Anda di halaman 1dari 33

Oleh:

Nadia Annisa Ratu

Kepaniteraan Junior
Puskesmas Karya Wanita
2018
Identitas
 Nama : Ny. N
 Umur : 28 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Jl. Lembah Damai Gg. Senggol
 Tanggal : 09 April 2018
 Pukul : 10.00 wib
Anamnesis kasus
 Keluhan utama :
Mata kanan berlemak sejak 2 bulan yang lalu.

• Keluhan tambahan :
Mata merah dan perih
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan mata
kanan berlemak sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan awalnya tampak selaput kecil yang lama-
kelamaan semakin membesar. Saat keluhan pertama kali
muncul, mata terlihat merah dan terasa perih. Pada
tanggal 23 maret pasien pernah kontrol penyakit mata
yang dialaminya, keluhan mata merah sudah hilang
namun kambuh lagi, dan masih tampak selaput pada
mata kanan . Pasien sering terpapar sinar matahari dan
debu ketika berkendara menggunakan sepeda motor.
 Riwayat penyakit dahulu→ Pasien tidak pernah
mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, riwayat
memakai kacamata (-), riwayat hipertensi disangkal,
riwayat diabetes melitus disangkal, riwayat trauma (-).
 Anamnesa Keluarga → Tidak ada keluarga yang
mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
 Riwayat gizi → Pasien makan secara teratur tiga kali
sehari, suka mengkonsumsi gorengan. Merokok (-).
Alkohol (-).
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 110/60 mmHg
 BB : 65 kg
 TB : 146 cm
Status Oftalmologikus
Pada inspeksi mata kanan, terlihat pterygium vascular
dan tebal ditemukan pada konjungtiva nasal.
Status Oftalmologi
 Pemeriksaan subjektif dan objektif tidak dilakukan.
PTERYGIUM
Epidemiologi
 Daerah iklim panas, kering, berdebu dan kering.
 Prevalensi pterygium ↑ pada decade 2 dan 3
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-49
tahun.
 Laki-laki 4 kali lebih beresiko dibandingkan
perempuan
Anatomi Konjungtiva
Etiologi dan Faktor Risiko
 Radiasi sinar ultraviolet
 Faktor genetik
 Paparan debu
 Usia
 Jenis kelamin
 Tempat tinggal
 Pekerjaan
Stadium Pterygium
 Stadium 1 : terbatas pada limbus kornea
 Stadium 2 : melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea.
 Stadium 3 : melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata.
 Stadium 4 : sudah melewati pupil
Patogenesis
 Ultraviolet → mutagen u/ p53 tumor suppressor gene
pada limbal basal stem cell tanpa apoptosis,
transforming growth factor- beta overproduksi dan
→kolagenase ↑. Sel-sel bermingrasi dan angiogenesis
↑→ degenerasi kolagen & terlihat jaringan
subepitelial fibrovaskular.
 Jaringan subkonjungtiva →degenerasi elastoik&
proliferasi jaringan granulasi vascular di bawah
epithelium →menembus kornea. Kerusakan pada
kornea terjadi pada lapisan membrane bowman oleh
pertumbuhan jaringan fibrovaskular.
Gejala Klinis
 Mata sering berair dan tampak merah
 Merasa seperti ada benda asing
 Timbul astigmatisma
 Penglihatan menurun
Diagnosis
• Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien
seperti mata merah, gatal, mata sering berair, ganguan
penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya
riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di
luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar mathari
yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma
sebelumnya.
 Pemeriksaaan fisik
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan
fibrovaskular pada permukaan konjuntiva. Pterygium
dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal
tetapi ada juga pterygium yang avaskuler dan flat.
Pterygium paling sering ditemukan pada konjungtiva
nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula
ditemukan pterygium pada daerah temporal.
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada
pterygium adalah topografi kornea untuk menilai
seberapa besar komplikasi berupa astigmtisma ireguler
yang disebabkan oleh pterygium.
Tatalaksana konservatif

Penanganan pterygium pada tahap awal adalah berupa


tindakan konservatif seperti penyuluhan pada pasien untuk
mengurangi iritasi maupun paparan sinar ultraviolet dengan
menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata
buatan/topical lubricating drops.
Tindakan Operatif
 Bare sclera
 Conjungtival graft
 Sliding flap
 Amniotic membrane transplantation
Indikasi operasi
 Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih dari 3
mm dari limbus.
 Pterigium yang mencapai jarak lebih dari separuh
antara limbus dan tepi pupil.
 Pterigium yang sering memberikan keluhan mata
merah, berair dan silau karena astigmatismus.
 Kosmetik
Diagnosa Banding
Pinguecula:
 Lesi kuning keputihan pada konjungtiva bulbi di
daerah nasal atau temporal limbus
 Bentuk kecil, meninggi, massa kekuningan berbatas
dengan limbus dan konjungtiva bulbi di fissura
interpalpebra.
Pseudopterigium
 Terdapat adhesi antara konjungtiva yang sikatrik
dengan kornea dan sklera.
Komplikasi
 Astigmatisma
Merupakan kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam
keadaan istirahat dibias tak tertentu, refraksi dalam tiap
meridian tak sama.
 Kemerahan
 Iritasi
 Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
 Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat
membatasi penglihatan dan menyebabkan diplopia.
Prognosis
 Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi
adalah baik. Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi
setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterygium
rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran
amnion.
Edukasi pasien
1. Penyakit ini dapat berulang
2. Menghindari faktor resiko seperti paparan sinar
matahari, debu, kotoran, udara kering dengan
memakai pelindung mata seperti kacamata pelindung.
PEMBAHASAN
Anamnesis
 Pada kasus ini, pasien datang ke Puskesmas dengan mata kanan berlemak
sudah sejak 2 bulan yang lalu. Berdasarkan keluhan utama pasien,
kemungkinan diagnosis banding dari penyakit pasien sudah mulai
diperkirakan seperti pinguekula dan pseudopterigeum. Setelah itu, dokter
menggali kembali Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) dari pasien. Pasien
menjelaskan awalnya tampak selaput kecil yang lama-kelamaan semakin
membesar dimata sebelah kanan pasien. Mata pasien juga terlihat merah dan
terasa perih.
 Berdasarkan data yang diperoleh dari RPS, diketahui bahwa keluhan bersifat
kronis dan memiliki faktor pencetus yaitu pasien sering terpapar debu dan
sinar matahari karena sering menggunakan sepeda motor saat bepergian.
 Menurut Ilyas (2009) dalam buku ilmu penyakit mata, keluhan yang
dapat muncul pada pterygium adalah mata sering berair dan tampak
merah (apabila terjadi iritasi), merasa seperti ada benda asing atau
fotofobia, timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh
pertumbuhan pterygium tersebut, biasanya astigmatisme “with the
rule” ataupun astigmatisme irreguler sehingga mengganggu
penglihatan, pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), bisa
menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan juga
menurun, dan diplopia karena membesarnya ukuran lesi. Efek diplopia
akan lebih sering pada lesi-lesi rekuren dengan pembentukan jaringan
parut.
Pemeriksaan fisik
 Pada inspeksi terlihat jaringan fibrovaskular pada
permukaan kongjungtiva mata kanan pasien
 Menurut Ilyas (2009) dalam buku ilmu penyakit mata,
pemeriksaan fisik pada pasien pterygium akan
didapatkan adanya suatu lipatan berbentuk segitiga
yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal maupun
temporal yang menjalar ke kornea, umumnya
berwarna putih, namun apabila terkena suatu iritasi
maka bagian pterigium ini akan berwarna merah.
Pemeriksaan Penunjang
 Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
 Menurut Ilyas (2009) dalam buku ilmu penyakit mata menyatakan sebaiknya perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti :
 Pemeriksaan slit lamp
 Untuk memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkan dari diagnosa
banding lain.
 Pemeriksaan histopatologi
 Secara histopatologi ditemukan epitel konjungtiva irreku kadang-kadang berubah
menjadi gepeng. Pada puncak pterygium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini
membran bauman menghilan. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai
jaringan granulasi yang penuh pembuluh darah. Degenerasi ini menekan kedalam
kornea serta merusak membrane bauman dan stoma kornea bagian atas.
 Pemeriksaan topografi kornea
 Untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisma ireguler yang disebabkan
pterygium.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka
diagnosis banding dari keluhan pasien ini yaitu,
 Pinguecula
Pinguecula adalah perubahan jaringan normal yang mengakibatkan deposit
protein dan lemak di donjungtiva atau selaput tipis yang menutupi bagian mata.

 Pseudopterygium
keadaan apabila terdapat suatu ulkus kornea atau kerusakan permukaan kornea,
dan dalam proses penyembuhannya konjungtiva menutupi luka tersebut sehingga
terlihat seolah - olah konjungtiva menutupi korneakeadaan apabila terdapat
suatu ulkus kornea atau kerusakan permukaan kornea, dan dalam proses
penyembuhannya konjungtiva menutupi luka tersebut sehingga terlihat seolah -
olah konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterygium terjadi akibat
pembentukan jaringan parut pada konjungtiva yang berbeda dengan pterygium,
dimana pada pseudopterygium terdapat adhesi antara konjungtiva yang sikatrik
dengan kornea dan sklera.
Terapi
Pada kasus ini, pasien mendapat terapi obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari untuk mengurangi gejala perih pada mata pasien
dan pasien perlu diberitahu tentang pentingnya dilakukan operasi.
Menurut Ilyas (2009) dalam buku ilmu penyakit mata menyatakan bahwa
pengobatan pterygium tergantung dari keadaan pteriumnya sendiri, dimana pada
keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan, namun bila terjadi proses inflamasi
dapat diberikan steroid topikal untuk menekan proses peradangan, dan pada keadaan
lanjut misalnya terjadi gangguan penglihatan (refraktif), pterygium telah menutupi
media penglihatan (menutupi sekitar 4 mm permukaan kornea) maupun untuk alasan
kosmetik maka diperlukan tindakan pembedahan berupa ekstirpasi pterygium.
Daftar Pustaka
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of Pterygium. Opthalmic Pearls.2010
2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from :www.eyewiki.aao.org/Pterygium
Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum:edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
5. Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009.
Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
7. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08]. Available from : http://PPM.pdf.com/info-
pterigium-anatomi
8. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available from :http://www.dokter-
online.org/index.php.htm .
9. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007. [cited 2011October 23]. Available from
:http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant
10. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York : Thieme Stutgart. 2000
11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the
Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology.
2008. P.8-13, 366
12. Anonim. Pterygium. [online] 2007. [cited 2011 October 23]. Available from :http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/963/follow-up/complications.html
Wassalamualaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai