018
S: Pasien mengatakan gatalnya sudah mulai menurun namun sesak masih terkadang
dirasakan baik saat tiduran maupun berdiri. Mual masih sedikit dirasakan
sehingga masih menganggu nafsu makan pasien dan makanan pun tidak
dihabiskan. Istri pasien juga melaporkan bahwa kuning di mata mulai menurun
O: KU/Kes : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD: 90/60, HR 80x/menit, RR: 21x per menit, S: 36 derajat
CA -/-, SI +/+
Edema palpebra sudah menghilang
Paru: gerak dinding dada simetris, sonor di seluruh lapang paru, suara paru VES
menurun di lapang paru sebelah kiri, rhonci -/-, wheezing -/-
Jantung: ictus cordis tidak tampak, ictus cordist idak teraba di ICS 5 linea
midklavikular sinistra, suara jantung S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen: Bentuk abdomen cembung, timpani pada regio abdomen umbilikus,
epigastrium, suprapubis. Terdapat flank dullness (+) di bagian anterior axilla
sinistra dan dextra, shifting dullness (+). Perkusi ruang traube dull; splenic
percussion sign positif
Ekstremitas: Edema dorsum pedis : grade 1 pitting edema, edema pretibial : grade
1 pitting edema, edema dorsum palmar : grade 1 pitting edema . Palmar eritema (-
/-), leukonikia (-/-), petechiae (-), asterixis (-), muscle wasting (-)
A: Hb: 12,4 Trombosit: 102
Ht: 38 Glukosa puasa: 85
Leukosit: 6.9 SGOT: 67 SGPT: 75
Bilirubin Total: 2,90 Bilirubin Direk: 1,94 Bilirubin Indirek: 0,96
DHF perbaikan
Hepatitis Imbas Obat et causa obat antituberkulosis (OAT)
Tuberkulosis paru aktif
30
Drug Hypersensitivity Syndrome
P: Dextrose 5% : Na Cl 0.9% 1:1 20 tpm Antasida 3x1 tab
Vipalbumin 3x2 cap Sucralfat 3xC2 syr
Streptomycin 1x1 gr Curcuma 3x1 tab
Urdafalk 3x1 OMZ 2x1 PO
Ethambutol 1x1250 gr (Jam 09:00) Cetirizine 1x20
SNMC 2g/drip Vaseline aloe vera 2x (Tangan dan kaki)
Caladine lotion 2x Betametasone cream untuk wajah pagi dan sore
31
leukonikia (-/-), petechiae (-), asterixis (-), muscle wasting (-)
A:
32
dengan fluid level di hemithorak kiri
Kesan: TB paru aktif dengan susp. plate like atelektasis lobus inferior paru kanan.
Tidak tampak efusi pleura
Pasien kembali ke poli IPD dan paru untuk follow up. Di poli IPD, pengecekan
tanggal 5 Maret 2018 ditemukan hasil SGOT 67 dan SGPT 75, bilirubin total 2,9
dengan bilirubin direk 1,94 dan bilirubin indirek 0,96. Hasil anti HCV pada tanggal 6
Maret 2018 ditemukan negatif. Pasien mengeluhkan telinganya berdengung. Secara
observasi, terdapat penurunan berat badan pada pasien ini.
1.6.Resume
Pasien mengeluhkan gatal di seluruh tubuh yang terutama dirasakan di kulit kepala
dan juga kedua tangannya beserta dengan rasa mual sejak masuk rumah sakit, sesak
nafas dan bengkak pada tanggal 26 Februari 2018. Rasa gatal dan sesak baru
dirasakan membaik tanggal 3 Maret 2018 sedangkan mual membaik pada tanggal 4
Maret 2018. Bengkak pada kedua tungkai tetap persisten sampai pasien pulang
namun terdapat perbaikan pada tanggal 5 Maret 2018. Istri pasien juga melaporkan
pada tanggal 5 Maret 2018 bahwa kuning telah membaik.
33
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
- Keadaan Umum: Nyeri Sedang
- Kesadaran: Compos Mentis
- Berat Badan: 88 kg
- Konjungtiva: anemis (-/-), sklera: ikterik (+/+)
- Suara vesikuler meredup pada lapang paru kiri
- Flank dullness (+), Fluid thrill (+)
- Edema dorsum pedis : Grade 2 pitting edema
- Edema pretibial : Grade 1 pitting edema
- Edema dorsum palmar : Grade 1 pitting edema
- Makula hiperpigmentasi batas tidak tegas universalis, skuama +
1.7. Diagnosis
Diagnosis Kerja:
34
Hepatitis Imbas Obat et causa OAT dengan suspek dengue hemorrhagic fever
grade I pada tuberkulosis paru aktif kasus baru serta drug hypersensitivity
syndrome, kolesistitis acalculous serta atelektasis paru lobus kiri bawah.
Diagnosis Banding:
Penyakit hepar acute on chronic suspek alkoholik fibrosis hepar dengan OAT
sebagai pencetus pada tuberkulosis paru aktif
35
Vaseline aloe vera 2x (Tangan dan kaki)
Streptomycin 1x1 gr
Urdafalk 3x1
Cetirizin 1x1
1.9. Prognosis
36
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hepattitis imbas obat atau dikenal sebagai "Drug Induced Liver Injury"
merupakan kerusakan pada hepar yang disebabkan oleh berbagai macam obat-
obatan atau xenobiotik lainnya yang menyebabkan gangguan pada hepar atau
fungsi hati setelah mengekslusi penyebab kerusakan hepar lainnya. [1]
B. Anatomi
Hepar merupakan sebuah organ yang terletak pada kuadran kanan atas
abdomen dan merupakan organ visceral terbesar dan juga kelenjar terbesar
dalam tubuh manusia. Peritoneum membungkus hepar dan hepar sendiri akan
menempel ke diafragma dengan bantuan ligamentum coronarium dan juga
ligamentum falciforme serta ligamentum triangulare dextrum et sinistrum.
37
Hepar menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah
terdeoksigenasi yang mengandung nutrisi atau racun dari vena porta. Darah
vena dari hepar akan menuju ke vena cava inferior. Selain itu, hepar juga
memiliki portal triad yang terdiri dari vena porta, arteri hepatica dan duktus
cysticus. Hepar juga dibagi menjadi lobus sinistra dan lobus dextra
berdasarkan sistem arteri dan vena di hepar serta fossae untuk kantung
empedu dan vena cava inferior. [2,3]
C. Fisiologi
Secara garis besar, fungsi hepar dapat diklasifikasi menjadi 9 yaitu [4]:
38
tiroid serta kolesterol di dalam darah, angiotensinogen yang berperan
dalam sistem renin-angiontensin-aldosteron
iv. Menyimpan glikogen, lemak, zat besi, tembaga, vitamin A serta
mikronutrien lainnya
v. Mengaktivasi vitamin D bersama dengan ginjal
vi. Menghancurkan sel darah merah yang sudah tua serta bakteria
vii. Mensekresi hormon thrombopoietin, hepcidin serta insulin-like growth
factor-1 (IGF-1)
viii. Memproduksi protein fase akut yang berperan dalam inflamasi
ix. Mengeksresi kolesterol dan bilirubin
Metabolisme obat di dalam hepar terbagi menjadi 3 fase yaitu fase I, fase II
dan fase III. Fase pertama merupakan oksidasi, reduksi atau hidrolisis yang
dibawakan oleh enzim CYP P450. Fase kedua adalah glukoronidasi, sulfasi,
asetilasi dan konjugasi glutation menjadi senyawa lainnya yang siap dieksresi
ke luar hepar dan fase ketiga merupakan eksresi senyawa menuju cairan
empedu atau sistem sirkulasi sistemik. [5]
39
D. Epidemiologi
Hepatitis imbas obat (HIO) memiliki estimasi kejadian sebesar 10-15 per
10,000 hingga 100,000 orang yang terekspos dengan obat-obatan. HIO
menyebabkan 10% seluruh kasus hepatitis akut dan merupakan penyebab
tersering dari gagal hepar akut di Amerika. HIO juga meupakan alasan
tersering sebuah obat ditarik dari pasaran. Beberapa predisposisi yang
menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan terkena HIO adalah usia diatas
35 tahun atau anak-anak, wanita, riwayat alkohol kronis serta adanya penyakit
penyerta seperti HIV atau hepatitis CSeveral risk factors have been associated
with the development of DILI [6].
E. Etiologi
40
Gambar 5. Tabel obat-obatan yang lebih sering mengakibatkan HIO [9]
F. Klasifikasi
41
Gambar 6. Klasifikasi hepatitis imbas obat [5]
G. Patofisiologi
HIO merupakan proses yang rumit dimana faktor obat pencetus, hasil
metabolisme dari obat tersebut dan sistem pertahanan tubuh penjamu
memiliki interaksi antar satu sama lain dalam mencetuskan HIO. Sebagain
besar obat-obatan hepatotoksik akan mencetuskan nekrosis terhadap sel-sel
hepar. Namun, beberapa obat akan mencetuskan kerusakan pada sistem bilier,
protein ekspor bilier atau kanalikuli asam empedu (kolestasis), sel endotel
vaskular (sinusoidal obstruction syndrome) atau sel stellate. Selain itu, dapat
juga terjadi kerusakan tipe campur (mixed). [5]
42
Hasil serum aminotransferases biasanya 8 hingga 500 kali diatas normal
dimana serum alkaline phosphatase biasanya tidak begitu meningkat.
43
Patogenesis HIO pada OAT sedikit berbeda. Peningkatan formasi metabolit
reaktif sebagai akibat dari metabolisme fase I atau kegagalan detoksifikasi
pada metabolisme fase II merupakan faktor pencetus pada HIO dengan OAT.
Ekspresi dari enzim-enzim yang memetabolisme OAT dan transporter yang
terlibat dalam ekskresi dan eliminasi metabolit obat (fase III) diregulasi oleh
faktor transkripsi (receptor hormon nukelar) seperti reseptor pregnane X.
Metabolit reaktif inilah yang akan memicu produksi dari reactive oxygen
species (ROS) yang berlebihan sehingga memicu peroksidase lemak dan
kematian sel. [7]
44
H. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HIO akut yang simptomaik dapat mengeluhkan gejala seperti
demam, anoreksia, mual, muntah, nyeri di kuadran kanan atas, kuning, feses
yang akolik atau urin yang gelap. Selain itu, pasien dengan kolestasis dapat
memiliki gejala pruritus yang terkadang sangat menganggu sehingga
menimbulkan eksoriasi akibat garukan. Hepatomegali dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik. Pada kasus yang sangat parah, koagulopati dan
ensephalopati hepatik dapat timbul hingga menjadi kerusakan hepar akut.
Pasien dengan kronik HIO dapat memiliki progresi penyakit hingga terjadi
fibrosis signifikan atau sirosis dan memiliki gejala yang diasosiasikan dengan
sirosis atau dekompensasi hepar (kuning, eritema palmar dan asites). [6]
I. Diagnosis
45
pruritus) dapat mengindikasikan obat itu bersifat toksik dan harus segera
dievaluasi untuk gejala HIO. Diagnosis HIO dapat ditegakkan melalui
riwayat medis pasien dan hasil laboratorium. Apabila ada bukti kolestasis,
pencitraan dapat dilakukan untuk mengekslusi obstruksi bilier. Apabila tes
untuk penyakit hepar lainnya negatif dan pasien telah terekspos dengan obat-
obatan yang diketahui dapat mengakibatkan kerusakan hepar, biopsi hepar
biasanya tidak dilakukan. Namun, apaibla diagnosis masih tidak dapat
ditegakkan atau ada bukti klinis bahwa pasien memiliki penyakit hepar kronis,
biopsi hepar sebaiknya dilakukan. [6] Berdasarkan jurnal BMJ tahun 2017,
hallmark dari DILI dapat dinilai dari serum aminotransferase (ALT, AST),
alkalin fosfatase (ALP), dan total bilirubin (TB). Berdasarkan guideline
internasional, batas diagnosis DILI antara lain [8]:
c. Nilai ALT ≥3x batas atas normal dan Nilai TB ≥2x batas atas normal
Pada awal tahun 1990, terbentuk suatu skala diagnostic baru yaitu Council
46
for International Organizations of Medical Sciences (CIOMS) atau Roussle
Uclaf Causality Assessment Method (RUCAM) yang klasifikasi pola dari
cidera hepar, tipe hepatoselular, tipe kolestatik, atau tipe campuran, yang
terdiri dari 7 kriteria. Maria dan Victorino (M&V) membuat versi sederhana
dari RUCAM dengan hanya 5 kriteria. Terakhir, terbentuk suatu kriteria
diagnostik di Jepang, yang sensitivitasnya lebih tinggi, namun penggunaan
untuk warga negara selain Jepang butuh penilaian ulang, disebut Drug-
lymphocyte stimulation test (DLST) sebagai faktor diagnostik.[9]
J. Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial dari HIO tergantung dari pola abnormalitas fungsi hepar
dan apabila ada hasil biopsi hepar dapat dilihat dari hasil histologis. [6]
47
Kolestasis: obstruksi bilier, primary biliary cirrhosis, primary
sclerosing cholangitis, dan kolestasis intrahepatic akibat kehamilan
Steatosis: NAFLD, nonalcoholic steatohepatitis (NASH), alcoholic
liver disease, dan perlemakan hepar akut akibat kehamilan
Granulomatous hepatitis: infeksi, sarcoidosis, dan primary biliary
cirrhosis
Peliosis hepatis: infeksi, gangguan hematologis, keganasan dan
transplantasi organ
K. Penatalaksanaan
Penanganan primer untuk HIO adalah menarik kembali obat yang diberikan.
Kesadaran awal terhadap gejala HIO menjadi integral untuk menilai derajat
keparahan dan memonitor kegagalan hepar akut. Glukokortikoid dapat
diberikan kepada pasien dengan reaksi hipersensitivitas atau kolestasis yang
progresif walau telah diberhentikan obat-obatannya atau dengan hasil biopsi
yang mirip dengan gambaran hepatitis autoimun. Selain itu, glukokortikoid
dapat diberikan pada pasien dengan manifestasi hipersensitivitas ekstrahepatik
seperti DRESS (drug reaction with eosiniophilia and systemic symptoms). [6]
Pada HIO akibat OAT, regimen OAT dapat diberikan dengan kombinasi
sebagai berikut [7]:
48
Satu obat hepatotoksik:
49
Pengobatan OAT lini pertama yaitu rifampisin dan isoniazid merupakan obat
yang sangat efektif pada pengobatan tuberkulosis paru aktif dan sangat murah
sehingga obat-obatan ini dapat diberikan kembali pada pasien dengan HIO
akibat OAT yang disebut dengan konsep rechallenge dengan prinsip sebagai
berikut [10]:
Setelah ALT menurun kurang dari dua kali lipat dari batas atas normal,
rifampin dapat dimulai kembali dengan atau tanpa etambutol
Setelah 3 hingga 7 hari, isoniazid dapat diberikan kembali dan
pengecekan ALT dilakukan bersamaan.
Apabila gejala terjadi kembali atau ALT kembali meningkat, obat
yang terakhir ditambahkan harus diberhentikan.
Bagi pasien yang mengalami gejala hepatotoksitas yang berlangsung
lama atau dengan derajat keparahan tinggi tapi dapat mentoleransi
rifampin dan isoniazid, rechallenge dengan pirazinamid dapat
berbahaya. Dalam keadaan ini, pirazinamid dapat diberhentikan
selamanya dengan catatan pengobatan akan terus berlanjut hingga 9
bulan.
L. Prognosis
Beberapa faktor dapat menentukan prognosis yang lebih buruk pada pasien
HIO seperti [6]:
50
Gejala kuning (bilirubin lebih dari 2 kali lipat batas atas normal) dalam
konteks peningkatan ALT lebih dari tiga kali lipat batas atas normal
atau dikenal juga dengan hukum Hy
Kegagalan hepar akut akibat obat anti epilepsi di anak anak
Kegagalan hepar akut akibat acetaminophen yang membutuhkan
hemodialisa
Peningkatan serum kreatinin
Adanya penyakit hepar sebelum HIO
M. Pencegahan
51
Manifestasi infeksi virus dengue dapat dibagi menjadi demam yang tidak
dapat tergolongkan (undifferentiated fever), demam dengue, demam
berdarah dengue dan sindroma dengue yang diperluas (expanded dengue
syndrome) sesuai dengan kriteria WHO 2011 [11].
Gejala dari demam dengue tidaklah spesifik dimana terdapat sakit kepala,
sakit punggung dan malaise general. Demam pada demam dengue muncul
secara tiba-tiba dan diasosiasikan dengan muka yang memerah. Selain itu,
pasien juga dapat menggigil. Nyeri pada belakang mata pada saat
menggerakan mata atau adanya tekanan pada mata, fotofobia dan nyeri
pada otot dan tulang/sendi merupakan gejala non-spesifik lainnya pada
demam dengue. Pada hasil laboratorium, dapat ditemukan total leukosit
yang normal pada saat demam pertama dan kemudian leukopenia yang
ditandai dengan neutrofil yang menurun dan bertahan sepanjang demam.
Jumlah platelet biasanya normal namun trombositopenia ringan (100 000
52
to 150 000 sel/mm3) merupakan manifestasi yang ringan dan sebagian
pasien demam berdarah memiliki jumlah platelet dibawah 100,000
sel/mm3. Peningkatan hematokrit ringan (≈10%) juga dapat ditemukan
sebagai konsekuensi dehidrasi akibat demam tinggi, muntah, anoreksia.
Kadar AST dan ALT juga dapat meningkat. Perjalanan penyakit demam
berdarah dapat dilihat sesuai dengan gambar 12. Selain itu, perlu juga
diperhatikan tanda-tanda bahaya seperti nyeri perut, muntah yang terus
menerus atau perdarahan mukosa [12].
53
Gambar 13. Kriteria dengue dengan tanda bahaya [12]
54
Gambar 14. Klasifikasi demam dengue dan demam berdarah dengue [12]
III. Tuberkulosis
55
Gambar 15. Algoritma diagnosis TB [14]
56
Gambar 16. OAT beserta efek sampingnya [14]
Penyakit ini lebih sering terjadi pada pasien dengan penyakit komorbid
yang serius seperti pada pasien di ICU. Beberapa faktor resiko utama
dalam terjadinya penyakit ini adalah stasis kantung empedu dan iskemia,
57
konsentrasi dari cairan empedu dan respons inflamasi lokal di dinding
kantung empedu. Nekrosis dari kantung empedu dan perforasi dapat
terjadi. Manifestasi klinis dari kolesistitis acalculous mirip dengan
kolesistitis calculous [15]. Penanganan dari kolesistitis acalculous dapat
dilihat pada gambar 18 [16].
58
V. Splenomegali
59
VI. Asites
60
Gambar 20. Atrial fibrilasi pada EKG [18]
61
gelap postinflamasi. Lesi lebih sering ditemukan di bagian mulut (bibir
dan lidah), kemaluan, wajah dan tungkai serta tangan. [20]
IX. Trombositopenia
X. Atelektasis
62
kontraksi. Atelektasis resopsi berasal dari obstruksi komplit dari jalur
nafas misalnya pada asma bronkial, kronik bronkitis atau kondisi pasca
operasi. Atelektasis kompresi berasal ketika cairan, tumor atau udara
menempati cairan pleura sehingga menekan segmen paru. Atelektasis
kontraksi terjadi ketika ada fibrosis pulmonal atau pleura fokal atau
menyeluruh yang mencegah ekspansi paru secara penuh. [23]
63
BAB III
DISKUSI KASUS
Pasien datang dengan keluhan mual, muntah, demam dan sesak yang tidak diperingan
atau diperberat dengan perubahan posisi dan pasien tidak mengeluhkan adanya rasa
nyeri di dada. Pada saat pemeriksaan fisik, ditemukan suara paru yang vesikuler di
seluruh lapang paru dan tidak ada wheezing dan rhonchi. Pada saat dilakukan rontgen
thorax PA, ditemukan adanya kavitas multipel dengan lesi fibrotik serta hasil BTA
+2. Dengan hasil ini, dapat ditegakkan bahwa pasien ini adalah pasien tuberkulosis
paru aktif kasus baru karena pasien belum pernah terkena tuberkulosis sebelumnya
dan tidak pernah mengkonsumsi OAT.
Pada tanggal 15 Januari 2018, trombosit pasien mulai turun menjadi 127000 dan
mencapai titik nadir pada tanggal 19 Januari 2018 pada jam 07:57 yaitu hanya 17000.
Pada saat pasien datang ke IGD RSMC pada tanggal 13 Januari, pasien sudah
mengeluhkan demam hari ke-3 dan terdengar ronchi basah kasar dan halus pada
kedua lapang paru yang menandakan adanya lesi di paru serta adanya cairan. Pada
tanggal 12 Februari 2018, trombosit pasien kembali menjadi normal yaitu 188000
sebelum turun lagi pada tanggal 19 Februari 2018 menjadi 95000. Dengan melihat
epidemiologi penyakit dengue di Indonesia dan adanya trombositopenia yang khas
sesuai pola demam dengue, pasien ini dinyatakan suspek demam berdarah dengue
derajat I.
Pada pasien ini juga ditemukan demam, mual, kuning dan pruritus yang merupakan
gejala-gejala dari HIO. Selain HIO, diferensial diagnosisnya adalah penyakit liver
kronik akibat penyakit liver alkoholik, acute on chronic liver disease, hepatitis,
sirosis dan kolangitis. Dari anamnesis pasien, pasien mengalami demam yang tipe
remiten dengan demam yang lebih tinggi di malam hari. Pasien juga mengeluhkan
64
adanya mual tanpa muntah sepanjang hari dan mual ini menganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien juga mengeluhkan adanya pruritus 1 minggu setelah dirawat dan pruritus
ini dirasakan di seluruh tubuh. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan
adanya splenomegali berdasarkan perkusi ruang traube yang redup dan juga splenic
percussion sign yang positif. Selain itu, ditemukan juga asites dimana flank dullness
positif pada regio mid aksilaris dekstra dan sinistra serta fluid wave juga positif.
Ditemukan juga adanya lesi makula hiperpigmentasi batas tidak tegas universalis
beserta skuama. Pengecekan pada sklera ditemukan adanya ikterik pada kedua mata.
Pada saat pemeriksaan, suhu pasien 37.0oC walau pasien mengaku sering merasakan
adanya demam pada malam hari dan apabila diukur dapat mencapai 38.5oC. Pada saat
dilakukan ultrasonografi, ditemukan adanya proses inflamasi pada hepar yang disertai
juga dengan splenomegali, kolesistitis dan asites. Pada pengecekan laboratorium
tanggal 24 Februari 2018, hasil laboratorium menunjukkan bahwa SGOT 190, SGPT
108, bilirubin total 7.52, bilirubin direk 4.73 dan bilirubin indirek 2.79 yang
menunjukkan adanya kerusakan pada hepar dan juga proses kolestasis. Pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri perut kanan atas yang artinya triase Charcot tidak
terpenuhi sehingga kemungkinan kolangitis sedikie menurun. Pengecekan HbsAg
yang negatif pada tanggal 27 Februari 2018 juga menyingkirkan adanya Hepatitis B
pada pasien ini walau kemungkinan Hepatitis A masih ada setelah pengecekan
Hepatitis C pada tanggal 6 Maret ditemukan anti HCV yang negatif. Namun dari
anamnesis pasien tidak mengkonsumsi makanan yang berbeda atau kotor sebelum
sakit, pasien tidak bepergian dan tidak ada keluarga ataupun teman pasien yang
mengalami penyakit serupa. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien tidak
menggunakan narkoba ataupun seks bebas walau pasien mengaku mengkonsumsi
alkohol. Dari hasil USG, ukuran hepar tidak mengecil sehingga diagnosis sirosis tidak
dapat ditegakkan walau tepi hepar pada saat di USG ditemukan tepi tumpul. Dengan
begitu, diagnosis kerja yang dapat ditegakkan adalah HIO akibat OAT karena pasien
mengeluhkan gejala kuning dan pruritus pada saat menjalani regimen OAT. Pada
tanggal 19 Februari 2018, SGOT dan SGPT pasien masih dalam batas normal atas
65
atau sedikit meningkat pada angka 69 dan meningkat hampir 4 kali lipat pada tanggal
24 Februari 2018 yang menandakan proses inflamasi hepar yang masih berlanjut
akibat obat-obatan.
Pada pasien ini, tipe HIO yang paling mungkin adalah idiosinkratik atau hepatotoksik
akibat isoniazid walaupun rifampisin dan pirazinamid juga merupakan OAT yang
memiliki toksisitas yang sama, terutama pirazinamid yang merupakan OAT yang
paling hepatotoksik. Namun, pasien telah menerima OAT selama 1 bulan sehingga
kecurigaan terhadap HIO tipe idiosinkratik lebih meningkat dibandingkan tipe
hepatotoksik. Berdasarkan kriteria BMJ [8], pasien ini dapat didiagnosis sebagai HIO
karena hasil laboratorium yang mendukung yaru nilai ALT ≥3x batas atas normal dan
nilai total bilirubin ≥2x batas atas normal. Kriteria skoring RUCAM, NADRPS,
M&V serta DDW-J tidak dapat ditentukan karena tidak adanya riwayat rechallenge,
tidak ada pengecekan alkaline phosphatase dan tidak semua akibat penyakit hepar
lainnya dieksklusi. Sesuai dengan kriteria WHO, pasien ini mengalami kerusakan
hepar derajat 2 yaitu mild hepatotoxicity dengan peningkatan ALT sebesar 2.5-5 kali
batas atas normal.
Untuk mendiagnosis secara pasti tipe HIO, maka algoritma dibawah digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis. Namun, karena pada pasien ini tidak dilakukan
pengecekkan alkaline phosphatase, tidak dapat ditentukan apakah pasien ini
66
mengalami HIO tipe hepatoseluler, kolestasis atau tipe campuran. Setelah mengetahui
tipe HIO, barulah seorang klinisi dapat menentukan pengecekkan berikutnya untuk
menyingkirkan diagnosis lainnya seperti pengecekkan serologi hepatitis atau USG.
Pasien ini mengeluhkan adanya mual, demam dan sesak nafas pada awal dirawat
sehingga diperlukan rawat inap dan konsultasi dokter spesialis untuk penanganan
67
lebih lanjut. Namun, seiring dengan perjalanan penyakit pasien dimana adanya
kuning dan pruritus serta peningkatan enzim hati lebih dari tiga kali lipat serta adanya
gambaran USG kolesistitis, splenomegali, asites dan gambaran inflamasi pada hepar,
diperlukan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam. Sesuai dengan
algoritma penanganan HIO, pasien ini memiliki keluhan serta peningkatan fungsi hati
lebih dari tiga kali sehingga obat-obatan OAT perlu diberhentikan sementara dan
dievaluasi terlebih dahulu penyebab lainnya. Pada pasien ini, OAT sempat
diberhentikan selama 2 hari dan dicari tahu terlebih dahulu penyebab lainnya seperti
pengecekkan serologi hepatitis B yang hasilnya negatif. Pada tanggal 6 Maret 2018,
pengecekkan anti HCV juga dilakukan dan didapatkan hasil negatif. Pada tanggal 28
Februari 2018, regimen streptomisin dan etambutol dimulai dimana sesuai konsensus
nasional pengendalian tuberkulosis, regimen ini harus dilaksanakan selama 18 sampai
24 bulan dan juga harus dipantau apakah ada reaksi efek samping obat seperi tuli
pada pengunaan streptomisin atau buta warna pada pengunaan etambutol [13].
Prognosis dari pasien ini dapat tergolong dubia ad malam sesuai dengan hukum Hy
yaitu gejala kuning (bilirubin lebih dari 2 kali lipat batas atas normal) dalam konteks
peningkatan ALT lebih dari tiga kali lipat batas atas normal yang ada pada pasien ini.
Telah terbukti bahwa apabila seorang pasien telah memenuhi syarat hukum Hy,
mortalitas akan lebih meningkat sampai 14%. [6]
Namun, diagnosis banding penyakit hepar acute on chronic dengan pencetus obat-
obatan harus dipikirkan karena diagnosis ini menjelaskan semua kelainan pada pasien
ini. Secara anamnesis, pasien meminum alkohol dalam jumlah yang banyak walau
tidak rutin. Beberapa studi mengatakan jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk
mencetuskan penyakit hepar alkoholik adalah sebesar 12-48 g per hari [15]. Jumlah
alkohol yang dikonsumsi pasien sudah memenuhi kriteria walau frekuensinya tidak
begitu sering. Namun, tidak ada angka batasan alkohol yang aman untuk dikonsumsi
karena dalam jumlah kurang dari 20 g per hari sudah dapat mencetuskan fibrogenesis.
68
Selain itu, hasil laboratorium juga menunjukkan hiperbilirubinemia, trombositopenia
serta DeRitis rasio lebih dari satu (1.76) yang merupakan ciri khas dari penyakit hepar
akibat alkohol. Fibrosis alkoholik merupakan penyakit hepar yang mempredisposisi
pasien ini untuk lebih mudah terkena HIO hingga terjadilah dekompensasi hepar.
Splenomegali dan asites muncul akibat dekompensasi hepar yang sebelumnya
mungkin sudah ada akibat fibrosis alkoholik. Kolesistisis akalkulous kemungkinan
merupakan akibat proses inflamasi dengan faktor komorbid seperti obat-obatan,
infeksi dan proses inflamasi yang sedang terjadi. Penyakit hepar kronik ini juga
menjelaskan kenapa trombosit pada pasien ini sulit kembali ke normal dimana hasil
pengecekan trombosit terakhir sebelum pasien pulang pada tanggal 5 Maret 2018
adalah 102000 (trombositopenia ringan). Hal ini disebabkan karena hepar mensintesa
trombopoietin (TPO) yang merupakan faktor yang mensintesis trombosit [2] atau
splenomegali akibat penyakit hepar akut mencetuskan sekuestrasi trombosit sehingga
terjadi pooling trombosit di lien.
69
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ki TS, Dong JK. Drug-induced liver injury: present and future. Clin Mol
Hepatol 2012;18:249-257
2. Hild, Walther J., Johannes Sobotta, Helmut Ferner, and Jochen Staubesand.
2010. Sobotta atlas of human anatomy 23rd Edition. Munich: Urban &
Schwarzenberg
3. Chung, K. W., Chung, H. M., & Halliday, N. L. (2015). BRS Gross anatomy
(Eighth edition.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health.
4. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. Eighth
Edition. Pacific Grove, Calif: Brooks/Cole, 2013.
5. Anne ML. Drugs and the liver: Metabolism and mechanisms of injury.
UpToDate. Last Updated: May 17, 2016.
6. Anne ML. Drug-induced liver injury. UpToDate. Last Updated: July 10, 2017.
7. Vidyasagar R, Guruprasad PA. Hepatotoxicity Related to Anti-tuberculosis
Drugs: Mechanisms and Management. Journal of Clinical and Experimental
Hepatology. 2012; Vol 3, No 1, 37-49.
8. Kullak-Ublick GA, Andrade RJ, Merz M, et al. Gut Published Online First: [
March 23, 2017] doi:10.1136/gutjnl- 2016-313369
9. Tajiri K, Shimizu Y. Practical guidelines for diagnosis and early management
of drug induced liver injury. World Journal of Gastroenterology.
2008;14(44):6774.
10. Jussi JS, David LC, Robert MJ, Steven S, John AJ, Charles MN et al. An
Official ATS Statement: Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy.
American Thoracic Society Documents. Vol 174. pp 935–952, 2006
70
11. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. 2011.
12. World Health Organization. Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention
And Control. 2009.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia . 2006.
14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. 2014.
15. Yamada, T., Inadomi, J. M., Bhattacharya, R., Dominitz, J. A., & Hwang, J.
H. (2013). Yamada's handbook of gastroenterology (3rd ed.). Chichester,
West Sussex: Wiley-Blackwell.
16. Nezam HA. Acalculous cholecystitis: Clinical manifestations, diagnosis, and
management. UpToDate. December 05, 2017.
17. Stanley LS. Approach to the adult with splenomegaly and other splenic
disorders. UpToDate. October 16, 2017.
18. Thaler, Malcolm S. The Only EKG Book You'll Ever Need. Philadelphia
:Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins, 2012.
19. Ropper, Allan H, Raymond D. Adams, Maurice Victor, Robert H. Brown, and
Maurice Victor. Adams and Victor's Principles of Neurology. New York:
McGraw-Hill Medical Pub. Division, 2005.
20. Andrew DS. Drug Eruptions. UpToDate. October 3, 2016.
21. James NG. Approach to the adult with unexplained thrombocytopenia.
UpToDate. December 28, 2016
22. Stern, Scott D. C. Symptom To Diagnosis : an Evidence-Based Guide. New
York :Lange Medical Books / McGraw-Hill, Medical Pub. Division, 2006.
23. Kumar, Vinay, Abul K. Abbas, and Jon C. Aster. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. Ninth edition. Philadelphia, PA:
Elsevier/Saunders, 2015
71
24. Tostmann A, Boeree M, Aarnoutse R, de Lange W, van der Ven A,
Dekhuijzen R. Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity: Concise up-to-
date review. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 2008;23(2):192-
202.
25. Chalasani N, Hayashi P, Bonkovsky H, Navarro V, Lee W, Fontana R. ACG
Clinical Guideline: The Diagnosis and Management of Idiosyncratic Drug-
Induced Liver Injury. The American Journal of Gastroenterology.
2014;109(7):950-966.
72