Disusun oleh:
DPJP :
Pendamping:
KOTA CIREBON
2019
DAFTAR ISI
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Kaki kiri bengkak sejak 10 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kaki kiri bengkak sejak 10 hari SMRS. Kaki kiri bengkak dimulai dari
bagian paha hingga ke ujung jari kaki. Keluhan disertai nyeri dan panas pada kaki. Kaki
tampak berwarna kemerahan. Pasien kemudian beristirahat untuk mengurangi keluhan yang
dirasakan namun keluhan tidak berkurang dan dirasakan semakin bertambah berat. Pasien
hanya berbaring dikasur selama 3 hari karena kaki terasa semakin bengkak. Keluhan nyeri
awalnya dirasakan hilang timbul, namun semakin lama nyeri dirasakan menetap, bertambah
berat dan tidak menghilang dengan istirahat. Tidak ada rasa kesemutan dan mati rasa. Bila
dipegang terasa hangat dibandingkan dengan tungkai sebelah kanan. Lima hari sebelumnya
pasien dirawat di RS. Waled dan pulang paksa karena merasa tidak ada perubahan selama
perawatan. Pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya. Keluhan gangguan BAB, BAK
dan penurunan BB disangkal. Makan minum masih mau dan tidak ada keluhan demam dan
batuk sebelumnya.
RPD : Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya pada kaki kanan sejak 1 bulan lalu,
namun tidak sebesar kaki kiri, keluhan berkurang dan sekarang bengkak hilang. Riwayat
DM (+) pada pasien sejak 1 tahun lalu dan rutin kontrol.. Riwayat Jantung (+) sejak 2 tahun,
1
rutin berobat ke Hasna Medika. Obat jantung yang sering dikonsumsi pasien lupa dan tidak
dibawa. Riw. TB paru pada tahun 2016 (+) pengobatan tuntas.
RPK : Riwayat DM pada kelurga (+), Ayah pasien (Alm)
Status Generalis
Kepala
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat
Thoraks
- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi intercostal (-)
Pulmo
- Inspeksi : Pergerakan dada kiri/kanan simetris
- Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri simetris
- Perkusi : Sonor ka=ki
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
2
Jantung
Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), asites (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus normal
Ekstrimitas
- A/r Pedis Sinistra :
- Edema (+), pitting edema (+), Hiperemis (+), Nyeri tekan (+)
- Diameter paha kanan : 35cm, jarak 10cm dari tuberositas 34cm
- Diameter paha kiri : 64cm, jarak 10 cm kebawah dari tuberositas 46cm
Leukosit 19.69 4 – 10
KIMIA KLINIK
SGOT 21 <31
SGPT 16 <32
3
Trigliserida 229 <150
Hasil USG Ginjal : Kedua ginjal dan bladder dalam batas normal
Hasil Thorax AP : Kardiomegali, Pulmo dalam batas normal
Hasil USG Doppler : Ditemukan Deep Vein Thrombus (DVT) pada tungkai kiri
Terapi IGD
Inf. RL 20 tpm Inj. Pantoprazole 1x1 amp (iv)
4
Inj. Furosemide 2x1 amp (iv) Miniaspi 0-1-0
Inj. Arixtra 1x2.5mg SC KSR 1-0-1
1.7 Prognosis
Quo Ad Vitam : Dubia
Quo Ad Functionam : Dubia
Quo Ad Sananctionam : Dubia
LAMPIRAN GAMBAR
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A P
5
22/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - O2 3L/mnt NC
nyeri TD: 100/70 S : 36.5 - Inf RL 10tpm
Mual N : 85x/mnt - Inj lansoprazol 1x1 amp (iv)
Pusing RR: 21 SpO2 : 98% - Inj Arixtra 1x2.5mg SC
Ekstremitas : - Tromboaspilet 80mg (0-1-0)
Tungkai kiri - Inj. Uresix 2x1 amp
edema, eritema, - KSR (1-0-1)
nyeri tekan dan - Cek As.urat, TG, Kolesterol
teraba hangat. - Pro USG Doppler Tungkai
- Konsul dr Sp.PD
Advis Sp.PD
- Alopurinol 1x300mg
- Fenofibrat 1x1
- Aminefron 3x2 tab (PO)
- USG ginjal
- Periksa Albumin
Tanggal S O A P
23/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Lixiana 30mg (0-0-1)
nyeri (+) TD: 110/60 S : 36.3 - Terapi lanjut
Mual (+) N : 86x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% - Terapi lanjut
Ekstremitas : - Periksa GDS / 24 jam
Tungkai kiri - Vip Albumin 3x1 tab (PO)
edema, eritema,
nyeri tekan dan
teraba hangat.
Tanggal S O A P
24/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Lixiana 30mg (0-0-1)
nyeri (+) TD: 90/60 S : 36 - Terapi lanjut
N : 80x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% - Terapi lanjut
Ekstremitas : - Periksa ulang H2TL, ur cr
Tungkai kiri - Nacl 3% 200ml/12jam
edema, nyeri tekan
dan teraba hangat.
Tanggal S O A P
6
25/11/19 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Arixtra stop
nyeri (+) TD: 110/80 S : 36.5 - Terapi lain lanjut
N : 85x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% - Terapi lanjut
Ekstremitas : - Cek elektrolit
Tungkai kiri
edema, nyeri tekan
dan teraba hangat.
Tanggal S O A P
26/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - Arixtra stop
nyeri (+) TD: 110/80 S : 36.5 - Terapi lain lanjut
N : 85x/mnt Advis Sp.PD
RR: 20 SpO2 : 98% Terapi lanjut
Ekstremitas :
Tungkai kiri
edema, nyeri tekan
dan teraba hangat.
Tanggal S O A P
27/1/20 Kaki kiri KU: sedang DVT Advis Sp.JP
bengkak dan Kes : CM CKD - BLPL
nyeri (+) TD: 100/80 S : 36.6 Advis Sp.PD
N : 83x/mnt - BLPL
RR: 20 SpO2 : 98% - Obat Pulang :
Ekstremitas : - Alopurinol 1x1
Tungkai kiri - Lipanthyl 1x1
edema, eritema,
nyeri tekan dan
teraba hangat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trombosis vena dalam (TVD) adalah suatu kondisi medis terbentuknya trombus pada
sistem vena di ekstremitas (biasanya vena tungkai bawah). Bekuan darah dapat
menyumbat vena parsial atau total dan inilah yang mengakibatkan timbulnya keluhan
atau tidak bergejala. Apabila sebagian bekuan darah ini terlepas dan beredar dalam
sirkulasi, maka dapat terjadi kondisi serius dan bersifat fatal yang disebut emboli paru .1
2.2 Epidemiologi
Dilaporkan kejadian DVT sekitar 100 per 100.000 penduduk pertahun, meningkat secara
eksponensial sesuai dengan bertambahnya usia dan kejadian lebih sering pada laki laki
dibanding wanita. Beberapa hasil penelitian menunjukkan :1
8
Gambar 1. Trias Virchow
Stasis vena : Aliran darah vena cenderung melambat (stasis) terutama pada lokasi
cekungan sekitar katup dinding vena dalam. Penilitian postmortem menunjukan bahwa
hampir sebagian kasus TEV ditemukan pembentukan awal trombus dilokasi sekitar katup
dinding vena. Aliran darah akan semakin lambat apabila pasien dalam keadaan
imobilisasi, peningkatan tekanan vena (misalnya gagal jantung), tetapi faktor perlambatan
aliran (stasis) vena saja tidak cukup untuk membentuk trombus.
Kerusakan atau disfungsi endotel pembuluh darah : Endotel yang membentuk
dinding vena dalam keadaan normal permukaannya rata dan bersifat non-trombogenik.
Sifat non-trombogenik ini karena pada endotel yang normal (intak) menghasilkan
beberapa senyawa molekul seperti prostaglandin (Pg12), proteoglikan, aktifator
plasminogen dan trombomodulin yang dapat mencegah terbentuknya trombin. Kerusakan
endotel atau dinding pembuluh vena, misalnya akibat trauma, mediator inflamasi atau
faktor shear stress lainnya meng- akibatkan jaringan ikat kolagen subendotel terpapar
dalam lumen pembuluh vena. Keadaan ini akan merangsang aktifasi trombosit dan sistim
koagulasi sehingga akan membentuk trombus
Hiperkoagulabilitas : Terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor
prekoagulan/pretrombotik dan antikoagulan. Kecenderungan terjadinya trombosis,
apabila aktifitas pembekuan darah meningkat dan atau aktifitas sistim fibrinolisis
9
menurun. Diawali dengan aktifitas pembekuan darah akibat kerusakan endotel akan
membentuk trombus, pembentukan trombus terutama dilokasi dimana aliran darah
mengalami perlambatan (sekitar katup dinding vena). Pembentukan awal trombus
semakin memperlambat aliran darah, lambatnya aliran darah ini akan menurunkan
tekanan oksigen dan meningkatnya hematokrit akibatnya semakin menekan
(downregulate) aktifitas antitrombotik
Ga
mbar 2. Patofisiologi Tromboemboli Vena
2.4 Diagnosis
DVT dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe sentral (iliac DVT dan femoral DVT) dan tipe
perifer (DVT pada vena poplitea dan daerah distal). Diagnosis DVT ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta
ditemukannya faktor resiko. Tanda dan gejala DVT antara lain edema, nyeri dan
perubahan warna kulit (Phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea dolens/blue
leg). Skor dari Wells dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical probability) menjadi
kelompok resiko ringan, sedang atau tinggi. Sedangkan untuk EP (Emboli Paru)
menggunakan skor revisi Geneva. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu,
Ultrasonografi kompresi vena, Magnetic Resonance Venography (MRV), Pemeriksaan D-
dimmer, dll.1,2,3
10
Tabel 2. Skor Revisi Geneva untuk Emboli Paru
11
Gambar 3. Algoritma Penanganan Trombosis Vena Dalam (DVT)
12
Tujuan penatalaksanaan trombosis vena dalam pada fase akut adalah menghentikan
bertambahnya trombus, membatasi bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau
membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom
pasca trombosis di kemudian hari, serta mencegahnya emboli, varikosis, ataupun
rekurensi trombosis vena dalam. Pengobatan pertama pada trombosis vena dalam adalah
dengan menggunakan antikoagulan. Pemberian antikoagulan dapat mengurangi resiko
terjadinya emboli paru dan mencegah perluasan trombus.
Heparin merupakan antikoagulan yang sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan
trombosis vena dalam. Pemberian heparin dalam 24 jam pertama setelah diagnosis dapat
mengurangi rekurensi trombosis vena dalam. . Mekanisme kerja utama heparin adalah
meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan dan melepaskan
tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. 1,3
Enoxaparin
o Dosisterapetik : 1mg/kgBB (SC), diberikan 2x sehari
UFH (Heparin)
o Bolus 80 unit/kg atau 5.000 unit diikuti dengan infus 18 unit/kg/jam
o Sebelum pemberian heparin, diperiksa kadar trombosit
o Pemantauan aPTT : 6 – 24 jam (Lihat Tabel 3)
Fondaparinux
o Berat badan <50kg : 5mg SC sekali sehari
o Berat badan 50–100kg :7.5mg SC sekali sehari
o Berat badan >100kg :10mg SC sekali sehari
13
Pemberian obat-obat trombolitik / fibrinolitik (streptokinase dan urokinase) bertujuan
untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara mengaktifkan plasminogen menjadi
plasmin. Pemberian terapi trombolitik pada penderita medis kritis diindikasikan pada :
Tidak stabil (hipotensi = sistolik < 90 mm Hg) disebabkan oleh EP : Berikan
trombolitik sistemik atau catheter-guided trombolitik
Stabil : telah diberikan terapi antikoagulan kemudian mengalami perburukan
kardiopulmoner yang disebabkan oleh disfungsi miokard dan atau EP, berikan
trombolitik
Pada umumnya terapi ini hanya dilakukan pada trombosis vena dalam dengan oklusi
total, terutama pada iliofemoral. Tindakan operasi pada trombosis vena dalam dapat
berupa trombektomi atau pemotongan vena cava untuk mencegah emboli paru.
Pembengkakan dapat dikurangi dengan cara berbaring dan menaikkan tungkai atau
dengan menggunakan perban kompresi. . Selama pemasangan perban, penderita harus
tetap berjalan. Jika pembengkakan belum seluruhnya hilang, perban harus kembali
digunakan.
14
2.6 Komplikasi
Trombus pada vena profunda dalam dapat lepas dan berjalan ke paru sehingga
menimbulkan emboli paru yang dapat mengancam nyawa. Emboli paru dapat ditandai
dengan nyeri dada dan nafas pendek. Lebih dari 90% emboli paru berasal dari tungkai.
Penatalaksanaan trombosis vena dalam segera dapat mencegah terjadinya emboli paru.
Emboli pulmonal dapat terjadi apabila terdapat seluruh atau sebagian dari trombus bisa
pecah, mengikuti aliran darah dan tersangkut di dalam arteri yang sempit di paru-paru
sehingga menyumbat aliran darah. Trombus yang berpindah-pindah disebut emboli.
Darah di dalam vena tungkai akan mengalir ke jantung lalu ke paru-paru, karena itu
emboli yang berasal dari vena tungkai bisa menyumbat satu atau lebih arteri di paru-paru.
Keadaan ini disebut emboli paru. Emboli pulmonal yang kecil mungkin tidak
memberikan apa-apa gejala. Emboli pulmonal yang sederhana dapat menyebabkan
gangguan dalam proses pernafasan dan nyeri dada. Emboli pulmonal yang besar pula
dapat mengakibatkan pingsan dan kematian secara tiba-tiba. 3
2.7 Prognosis
Dengan terapi yang tepat dan adekuat, prognosis selalunya baik. Namun begitu risiko
untuk terjadinya emboli paru akan meningkat. 20% pasien yang tidak mendapat terapi
yang adekuat akan mengalami risiko terjadinya emboli paru dan 10-20% darinya adalah
fatal. Dengan terapi antikoagulan, tingkat kematian menurun sebanyak 5 hingga 10 kali.
Trombosis vena dalam dapat muncul tanpa gejala, namun penyakit tersebut dapat
berulang. Beberapa orang mungkin memiliki nyeri yang berlangsung lama dan bengkak
pada tungkai (sindrom post-flebitis). Menggunakan stoking yang ketat selama dan setelah
trombosis vena dalam dapat mencegah terjadinya hal tersebut. 4
15
BAB III
KESIMPULAN
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena
dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah disebabkan oleh
disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena. Faktor
resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan
patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, obesitas, riwayat tromboemboli vena,
keganasan).
16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Frans JV, dkk. 2019. Konsensus Penatalaksanaan Tromboemboli Vena (TEV) pada
Penyakit Kritis. Jakarta Pusat. Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI)
3. JCS Guidelines. 2011. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of
pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis. Circ J; 75: 1258-1281.
17