Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRESENTASI KASUS

DEEP VEIN TRHOMBOSIS

Disusun oleh:

dr. Elda Amelinda Hazima

Dokter Internsip RS Pelabuhan Kota Cirebon

DPJP :

dr. Yogi Puji Rachmawan, Sp.JP

dr Yessi Kusumawardhani, Sp.PD

Pendamping:

dr. Winta Mandasari

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT PELABUHAN

KOTA CIREBON

2019
DAFTAR ISI

BAB I. ILUSTRASI KASUS


1.1. Identitas Pasien…………..………………….…………………..... 1
1.2. Anamnesis…….…………....……………....…………..…….…... 1
1.3 Pemeriksaan Fisik………….………………….…………………... 2
1.4. Pemeriksaan Penunjang.…………………………..…………….... 3
1.5. Diagnosis…………….……..………….…….…………………..... 5
1.6. Penatalaksanaan……..…………………….….…………………... 5
1.7. Prognosis………………………….………….………..………...... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi………..………………………………………………...... 8
2.2. Epidemiologi ....…...…..……………...…..………….................... 8
2.3. Patofisiologi...............………………...........….….…………….... 8
2.4. Penegakkan Diagnosis.........………….……...………………...… 10
2.5. Tatalaksana....................................……………....…………..…... 13
2.6. Komplikasi....................................................……......…….…...... 15
2.7. Prognosis..............................…..……………..………...…...…… 15
BAB III. KESIMPULAN................................................................................... 16
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..... 17
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas pasien


Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Alamat : Dusun I, Dompyong Kulon . Kec Gebang
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Rekam Medis : 2020319408
Tanggal Masuk IGD : 21 Januari 2020

1.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Kaki kiri bengkak sejak 10 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kaki kiri bengkak sejak 10 hari SMRS. Kaki kiri bengkak dimulai dari
bagian paha hingga ke ujung jari kaki. Keluhan disertai nyeri dan panas pada kaki. Kaki
tampak berwarna kemerahan. Pasien kemudian beristirahat untuk mengurangi keluhan yang
dirasakan namun keluhan tidak berkurang dan dirasakan semakin bertambah berat. Pasien
hanya berbaring dikasur selama 3 hari karena kaki terasa semakin bengkak. Keluhan nyeri
awalnya dirasakan hilang timbul, namun semakin lama nyeri dirasakan menetap, bertambah
berat dan tidak menghilang dengan istirahat. Tidak ada rasa kesemutan dan mati rasa. Bila
dipegang terasa hangat dibandingkan dengan tungkai sebelah kanan. Lima hari sebelumnya
pasien dirawat di RS. Waled dan pulang paksa karena merasa tidak ada perubahan selama
perawatan. Pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya. Keluhan gangguan BAB, BAK
dan penurunan BB disangkal. Makan minum masih mau dan tidak ada keluhan demam dan
batuk sebelumnya.
RPD : Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya pada kaki kanan sejak 1 bulan lalu,
namun tidak sebesar kaki kiri, keluhan berkurang dan sekarang bengkak hilang. Riwayat
DM (+) pada pasien sejak 1 tahun lalu dan rutin kontrol.. Riwayat Jantung (+) sejak 2 tahun,

1
rutin berobat ke Hasna Medika. Obat jantung yang sering dikonsumsi pasien lupa dan tidak
dibawa. Riw. TB paru pada tahun 2016 (+) pengobatan tuntas.
RPK : Riwayat DM pada kelurga (+), Ayah pasien (Alm)

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : E4V5M6, Compos Mentis
Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 106x/m, reguler
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 97 %

Status Generalis
Kepala

- Bentuk : Bulat, simetris


- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen (-/-)
- Hidung : Bentuk normal, deviasi (-)
- Mulut : Bibir basah, bibir sianosis (-) tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher

- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat

Thoraks
- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi intercostal (-)

Pulmo
- Inspeksi : Pergerakan dada kiri/kanan simetris
- Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri simetris
- Perkusi : Sonor ka=ki
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

2
Jantung

- Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : Cembung
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), asites (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus normal

Ekstrimitas
- A/r Pedis Sinistra :
- Edema (+), pitting edema (+), Hiperemis (+), Nyeri tekan (+)
- Diameter paha kanan : 35cm, jarak 10cm dari tuberositas 34cm
- Diameter paha kiri : 64cm, jarak 10 cm kebawah dari tuberositas 46cm

1.4. Pemeriksaan Penunjang


 (21 -01-2010)
Parameter Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 13.6 12.0 – 16.0

Hematokrit 41.1 37.0 – 43.0

Leukosit 19.69 4 – 10

Trombosit 753 150 - 450

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah Sewaktu 96 70-140

SGOT 21 <31

SGPT 16 <32

Ureum Darah 122.40 10-50

Creatinin Darah 6.0 0.5-0.9

Natrium (Na) 124.30 135-148

Kalium (K) 4.26 3.5-5.2

Kalsium 0.9 1.0-1.3

Kolesterol Total 191 <220

3
Trigliserida 229 <150

Asam Urat 19.3 2.4-5.7

Hasil USG Ginjal : Kedua ginjal dan bladder dalam batas normal
Hasil Thorax AP : Kardiomegali, Pulmo dalam batas normal
Hasil USG Doppler : Ditemukan Deep Vein Thrombus (DVT) pada tungkai kiri

1.5. Dia gnosis


 Diagnosa
Kerja : Susp
DVT tungkai
sinistra
 Diagnosa Tambahan : CKD
1.6. Penatalaksanaan

Terapi IGD
 Inf. RL 20 tpm  Inj. Pantoprazole 1x1 amp (iv)

4
 Inj. Furosemide 2x1 amp (iv)  Miniaspi 0-1-0
 Inj. Arixtra 1x2.5mg SC  KSR 1-0-1
1.7 Prognosis
 Quo Ad Vitam : Dubia
 Quo Ad Functionam : Dubia
 Quo Ad Sananctionam : Dubia

LAMPIRAN GAMBAR

FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A P

5
22/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - O2 3L/mnt NC
nyeri TD: 100/70 S : 36.5 - Inf RL 10tpm
Mual N : 85x/mnt - Inj lansoprazol 1x1 amp (iv)
Pusing RR: 21 SpO2 : 98% - Inj Arixtra 1x2.5mg SC
Ekstremitas : - Tromboaspilet 80mg (0-1-0)
Tungkai kiri - Inj. Uresix 2x1 amp
edema, eritema, - KSR (1-0-1)
nyeri tekan dan - Cek As.urat, TG, Kolesterol
teraba hangat. - Pro USG Doppler Tungkai
- Konsul dr Sp.PD
Advis Sp.PD
- Alopurinol 1x300mg
- Fenofibrat 1x1
- Aminefron 3x2 tab (PO)
- USG ginjal
- Periksa Albumin
Tanggal S O A P
23/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Lixiana 30mg (0-0-1)
nyeri (+) TD: 110/60 S : 36.3 - Terapi lanjut
Mual (+) N : 86x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% - Terapi lanjut
Ekstremitas : - Periksa GDS / 24 jam
Tungkai kiri - Vip Albumin 3x1 tab (PO)
edema, eritema,
nyeri tekan dan
teraba hangat.
Tanggal S O A P
24/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Lixiana 30mg (0-0-1)
nyeri (+) TD: 90/60 S : 36 - Terapi lanjut
N : 80x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% - Terapi lanjut
Ekstremitas : - Periksa ulang H2TL, ur cr
Tungkai kiri - Nacl 3% 200ml/12jam
edema, nyeri tekan
dan teraba hangat.

Tanggal S O A P

6
25/11/19 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Arixtra stop
nyeri (+) TD: 110/80 S : 36.5 - Terapi lain lanjut
N : 85x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% - Terapi lanjut
Ekstremitas : - Cek elektrolit
Tungkai kiri
edema, nyeri tekan
dan teraba hangat.

Tanggal S O A P
26/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Arixtra stop
nyeri (+) TD: 110/80 S : 36.5 - Terapi lain lanjut
N : 85x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% Terapi lanjut
Ekstremitas :
Tungkai kiri
edema, nyeri tekan
dan teraba hangat.

Tanggal S O A P
27/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - BLPL
nyeri (+) TD: 100/80 S : 36.6 Advis Sp.PD
N : 83x/mnt - BLPL
RR: 20 SpO2 : 98% - Obat Pulang :
Ekstremitas : - Alopurinol 1x1
Tungkai kiri - Lipanthyl 1x1
edema, eritema,
nyeri tekan dan
teraba hangat.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trombosis vena dalam (TVD) adalah suatu kondisi medis terbentuknya trombus pada
sistem vena di ekstremitas (biasanya vena tungkai bawah). Bekuan darah dapat
menyumbat vena parsial atau total dan inilah yang mengakibatkan timbulnya keluhan
atau tidak bergejala. Apabila sebagian bekuan darah ini terlepas dan beredar dalam
sirkulasi, maka dapat terjadi kondisi serius dan bersifat fatal yang disebut emboli paru .1
2.2 Epidemiologi

Dilaporkan kejadian DVT sekitar 100 per 100.000 penduduk pertahun, meningkat secara
eksponensial sesuai dengan bertambahnya usia dan kejadian lebih sering pada laki laki
dibanding wanita. Beberapa hasil penelitian menunjukkan :1

 Angka kejadian dapat mencapai 44 % apabila dilakukan tromboprofilaksis dan akan


meningkat mencapai 81 % apabila tidak dilakukan tromboprofilaksis
 12 % dari kasus yang telah terbukti sebagai TEV berkembang menjadi EP walaupun
sudah mendapatkan tromboprofilaksis
 Angka kematian EP yang tidak diobati sekitar 30 %, bila diberikan antikoagulan
yang adekuat akan berkurang hingga 2 – 8 %
2.3 Patofisiologi
Terbentuknya trombus vena akibat suatu proses ketidakseimbangan antara efek
rangsangan trombogenik dan mekanisme proteksi. Ketidakseimbangan ini sejak tahun
1856 sudah di amati oleh Rudolf Virchow melalui konsep Virchow′s Triad yaitu tiga
faktor yang berperan : Stasis vena, kerusakan atau disfungsi endotel pembuluh darah dan
hiperkoagulabilitas.1

8
Gambar 1. Trias Virchow
Stasis vena : Aliran darah vena cenderung melambat (stasis) terutama pada lokasi
cekungan sekitar katup dinding vena dalam. Penilitian postmortem menunjukan bahwa
hampir sebagian kasus TEV ditemukan pembentukan awal trombus dilokasi sekitar katup
dinding vena. Aliran darah akan semakin lambat apabila pasien dalam keadaan
imobilisasi, peningkatan tekanan vena (misalnya gagal jantung), tetapi faktor perlambatan
aliran (stasis) vena saja tidak cukup untuk membentuk trombus.
Kerusakan atau disfungsi endotel pembuluh darah : Endotel yang membentuk
dinding vena dalam keadaan normal permukaannya rata dan bersifat non-trombogenik.
Sifat non-trombogenik ini karena pada endotel yang normal (intak) menghasilkan
beberapa senyawa molekul seperti prostaglandin (Pg12), proteoglikan, aktifator
plasminogen dan trombomodulin yang dapat mencegah terbentuknya trombin. Kerusakan
endotel atau dinding pembuluh vena, misalnya akibat trauma, mediator inflamasi atau
faktor shear stress lainnya meng- akibatkan jaringan ikat kolagen subendotel terpapar
dalam lumen pembuluh vena. Keadaan ini akan merangsang aktifasi trombosit dan sistim
koagulasi sehingga akan membentuk trombus
Hiperkoagulabilitas : Terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor
prekoagulan/pretrombotik dan antikoagulan. Kecenderungan terjadinya trombosis,
apabila aktifitas pembekuan darah meningkat dan atau aktifitas sistim fibrinolisis

9
menurun. Diawali dengan aktifitas pembekuan darah akibat kerusakan endotel akan
membentuk trombus, pembentukan trombus terutama dilokasi dimana aliran darah
mengalami perlambatan (sekitar katup dinding vena). Pembentukan awal trombus
semakin memperlambat aliran darah, lambatnya aliran darah ini akan menurunkan
tekanan oksigen dan meningkatnya hematokrit akibatnya semakin menekan
(downregulate) aktifitas antitrombotik

Ga
mbar 2. Patofisiologi Tromboemboli Vena
2.4 Diagnosis
DVT dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe sentral (iliac DVT dan femoral DVT) dan tipe
perifer (DVT pada vena poplitea dan daerah distal). Diagnosis DVT ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta
ditemukannya faktor resiko. Tanda dan gejala DVT antara lain edema, nyeri dan
perubahan warna kulit (Phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea dolens/blue
leg). Skor dari Wells dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical probability) menjadi
kelompok resiko ringan, sedang atau tinggi. Sedangkan untuk EP (Emboli Paru)
menggunakan skor revisi Geneva. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu,
Ultrasonografi kompresi vena, Magnetic Resonance Venography (MRV), Pemeriksaan D-
dimmer, dll.1,2,3

Tabel 1. Skor Wells DVT

10
Tabel 2. Skor Revisi Geneva untuk Emboli Paru

11
Gambar 3. Algoritma Penanganan Trombosis Vena Dalam (DVT)

Gambar 4. Algoritma Penanganan Emboli Paru (EP)

2.5 Penatalaksanaan DVT

12
Tujuan penatalaksanaan trombosis vena dalam pada fase akut adalah menghentikan
bertambahnya trombus, membatasi bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau
membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom
pasca trombosis di kemudian hari, serta mencegahnya emboli, varikosis, ataupun
rekurensi trombosis vena dalam. Pengobatan pertama pada trombosis vena dalam adalah
dengan menggunakan antikoagulan. Pemberian antikoagulan dapat mengurangi resiko
terjadinya emboli paru dan mencegah perluasan trombus.
Heparin merupakan antikoagulan yang sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan
trombosis vena dalam. Pemberian heparin dalam 24 jam pertama setelah diagnosis dapat
mengurangi rekurensi trombosis vena dalam. . Mekanisme kerja utama heparin adalah
meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan dan melepaskan
tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. 1,3
Enoxaparin
o Dosisterapetik : 1mg/kgBB (SC), diberikan 2x sehari
UFH (Heparin)
o Bolus 80 unit/kg atau 5.000 unit diikuti dengan infus 18 unit/kg/jam
o Sebelum pemberian heparin, diperiksa kadar trombosit
o Pemantauan aPTT : 6 – 24 jam (Lihat Tabel 3)
Fondaparinux
o Berat badan <50kg : 5mg SC sekali sehari
o Berat badan 50–100kg :7.5mg SC sekali sehari
o Berat badan >100kg :10mg SC sekali sehari

Tabel 3. Dosis Modifikasi UFH Intravena

13
Pemberian obat-obat trombolitik / fibrinolitik (streptokinase dan urokinase) bertujuan
untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara mengaktifkan plasminogen menjadi
plasmin. Pemberian terapi trombolitik pada penderita medis kritis diindikasikan pada :
 Tidak stabil (hipotensi = sistolik < 90 mm Hg) disebabkan oleh EP : Berikan
trombolitik sistemik atau catheter-guided trombolitik
 Stabil : telah diberikan terapi antikoagulan kemudian mengalami perburukan
kardiopulmoner yang disebabkan oleh disfungsi miokard dan atau EP, berikan
trombolitik

Pada umumnya terapi ini hanya dilakukan pada trombosis vena dalam dengan oklusi
total, terutama pada iliofemoral. Tindakan operasi pada trombosis vena dalam dapat
berupa trombektomi atau pemotongan vena cava untuk mencegah emboli paru.

Pembengkakan dapat dikurangi dengan cara berbaring dan menaikkan tungkai atau
dengan menggunakan perban kompresi. . Selama pemasangan perban, penderita harus
tetap berjalan. Jika pembengkakan belum seluruhnya hilang, perban harus kembali
digunakan.

Gambar 5. Perban Kompresi

14
2.6 Komplikasi

Trombus pada vena profunda dalam dapat lepas dan berjalan ke paru sehingga
menimbulkan emboli paru yang dapat mengancam nyawa. Emboli paru dapat ditandai
dengan nyeri dada dan nafas pendek. Lebih dari 90% emboli paru berasal dari tungkai.
Penatalaksanaan trombosis vena dalam segera dapat mencegah terjadinya emboli paru.
Emboli pulmonal dapat terjadi apabila terdapat seluruh atau sebagian dari trombus bisa
pecah, mengikuti aliran darah dan tersangkut di dalam arteri yang sempit di paru-paru
sehingga menyumbat aliran darah. Trombus yang berpindah-pindah disebut emboli.
Darah di dalam vena tungkai akan mengalir ke jantung lalu ke paru-paru, karena itu
emboli yang berasal dari vena tungkai bisa menyumbat satu atau lebih arteri di paru-paru.
Keadaan ini disebut emboli paru. Emboli pulmonal yang kecil mungkin tidak
memberikan apa-apa gejala. Emboli pulmonal yang sederhana dapat menyebabkan
gangguan dalam proses pernafasan dan nyeri dada. Emboli pulmonal yang besar pula
dapat mengakibatkan pingsan dan kematian secara tiba-tiba. 3

Postthrombotic syndrome adalah komplikasi kronik dari DVT. Kurang lebih sepertiga


dari pasien DVT akan timbul komplikasi PTS, 5-10% menjadi PTS berat dengan gejala
ulserasi. Diagnosis PTS merupakan diagnosis klinis yang didasarkan pada timbulnya
gejala berupa kelemahan tungkai, nyeri, edema, gatal, kram, parestesi pada tungkai
bawah, memberat pada aktivitas, berdiri, berjalan dan membaik dengan istirahat. 3

2.7 Prognosis

Dengan terapi yang tepat dan adekuat, prognosis selalunya baik. Namun begitu risiko
untuk terjadinya emboli paru akan meningkat. 20% pasien yang tidak mendapat terapi
yang adekuat akan mengalami risiko terjadinya emboli paru dan 10-20% darinya adalah
fatal. Dengan terapi antikoagulan, tingkat kematian menurun sebanyak 5 hingga 10 kali.
Trombosis vena dalam dapat muncul tanpa gejala, namun penyakit tersebut dapat
berulang. Beberapa orang mungkin memiliki nyeri yang berlangsung lama dan bengkak
pada tungkai (sindrom post-flebitis). Menggunakan stoking yang ketat selama dan setelah
trombosis vena dalam dapat mencegah terjadinya hal tersebut. 4

15
BAB III

KESIMPULAN

Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena
dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah disebabkan oleh
disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena. Faktor
resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan
patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, obesitas, riwayat tromboemboli vena,
keganasan).

Pengobatan pertama pada trombosis vena dalam adalah dengan menggunakan


antikoagulan. Pemberian antikoagulan dapat mengurangi resiko terjadinya emboli paru dan
mencegah perluasan trombus. Pemberian obat-obat trombolitik / fibrinolitik (streptokinase dan
urokinase) bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin. Tindakan operasi pada trombosis vena dalam dapat berupa
trombektomi atau pemotongan vena cava untuk mencegah emboli paru.

16
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Frans JV, dkk. 2019. Konsensus Penatalaksanaan Tromboemboli Vena (TEV) pada
Penyakit Kritis. Jakarta Pusat. Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI)

2. Scarvelis D, Wells P. 2006. Diagnosis and treatment of deep vein thrombosis.CMAJ,


175:1087-92

3. JCS Guidelines. 2011. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of
pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis.  Circ J; 75: 1258-1281.

4. Bailey A, Scantlebury D, Smyth S. 2009. Thrombosis and antithrombotic in women.


29:284-88

17

Anda mungkin juga menyukai