IKM - FORENSIK
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
1. Karakteristik Surveilans Efektif
• Cepat
– Informasi diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat
(timely) sehingga memungkinkan identifikasi dan
penatalaksanaan masalah segera.
– Cara meningkatkan kecepatan surveilans:
• Analisis sedekat mungkin dengan pelaporan data primer
• Melembagakan pelaporan wajib untuk penyakit tertentu
(notifiable diseases)
• Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan
• Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat
• Implementasi sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah, dan
segera
• Akurat
– Sensitivitas dan spesifisitas tinggi
– Dipengaruhi oleh kemampuan petugas dan infrastruktur
pemeriksaan penunjang
1. Karakteristik Surveilans Efektif
• Standar, seragam, reliable, dan kontinyu
– Terdapat definisi kasus, alat ukur, dan prosedur yang
standar.
– Surveilans secara kontinyu tentang insidens penyakit untuk
mendeteksi kecenderungan
– Pelaporan reportable diseases seminggu sekali
• Representatif dan lengkap
– Harus menggambarkan kondisi sesungguhnya di populasi
– Membutuhkan kapasitas petugas kesehatan yang cukup
• Sederhana, fleksibel, dan akseptabel
– Sistem surveilans sederhana dan praktis, baik dalam
organisasi, struktur, maupun operasi
– Data yang dilaporkan relevan dan terfokus
– Format laporan yang tidak digunakan dapat dibuang
2. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT
TERPADU / TERINTEGRASI
• Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain
4. Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)
Prinsip:
Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Nol berarti tidak ada korelasi sama sekali,
sedangkan satu menandakan korelasi sempurna. Koefisien korelasi yang semakin mendekati
angka 1, menunjukkan semakin kuat korelasi .
Contoh Uji Korelasi
• Misalnya pada penelitian yang ingin mengetahui
hubungan antara kolesterol total (mg/dL) dengan
tekanan darah sistolik (mmHg) didapatkan nilai R-nya
sebesar 0,8.
PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS
menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)
Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)
• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup –
grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas.
Medico Legal Importance Gives idea about Time since Gives idea about Mode of
death Death
Bedanya dengan stiffening
• Heat stiffening : kekakuan otot akibat koagulasi protein
oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi
rapuh (mudah robek)
– dapat dijumpai pada korban mati terbakar
– pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude)
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
10. LUKA TEMBAK
STUDY
DESIGNS
Analytical Descriptive
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Case series
Deskriptif
Memberi deskripsi Studi ekologi
tentang kejadian
penyakit
Cross
Desain studi
sectional
Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan antara Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
suatu pajanan dengan
penyakit
Desain Penelitian Analitik
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.
Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case -control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek
dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian
dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu
yang ditentukan.
Kohort Prospektif vs Retrospektif
• Baik kohort prospektif
maupun retrospektif selalu
dimulai dari menjadi subyek
yang tidak sakit.
KELEBIHAN: KELEMAHAN:
• Mengukur angka prevalensi • Sulit membuktikan
• Mudah dan cepat hubungan sebab-akibat,
• Sumber daya dan dana yang karena kedua variabel
efisien karena pengukuran paparan dan outcome
dilakukan dalam satu waktu direkam bersamaan.
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Dapat membuktikan • Pengukuran variabel secara
hubungan sebab-akibat. retrospektif, sehingga
• Tidak menghadapi kendala rentan terhadap recall bias.
etik, seperti halnya • Kadang sulit untuk memilih
penelitian kohort dan subyek kontrol yang
eksperimental. memiliki karakter serupa
• Waktu tidak lama, dengan subyek kasus
dibandingkan desain kohort. (case)nya.
• Mengukur odds ratio (OR).
Desain Kohort
KELEBIHAN: KEKURANGAN:
• Mengukur angka insidens. • Memerlukan waktu penelitian
• Keseragaman observasi yang relative cukup lama.
terhadap faktor risiko dari • Memerlukan sarana dan
waktu ke waktu sampai terjadi prasarana serta pengolahan
outcome, sehingga merupakan data yang lebih rumit.
cara yang paling akurat untuk • Kemungkinan adanya subyek
membuktikan hubungan penelitian yang drop out/ loss
sebab-akibat. to follow up besar.
• Mengukur Relative Risk (RR). • Menyangkut masalah etika
karena faktor risiko dari
subyek yang diamati sampai
terjadinya efek, menimbulkan
ketidaknyamanan bagi subyek.
Pre and Post Design
• Studi quasi eksperimental, menilai subjek
penelitian sebelum dan sesudah diberikan
suatu perlakuan.
• Terdapat dua bentuk pre and post study:
– One group: hanya satu kelompok yang diteliti,
dibandingkan nilai kelompok tersebut sebelum
dan sesudah diberikan perlakuan.
– Two group: terdapat dua kelompok yang diamati,
satu kelompok diberi perlakuan, kelompok yang
lain tidak. Setelah itu, kelompok kembali diamati.
Analisis Statistik Multivariat
• Analisis multivariat
– analisis statistik untuk mengetahui variabel
independen/ variabel paparan yang paling berperan
dalam menyebabkan terjadinya outcome.
Untuk Spesifisitas, alat ini mendeteksi 70 orang negatif dari 110 orang yang
benar-benar tidak menderita kanker hepar, jadi jawabannya 70/110
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)
HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)
HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)
SENSITIVITAS =
Kemampuan tes untuk
mendeteksi orang yang sakit
TP
dengan benar. TP+FN
Kemampuan tes untuk TN
S P E S I F I S I TA S = mendeteksi orang yang tidak
sakit dengan benar. FP+TN
Kemampuan tes untuk TP + TN
AKURASI = mendeteksi dengan benar
dari seluruh populasi. Total
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)
TP TN
SENSITIVITAS =
TP+FN SPESIFISITAS =
TN+FP
Sensitivitas dan Spesifitas
• Konsep sensitifitas dan spesifisitas dari tes skrining dengan hasil tes
yang bersifat dikotomus :
• Dari 900 orang yang tidak sakit, 800 diidentifikasikan secara benar
(hasil tes negatif) oleh tes skrining
• Spesifisitas dari tes adalah 800/900 atau 89%.
• Disini ada 100 orang yang tidak dapat diidentifikasikan dengan benar oleh tes
skrining tersebut
PREDICTIVE VALUE
• Untuk menilai efficacy dari suatu skrining test,
diukur predictive value.
Permenkes RI No.1401/MENKES/PER/X/2010
Penanggulangan Penyakit Menular
• Upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan dalam penanggulangan penyakit
menular dilakukan melalui kegiatan:
– Promosi kesehatan
– Surveilans kesehatan
– Pengendalian faktor risiko
– Penemuan kasus
– Penanganan kasus
– Pemberian kekebalan (imunisasi)
– Pemberian obat pencegahan massal
– Kegiatan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan
Permenkes No.1501/MENKES/PER/X/2010
14. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Yes a b a+b
No c d c+d
Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
Milder illness and A history of being in a healthcare facility (as a patient, worker, or
1
Fever and symptoms of respiratory illness (not necessarily visitor) within 14 days before symptom onset in a country or territory
2
pneumonia; e.g., cough, shortness of breath) in or near the Arabian Peninsula in which recent healthcare-
associated cases of MERS have been identified.
1 3
Fever or symptoms of respiratory illness (not necessarily and Close contact with a confirmed MERS case while the case was ill.
pneumonia; e.g., cough, shortness of breath)
Confirmed Case:
• A confirmed case is a person with laboratory confirmation of MERS-
CoV infection. Confirmatory laboratory testing requires a positive
PCR on at least two specific genomic targets or a single positive
target with sequencing on a second.
Probable Case:
• A probable case is a PUI with absent or inconclusive laboratory
results for MERS-CoV infection who is a close contact3 of a
laboratory-confirmed MERS-CoV case. Examples of laboratory
results that may be considered inconclusive include a positive test
on a single PCR target, a positive test with an assay that has limited
performance data available, or a negative test on an inadequate
specimen.
Non-case:
• Any suspected or probable case with a negative laboratory result.
16. Memahami Nilai p dan alpha
dengan lebih sederhana
• Nilai α merupakan nilai yang • Nilai p merupakan hasil uji
ditetapkan oleh peneliti statistik dari penelitian yang
untuk menunjukkan menunjukkan seberapa
seberapa besar besar kemungkinan hasil
kemungkinan hasil penelitian tersebut salah.
penelitian yang didapat
salah. • Misalnya nilai p=0,01, maka
secara sederhana hasil uji
• Umumnya peneliti sepakat statistik menunjukkan
mentolerir nilai α sebesar kemungkinan hasil
0,05. Artinya kemungkinan penelitian salah sebesar 1%.
hasil penelitian salah
sebesar 5%. Dengan kata • Hasil penelitian dikatakan
lain, peneliti meyakini hasil bermakna secara statistik
penelitiannya 95% valid. bila nilai p lebih kecil dari
nilai α yang ditetapkan.
17. Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)
• z-test is a statistical test to help determine the probability that new data will be near the
point for which a score was calculated.
• A z-score is calculated with population parameters such as “population mean” and
“population standard deviation” and is used to validate a hypothesis that the sample drawn
belongs to the same population.
• A t-test is used when the population parameters (population mean and population
standard deviation) are not known.
One Sample vs Two Sample T-Test
One sample T-test Two Sample T-test
• Mengetahui perbedaan mean • Mengetahui apakah terdapat
(rerata) satu kelompok perbedaan mean antara dua
dibandingkan dengan mean kelompok populasi.
yang sudah ditetapkan peneliti
atau mean sudah diketahui di • Misalnya penelitian ingin
populasi. mengetahui apakah terdapat
perbedaan mean GDS dari
• Misalnya penelitian tentang kelompok pasien DM yang
mean gula darah sewaktu (GDS) diberi metformin dengan
pada pasien DM yang diberi kelompok pasien DM yang
metformin. Contoh pertanyaan diberi insulin?
penelitiannya adalah: apakah
mean GDS pasien DM yang
diberi metformin lebih dari 200
mg/dl?
Independent vs Paired T-Test
Independent T-test Paired T-test
• Prinsipnya adalah setiap • Prinsipnya adalah setiap
subjek hanya dilakukan 1 kali subjek dilakukan pengukuran
pengukuran. lebih dari 1 kali.
VARIABEL INTERVAL
• data yang diperoleh dengan cara VARIABEL RASIO
pengukuran, dimana jarak antar dua titik • data yang diperoleh dengan cara
pada skala, sudah diketahui. Misalnya pengukuran, dimana jarak antar dua titik
variabel suhu tubuh dalam Celcius, pada skala, sudah diketahui.
sudah diketahui bahwa jaraknya antara • Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi
0-100 derajat Celcius. badan, berat badan.
• Tidak ada angka nol mutlak • Bisa dilakukan operasi matematika.
• Bisa dilakukan operasi matematika.
19. Prinsip BPJS
(UU No. 24 Thn 2011 pasal 4)
Kegotong- • prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban
biaya jaminan sosial kewajiban setiap peserta membayar
royongan iuran sesuai dengan tingkat gaji/tingkat penghasilan.
Kehati-hatian • prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip BPJS
(UU No. 24 Thn 2011 pasal 4)
• prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat
Akuntabilitas
dan dapat dipertanggungjawabkan.
http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9
Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak
Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi)
• Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
• Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
• Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
• Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
• Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
• Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
• Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
• Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
• Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
• Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/
non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html
HAK KELAS PESERTA BPJS
• Dibagi menjadi kelas I, II, III.
2. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
5. Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas (no 1-4) dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai
dengan Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah); dan
6. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I
https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 2
1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
4. Peserta Pekerja Penerima Upah selain pada poin 1 sampai dengan 3 di atas dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah); dan
5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 3
Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah;
dan
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III
https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
Golongan Ruang PNS
21. PELAYANAN YANG DIJAMIN BPJS
KESEHATAN
PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS
menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)
Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)
Afandi D, et al. Karakteristik kasus kekerasan dalam rumah tangga. J Indon Med Assoc, Volum: 62,
Nomor: 11, November 2012
Kekerasan Fisik pada Anak
Curiga kekerasan fisik pada anak apabila:
• Onset luka sudah lama
• Riwayat/anamnesis yang tidak jelas atau tidak ada
• Cerita tidak sesuai dengan luka yang ditimbulkan
• Pola luka yang menandakan kekerasan
• Cedera repetitif
• Pada anak yang belum ada mobilitas
• Perilaku atau mood orang tua yang tidak biasa
• Sikap dan perilaku anak atau interaksi anak dengan
orang tua atau pengasuh yang tidak biasa
• Pengakuan dari anak atau saksi mata
• Implement marks
– High-velocity impact rim of petechiae
outlining the pattern of the inflicting
instrument. Eg pair of sticks tramline
bruising
– Higher-velocity impact bruising
underlying the injury in the shape of the
object used
– Pressure necrosis of the skin from ligatures
well-demarcated bands encircling limbs
or neck
– Petechial bruises pinprick bruises from
ruptured capillaries (suction bruises,
squeezing, slapping, strangulation or
suffocation)
Clinical Forensic Medicine: A Physician’s Guide. 2nd ed.
Sites of Injury
• More commonly associated with non accidental injury:
– Facial soft tissues of the cheek, eye, mouth, ear,
mastoid, lower jaw, frenulum, neck
– Chest wall
– Abdomen
– Inner thighs and genitalia (associated with sexual abuse)
– Buttock and outer thighs
– Multiple sites
• More commonly associated with accidental injury:
– Bony prominences
– On the front of the body
EXTERNAL: INTERNAL:
• germs age
• temperature condition
• air cause
• water sex
• medium
28-29. Kejahatan Susila
• Persetubuhan yang diancam di KUHP meliputi pemerkosaan,
persetubuhan dengan wanita tidak berdaya, persetubuhan dengan
wanita yang belum cukup umur.
• Dokter wajib membuktikan:
– Adanya persetubuhan (deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina,
sperma dalam vagina paling sering terdapat pada fornix posterior)
– Adanya tindak kekerasan (memberikan racun/obat/zat agar menjadi
tidak berdaya)
– Usia korban
– Menentukan pantas tidaknya korban untuk dikawin
– Adanya penyakit menular seksual, kehamilan, kelainan pskiatrik atau
kejiwaan
• Pada institusi yang memiliki dokter spesialis kandungan,
pemeriksaan untuk kasus kejahatan susila dilakukan oleh spesialis
tersebut, bila tidak ada dilakukan oleh dokter umum
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Adanya Tanda Kekerasan
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban Untuk
Dikawin
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
PEMERIKSAAN DALAM KASUS KEJAHATAN
SEKSUAL
PEMERIKSAAN SEMEN
Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap
Pemeriksaan daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna
visual kekuningan.
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
Perabaan dan bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
penciuman teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
• Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya pasir,
lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak
secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik).
• Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi
inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini disebut sebagai bercak
”Paltauf”.
– Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-
paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru.
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Sebab Kematian
• Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau
sarana yang dipakai untuk mematikan korban.
– Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena
tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena
kekerasan benda tumpul.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Mekanisme Kematian
• Mekanisme kematian menunjukkan
bagaimana korban itu mati setelah
umpamanya tertembak atau tenggelam.
– Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal,
karena hancurnya jaringan otak
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Cara Kematian
• Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara
kematian, yaitu:
1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan
karena kekerasan atau rudapaksa.
2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan,
bunuh diri, dan pembunuhan.
3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau
busuk sehingga luka atau penyakit tidak dapat
ditemukan lagi.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
ASFIKSIA
• Definisi:
kondisi yang disebabkan adanya hambatan respirasi
atau kurangnya oksigen pada udara yang dihirup,
sehingga organ dan jaringan mengalami deprivasi
oksigen (disertai gangguan eliminasi karbon
dioksida) pingsan atau kematian.
ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.
• Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
• Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat
tubuh & sianotik.
• Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
• Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
• Busa halus di saluran pernapasan.
• Edema paru.
• Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
Asfiksia vs Vagal Reflex
• Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme
kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia
dan vagal reflex.
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
33. KLASIFIKASI LUKA
MENURUT KUHP
• Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
– Luka ringan pasal 352 KUHP = luka derajat satu
– Luka sedang pasal 351 (1) atau 353 (1) = luka
derajat dua
– Luka berat pasal 90 KUHP
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka
tersebut TIDAK menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.
• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.
Administrative Value
Legal Value
Financial Value
Research Value
Education Value
Documentation Value
UU Praktik Kedokteran no 29 thn 2004
PASIEN
Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:
1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau
keluarga pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai rahasia medik atau
rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik pasien.
• Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates) terdapat sumpah untuk merahasiakan
apapun yang dilihat dan didengar dalam sepanjang proses menjalankan
profesi seorang dokter
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei
1966.
– UU RS no 44 thn 2009
– UU Kesehatan no 36 thn 2009
– UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis
merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO. 36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran
– PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008
• Dasar etik: Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien
meninggal dunia (KODEKI pasal 12).
UU Kesehatan no. 36 Tahun 2009
Pasal 57
• Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
• Rahasia kedokteran tidak berlaku dalam hal
perintah UU, perintah pengadilan, izin yang
bersangkutan, kepentingan masyarakat,
kepentingan orang tersebut
UU Rumah Sakit no. 44 Thn 2009
UU RS Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan
permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
UU RS pasal 44
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada
publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
UU Praktik Kedokteran no 29 thn 2004
Pasal 48 ayat
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang- undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Permenkes no. 269 thn 2008
Pasal 10
• Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan harus dijaga kerahasiaannya
• Informasi tersebut dapat dibuka dalam hal:
– untuk kepentingan kesehatan pasien;
– memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
– permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
– permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
– untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit
medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN
(PERMENKES 36/ 2012)
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012
PASAL 5:
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS
PERMENKES NO.36 TAHUN 2012
Yang Dimaksud Untuk Kepentingan Kesehatan Pasien
Pasal 6
Kepentingan kesehatan pasien meliputi:
• Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan
perawatan pasien; dan
• Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan
kesehatan.
Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
• Garis kehidupan menggambarkan
Family Lifeline secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
• Misal :
– pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
– sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
– akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
Family SCREEM
RESOURCE PATHOLOGY
• Isolated from extra-
• social interaction is evident among family members
familial
SOCIAL • Family members have well-balanced lines of
• Problem of over
communication with extra-familial social groups
commitment
• Ethnic and cultural
CULTURAL • cultural pride and satisfaction can be identified
inferiority
• Economic
• Economic stability is sufficient to provide both reasonable deficiency
ECONOMIC satisfaction with financial status and an ability to meet
economic demands of normative life events • Inappropriate
economic plan
• Education of members is adequate to allow members to
EDUCATIONA • handicapped to
solve or comprehend most problems that arise within the
L comprehend
format of the lifestyle established by the family
• Medical health care is available through channels that are • Not utilizing health
MEDICAL easily established and have previously been experienced care
in a satisfactory manner facilities/resources
39. PENYIMPANAN VAKSIN
• Vaksin hidup
– Polio oral, BCG, campak, MMR, varicella
– Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di atas itu,
vaksin akan mati.
• Vaksin mati
– DPT, Hib, PCV, tifoid, IPV
– Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di bawah
itu, vaksin akan rusak.
Puskesmas Pembantu (Pustu): Puskesmas yang sederhana dan berfungsi membantu memperluas jangkauan
Puskesmas Induk dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah
yang lebih kecil (desa, kelurahan)
• Biasanya ada satu buah di setiap desa/kelurahan
• Membantu puskesmas induk
• Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal kunjungan dokter
• Sasaran meliputi 2-3 desa atau dengan jumlah penduduk 2.500 (luar jawa & bali) sampai 10.000 orang (jawa &
bali)
Puskesmas Keliling (Puskel) : pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan
peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari Puskesmas
• Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja puskesmas.
• Menggunakan kendaraan bermotor roda 4, roda 2, atau perahu.
• Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi, pengobatan dan penyuluhan.
• Menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum
terjangkau.
41. BIAS DALAM PENELITIAN
Apakah yang dimaksud dengan bias?
• Bias adalah kesalahan sistematik pada penelitian
(dalam metode pemilihan subjek, pengumpulan
data, pelaksanaan penelitian, atau analisis
penelitian) yang menyebabkan distorsi estimasi
hubungan antara paparan dan hasil/outcome.
• Membership bias
– Bila pada kelompok studi terdapat satu atau lebih hal yang berhubungan
dengan efek, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.
– Contoh: studi tentang efek rokok terhadap kanker tidak mungkin dibuat uji
klinis, maka beberapa ahli menduga mungkin bukan hanya rokoknya yang
berbahaya, namun juga faktor lain yang terdapat pada perokok yang tidak bisa
disingkirkan.
https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Yang tidak bisa ditanggung Jasa
Raharja
• Pengendara yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
• Korban kecelakaan baik pengendara atau pejalan kaki yang
menerobos palang pintu kereta.
• Korban kecelakaan yang disengaja, seperti bunuh diri dan/atau
percobaan bunuh diri serta korban kecelakaan yang terbukti
mabuk.
• Korban kecelakaan tunggal kendaraan pribadi
• Korban kecelakaan yang terbukti sedang melakukan kejahatan
• Korban kecelakaan akibat bencana alam
• Korban kecelakaan perlombaan kecepatan seperti misalnya
perlombaan balapan mobil atau motor.
https://www.jasaraharja.co.id/layanan
Kecelakaan Yang Ditanggung BPJS Kesehatan
Berikut adalah ketentuan bahwa kecelakaan tunggal bisa mendapatkan jaminan dari
BPJS kesehatan:
• Kecelakaan tunggal yang tidak dijamin oleh Jasa Raharja dan juga Oleh BPJS
Ketenagakerjaan maka itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan.
• Agar biaya ditanggung sepenuhnya oleh BPJS maka korban kecelakaan harus
dipastikan memilih rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS, jika tidak maka
kemungkinan besar biaya yang akan ditanggung hanya untuk biaya UGD saja.
• Pastikan adanya Laporan ke pihak kepolisian setempat agar pihak kepolisian bisa
membantu mengurusnya ke jasa raharja yang sistemnya sudah online.
• Dapatkan surat keterangan dari jasa raharja yang menyatakaan bahwa Kecelakaan
tidak ditanggung Jasa Raharja (dengan catatatn: harus ada laporan kepolisian).
• Jika kecelakaan bukan kecelakaan tunggal maka itu menjadi tanggung jawab Jasa
Raharja dengan catatan harus ada laporan kepolisian.
BPJS Ketenagakerjaan
Program BPJS Ketenagakerjaan antara lain:
• Jaminan Kecelakaan Kerja
– kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi ke dan pulang dari
tempat kerja, serta perjalanan dinas
• Jaminan Kematian
– Uang tunai yang diberikan pada ahli waris ketika peserta meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja
• Jaminan Hari Tua
– Uang tunai akumulasi iuran+hasil pengembangan yang dibayarkan
pada saat peserta mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, atau
cacat total tetap
• Jaminan Pensiun
– Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta yang telah
memenuhi iuran minimun 15 tahun (180 bulan)
43. KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
44. Sistem Pembayaran Kesehatan (WHO)
Fee for service Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan
pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian
dijumlahkan dan ditagihkan kepada pasien
Case payment Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak
berdasarkan item
Daily charge Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan
rawat inap
Bonus payment Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global)
bagi tipe pelayanan yang diberikan
Capitation Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung
jawab dokter (tiap tahun)
Salary Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya
pelayanan yang diberikan
Global budget Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang
untuk menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan
pemanfaatan dana secara fleksibel dalam batas tertentu
PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder
& Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/
46. PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN BPJS
• Peserta BPJS yang memerlukan pelayanan gawat
darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di
setiap fasilitas kesehatan.
Secondary attack rate jumlah penderita baru suatu Jumlah penderita baru pd serangan
penyakit yang terjangkit pada kedua/ (jumlah populasi berisiko-
serangan kedua dibandingkan jumlah orang yang terkena
dengan jumlah penduduk serangan pertama)
dikurangi orang/penduduk yang
pernah terkena penyakit pada
serangan pertama.
Incidence density rate jumlah penderita baru suatu Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
(or person-time rate) penyakit yang ditemukan pada berisiko di awal periode (dalam
suatu jangka waktu tertentu satuan orang-waktu)
(dalam satuan orang-waktu)
Ukuran Morbiditas Penyakit (2)
Definisi Rumus
Point prevalence Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
waktu tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi per berisiko pada satu waktu yang
tanggal 1 April 2017. spesifik (tanggal tertentu atau jam
tertentu).
Period prevalence Jumlah seluruh kasus pada satu Jumlah seluruh kasus (kasus lama
periode tertentu, misalnya jumlah dan kasus baru)/ jumlah populasi
seluruh kasus hipertensi dari berisiko pada satu periode
Januari-Desember 2016. tertentu.
Endemic Epidemic
Time
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
• Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
• Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
• Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
• Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
• Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Pola Epidemi Penyakit Menular
• Common source: satu orang atau sekelompok
orang tertular penyakit dari satu sumber yang
sama, dibagi menjadi:
– Point
– Continuous
– Intermittent
Contoh:
Insidens hepatitis A di
Pennsylvania yang
terjadi akibat sayuran
yang mengandung virus
hepatitis A yang
dikonsumsi pengunjung
restoran pada tanggal 6
November.
Continuous Common Source Epidemic
Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Intermittent Common Source Epidemic
Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kasus campak yang lain
berjarak 11 hari (1 masa
inkubasi)
Mixed Epidemic
• Gabungan antara common source epidemic dan
propagated epidemic
Contoh:
Kasus shigellosis di sebuah
festival music. Awalnya terjadi
penularan serempak saat
festival berlangsung. Sehingga
beberapa hari setelah festival,
kejadian shigellosis meningkat
sangat tinggi (common source
epidemic). Namun satu
minggu kemudian, muncul lagi
kasus shigellosis karena
penularan dari suatu oranf
50. Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
1. Planning:
• menentukan serangkaian tindakan untuk
mencapai suatu hasil sesuai target.
2. Organizing:
• mengelompokkan orang-orang serta
penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta
tanggung jawab masing-masing supaya
aktivitas berdaya guna dan berhasil guna.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
3. Actuating
• menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja
agar mencapai tujuan organisasi.
• Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan
nyata.
• Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi
antara lain :
– Mengimplementasikan proses kepemimpinan,
pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga
kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam
pencapaian tujuan.
– Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai
pekerjaan dan menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
Teori Fungsi Manajemen
(George R. Terry, 1990)
4. Controlling
• Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan visi, misi,
aturan serta program kerja maka dibutuhkan
pengontrolan.
• Baik itu dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi
sampai audit.
• Agar sejak dini dapat diketahui penyimpangan-
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi, baik itu
dalam tahap perencanaan, pelaksanaan ataupun
pengorganisasian.
• Sehingga dapat segera dilakukan antisipasi, koreksi,
serta penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan
situasi.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
Fungsi manajemen terdiri dari:
1.Planning
2.Organizing
3.Staffing/assembling resources
4.Directing
5.Coordinating
6.Reporting
7.Budgeting
8.Controlling
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Planning
– menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai
suatu hasil sesuai target.
• Organizing
– mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas,
fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-
masing supaya aktivitas berdaya guna dan berhasil
guna.
• Staffing/assembling resources
– menunjuk orang-orang yang akan memangku masing-
masing tugas yang telah ditentukan.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Directing
– Memberikan penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan
dan bimbingan terdapat para petugas yang terlibat, baik
secara struktural maupun fungsional agar pelaksanaan
tugas dapat berjalan dengan lancar, dengan pengarahan
staff yang telah diangkat dan dipercayakan melaksanakan
tugas di bidangnya masing-masing tidak menyimpang dari
garis program yang telah ditentukan
• Coordinating
– pengkoordinasian merupakan satu dari beberapa fungsi
manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak
terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan
dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan
menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat
kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
Teori Fungsi Manajemen
(Luther Gullick)
• Reporting
– penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau
pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian
dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih
tinggi,
• Budgeting
– menetapkan ikhtisar biaya yang diperlukan dan
pemasukan uang yang diharapkan akan diperoleh dari
rangkaian tindakan yang akan dilakukan.
• Controlling
– mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi
sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke
jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang
sudah digariskan semula.
51. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
52. Inhalation of suffocating gasses
http://www.forensicpathologyonline.com/e-book/post-mortem-changes/post-mortem-hypostasis
53. ASFIKSIA
• Definisi:
kondisi yang disebabkan adanya hambatan respirasi
atau kurangnya oksigen pada udara yang dihirup,
sehingga organ dan jaringan mengalami deprivasi
oksigen (disertai gangguan eliminasi karbon
dioksida) pingsan atau kematian.
ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.
Obstructive Compressional
asphyxia asphyxia
Solid obstruction
Strangulation:
(choking,
penjeratan
gagging)
Manual
strangulation:
pencekikan
Hanging
PENGGANTUNGAN (HANGING)
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat
yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian.
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
54-55. VISUM ET REPERTUM (VER)
• VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medik, berdasarkan
keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan
• Pasal 133 KUHAP:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat
• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan
secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas jenis pemeriksaan yang
dikehendaki
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang meminta
keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Penjelasan pasal 133 KUHAP
Yang berwenang meminta keterangan ahli seperti
pada ayat 1 adlah penyidik. Yang dimaksud penyidik
adalah pejabat polisi RI, yang merupakan penyidik
tunggal bagian pidanan umum.
Berdasarkan PP no. 27 tahun 1963, kepangkatan
dalam pembuatan surat permintaan VER adalah
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua,
sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang
komandannya bintara (sersan), maka ia adalah
penyidik karena jabatannya tsb. Kepangkatan
bintara serendah-rendahnya sersan dua.
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
– Identitas pada label
– Jenis pemeriksaan yang diminta
– Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik /
dokter di rumah sakit
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Peran Dokter dalam VeR
• Visum et Repertum: Laporan (jawaban) tertulis
dokter yang berdasarkan sumpah jabatan dan
keilmuannya, tentang obyek medik-forensik yang
dilihat dan diperiksa atas permintaan tertulis
penyidik berwenang, untuk kepentingan peradilan.
• Obyek medik-forensik ini adalah manusia (hidup
ataupun mati), bahagian tubuh manusia maupun
sesuatu yang diduga bahagian tubuh manusia.
56. Euthanasia
• Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem death) dapat
diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun
sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat
irreversible.
EUTHANASIA AKTIF
Perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif
oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia
MEMATIKAN SECARA SENGAJA
• Kondisi sudah sangat parah / stadium akhir
• Tidak mungkin sembuh / bertahan lama
• Dokter memberikan suntikan yang mematikan
Euthanasia aktif
• Eutanasia aktif langsung
Dilakukannya tindakan medik secara terarah yg
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien,
atau memperpendek hidup pasien.
• Eutanasia aktif tidak langsung
Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medik untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut
dapat memperpendek atau mengakhiri hidup
pasien
EUTHANASIA PASIF
Perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan
atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan
hidup manusia
TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN
• Tidak mungkin disembuhkan
• Kondisi ekonomi pasien terbatas
Ditinjau dari jenis permintaan
• Voluntary euthanasia: euthanasia yang dilakukan
atas permintaan pasien secara sadar dan dilakukan
berulang-ulang
• Involuntary euthanasia: didasarkan pada keputusan
dari seseorang yang tidak berkompeten atau tidak
berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya
wali dari si pasien. Namun di sisi lain, kondisi pasien
sendiri tidak memungkinkan untuk memberikan ijin,
misalnya pasien mengalami koma atau tidak sadar.
Pada umumnya, pengambilan keputusan untuk
melakukan euthanasia didasarkan pada
ketidaktegaan seseorang melihat sang pasien
kesakitan.
Euthanasia
• Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak
diperbolehkan:
– Menggugurkan kandungan
– Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut
pengetahuan tidak akan sembuh lagi.
Ijazah Serkom
58. INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
Pasal 57
• Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
• Rahasia kedokteran tidak berlaku dalam hal
perintah UU, perintah pengadilan, izin yang
bersangkutan, kepentingan masyarakat,
kepentingan orang tersebut
UU Rumah Sakit no. 44 Thn 2009
UU RS Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan
permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
UU RS pasal 44
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada
publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
UU Praktik Kedokteran no 29 thn 2004
Pasal 48 ayat
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang- undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Permenkes no. 269 thn 2008
Pasal 10
• Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan harus dijaga kerahasiaannya
• Informasi tersebut dapat dibuka dalam hal:
– untuk kepentingan kesehatan pasien;
– memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
– permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
– permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
– untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit
medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN
(PERMENKES 36/ 2012)
60. Etika Klinis
• Medical Indication
Pengambilan keputusan medis yang disesuaikan dengan indikasi medis.
Berkenaan dengan kaidah beneficence dan nonmaleficence.
• Patient Preference
Pengambilan keputusan medis terkait penilaian/keinginan pasien tentang
manfaat dan beban yang akan diterimanya. Merupakan cerminan kaidah
otonomi.
• Quality of Life
Pengambilan keputusan medis atas dasar aktualisasi salah satu tujuan
kedokteran yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup
insani. Berkaitan dengan kaidah beneficence, nonmaleficence & otonomi.
• Contextual Features
Pengambilan keputusan medis berdasarkan aspek non medis seperti faktor
keluarga, ekonomi, budaya. Berkaitan dengan kaidah justice.
Schumann JH, Alfandre D. Clinical ethical decision making: the four topics approach. Semin Med Pract 2008;11:36–42.
61-62. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Beneficence (Berbuat baik)
• General beneficence
– Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian
– Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
• Specific beneficence
– Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien
– Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah
sakit/ pihak lain
– Maksimalisasi akibat baik
– Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada
yang hidup)
• Prinsip tindakan
– Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal
– Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien
– “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
• Contoh tindakan
– Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien,
peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan teknisnya
– Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Non-Maleficence
• Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh
berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi
akibat buruk
• Primum non nocere: First do no harm
• Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:
– Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
– Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
– Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
– Norma tunggal, isinya larangan
• Contoh tindakan:
– Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak
mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai
komoditi
– Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu
pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran
amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya
– Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia,
sengaja malpraktik etis
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Autonomy
• Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau campur
tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien;
bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Justice
• Justice (Keadilan)
• Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness), yaitu:
– Memberi sumbangan dan menuntut pengorbanan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur
dari kebutuhan dan kemampuan pasien
• Jenis keadilan:
– Komparatif (perbandingan antarkebutuhan penerima)
– Distributif (membagi sumber): sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani ;
secara material kepada:
• Setiap orang andil yang sama
• Setiap orang sesuai kebutuhannya
• Setiap orang sesuai upayanya
• Setiap orang sesuai jasanya
– Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama
• Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan
memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien
• Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substansif atau materiil)
• Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu
• Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu
rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama)
– Hukum (umum)
• Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak
• Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
Prinsip Prima Facie
• Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
“tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.